Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TRAUMA ABDOMEN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pembimbing : Ns. Ainnur R., M. Kep

Disusun Oleh :

1. Indah M. Nim 17.039


2. Mukhammad Ya’qub Nim 17.059
3. Novitasari Nim 17.063
4. Lisa suci Nim 17.048

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO
SEMARANG
2018/2019

1
-………………. Commented [WU1]: TAmbahkan kata pengantar dan daftar isi
nya
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu kematian tertinggi akibat kecelakaan adalah akibat trauma
abdomen. Kecelakaan laulintas merupakan salah satu penyebab trauma tumpul
abdomen, sedangkan penyebab lainnya adalah penganiayaan, kecelakaan olahraga
dan terjatuh dari tempat ketinggian. Trauma abomen akibat dari penganiayaan ini
disebabkan oleh senjata tajam dan peluru. Oleh karena hal tersebut mengakibatkan
kerusakan dan menimbulkan robekan dari organ – organ di dalam rongga abdomen
atau mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen. Penumpukan darah
di abdomen dapat berakibat kematian.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi Commented [WU2]: Cari angka kejadian trauma abdomen bias
data maksimal lima tahun kebelakang..
Trauma abdomen juga didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur
Atau kejadian laparotomy e.c trauma abd
yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk.
Di Rumah Sakit, data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi. Dalam
kasus ini, dibutuhkan suatu penanganan yang professional yaitu cepat, tepat, cermat
dan akurat, baik di tempat kejadian ( pre hospital ), transportasi sampai tindakan
definitif di rumah sakit.
Tindakan definitif dengan jalan pembedahan sangat penting dilakukan, oleh
karena itu dibutuhkan kerja sama antara pasien, keluarga pihak dokter maupun
perawat sebagai mitra kerja ataupun merupakan Team Work dalam melaksanakan
tindakan pembedahan sekaligus memberikan Asuhan Keperawatan.
Perawat merupakan ujung tombak dan berperan aktif dalam memberikan
pelayanan membantu klien mengatasi permasalahan yang dirasakan baik dari aspek

2
psikologis maupun aspek fisiologi secara komprehensif. Dalam makalah ini akan
dibahas bagaimana melakukan asuhan keperawatan untuk menangani kasus trauma
abdomen

B. Tujuan
1. Mengetahui anatomi fisiologi organ-organ yang berada di abdomen
2. Mengetahui pengertian trauma abdomen.
3. Mengetahui etiologi trauma abdomen.
4. Mengetahui patofisiologi trauma abdomen.
5. Mengetahui manifestasi klinis trauma tumpul abdomen.
6. Mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen.
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada trauma abdomen.

C. Metode Commented [WU3]: Bukan metode tapi manfaat

Makalah ini dibuat dengan metode kajian pustaka.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI Commented [WU4]: Tampilkan sumber pustakanya dari mana
saja pada konsep teori ini

A. Anatomi Fisiologi

Abdomen dibagi empat bidang atau garis imajiner, dua vertikal dan dua
horizontal, menjadi sembilan daerah. Dengan demikian organ-organ di dalam dapat
dijelaskan letaknya. Apakah organ-organ itu terletak dalam satu bagian atau
menempati beberapa bagian dari satu atau lebih daerah.

Sembilan regional abdomen terdiri dari :


1. Hipokondriak kanan 6. Lumbal kiri
2. Epigastrik 7. Ilium kanan
3. Hipokondriak kiri
8. Hipogastrik
4. Lumbsl ksnsn
5. Pusar (umbilikus) 9. Ilium kiri

a) Hepar

4
Hepar (hati) merupakan kelenjar aksesori yang terbesar di dalam tubuh,
berwarna cokelat, dan memiliki berat ±1000-1800 gram.Hepar terletak di dalam
rongga abdomen hsebelah kanan atas dan dibawah diafragma, lebih tepatnya di
bagian hipokardiak kanan dan epigastrium (uluhati).Untuk orang dewasa yang
memiliki badan kurus bagian tepi bawah hati mungkin teraba satu jari di bawah
tepi kosta. Hati dibagi menjadi beberapa lobus, terdiri dari :
1. Lobus sinistra, terletak sebelah kiri dari bidang median.
2. Lobus dekstra, di sebelah kanan dari bidang median.
3. Lobus kaudatus, sebelah bawah bagian ekor
4. Lobus kuadratus, di belakang berbatas dengan pars pilorika, ventrikula, dan
duodenum superior.

Bagian perifer hepar dibedakan atas :


1. Facies superior: permukaan yang menghadap ke atas dan ke depan,
berbentuk cembung, dan terletak di bawah diafragma.
2. Facies inferior: permukaan yang menghadap ke bawah dan ke belakang,
permukaannya tidak rata serta memperlihatkan lekukan (fisura transversus).
3. Facies posterior: permukaan bagian belakang terlihat beberapa alur
berbentuk garis melintang yang disebut porta hepatik.
4. Facies inferior lobus sinistra: berhubungan dengan esophagus, dekat dengan
lobus kaudatus, dan berhubungan dengan permukaan depan gaster.
5. Facies inferior lobus dekstra: berbatas dengan ren dan glandula superenalis
kanan atas, fleksura koli dekstra kanan bawah.
6. Facies superior: bagian anterior diliputi oleh peritoneum yang berbatasan
dengan diafragma yang diliputi oleh peritoneum pula.

