Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Widya Medika Surabaya Vol.2 No.

1 April 2014

DEPRESI PADA LANJUT USIA*

Margarita M. Maramis**

Abstract
Depression is perhaps the most frequent cause of emotional suffering in later life
and significantly decreases quality of life in older adults. Depression is perceived as
part of accelerated aging. Depressed individuals have a higher risk to get various
diseases of aging. So that depressed elderly patients often have chronic comorbid
conditions such as diabetes, hypertension, metabolic syndrome, coronary artery
disease, cancer, asthma and cognitive impairment and dementia. The impact of late-
life depression on mortality, morbidity, and function as well as service utilization
is well known.
Differential diagnosis of depression in late-life are dementia, delirium or behavioral
and psychological symptoms of dementia (BPSD), and often as comorbidity in
depression.
Depression in late life should be treated as early as possible. The important to treat
are avoid the progression of depression and other medical comorbidity. Selection
of antidepressant medication should be based on the best side effect profile and
the lowest risk of drugs interaction. Add-on treatments including other drugs and
psychotherapy can be applied. Involving the caregiver and families in the treatment
process is a key to reach optimal outcome.
Keywords: depression in late-life, differential diagnosis, comorbidity, pharmacologic
and non-pharmacologic intervention.

Abstrak
Depresi pada lanjut usia sangat sering terjadi dan secara bermakna menurunkan
kualitas kehidupan para lansia. Depresi sering dianggap sebagai bagian yang biasa
dari proses penuaan sehingga sering tidak menjadi perhatian.
Akibat lebih lanjut yang dapat dialami para lansia yang depresi adalah peningkatan
risiko mendapatkan berbagai penyakit, sehingga sering ada bersamaan dengan
penyakit diabetes melitus, hipertensi, sindroma metabolik, gangguan jantung
koroner, kanker, asma dan hendaya kognitif dan demensia. Dampak ini semua
adalah morbiditas dan mortalitas dan hendaya fungsi.
Diagnosis banding dari depresi pada lanjut usia adalah demensia, delirium atau
BPSD yang juga sering ada berkomorbiditas bersama gangguan depresi.
Sehingga depresi pada lanjut usia perlu ditangani sedini mungkin. Pentingnya
penanganan adalah mencegah progresivitas dan mencegah komorbiditas dengan
penyakit fisik lain dan memperparah penyakit fisiknya. Pemilihan antidepresan

* Disunting kembali dari makalah Depresi pada Lanjut Usia untuk Seminar Ilmiah ‘Geriatrics in Daily Clinical
Practice’ dalam rangka Dies Natalis II UNIKA Widya Mandala Surabaya, 27-28 april 2013.
** Psikiater, konsultan dan staf pengajar pada SMF/Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Dr. Soetomo/FK
UNAIR Surabaya.
Jl. Mayjend Prof. Dr. Moestopo 6-8 Surabaya, Telp. 031-5501666, Fax. 031-5017274.
E-mail margarit@fk.unair.ac.id.

39
Margarita M. Maramis

perlu didasari pada efek samping yang minimal dan interaksi obat yang paling
rendah. Pemberian penanganan non-medikasi juga penting, serta melibatkan
caregiver dan keluarga dalam proses terapi adalah sangat penting untuk mencapai
hasi yang optimal.
Kata kunci: depresi pada lanjut usia, diagnosis banding, komorbiditas, intervensi
farmakologis dan non-farmakologis.

