(DISTRESS SPIRITUAL)
MAKALAH
oleh
KELOMPOK 2
i
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MASALAH
PSIKOSOSIAL: DISTRESS SPIRITUAL
MAKALAH
diajukan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah keperawatan kesehatan jiwa dengan
dosen: Ns. Emi Wuri Wuryaningsih, S.Kep., Sp. Kep.J
oleh:
ii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah Psikososial: Distress Spiritual”. Makalah
ini disusun berdasarkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatan
Jiwa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep.,Sp.Kep.J, selaku PJMK Keperawatan Kesehatan
Jiwa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;
2. Ns. Emi Wuri Wuryaningsih, S.Kep., Sp. Kep.J selaku dosen pengampu
matakuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa.
3. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui beberapa kasus yang berhubungan dengan distress spiritual
1.2.2 Mengetahui dan memahami definisi distress spiritual
1.2.3 Mengetahui psikopatlogi atau psikodinamika dari distress spiritual
1.2.4 Mengetahui diagnosis medis dan keperawatan distress spiritual
1.2.5 Mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan
1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian di RSU dan Holistik Sejahtera Bhakti Salatiga menemukan kasus Nn.
Rika umur 21 Tahun memiliki penyakit kanker dengan distres spiritual. Nn. Rika di
opname selama 1x dengan 2x bimbingan spiritual. Nn. Rika mengatakan bahwa ia lelah
dengan kondisinya, Nn. Rika sudah tidak menjalankan kewajiban shalat lima waktu
semenjak sakit. Sambil terbaring mbak Rika mengatakan “sebelum diingatkan oleh
keluarga dan pak Sanuri saya tidak shalat karena saya tidak kuat kemana- mana”
(Wawancara, Rika, 10 November 2014). Pak Sanuri adalah pembimbing agama yang
disediakan oleh RSU dan Holistik Sejahtera Bhakti Salatiga (Chotimah, 2014).
2.2 Pengertian
2
2.3 Psikopatologi/Psikodinamika
PREDISPOSING FACTOR
Biological: Psicologycal: Sosiokultural:
- Penyakit terminal - ncaman kematian - Asing tentang sosial
- Kehilangan fungsi - asing tentang diri - Gangguan
anggota tubuh sendiri sosiokultural
- Cacat tubuh - persepsi tentang tugas - Kesepian
- Nyeri yang tidak selesai - Transisi Hidup
- Penuaan - Background keluarga
PRECIPITATING
- FACTOR
Origin: -
Nature: Timing: Number:
- Penyakit - Faktor internal: merasakan sakit - Muncul disaat - ≥ 2/3
terminal yang sangat sehingga putus asa ada faktor
(Misal: - Faktor Eksternal: dukungan pencetus
Kanker) keluarga
Appraisal of Stressor
Coping Mechanism
Konstruktif: Destruktif:
3
2.4 Diagnosis Medis dan Diagnosis Keperawatan
2.4.1 Diagnosis Medis semua diagnosis medis dapat menyebabkan seseorang
mengalami distress spiritual apabila orang tersebut maladaptif terhadap kondisinya.
2.4.2 Diagnosis Keperawatan Distress spiritual
- Berhubungan dengan: (faktor predisposisi)
- ditandai dengan:
ansietas: Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons
otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu);
perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini
merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya
bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman
(Herdman, 2015).
insomnia: Gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang menghambat fungsi
(Herdman, 2015)
letih
menangis
menanyakan identitas
menyakan makna hidup
menyakan makna penderitaan
takut: merupakan defence mechanism, atau mekanik bela diri. Maksudnya
ialah bahwa rasa takut timbul pada diri seseorang disebabkan adanya
kecenderungan untuk membela diri sendiri dari bahaya atau hanya perasaan
yang tak enak terhadap sesuatu hal (Soelasmono, 2011)
kurang pasrah
marah
perasaan tidak dicintai
rasa bersalah
strategi koping yang tidak efektif
menolak interaksi dengan orang terdekat
menolak interaksi denga pemimpin spiritual
merasa asing
tidak berminat pada alam
4
tidak berdaya
5
Dukung keluarga untuk
memverbalisasikan perasaan
mengenai sakitnya anggota
keluarga.
- Inspirasi harapan
Individu
Ajarkan pasien aspek positif
mengenai harapan.
Bantu pasien mengembangkan
spiritualitas diri.
Libatkan pasien secara aktif pada
perawatannya sendiri.
Dukung hubungan terapeutik
dengan orang yang penting bagi
pasien.
Ciptakan lingkungan yang
memfasilitasi pasien
melaksanakan praktik agamanya
dengan cara yang tepat
Keluarga
Berikan kesempatan bagi
keluarga terlibat dalam
pengobatan
Bantu pasien dan keluarga untuk
mengidentifikasi area dari
harapan dalam hidup.
Berikan kesempatan bagi
pasien/keluarga untuk terlibat
dalam kelompok pendukung
- Fasilitasi pengembangan spiritual
Individu
6
Dukung pasien untuk memeriksa
komitmen spiritualnya didasarkan
pada kepercayaan dan nilai.
Berikan lingkungan yang
mendukung sikap meditasi atau
renungan untuk melakukan
refleksi diri.
Keluarga
Dukung partisipasi dalam
pelayanan keagamaan, layanan
pengasingan diri, dan program
khusus berdoa/belajar.
Dukung penggunaan perayaan
spiritual.
- Dukungan spiritual
Individu
Dengarkan ungkapan perasaan
pasien
Gunakan komunikasi terapeutik
dalam membangun hubungan
saling percaya dan caring.
Tunjukkan empati terhadap
ekspresi perasaan klien
Pastikan pada individu bahwa
perawat selalu ada untuk
mendukung individu melewati
masa yang menyakitkan.