Pembuluh darah hepar berasal dari arteri seliaka menuju ke kanan membentuk
lipatan peritoneum di depan vena portae, bercabang menjadi arteri hepatika propia,
berjalan ke ligamentum hepatoduodenal bersama dengan vena portae dan duktus
kholedukus, bercabang menjadi arteri gastrika sinistra. Kemudian arteri hepatika

5
propia bercabang menjadi A. hepatika dekstra bercabang masuk kandung empedu
arteri sistika dan A. hepatika sinistra masuk ke dalam hepar. Aliran pembuluh balik
hepar dikumpulkan dalam vena hepatika yang keluar dari permukaan belakang di
sebelah kranial hepar bermuara ke depan vena cava inferior.

Hepar merupakan organ metabolik terbaesar dan terpenting yang memiliki


beberapa fungsi berhubungan dengan pencernaan untuk sekresi garam empedu yang
melakukan beberapa fungsi. Fungsi hepar antara lain, yaitu :
1. Fungsi metaboli: metabolism asimilasi karbohidrat, protein, lemak, dan
vitamin, serta produksi energi. Seluruh monosakarida akan diubah menjadi
glukosa dan pengaturan glukosa dalam darah, pengubahan protein menjadi
asam amino, dan pembentukan albumin serta globulin terjadi di dalam hepar.
2. Fungsi ekskretori : produksi empedu oleh sel hati (bilirubin, kolesterol,
garam empedu). Ke dalam empedu juga disekresikan zat yang berasal dari
luar tubuh seperti logam-logam berat atau bermacam zat warna.
3. Fungsi pertahanan tubuh : detoksikasi racun siap untuk dikeluarkan serta
melakukan fagositosis terhadap benda asing langsung membentuk antibodi.
4. Pengaturan dalam peredaran darah : berperan membentuk darah dan heparin
di dalam hati serta mengalirkan darah ke jantung. Dalam hepar sel darah
merah akan rusak karena terdapat sel-sel system retikuloendotelium (RES).
Perusakan ini juga juga terdapat dalam limpa dan sumsum tulang.
5. Hepar membentuk asam empedu terutama dari kolesterol yang membentuk
pigmen-pigmen empedu terutama dari hasil perusakan hemoglobin.
6. Sintesis protein : mencakup protein yang penting untuk pembekuan darah
serta mengangkut hormone tiroid, steroid, kolesterol.
7. Detoksifikasi/degradasi : zat-zat sisa dan hormone serta obat dan senyawa
asing lainnya.

Dari beberapa fungsi hepar yang sangat banyak diatas bisa disimpulkan bahwa
organ ini merupakan salah satu yang sangat penting sehingga apabila mengalami

6
suatu masalah, mengalami kerusakan, bahkan mengalami trauma tembus atau tidak
tembus dapat mengganggu fisiologis tubuh manusia.

b) Gaster (ventrikulus)

Lambung (gaster/ventrikulus) merupakan salah satu kantung muskuler yang


letaknya antara esophagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen, di bawah
diafragma bagian depan pakreas dan limpa. Ventrikulus merupakan saluran yang
dapat mengembang karena adanya gerakan peristaltic tekanan organ lain, dan
postur tubuh.
Bagian dari lambung yaitu :
1. Fundus ventrikuli : bagoan yang menonjol ke atas, terletak di sebelah kiri
osteum kardiak, biasanya berisi gas. Pada batas dengan esophagus terdapat
katup sfingter kardiak.
2. Korpus ventrikuli : merupakan segitia osteum kardia yaitu suatu lekukan
pada bagian bawah kurvatura minor, merupakan bagian utama dari lambung.
3. Antrum pylorus bagian ventrikulus berbentuk tabung, mempunya otot yang
tebal membentuk sfingter pylorus, merupakan muara bagian distal, berlanjut
ke duodenum.

7
4. Karvatura minor : sebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardia
sampai ke pylorus. Karvatura minor dihubungkan ke hepar oleh omentum
minor, lipatan ganda dari peritoneum.
5. Karvatura mayor : terbentang pada sisi kiri ostium kardia melalui fundus
ventrikuli menuju ke kanan sampai pilorus inferior, lebih panjang dari
karvatura minor, dihubungkan dengan kolon transversum oleh omentum
mayor lipatan ganda dari peritoneum.
6. Ostium kardia : merupakan tempat esophagus bagian abdomen masuk ke
dalam lambung.pada bagian ini terdapat orifisium pilorus, tidak mempunyai
sfingter khusus hanya berbentuk cincin membuka atau menutup. Dengan
kontraksi dan relaksasai, osteum dapat tertutup oleh lipatan membrane
mukosa dan serat otot pada dasar esophagus.
Lapisan lambung dari dalam ke luar :
a. Lapisan selaput lender (mukosa), apabila lambung dikosongkan lapisan ini
berlipat-lipat yang disebut rugae.
b. Lapisan otot melingkar (M.aurikularis), merupakan jaringan otot yang kuat.
c. Lapisan otot miring (M.oblig) mempunyai otot yang bergaris miring.
d. Lapisan otot panjang (M.longitudinal), susuan lapisan otot lambung yang
panjang.
e. Jaringan ikat (peritoneum) atau serosa, melapisi lambung bagian luar.