Pendahuluan Depresi adalah bukan sekedar perasaan


sedih. Depresi mengenai seluruh diri individu
Depresi dapat terjadi pada siapa saja, juga
termasuk perasaan, pikiran dan kesehatan
pada usia lanjut. Sebanyak 5-10% populasi
fisik. Disamping itu gejala ansietas amat
lansia menderita depresi yang memerlukan
sering didapatkan bersamaan. Sebagian lain
penanganan. Bila depresi bersamaan dengan
dalam bentuk keluhan fisik dan nyeri.
ansietas, maka prevalensinya meningkat
tajam sebesar 30-40%. Bila diterapi dengan Depresi yang terjadi pada usia lanjut,
baik, maka 80% dapat berespon terhadap banyak disertai organik patologis, seperti
pengobatan dan mencapai remisi sempurna, kelainan neurologis, kelainan struktur otak
namun ada 90% dari lansia yang menderita dan pembuluh darah subkortikal, adanya
gangguan depresi tidak mendapatkan penebalan intima-media dari arteri karotis
pertolongan atau terabaikan. yang merupakan marker artherosklerotik.
Pasien yang seperti ini bervariasi dalam
Perhatian kepada lansia dan depresi
tampilan gejala klinisnya, perjalanan
perlu dilakukan karena depresi pada lansia
penyakitnya dan respon terhadap pengobatan
sulit diketahui, dapat tampak sebagai bagian
tergantung pada penyakit yang mendasarinya.
gejala penyakit medis lain. Keluarga dan
Pasien dengan depresi tipe vaskular
caregiver melihat gejala depresi sebagai
menunjukkan penurunan kognitif secara
bagian normal dari proses penuaan dan
negatif, lebih lamban psikomotornya, lebih
sebagai akibat kehilangan yang tidak
apatis, gangguan fungsi eksekutif dan respon
terhindarkan dalam kehidupan yang akan
terhadap pengobatan lebih buruk (Gallagher
dialami oleh semua manusia. Sebab lain
et al., 2009).
karena sebagian lansia terlantar, berjuang
sendiri menghadapi hari-hari akhirnya tanpa Depresi tanpa kesedihan sering terdapat
mengeluh dan menolak mengeluh dan tidak pada usia lanjut, sindroma penurunan
mau minta pertolongan. Selama ini bekerja (depletion syndrome) berupa penarikan diri,
keras untuk mengatasi kehidupan sehingga apatis, kekurangan enerji atau kurang aktif.
merasa malu bila tidak mampu mengatasi Bentuk lain adalah gangguan distimia, berupa
problem kehidupan di saat lansia. Bahkan ada gangguan kronik (selama lebih dari 2 tahun)
orang sekitar tidak mengetahui bahwa depresi yang kurang intensitasnya di bawah gangguan
adalah suatu penyakit dan dapat ditangani. depresi mayor. Keadaan ini dapat berawal
sebelum usia lanjut dan menetap hingga usia
lanjut (Blazer, 2003).

40
Jurnal Widya Medika Surabaya Vol.2 No.1 April 2014

Faktor risiko timbulnya gejala depresi berlebihan atau akan dihukum, kehilangan
pada lansia selain karena faktor usia, adalah harga diri, merasa sedih, murung yang lebih
wanita (tak menikah dan janda), lebih banyak parah pada pagi hari, menangis tanpa sebab
disabilitas fisik (adanya penyakit fisik, ada yang jelas, iritabel, tidak sabar, marah dan
gangguan kognitif atau demensia, problem agresif. Gejala proses pikir: pikiran bingung
tidur kronik dan ansietas), status sosial atau melambat, sulit berpikir, berkonsentrasi
ekonomi yang kurang, adanya kehilangan atau mengingat; sulit mengambil keputusan
(pasangan atau orang terdekat), stres kronik dan menghindarinya, pikiran berulang akan
atau mengalami kehidupan yang penuh bahaya dan kehancuran, preokupasi dengan
stresor, kurangnya dukungan psikososial kegagalan atau ketidakpuasan personal
(loneliness/social isolation). Sedangkan yang menyebabkan kehilangan rasa percaya
abnormalitas kepribadian, riwayat gangguan diri, melakukan kritik terhadap diri sendiri
psikiatri sebelumnya, disfungsi perkawinan secara kasar dan menghukum diri, pikiran
lebih sebagai faktor risiko pada depresi tentang keinginan bunuh diri, melukai diri
dengan onset yang lebih muda (Blazer, 2003; dan tentang kematian yang persisten. Pada
Gallagher et al., 2009). kasus yang ekstrem dapat berpikir tidak
realistis, mungkin terdapat halusinasi atau
Gejala-gejala depresi
ide aneh hingga waham. Gejala perilaku:
Gangguan depresi mayor menurut DSM- penarikan dari aktivitas sosial dan hobi, gagal
IV bila selama lebih dari 2 minggu terdapat melakukan keputusan penting, menelantarkan
perasaan depresi/kesedihan dan kehilangan pekerjaan rumah tangga, berkebun, membayar
minat dan bersama 4 atau lebih gejala perasaan kebutuhan sehari-hari, penurunan aktivitas
tak berguna, perasaan bersalah, kurang fisik dan olahraga; penurunan perawatan diri
kemampuan berkonsentrasi atau mengambil seperti makan, dandan, mandi; peningkatan
keputusan, melasa lelah, psikomotor agitasi pemakaian alkohol, obat-obatan baik dari
atau retardasi, insomnia atau hipersomnia, dokter maupun beli sendiri. Gejala fisik:
penurunan atau peningkatan berat badan perubahan nafsu makan, dengan akibat
yang bermakna dan pikiran untuk bunuh diri penurunan berat badan atau peningkatan berat
atau tentang kematian yang berulang (Blazer, badan; gangguan tidur, kesulitan mulai tidur,
2003). tidur terbangun-bangun atau tidur terlalu
banyak; tidur, namun saat bangun tidak segar,
Gejala-gejala depresi dapat dibagi sering merasa buruk di pagi hari; penurunan
menjadi gejala pada perasaan, pikiran, fisik enerji, merasa lelah dan lemah; tidak dapat
dan perilaku. Gejala perasaan: kehilangan diam, ada doronogan untuk berjalan terus;
minat pada aktivitas yang menyenangkan, nyeri ekstremitas, sakit kepala, nyeri otot
penurunan minat dan kenikmatan seksual, yang bukan karena sebab penyakit fisik;
perasaan tidak berharga, tidak ada harapan pencernaan dan lambung kurang enak dan
dan merasa salah yang berlebihan, tidak dapat konstipasi
merasakan apa-apa, perasaan hancur yang