Ajarkan metode relaksasi,
meditasi dan imajinasi
terbimbing/guided imagery
Keluarga
7
Sediakan musik spiritual,
literatur, radio maupun program
spiritual di televisi.
Dorong partisipasi terkait
dengan keterlibatan anggota
keluarga, teman, dan orang lain.
Berikan kesempatan untuk
mendiskusikan berbagai sistem
kepercayaan dan pandangan
dunia mengenai hal tersebut.
Dorong penggunaan sumber-
sumber spiritual jika diinginkan
keluarga.
- Pengurangan kecemasan
Individu
Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan.
Berada disisi klien untuk
meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan.
Kaji tanda verbal dan non
verbal.
Bantu klien mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan.
Keluarga
Dorong keluarga untuk
mendampingi klien dengan cara
yang tepat
- Dukungan keluarga
Yakinkan keluarga bahwa
pasien sedang diberikan
8
perawatan terbaik.
Nilai reaksi emosi keluarga
terhadap kondisi pasien.
Tingkatkan hubungan saling
percaya dengan keluarga.
Terima nilai yang dianut
keluarga dengan sikap yang
tidak menghakimi
Jawab semua pertanyaan dari
keuarga atau bantu untuk
mendapatkan jawaban
Orientasikan keuarga terkait
tatanan pelayanan kesehatan,
seperti rumah sakit atau klinik.
9
BAB 3. PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Spritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta sedangkan kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan
hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan
mendapatkan maaf. Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual
adalah distress spiritual, yaitu suatu keadaan menderita yang berhubungan dengan
gangguan kemampuan untuk mengalami makna hidup melalui hubungan dengan diri
sendiri, dunia, atau kekuatan yang tinggi.
3.2 SARAN
Perawat sebagai satu-satunya petugas kesehatan yang berinteraksi dengan pasien
selama 24 jam maka perawat adalah orang yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pasien. Oleh karena itu, sebagai perawat yang profesional harus memiliki
pengetahuan dan skill menangani klien dengan distress spiritual, sehingga perawat
dituntut untuk mampu mempengaruhi pola pikir efektif dan adaptif terhadap pasien.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Fitri Respati dan Nasution, Nita. 2012. Buku Pintar Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu.
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. Mc. Closkey. 2012.
Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa: Mosby
Elsavier.
Chotimah, Baitin Khusnul. 2014. Bimbingan Keagamaan Islami Dalam Mengatasi
Distress Spiritual Pasien Kanker di RSU dan Holistik Sejahtera Bhakti
Salatiga. Semarang: UIN Walisongo [diakses online]
http://eprints.walisongo.ac.id/3457/ pada 11 Januari 2017.
11
PERTANYAAN HASIL DISKUSI
1. Pertanyaan dari Dinar Izzati
“Bagaimana dengan orang yang atheis, apakah mereka juga bisa mengalami
distress spiritual, padahal tidak memiliki keyakinan beragama? Apakah distress
sipiritual itu harus berhungan dengan agama?”
Jawaban:
“Orang Atheis adalah manusia yang juga memiliki tujuan hidup juga rasa ingin
dicintai dan mencintai. Sehingga, orang atheis ketika sudah tidak memiliki
tujuan hidup atau tidak dapat memaknai arti hidupnya untuk apa dan memiliki
tanda gejala seperti cemas, bertanya identitas, bertanya mengenai makna hidup
maka dapat dikatakan orang atheis tersebut mengalami distress spiritual.
Distress spiritual tidak hanya berhubungan dengan agama. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya mengenai spiritual sendiri adalah suatu keyakinan dalam
hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta sedangkan
kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan
mendapatkan maaf. Sehingga, ketika orang tersebut tidak dapat memaknai arti
kehidupannya maka dapat menjadi distress spiritual.
2. Pertanyaan dari Fajar Kharisma
“Misalkan ada orang yang percaya kepada ilmu hitam. Kemudian orang tersebut
tidak menjalankan amalan-amalan yang seharusnya dikerjakan, sehingga orang
tersebut menjadi ODGJ. Menurut masyarakat orang tersebut kerasukan roh
jahat. Bagaimana jika Lathifah menjadi perawatnya dan apakah orang tersebut
mengalami distress spiritual?”
Jawaban:
“iya. Orang tersebut mengalami distress spiritual sebab orang tersebut memiliki
keyakinan akan ilmu hitam. Namun, ketika keyakinannya itu tidak lagi
dilakukan orang tersebut mengalami distress spiritual yang berakibat pada
perilakunya sendiri. Mengenai stigma masyarakat yang menganggap bahwa
orang tersebut kerasukan, itu dapat dipercaya dan dapat pula tidak dipercaya.
Sebab, setiap orang memiliki keyakinan yang berbeda. Stigma tersebut ada
karena masyarakat percaya akan adanya roh jahat, sedangkan stigma tersebut
12
dapat hilang ketika orang yang sakit tersebut sembuh karena dirawat di
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit jiwa. Intervensi keperawatan yang
dapat diberikan yaitu sama dengan ODGJ pada umumnya yaitu membuat agar
orang tersebut menjadi lebih tenang dengan membuat suasana di sekitarnya
tenang. Dan dengan menggunakan standar yang ditetapkan pada NIC.”
3. Pertanyaan ketiga dari Mila Yuni Sahlia
“Bagaimana intervensi keperawatan pada orang atheis?”
Jawaban:
“intervensi keperawatan pada orang atheis dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan keluarga yaitu berikan intervensi agar keluarga
mendukung kesembuhan klien. Selain itu pada diri klien atheis sendiri dilakukan
peningkatan koping, peningkatan harapan, dan pengurangan kecemasan.”
13