Fungsi lambung :
1. Fungsi penampung makanan yang masuk melalui esophagus,
menghancurkan, dan menghaluskan makanan dengan gerakan peristaltic
lambung dan getah lambung.
a. Mekanis : menyimpan, mencampur dengan secret lambung, dan
mengeluarkan kimus ke dalam usus.. pendorongan makanan secara
gerakan peristaltik setiap 20 detik.
b. Kimiawi : bolus dalam lambung akan dicampur dengan asam lambung
dan enzim-enzim berganung jenis makanan enzim yang dihasilkan antara
lain:

8
Pepsin: memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton)
HCL : mengasamkan makanan sebagai antiseptic dan desinfektan serta
activator pepsinogen jadi pepsin.
Renin: mengendapkan susu memebentuk kasein.
Lapisan lambung : memecah lemak dan sekresi getah lambung.
2. Fungsi bakterisid : oleh asam lambung.
3. Membantuk proses pembentukan eritrosit: lambung menghasilkan zat faktor
intrinsic bersama faktor ekstrinsik dari makanan, membentuk zat yang
disebut anti-enemik yang berguna untuk pertukaran eritrosit yang disimpan
di hepar.

c) Usus Halus

Usus halus (intestinum minor) merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan
yang berpangkal pada piloruss dan berakhir pada sekum. Panjangnya ±6 meter,
merupakan saluran pencernaan yang paling panjang dari tempat proses pencernaan
dan absorpsi pencernaan.
Bentuk dan sususannya berupa liatan-lipatan melingkar. Makanan daam
intestinum minor dapat masuk karena adana gerakan dan memberikan permukaan
yang lebih halus. Banyak jonjot-jonjot tempat absorpsi dan memperluas
permukaannya. Pada ujung dan pangkalnya terdapat katup.
Lapisan usus halus dari dalam keluar :

9
1. Tunika mukosa: banyak terdapat lipatan-lipatan membentuk flika sirkularis
dan vili intestinal (jonjot) yang selalu bergerak, vili ini banyak mengandung
pembuluh darah dan limfe.
2. Tunika propia : bagian dalam dari tunika mukosa terdapat jaringan limfoid
noduli limpatisi dalam bentuk sendiri-sendiri dan berkelompok. Tipe
kelompok lebih kurang 20 noduli limpatisi. Pada penyakit thypus abdominalis
plak penyeri sering meradang karena inveksi kurang kuman salmonnela
typhosa.
3. Tunika submukosa: terdapat anyaman pembuluh darah dan saraf merupakan
anyaman saraf simpatis.
4. Tunika muskularis : terdiri dari dua lapisan yaitu otot sirkuler dan otot
longitudinal diantara keduanya terdapat anyaman serabut saraf yang disebut
fleksus mesentrikus auerbachi.
5. Tunika serosa: meliputi seluruh jejunum dan ileum.

Usus halus memiliki bagian-bagian sebagai berikut.


1. Duodenum : bentuknya melengkung seperti kuku kuda, pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Bagian kanan dari duodenum terdapat bagian tempat
bermuaranya saluuran empedu (duktus kholedukus) dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus) yang dinamakan papila vateri. Dinding duodenum
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner yang
memproduksi gentah intestinum.
2. Jejunum: panjangnya ±2-3 meter berkelok-kelok terdapat di sebelah kiri atas
dan intestinum minor dengan perantaraan lipatan peritonium, berbentuk kipas
(mesenterium). Akar mesenterium memungkinkan keluar masuk arteri dan
vena mesenterika superior. Pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara lapisan
peritonium yang membentuk mesenterium penampang jejunum lebih lebar,
dindingnya lebih tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah.
3. Ileum: ujung batas antara jejunum dan ileum tidak jelas, panjangnya ±4-5
meter. Ileum merupakan usus halus yang terletak sebelah kanan bawah
berhubungan dengan sekum. Temmpat perantaraan dengan sekum terdapat