41
Margarita M. Maramis

Banyak gejala depresi berupa gejala dengan demensia, ditutupi dengan penyakit
depresi subsindrom, psudeodemensia, fisik yang banyak diderita oleh individu lansia
distimia atau disforik ringan. Karenanya dan efek kohort (cohort effect) yang terjadi
gejala depresi sulit didapatkan, maka dapat karena penambahan usia dan proses penuaan.
dilakukan skrining menggunakan instrumen
Depresi pada lansia sering mempunyai
seperti Geriatric Depression Scale (GDS)
onset subakut, progresivitasnya cepat,
(Yesavage et al., 1983). Juga skrining untuk
sehingga keluarga mudah mengenali dari pada
gangguan kognitif dapat digunakan instrumen
gangguan kognitif awal, walaupun gejala
Mini-Mental State Examination (MMSE)
afek depresinya dapat kurang menonjol,
karena komorbiditas dengan hendaya kognitif
gejala kecemasan lebih menonjol dan sering
sangat tinggi. Untuk tes fungsi eksekutif
ada keluhan somatik. Gangguan kognitif
dapat dilakukan clock drawing test (CDT)
(pseudodemensia) lebih sering terjadi,
dan Trails making-B test.
keadaan ini dikacaukan dengan demensia
Depresi pada lansia dapat dibagi dan gejala psikotik lebih sering. Hendayanya
menjadi late-onset dan early-onset. Fenotipe tidak konsisten sepanjang waktu, dapat
onset lambat berhubungan dengan penyakit tampak depresi, anhedonia, pemikiran abstrak
yang mendasari seperti serebrovaskuler, biasanya normal, bila diberi pertanyaan
menunjukkan risiko yang lebih tinggi untuk jawabannya ’Saya tidak tahu’ dan biasanya
penyakit serebrovaskuler atau lesi white pasien tidak khawatir terhadap kondisinya.
matter, lebih menonjol gangguan kognitif dan Tabel 1 memaparkan perbedaan depresi
lebih banyak yang progresif menjadi gejala dan demensia yang dapat mempermudah
demensia. Juga lebih banyak yang resisten mendiagnosis.
terhadap terapi. Gambaran imajingnya
hendaya di area fronto-subkortikal yang
mengganggu fungsi eksekutif, kecepatan
memroses, memori dan proses belajar.
Defisit ini menetap walaupun depresi remisi.
Defisit mencerminkan adanya penyakit
kardiovaskuler, atau neurodegeneratif
(Naismith et al., 2012). Oleh karenanya perlu
dicermati dengan teliti gangguan depresi
dan gangguan kognitif atau demensia. Juga
diferensial dengan penyakit medis.

Depresi dan Demensia

Depresi pada lansia sering tidak


terdeteksi karena dianggap bagian dari proses
penuaan, adanya stigma penuaan, dikacaukan

42
Jurnal Widya Medika Surabaya Vol.2 No.1 April 2014

Tabel 1. Diferensial diagnosis anatar depresi dan demensia (Thorpe L, 2013):


Symptom Dementia Depression
General response to Frequent lack of concern or denial about Amplification of and excessive
cognitive& functional symptoms. preoccupation with deficits.
decline
Mood Normal most of the time. Unhappiness is Subacute (weeks) onset of
reactive to circumstance and fluctuates. Labile, pervasively sad mood, most of
especially with vascular dementia. Mood often the day and nearly every day.
brightens with stimulation and support. Doesn’t brighten much with
stimulation.
Interest, initiative Gradual loss of interest and initiative (apathy) Subacute loss of interest and
over a longer period of time (years rather than pleasure over a few weeks,
weeks). Not accompanied by statements of frequently accompanied by
sadness, tearfulness, or other distress. Still sad mood and affect, and
enjoys activities in a structured environment. occasionally statements of guilt,
hopelessness and self-harm.
Eating behavior and Graduals loss of weight (over months to years) Subacute changes (weeks) in
weight which is common in dementia. Large increases appetite leading to increase or
in weight may be secondary to decreased decrease in weight.
activity, medications, and hyperorality in
patients with frontal behavioral presentations
(more common in frontotemporal dementia
like Pick’s Disease).
Sleep Gradual disruption of the sleep-wake cycle Subacute changes in sleep over a
(over months to years) due to brain changes few weeks (increase or decrease).
of dementia, resulting in frequent night-time
wakening and daytime sleeping.
Psychomotor agitation Gradual (months to years) increase in Subacute (weeks) onset, often
agitation, generally worse during the latter part worse in the morning, may be
of the day (sundowning). Patient much worse present persistently throughout
in unfamiliar settings (catastrophic reaction), the day. Generally accompanied
and often seeking people or places from earlier by other depressive symptoms
life experiences. such as nihilistic statements or
excessive gulit.
Psychomotor retardation Seen infrequently in mild to moderate Subacute onset of psychomotor
dementia, but occasionally in very advanced retardation (over weeks) in
dementia, and may be mimicked by severe depression.
Parkinson’s dementia (facial masking, slow
motor functioning) or advanced Pick’s
Disease.
Energy Generally a normal energy level, but reduced Subacute decrease in energy and
activity due to poor initiation related to increased complaints of fatigue.
decreased executive functioning.
Guitl or worthlessness Uncommon, although transient statements of Common in severe depression,
worthlessness might be seen in times of stress usually accompanied with low
in those with preserved awareness of their own mood as well as changes in
decline. appetite and sleep.
Concentration and Concentration is normal in early dementia, but Subacute loss of concentration
thinking impaired in late dementia. Thinking ability and sustained focus. Often
declines throughout the course of dementia. indecisive and concerned about
making mistakes.
Suicidal Uncommon. Common.
thoughts&actions