10
lubang yang disebut orifisium ileosekali. Ileum diperkuat oleh sfingter dan
dilengkapi oleh sebuah katup valvula sekalis (valvula bauchini) yang
berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon ascenden masuk kembali ke
dalam ileum.
Usus halus dan kelenjarnya merupakan bagian yang sangat penting dari saluran
pencernaan karena di sini terjadinya proses pencernaan yang terbesar dan penyerapan
lebih kurang 85% dari seluruh absorbsi. Fungsi usus halus adalah sebagai berikut.
1. Menyekresi cairan usus: untuk menyempurnakan pengolahan zat makanan di
usus halus.
2. Menerima cairan empedu dan pankreas melalui duktus kholedukus dan duktus
pankreatikus.
3. Mencerna makanan: getah usus dan pankreas mengandung enzim pengubah
protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi glukosa, lemak menjadi
asam lemak dan gliserol. Dengan bantuan garam empedu nutrisi masuk ke
duodenum. Oleh kontraksi kelenjar empedu pencernaan makanan
disempurnakan. Zat makanan dipecah menjadi bentuk-bentuk yang lebih
sederhana yang dapat diserap melalui dinding usus halus ke dalam aliran
darah dan limfe.
4. Mengabsorbsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam amino,
karbohidrat dalam bentuk monosakarida. Makanan yang telah diserap tersebut
akan dikumpulkan di dalam vena-vena halus kemudian berkumpul dalam vena
yang besar bermuara ke dalam vena porta langsung dibawa ke hati. Di
samping itu melaui sistem saluran limfe, dari seluruh masing-masing limfe
yang besar (duktus torasikus) masuk ke dalam vena jugularis.
5. Menggerakkan kandungan usus: sepanjang usus halus oleh kontraksi
segmental pendek dan gelombang cepat yang menggerakkan kandungan usus
sepanjang usus menjadi lebih cepat.

11
d) Kolon

Kolon (intestinum mayor) merpakan saluran pencernaan berupa usus


berpenampang luas atau berdiameter besar dengan panjang ±1.5-1.7 meter dan
penampang 4-5 cm. Lanjutan dari usus halus yang tersusun seperti huruf U terbalik
mengelilingi usus halus terbentang dari valvula iliosekalis sampai ke anus.
Lapisan usus besar dari dalam ke luar:
1. Lapisan selaput lendir (mukosa): nampak atau tidak ada vili, kripta-kripta
dalam lebih kurang 0.5 mm teretak berdekatan satu sama lain. Epitel kripta
hampir seluruh permukaannya menghasilkan mukus, pelumas epitel yang
tinggal lainnya mempunyai tepi bersilia dari mikrovili mengabsorbsi air.
2. Lapisan otot melingkar (M.sirkuler): terbelah dala membentuk lingkaran.
3. Lapisan otot memanjang (M.longitudinal): berkumpul menjadi 3 pita panjang
dengan lebar 1 cm disebut teniakoli, terdiri dari tenia libera (anterior), tenia
ommentalis (posterior, lateral) dan tenia mesakolika (posterior dan medial).
4. Lapisan jaringan ikat (serosa): jaringan ikat yang kuat sebelah luar.
Bagian dari kolon :
1. Sekum: kantog lebar terletak pada fosa iliaka dekstra. Ilium emasuka fossa
iliaka sisi kri ostium iliosekalis. Pada bagian bawah sekum terdapat apendiks
vermiformis. Bentuknya seperti cacing, disebut umbai cacing yang
panjangnya ±6cm. Muara apendiks pada sekum ditentukan oleh titik yaitu

12
daerah antara 1/3 bagian kanan dan 1/3 bagian tengah garis yang
menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS). Sekum
seluruhnya ditutupi oleh peritonium, mudah bergerak walaupun tidak
mempunya mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen. Ilium
bermuara pada sekum membentuk sebuah katup yang dinamakan valvula koli
(bauchini). Titik McBurney merupakan tempat projeksi muara ileum ke dalam
sekum. Titik potong tapi lateralis M. rektus abdominus dekstra dengan gari
penghubung (SIAS) kanan dengan pusat kira-kira 1/3 lateral garis minro (garis
menghubungkan SIAS dengan pusat). Pada waktu peradangan apendiks
(apendiksitis) daerah ini sangat sakit tertekan, kadang-kadang perlu dibuang
(apendktomi).
2. Kolon ascenden: memanjang dari sekum ke fosa iliaka kanan sampai sebeah
kanan abdomen, panjangnya 13 cm, terletak di bawah hepar, membelok ke
kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (flexura koli dekstra)
dilanjutkan dengan kolon transversum.
3. Kolon transversum: panjangnya kira-kira 38 cm, membujur dari kolon
asenden sampai ke kolon desenden. Berada di bawah abdomen sebelah kanan
tempat belokan yang disebut fleksura lienalis (flexura coli sinistra)
mempunyai mesenterium melekat pada permukaan posterior, terdapat tirai
disebut omentum mayus.
4. Kolon dencenden: panjangnya lebih kurang 25cm, terletak di bawah abdomen
bagian kiri dari atas ke bawah, dari depan fleksudra lenalis sampai di depan
ilium kiri, bersambung dengan sigmoid dan di belakang peritonium
(retroperitonial).
5. Kolon sigmoid : lanjutan dari kolon descenden. Panjangnya 40 cm. Terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf S. Ujung bawahnya
daam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk S. Ujung bawahnya berhubungan
dengan rektum, berakhir setinggi vertebrae sakralis 3-4. Kolon sigmoid
ditunjang oleh mesenterium yang disebut mesokolon sigmoideum.
Fungsi kolon meliputi :
1. Menyerap air dan elektrolit untuk kmudian sisa massa membentuk feses.

13
2. Menyimpan bahan feses. Sampai saat defekasi, feses ini terdiri dari sisa
makanan, serat-serat selulosa, sel epitel bakteri, bahan sisa sekresi (lambung,
kelenjar nterstism, hati, pankreas). Magnesium fosfat dan Fe.
3. Tempat tinggal bakteri koli. Sebagian dari kolon berhubungan dengan fungsi
pencernaan dan sebagian lagi berhubungan dengan penyimpanan.

e) Rektum

Rektum merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan


intestinum mayor dengan anus sepanjang 12cm, dimulai dari pertengahan
sakrum dan berakhir pada kanalis anus. Rektum terletak dalam rongga pelvis, di
depan os. Sakrum dan os. Koksigis. Rektum terdiri dari dua bagian:
1. Rektum propia: bagian yan melebar disebut ampula rekti. Jika ampula rekti
terisi makanan akan timbul hasrat defekasi.
2. Pars analis rekti: sebelah bawah yang ditutupi oleh serat-serat otot polos (M.
sfingter ani internus) dan serabut otot lurik (M. sfingter ani eksternus). Kedua
otot ini berperan pada saat defekasi. Jaringan mukosa dan jaringan otot
membentuk lipatan disebut kolumna rektalis. Bagian bawah kolumna rektalis
terdapat V. Rektalis (V. Hemoroidalis superior, V. Hemoroidalis inferior).
Sering terjadi pelebaran atau varises yang disebut hemoroid (wasir).

14
B. Pengertian
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Definisi ini
memberikan gambaran superfisial dari respons fisik terhadap cedera. Trauma juga
mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataanya, trauma adalah kejadian
yang bersifat holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktifitas seseorang.
Trauma lebih kompleks sekadar suatu cedera. (Sjamsuhidajat, 2010)

C. Patofisiologi
Bentuk trauma yang mengenai abdomen dapat disebut sebagai trauma tumpul
atau tembus yang merupakan trauma kecelakaan atau disengaja, yang menyebabkan
cedera internal. Kebanyakan trauma abdomen tumpul disebabkan oleh kecelakaan
mengendarai mobil atau kecelakaan pejalan kaki, sedangkan kebanyakan trauma
tembus disebabkan oleh luka tembak atau tikaman.

Trauma tumpul pada abdomen dapat menyebabkan robekan, hancur, atau


kekuatan tekanan yang menyebabkan ruptur usus, yang menyebabkan peritonitis dan
sepsis. Luka tikam menimbulkan sedikit trauma pada struktur internal abdomen yang
menyebabkan organ abdomen mempunyai waktu lebih banyak untuk bergeser dari
alat yang menembus. (Ester, 2001)

D. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi.
2. Penyebab trauma non penetrasi. (Barokah, 2012)

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis trauma tumpul abdomen meliputi nyeri (khususnya karena


gerakan), nyeri tekan dan lepas pada titik maksimal (mungkin menandakan iritasi
peritonium karena cairan gastrointestinal atau darah), gerakan melindungi, dan
penurunan atau tidak adanya bising usus. (Smeltzer & Bare, 2001)

15
F. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada trauma, selain golongan darah, pemeriksaan


kadar hemoglobin dan hematokrit serta pemeriksaan sedimen urin dapat membantu
menentukan adanya perdarahan atau cedera di saluran kemih. (Sjamsuhidajat, 2010)

G. Pemeriksaan Penunjang

Pada penderita dengan hematuria yang keadaanya stabil harus dilakukan IVP.
Pada trauma pelvis atau abdomen bagian bawah dengan hematuria, dilakukan
sistografi dan uretrogram bila ada kecurigaan cedera uretra, terutama bila ada riwayat
cedera pelana seperti jatuh di atas setang sepeda. Bila terjadi perforasi usus, pada
foto polos perut mungkin dilihat udara bebas diafragma. (Sjamsuhidajat, 2010)

Pada kebanyakan kasus trauma abdomen lainnya, dilakukan lavase peritoneal


diagnostic (LPD). LDP yang positif juga mengharuskan dilakukan eksplorasi
pembedahan.

Baik LPD atau CT scan adalah 100% diagnostic; sehingga pasien-pasien trauma
dengan hasil negative harus diobservasi. Dilakukan serangkaian pengukuran tingkat
hematocrit dan amylase.