43
Margarita M. Maramis

Demensia mempunyai gejala penurunan - Gangguan metabolik: azotemia, uremia,


memori dan satu dari gejala aphasia, apraxia, gangguan asam-basa,hipoksia, hiper-/
hiponatremia, hiper-/hipoglisemia,
agnosia dan disfungsi eksekutif serta hendaya
dehidration, hiper-/hipokalsemia.
fungsi sehari-hari. Onsetnya perlahan
- Gangguan endokrin: hiper-/hipotiroid,
(insidious), sehingga sering keluarga hiperparatiroid, diabetes, Cushing’s,
terlambat mengenalinya, progresivitasnya Addison’s.
lambat, gangguannya menetap konsisten, - Infeksi: pneumonia, ensefalitis, urinary tract
lambat dan penurunan perlahan-lahan dan infection (UTI), meningitis, endocarditis,
tuberculosis, brucellosis, neurosyphilis.
kontinu, individu sering tidak sadar dirinya
- Gangguan kardiovaskular: chornic heart
terganggu, tidak depresi, dapat merasakan failure, infark miokard, angina.
kesenangan, pemikiran abstrak terganggu, - Gangguan paru: chronic obstructive
hampir selalu salah menjawab dan pasien pulmonary disease (COPD), keganasan.
berusaha mengatasinya. Ada beberapa - Gangguan pencernaan: keganasan
tipe demensia yaitu: Demensia Alzheimer, (pankreas), irritable bowel syndrome (IBS),
ulcer, hepatitis.
Dimensia Vaskular, Demensia Lewy Body
- Gangguan genitourinari: urinary
dan Frontotemporal Demensia.
incontinence, UTI.
Individu yang dicurigai demensia perlu - Gangguan muskoleskeletal: arthritis
degeneratif, low back pain (LBP),
dilakukan tes kognitif berupa: tes perhatian osteoporosis, patah tulang pinggul, Paget’s
dan konsentrasi, tes berbahasa, orientasi, disease.
memori jangka pendek dan panjang, fungsi - Gangguan neurologis: serebrovaskular
visuospasial, praksis, dan fungsi eksekutif disease, serangan iskemik transien (TIA),
stroke, demensia, tumor intrakranial,
dengan berbagai asesmen tes kognitif. Perlu
penyakit Parkinson.
dilakukan juga tes penunjang laboratorium,
- Gangguan lain: anemia, kekurangan vitamin
seperti darah lengkap, elektrolit, fungsi tiroid, (B12, asam folat), keganasan darah atau
fungsi liver, fungsi ginjal, kadar gula, vitamin sistem lainnya, pendengaran yang kurang,
B12, asam folat, kalsium/magnesium, penglihatan yang kurang, penyalahgunaan
alkohol atau zat lainnya, sistemik lupus
urinalisis, MRI kepala, juga perlu dilakukan
eritematosus (SLE).
untuk menegakkan diagnosis dan mencari
Obat-obatan yang digunakan untuk
penyakit fisik yang mendasari.
terapi penyakit fisik, mungkin menyebabkan
Depresi pada lansia dan penyakit medis toksik untuk afektif dan potensial menjadi
gangguan depresi (Katz, 1999), seperti:
Sebanyak 34%-50% pasien lansia
- Antikonvulsan: phenobarbital, phenytoin,
yang rawat inap mengalami depresi. Studi topiramide, vigabatrin.
lain menemukan sebanyak 22% mempunyai - Antihiperlipidemik
gejala lengkap depresi dan 28% gejala tidak - Antiparkinson
lengkap dari depresi (Charlson et al., 2002). - Obat kardiovaskular: angiotensin-
Gejala depresi pada lansia sering pada pasien converting enzyme inhibitors, beta-bloker,
dengan penyakit medis lainnya, seperti: kalsium canel bloker, clonidin, alfa-
metildopa

44
Jurnal Widya Medika Surabaya Vol.2 No.1 April 2014

- Obat hormonal: anabolik steroid, gangguan pencernaan. Sehingga semuanya


kontrasepsi, kortikosteroid, gonadotropin- meningkatkan angka mortalitas.
relasing hormon antagonis, progesteron,
tamoxifen Model penuaan sel atau
- Obat migren: cinarizine, flunarizine, kerusakan sel pada depresi. Stres kronik
oxetorone, sumatriptan
menyebabkan peningkatan glukokortikoid,
- Lainnya: antipsikotik, baclofen,
benzodiazepin, H2 bloker, interferon, penurunan neurosteroid misalnya
metoclopramid, non-steroidal anti- dehydroepiandrosterone (DHEA) dan
inflamatori, ofloxacin, ondansetron, allopregnanolone yang dapat langsung
psikostimulan, retinoid, tramadol merusak sel atau melalui peningkatan
Sebaliknya, depresi dapat menyebabkan kortisol, yang menurunkan ketersediaan
penyakit fisik ataupun memperburuk glukosa, dan menyebabkan eksototoksisitas
gangguan fisik yang sudah ada. Misalnya glutamat, peningkatan kalsium dan
ketidakpatuhan karena penurunan semangat stres oksidatif (penurunan antioksidan).
dan penurunan aktivitas akibat gangguan Peningkatan ion kalsium dan stres oksidatif
depresi pada pasien berkomorbiditas dengan dapat langsung merusak sel atau melalui
hipertensi dapat menyebabkan stroke atau penurunan enzim telomerase (enzim reverse
gagal ginjal, juga dapat terjadi pada pasien transcriptase yang membangun kembali
diabetes mellitus dapat menjadi gangguan telomer panjang) yang akan menyebabkan
kardiovaskuler dan komplikasi lain. kerusakan sel, apoptosis dan kematian sel.
Melalui penurunan sensitivitas reseptor
Mekanismenya amat kompleks, baik glukokortikoid (GR), akan meningkatkan
secara umum maupun spesifik. Secara umum, kortikotropin releasing hormon (CRH) yang
terjadi akibat penelantaran diri, makan yang akan meningkatkan kortisol dan melalui
kurang, agitasi, kurang aktivitas fisik dan mekanisme selanjutnya akan mengakibatkan
kurang patuh terhadap pengobatan fisik yang kerusakan sel. Peningkatan kortisol akan
diperlukan. Mekanisme yang lain dapat terjadi menurunkan aktivitas BDNF sehingga akan
karena gangguan tidur yang merupakan menurunkan kemampuan perbaikan neuron
komponen gejala depresi. Mekanisme biologis dan mengurangi neurogenesis, menyebabkan
diduga akibat hiperkortisolemia melalui kerusakan sel dan depresi. Penurunan
disregulasi dari HPA (hypothalamic-pituitary sensitivitas GR juga akan meningkatkan
axis) pada depresi yang dapat menyebabkan sitokin proinflamatori (TNF-alfa, IL-1, IL-6)
atrofi serebri. Hiperkortisolemia sendiri atau menurunkan anti-inflamatori sitokin (IL-
dapat mengakibatkan disfungsi imun, 10) sehingga akan menyebabkan kerusakan
penurunan toleransi karbohidrat, atrofi otot, sel (Wolkowitz et al., 2010) seperti gambar 1
depresi juga merubah aktivitas platelet, dan di bawah ini:
variabilitas denyut jantung (akibat penurunan
parasimpatis vagal) sehingga meningkatkan
insidens penyakit jantung infark, juga

45
Margarita M. Maramis

Chronic Stress;
Glucocorticoids

↓GR

↓BDNF ↓DHEA CRH


↓Allopreg

Cortisol

Glucose
Availability

Glutamate
Excitotoxicity

Calcium:
Oxidative
Stress Inflammatory
Cytokines

Telom Length:
Telomerase

Cell Endangerment and Medical/ Psychiatric Symptoms

Gambar 1. Model penuaan sel atau kerusakan sel pada depresi (Wolkowitz et al., 2010).