Penggunaan CT abdomen telah memperoleh popularitas dan sering digunakan


atau sebagai tambahan pada LPD . Cedera retroperitoneal, seringkali terlewatkan
dengan LPD dan bahkan dengan pembedahan eksplorasi , sering dapat diidentifikasi
dengan skan CT. Namun, skan CT tidak dapat terlalu diandalkan dalam mendeteksi
pada organ-organ berongga. (Hudak & Gallo, 1996).

H. Penatalaksanaan Kedaruratan Commented [WU5]: Coba lihat sumber yang terbaru???

Penatalaksanaan kedaruratan cedera tembus abdomen menurut Smeltzer & Bare


(2001)
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi)
sesuai indikasi.

16
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan; gerakan dapat menyebabkan
fragmentasi bekuan pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi
masif.
a. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar-x leher didapatkan.
c. Gunting baju dari luka.
d. Hitung jumlah dari luka.
e. Hitung jumlah luka.
f. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
3. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen,
khususnya jika hati dan limpa mengalami trauma.
4. Kontrol perdarahan dan pertahankan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
a. Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
b. Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan
memperbaiki dinamika sirkulasi.
c. Perhatikan kejadian syok setelah respons awal terhadap terapi transfusi; ini
sering merupakan tanda adanya perdarahan internal
d. Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat
perdarahan.
5. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium,
dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
6. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah
untuk mencegah kekeringan visera.
a. Fleksikan lutut pasien; posisi ini mencegah protrusi lanjut.
b. Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan
muntah.
7. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria
dan pantau haluaran urine.

17
8. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vita, haluaran urine,
pembacaan tekanan vena sentral pasien (biladiindikasikan), nilai hematokrit, dan
status neurologik.
9. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian
mengenai perdarahan intraperitonium.
10. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada
kasus luka tusuk.
a. Jahitan dilakukan di sekeliling luka.
b. Lateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c. Agens kontras dimasukkan melalui kateter, sinar-x menunjukkan apakah
penetrasi peritonium telah dilakukan.
11. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
12. Berikan antibiotik spektrum luas sesuai ketentuan untuk mencegah infeksi.
Trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis,
bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan
terapeutik (infeksi nosokomial)
13. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan
darah, adanya udara bebas di bawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

Penatalaksanaan kedaruratan trauma tumpul abdomen menurut Smeltzer & Bare


(2001) Commented [WU6]: Doble pengetikan

1. Mulai prosedur resusitasi (sesuai indikasi) dan evaluasi pasien secara simultan.
2. Lakukan pengkajian fisik terus menerus: inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi
abdomial. Perubahan yang telihat pada pemeriksaan lanjut dapat menunjukkan
cedera abdomen yang tidak terdeteksi.
a. Hindarkan memindah pasien sampai pengkajian awal selesai. Gerakan dapat
memecah bekuan dalam pembuluh darah besar dan membuat hemoragi
masif.
b. Dapatkan berbagai tanda dan gejala yang diakibatkan dari kehilangan darah,
memar dan robekan organ padat, dan kebocoran sekresi dari ruang visera
abdomen.

18
c. Awasi cedera dada, khususnya fraktur iga bawah.
d. Inspeksi bagian depan tubuh, pinggang, dan punggung untuk adanya
perubahan warna kebiruan, asimetri, abrasi, dan kontusi.
e. Evaluasi tanda dan gejala perdarahan, yang sering mengikuti cedera
abdomen, khususnya jika hati dan limpa mengalami trauma. Perdarahan
intraperitonium masif yang berhubungan dengan syok.
f. Catat nyeri tekan, nyeri lepas, gerakan melindungi, kekakuan, dan spasme.
Nyeri lepas dikaji sebagai berikut:
1) Tekan daerah nyeri tekan maksimal (minta pasien menunjuk area luka)
2) Angkat jari dengan cepat: nyeri pada daerah yang dicurigai menandakan
iritasi peritonium.
g. Observasi terhadap peningkatan distensi abdomen. Ukur lingkar abdomen
setinggi umbilikus pada saat masuk; ini bertindak sebagai data dasar dimana
adanya perubahan dapat ditentukan.
h. Tanya tentang nyeri yang menyebar. Ini membantu dalam mendeteksi cedera
intraperitonium. Nyeri pada bahu kiri dapat dialami pada pasien yang
mengalami perdarahkan karena ruptur limpa; nyeri pada bahu kanan dapat
diakibatkan dari laserasi hati.
i. Auskultasi bising usus. (bising usus menghilang menyertai iritasi
peritonium)
j. Catat hilangkan bunyi pekak di atas organ padat (hati atau limpa), yang
menandakan adanya udara bebas. (bunyi pekak di atas region yang
normalnya mengandung gas menunjukkan adanya darah).
3. Bantu pemeriksaan rektal atau vaginal untuk diagnosis cedera pada pelvis,
kandung kemih, dan dinding usus.
4. Hindari memberikan narkotik selama periode observasi karena agens ini dapat
menutupi gambaran klinis.
5. Pantau tanda vital dengan sering dan hati-hati. Ini dapat menunjukkan tanda
perdarahan intraabdomen.
6. Siapkan pasien untuk prosedur diagnostik.
a. Pemeriksaan laboratorium meliputi:

19
1) Urinalisis: sebagai pedoman untuk kemungkinan infeksi saluran urinasi
(hematuria).
2) Seri kadar hematokrit: cenderung menggambarkan ada atau tidaknya
perdarahkan.
3) Hitung darah lengkap (HDL): jumlah sel darah putih meningkat pada
trauma adalah umum
4) Penentuan amilase serum: peningkatan kadar menandakan cedera
pankreas atau perforasi saluran gastointestinal.
b. Pemeriksaan sinar-x:
1) Pemindaian tomografi komputer (CT): memungkinkan evaluasi detil
tentang isi abdomen dan pemeriksaan retroperitoneal.
2) Sinar-x dada dan abdomen: menunjukkan udara bebas di bawah
diafragma, yang menunjukkan ruptur viskus berongga (organ interior
besar).
7. Siapkan lavase peritonium diagnostik untuk menguji perdarahan intraperitonela;
laserasi atau perdarahan didiagnosa dengan pemeriksaan lengkap dan
mikroskopik terhadap aliran balik cairan stelah lavase peritonium.
8. Bantu pemasangan selang nasogastrik untuk mencegah muntah dan aspirasi. Ini
juga membantu dalam membuang cairan dan udara dari saluran gastrointestinal.
9. Komplikasi
a. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
b. Lambat: infeksi

I. Asuhan Keperawatan dengan Trauma Abdomen Commented [WU7]: BAB III


KONSEP ASKEP-
1. Pengkajian
a. Pengkajian Trimer Terhadap Cedera Tembus Abdomen (Smeltzer & Bare,
2001) Commented [WU8]: Kaji masalah CAB nya bagaimana pada
kasus trauma abdomen
1) Dapatkan riwayat mekanisme cedera: kekuatan tusukan (tembakan, tusukan)
; kekuatan tumpul (pukulan).
2) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya: cedera tusuk, memar,
dan tempat keluarnya peluru.

20
3) Auskultasi ada atu tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal
keterlibatan intraperitonial; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya
dilakukan laparotomi ( insisi pembedahan ke dalam rongga abomen).
4) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakan melindungi, nyeri
tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi, dan
syok.
5) Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intraabdomen, observasi
cedera yang berkaitan.
6) Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
b. Pengkajian Sekunder Terhadap Trauma Tumpul Abdomen (Smeltzer & Bare,
2001)
1) Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak
akurat, atau salah)/ dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal
sebagai berikut:
a) Metode cedera
b) Waktu awitan gejala
c) Lokasi penumpang kecelakaan jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering
menderita ruptur limpa atau hari)/ sabuk keselamatan digunakan atau
tidak, tipe restrain yang digunakan.
d) Waktu makan atau minum terakhir
e) Kecenderungan perdarahan
f) Penyakit dan medikasi terbaru
g) Riwayat imunisasi, dengan perhatian pada tetanus
h) Alergi
2) Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi
masalah yang mengancam kehidupan.
2. Diagnosa Keperawatan Commented [WU9]: Dilihat lkagi di konsepnya apa masalah kep
utama nya terutama masalah CAB
a. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi, spasium
ketiga

21
b. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan trauma
pembedahan dan prosedur-prosedur invansif.
c. Risiko penurunan perfusi perfusi jaringan jantung yang berhubungan
dengan penurunan curah jantung, penurunan oksigenasi, penurunan
pertukaran gas
d. Risiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan trauma, prosedur
invansif.

3. Rencana Asuhan Keperawatan Commented [WU10]: Lihat di NANDSA, NIC dan NOC

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil/ Tujuan- Intervensi Keperawatan


Tujuan Pasien
Kekurangan volume Mempertahankan 1. Penggantian volume,
cairan yangberhubungan keseimbangan cairan sesuai kristaloid atau
dengan hemoragi, yang optimal koloid
spasium ketiga. 2. Pertahankan patensi
(Nanda ed. 10 2015- aliran IV aliran sentral
2017, hal 193) lebih baik.
3. Pantau TD, FI setiap
jam sesuai dengan
instruksi.
4. Pantau haluaran urine
setiap jam.
5. Kaji parameter
hermodinamik: TDKP,
TVS, curah jantung.
6. Ukur berat badan setiap
hari.
7. Berikan oksigen sesuai
kebutuhan.
8. Patau elektrolit, HSD,

22
faktor-faktor koagulasi.
9. Kaji tipe dan jumlah
drainase: tandai balutan
jika ada indikasi.
10. Jika ada indikasi:
siapkan dan pastikan
fungsi peralatan
autotransfusi.
11. Siapkan untuk
pembedahan, sesuai
keperluan.