Pentingnya penanganan nyeri hebat yang kronik, tinggal sendiri,


kematian pasangan dan yang dicintai,
Depresi sangat penting dideteksi
ketakutan akan kematian, riwayat depresi
pada pasien lansia dan ditangani, karena
sebelumnya, riwayat keluarga dengan depresi
gejalanya akan memperparah penyakit
mayor, riwayat percobaan bunuh diri. Faktor
fisiknya, menambah penarikan diri, tidak
risiko bunuh diri lebih terjadi pada orang tua,
patuh pengobatan dan keputusasaan serta
laki-laki, ras Kaukasian, janda atau cerai,
kematian dini. Penyembuhannya lebih lambat
pernah mencoba bunuh diri sebelumnya,
pada lansia, dapat membawa dampak bantuan
ada kehilangan, faktor kepribadian, adanya
perawatan dini. Depresi yang tidak ditangani,
penyakit medis, penggunaan drugs dan ada
memberikan dampak kondisi kesehatan
perasaan tak mempunyai harapan lagi dan
yang lebih serius seperti penyakit jantung,
perasaan sendiri.
infeksi, gangguan imun tubuh. Gejala depresi
seperti kemarahan, iritabel dan kecemasan Penanganan holistik
dapat sangat merepotkan keluarga, membuat
Penanganan depresi pada lansia
relasi keluarga menjadi kurang nyaman dan
meliputi biologis, psikologis, lingkungan
menambah beban keluarga. Risiko bunuh diri
sosial dan spiritual. Pemberian antidepresan
pasif dan aktif dapat terjadi pada gangguan
mempunyai berbagai fungsi yang diduga
depresi pada lansia.
efek kerjanya sebagai berikut: selain
Faktor yang menambah risiko meningkatkan konsentrasi monoamin yang
terjadinya bunuh diri pada lansia adalah sudah umum diketahui sebagai mekanisme
adanya penyakit fisik, tidak adanya dukungan utama antidepresan, didapatkan bukti bahwa
psikososial, interaksi medikasi, mengalami antidepresan juga meningkatkan reseptor

46
Jurnal Widya Medika Surabaya Vol.2 No.1 April 2014

glukokortikoid, meningkatkan sintesis = Syndrome of Inappropriate Antidiuretic


allopregnanolone (oleh SSRI tertentu), Hormone Secretion). Fluoxetin bukan obat
meningkatkan kadar BDNF, mempunyai efek pilihan untuk lansia karena waktu paruh yang
anti-inflamasi dan efek antioksidan; sebagai panjang hingga 4-6 hari, metabolitnya 9,3 hari
antagonis CRH; antiglukokortikoid; suplemen serta potensi interaksi obat, juga menginduksi
enerji atau membuat sensitif reseptor insulin; ansietas, gangguan tidur dan agitasi, serta
antagonis glutamat; penghambat kalsium; efek samping antikolinergiknya.
meningkatkan DHEA; mengaktifkan
Antidepresan golongan bisiklik seperti
telomerase; antagonis TNF-alfa.
venlafaxine, sedikit interaksi obat, dapat
Antidepresan golongan SSRI (lihat menyebabkan hipertensi dan risiko sindroma
tabel 2), dapat ditoleransi dengan baik oleh withdrawal. Antidepresan golongan trisiklik
lansia, dapat meningkatkan efek antikoagulan mempunyai efek antikolinergik dan sedatif.
warfarin, jangan diberhentikan langsung, Hindari untuk pasien yang konstipasi,
harus ditappering down, dapat terjadi mual hipotensi ortostatik, glaukoma atau BPH,
dan diare serta efek samping seksual. Pada dapat menyebabkan gangguan konduksi
dosis tinggi terjadi hiponatremia (SIADH jantung dan heart blok dan fatal bila overdosis.

Tabel 2. Antidepresan yang digunakan untuk lansia (Wiese BS, 2011):


Generic name Trade name Starting Average Maximum Comment
dose (mg/ dose (mg) recommended dose
day) (CPS) (mg)
SSRIs
Citalopram Celexa 10 20-40 40
Escitalopram Cipralex 5 10-20 20
Sertraline Zoloft 25 50-150 200
Other agents
Buproprion Wellbutrin 100 100 b.i.d 150 b.i.d May cause seizures
Mirtazapine Remeron 15 30-45 45
Moclobemide Manerix 150 150-30 300 mg b.i.d Do not combine with
b.i.d MAOB inhibitors or
tricyclics
Venlafaxine Effexor 37.5 75-225 375* May increase blood
pressure
Tricyclic antidepressants
Desipramine Norpramin 10-25 50-150 300 Anticholinergic; may cause
cardiovascular side effects;
monitor blood levels
Nortriptyline Aventyl 10-25 40-100 200 Anticholinergic; may cause
cardiovascular side effects;
monitor blood levels
*For severe depression Adapted from guidelines of the Canadian Coalition for Seniors
’Mental Health’

Electroconvulsive therapy (ECT) masih menjadi alternatif terapi bagi depresi lansia yang
resisten, dengan mengevaluasi medis yang ketat.

47
Margarita M. Maramis

Prinsip pengobatan setiap kontrol tentang perbaikan depresi atau


perburukan dari depresi, adanya agitasi atau
Memilih antidepresan untuk lansia,
ansietas, percobaan bunuh diri khususnya
perlu mempertimbangkan tipe depresi,
pada masa awal pengobatan. Tidak ada bukti
kondisi medisnya, interaksi dengan obat-
peningkatan ide untuk bunuh diri karena
obatan lain yang dikonsumsi, respon terhadap
penggunaan antidepresan pada lansia. Pada
medikasi antidepresan terdahulu bila pernah
umumnya periode penurunan setiap 10 hari
menggunakan dan potensi penggunaan
direkomendasikan untuk semua antidepresan.
berlebihan. Depresi psikotik tidak berespon
Bila tidak ada perbaikan yang bermakna tetapi
hanya dengan antidepresan monoterapi,
tidak remisi sempurna setelah 4 minggu,
depresi bipolar juga memerlukan obat
maka ditunggu 4 minggu lagi. Setelahnya
penstabil mood.
pertimbangkan untuk menambahkan terapi
Pada kondisi medis, hati-hati add-on bila masih belum remisi. Pilihan
penggunaan antikolinergik dapat add-on terapi termasuk antidepresan dari
memperburuk penyakit demensia, gangguan golongan lain, pemberian psikoterapi. Bila
kerdiovaskuler, diabetes dan penyakit ditambahkan golongan antidepresn yang lain,
Parkinson. Obat ini dapat menyebabkan jangan lupa memonitor potensi terjadinya
hipotensi postural dan gangguan konduksi sindroma serotonin.
jantung. Perlu juga meminimalkan interaksi
Secara psikologi, dapat dilakukan
antara obat. Golongan antidepresan trisiklik
berbagai intervensi sebagai berikut antara
sebaiknya dihindari, karena letal pada
lain (Wilkins et al., 2010): Pada keadaan
overdosis.
pasien masih dapat diajak bercakap-cakap,
Dosis awal untuk lansia adalah separuh maka dapat dilakukan berbagai psikoterapi
dosis dewasa muda untuk meminimalkan efek untuk gangguan depresinya. Namun bila
samping. Peningkatan efek samping yang lebih depresi cukup parah, maka lebih ke fokus
sering terjadi pada lansia karena perubahan pada latihan dan perilaku pasien. Terapi non
metabolisme hepar akibat penuaan, adanya psikofarmaka yang dapat diberikan misalnya
penyakit fisik yang bersamaan dan interaksi Reminiscene therapy, Cognitive Behavioral
obat. Rekomendasi untuk ‘start low and go Therapy (CBT), Problem Adaptation Therapy
slow’ walaupun bukti saat ini menunjukkan (PATH).
tidak perlu untuk mentitrasi naik pada semua
Perhatian pada nutrisi sangat penting
individu. Peningkatan dosis 1-2 minggu bila
pada depresi pada lansia, termasuk pengukuran
ditoleransi untuk mencapai dosis terapi sesuai
berat badan dan tinggi badan, riwayat turunnya
variasi individu. Bila tidak terjadi perbaikan
berat badan, tes laboratorium untuk albumin,
yang signifikan setelah 2-4 minggu pada dosis
kolesterol, akan memperparah kondisi
terapi, maka dinaikkan hingga didapatkan
depresi pada lansia. Melakukan exercise rutin
perbaikan klinis, atau efek samping atau dosis
dan ringan seperti brain gym, Tail Chi dapat
maksimum sudah dicapai. Monitor pada
memperbaiki mood dan kognitif.

48
Jurnal Widya Medika Surabaya Vol.2 No.1 April 2014

Secara spiritual, perlu mendapat depresi tanpa komorbiditas penyakit medis,


perhatian pada individu lansia yang depresi. menunjukkan luaran yang lebih baik, 80%
Ini berhubungan dengan makna kehidupan remisi. Oleh karenanya, depresi pada lansia
dan akhir pengabdian dari kehidupannya. tidak dapat diabaikan, perlu dilakukan deteksi
Beberapa studi mengusulkan bahwa religious sedini mungkin bersama dengan deteksi
coping, yaitu persepsi individu bahwa religius hendaya kognitif. Adalah penting melakukan
adalah faktor yang paling penting dalam diferensial diagnosis yang teliti, sehingga
mengatasi masalah kehidupan, berhubungan penanganan yang tepat dapat direncanakan
dengan kesehatan fisik dan emosi. Ditemukan dengan melibatkan keluarga dan caregiver.
bahwa religious coping dapat membantu
Daftar Pustaka
tipe depresi tertentu termasuk kehilangan
minat, perasaan tidak berharga, penarikan 1. Barnes DE, Yaffe K, Byers AL,
dari interaksi sosial, kehilangan harapan McCormick M, Schaefer C, Whitmer RA.
dan gejala kognitif yang lain dari depresi. 2012. Midlife vs Late-Life Depressive
Religious coping juga menurunkan gejala Symptoms and Risk of Dementia.
Differential Effects for Alzheimer
somatik (Blazer DG, 2003).
Disease and Vascular Dementia. Arch
Penutup Gen Psychiatry. 2012;69(5):493-498.

2. Blazer DG. 2003. Depression in Late


Gejala depresi pada usia tengah atau
Life: Review and Commentary. Journal
lansia berhubungan dengan peningkatan risiko of Gerontology: Medical Sciences. The
berkembang menjadi demensia. Depresi yang Gerontological Society of America 2003,
dimulai pada usia lanjut sebagai prodromal Vol. 58A, No. 3, 249–265.
dari Demensia Alzheimer, sedangkan depresi
3. Butters MA, Young JB, Lopez O,
berulang mungkin sebagai etiologi yang
Aizenstein HJ, Mulsant BH, Reynolds CF,
berasosiasi dengan peningkatan demensia DeKosky T, Becker JT. 2008. Pathways
vaskular. linking late-life depression to persistent
cognitive impairment and dementia.
Di antara mereka yang mempunyai Dialogues in Clinical Neuroscience - Vol
gejala klinik depresi, 23% remisi, 44% masih 10 . No. 3.
kurang nyaman dan mempunyai perjalanan
4. Charlson M, Peterson JC. 2002. Medical
penyakit yang berfluktuasi, 33% menjadi
Comorbidity and Late Life Depression:
kronik dan parah. Pada kelompok yang What is Known and What are the Unmet
subtreshold, 25% menjadi kronik. Sedangkan Needs? Biol Psychiatry 2002;52:226–
35% dari gangguan depresi mayor dan 52% 235. Society of Biological Psychiatry.
dari distimia menjadi kronik. Lansia yang tidak
5. Firbank MJ, Teodorczuk A, van der Flier
mempunyai dukungan psikososial yang cukup
WM, Gouw AA, Wallin A, Erkinjuntti
dan kesehatan fisik yang buruk, memerlukan T, Inzitari D, Wahlund LO, Pantoni L,
waktu lama untuk remisi. Perbedaan Poggesi A, Pracucci G, Langhorne P,
cukup besar terjadi pada pasien lansia yang O’Brien JT. 2012. Relationship between

49
Margarita M. Maramis

progression of brain white matter changes 11. Papazacharias A, Logroscino G, Barulli


and late-life depression: 3-year results MR, Nardini M. 2010. Late life depression
from the LADIS study. The British Journal and late onset depression: are the same
of Psychiatry (2012), 201, 40–45. clinical and pathopsysiological picture?
Psychiatr Danub. Nov; 22 Suppl 1:S108-
6. Gallagher D, Mhaolain AN, Greene E, 10.
Walsh C, Denihan A, Bruce I, Golden J,
Conroy RM, Kirby M, Lawlor BA. 2009. 12. Thorpe L. 2013. Depression versus
Late life depression: a comparison of risk Dementia. How do we assess ? The
factors and symptoms according to age Canadian Review of Alzheimer ‘s Disease
of onset in community dwelling older and Other Dementias. Pp. 17-21.
adults. Int J Geriatr Psychiatry. www.
interscience.wiley.com. 13. Unutzer J. 2007. Late-Life Depression. N
Engl J Med November 29:357;22; 2269-
7. Katz IR. 1999. Depression in late 2276. www.nejm.org.
life: psychiatric-medical comorbidity.
Basic Research. Dialogues in Clinical 14. Wiese BS. 2011. Geriatric Depression:
Neuroscience Vol 1, no. 2: 81-94. The Use Of Antidepressants In The
Elderly. Bc Medical Journal Vol. 53 No.
8. Kumar A, Kepe V, Barrio JR, Siddarth 7, September, 341-347. www.Bcmj.Org.
P, Manoukian V, Elderkin-Thompson
V, Small GW. 2011. Protein Binding in 15. Wilkins VM, Kiosses D, Ravdin LD.
Patients With Late-Life Depression. Arch 2010. Late-life depression with comorbid
Gen Psychiatry, 68(11):1143-1150. cognitive impairment and disability: non-
pharmacological interventions. Clinical
9. Ma Z, Li R, Yu J, He Y, Li J. 2013. Interventions in Aging 2010:5 323–331.
Alterations in Regional Homogeneity of
Spontaneous rain Activity in Late-Life 16. Wolkowitz OM, Epel ES, Reus VI, Mellon
Subthreshold Depression. PLOS ONE, 1 SH. 2010. Depression Gets Old Fast: Do
January 2013, Vol. 8, Issue 1, 1-8. www. Stress And Depression Accelerate Cell
plosone.org. Aging? Depression And Anxiety 27 :
327–338.
10. Naismith SL, Norrie LM, Mowszowski
L, Hickie IB. 2012. The neurobiology 17. Yesavage, J.A., Brink, T.L., Rose, T.L.,
of depression in later-life: Clinical, Lum, O., Huang, V., Adey, M., Leirer,
neuropsychological, neuroimaging and V.O. 1983. Development and Validation
pathophysiological features. Progress in of a Geriatric Depression Screening
Neurobiology 98 (2012) 99–143. Scale: A Preliminary Report. Journal of
Psychiatric Research, 17: 37-49.

50

Anda mungkin juga menyukai