Kerusakan integritas Luka yang telah ada 1. Kaji penyembuhan


jaringan yang akan sembuh dan tidak luka, kulit, dan
berhubungan dengan akan terjadi kerusakan integritas jaringan.
trauma pembedahan dan kulit atau jaringan 2. Putar, ubah posisi
prosedur-prosedur baru. setiap 2 jam.
invansif. (Nanda ed. 10 3. Pertimbangkan
2015-2017, hal 431) penggunaan tempat
tidur dengan kasur
berisi udara.
4. Ganti pembalut, sesuai
perintah.
5. Lindungi kulit dari
drainase yang
mengiritasi
6. Pantau cairan aspirasi
lambung terhadap
keasaman atau
perdarahan.
7. Berikan antasid,

23
antagonis histamin
sesuai perintah
8. Tingkatkan nutrisi yang
adekuat.

Risiko penurunan perfusi Mempertahankan 1. Kaji fungsi rgan: tanda-


perfusi jaringan jantung fungsi organ yang tanda vital, haluaran
yang berhubungan adekuat. urine, sensorium, curah
dengan penurunan curah jantung, indeks jantung.
jantung, penurunan 2. Pantau gas-gas darah
oksigenasi, penurunan arteri dan vena
pertukaran gas. campuran, pengiriman
(Nanda ed. 10 2015- oksigen, konsumsi
2017, hal 251) oksigen, pemirauan
3. Pantau BUN, kreatinin,
bilirubin, dan uji fungsi
hepar.
4. Kaji terhadap ikterik.
5. Siapkan untuk dialisis
jika diperlukan
6. Berikan agen-agen
inotropik, sesuai
perintah.
7. Pertahankan
keseimbangan cairan
yang optimal
8. Sedasikan pasien,
sesuai perintah untuk
menurunkan kebutuhan
metabolik

24
Risiko tinggi terhadap Pasien tidak 1. Kaji tanda-tanda vital,
infeksi yang menunjukan tanda- suhu, luka-luka, letak
berhubungan dengan tanda atau gejala-gejala IV, letak drain.
trauma, prosedur infeksi. 2. Pantau SDP.
invansif. 3. Daptkan biakan sesuai
(Nanda ed. 10 2015- perintah
2017, hal 405) 4. Berikan antibiotik
sesuai perintah.
5. Ganti balutan, sesuai
perintah atau protocol
6. Bantu dengan
perubahan saluran IV
7. Pertahankan patensi
drain
8. Kaji jumlah dan tipe
drainase
9. Pantau hemodinamik
terhadap tanda-tanda
syok septik, TD, curah
jantung, tahanan
vascular sistemik
10. Pertahankan
keseimbangan cairan
yang adekuat, haluaran
urine, nutrisi.
11. Siapkan untuk
pemeriksaan diagnostic,
pembedahan sesuai
keperluan.

25
4. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. (Brooker, 2001).

26
BAB IV Commented [WU11]: Nasukan jurnal keperawatan untuk
trauma abdomen ini
PENUTUP Commented [WU12]: BAB V

A. KESIMPULAN

Bentuk trauma abdomen dapat dibagi menjadi dua yaitu trauma tumpul dan
trauma tembus yang masing-masing memiliki spesifikasi luka yang berberda-beda.
Tanggap dan terampilnya seorang perawat menjadi salah satu tolak ukur pada
penanganan trauma abdomen.

Peran perawat dalam memberi pelayanan trauma abdomen adalah dengan


menegakkan asuhan keperawatan dimana diagnosa yang keluar diantaranya
1. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi, spasium
ketiga
2. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan trauma
pembedahan dan prosedur-prosedur invansif..
3. Risiko penurunan perfusi perfusi jaringan jantung yang berhubungan
dengan penurunan curah jantung, penurunan oksigenasi, penurunan
pertukaran gas
4. Risiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan trauma, prosedur
invansif.

B. SARAN

Sebagai seorang calon perawat, mahasiswa D4 Keperawatan PKY


diharapkan tanggap serta menguasai ketrampilan yang menunjang masalah
keperawatan pada pasien contohnya trauma abdomen. Jangan sampai salah
menegakkan diagnosa keperawatan terjadi saat terjun dalam rumah sakit secara
langsung.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ester, Monica.(2001). Keperawatan Medikal Bedah : Pendekatan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: EGC.

Barokah, Thoifatul. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan Diagnosa Trauma
Abdomen Post Laparatomi atas Indikasi Internal Bleeding di Ruang Intensive Care
Unit (ICU) RSUD DR. Moewardi di Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pearce, Evelyn C. (2006). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: EGC.

Hudak, Carolyn M& Gallo, Barbara M.(1996). Keperawatan Kritis: Pendekatan


Holistik. Vol. 2. Jakarta: EGC. Commented [WU13]: Cari sumber terbasru

Sjamsuhidajat, R.(2010). Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong, Ed. 3. Jakarta:
EGC.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth.( 2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Ed. 8 Vol. 3. Jakarta: EGC. Commented [WU14]: Cari sumber yang baru

Brooker, Christine.(2001). Kamus Saku Keperawatan, Ed. 31. Jakarta: EGC.

Syaifuddin.(2011). Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi, Ed. 4. Jakarta:


EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai