Anda di halaman 1dari 11

PELAKSANAAN PROSES BELAJAR MENGAJAR KONTEKSTUAL DI SEKOLAH :

KEUNGGULAN DAN KELEMAHANNYA

1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang sedang berkembang. Banyak upaya yang
dilakukan oleh negara Indonesia dalam hmewujudkan negara ini menjadi negara yang
maju. Baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, bahkan pendidikan. Bidang
pendidikan, juga sangat berperan penting dalam penentuan apakah suatu negara dapat
dikatakan maju.

Untuk mewujudkan rencana ini, Indonesia mulai berusaha dalam upaya


peningkatan mutu pandidikan di setiap daerah. Dari tingkat nasional, provinsi, hingga
kabupaten atau kota.

Melihat mutu pendidikan pada tahun-tahun sebelumnya, kita menjadi tahu


bahwa banyak sekali terdapat kendala-kendala pada proses belajar mengajar. Tak
terkecuali sekolah yang bermutu baik maupun tidak, baik sekolah swasta maupun
negeri. Diantaranya kurangnya fasilitas, ketidakdisiplinan guru maupun siswa, dan
lain-lain.

Dengan melihat kendala-kendala tersebut, maka penulis ingin sedikit


mengulas dan menguraikan proses belajar mengajar di sekolah serta kendala-kendala
yang mungkin terjadi di dalamnya.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan membahas permasalahan yang ada
pada karya tulis ini. Ada pun permasalahan yang akan penulis bahas dalam karya
tulis ini adalah sebagai berikut :
• Bagaimanakah proses belajar mengajar di sekolah ?
• Apakah kelebihan nya ?
• Apakah kekurangan nya ?
3. Tujuan
Ada pun tujuan penilitian pada karya tulis ini adalah sebagai berikut :
• Tujuan Umum :
- Untuk mengetahui kualitas pembelajaran di sekolah.
• Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar di sekolah.
- Untuk mengetahui proses belajar mengajar di sekolah.

4. Metodologi
Dalam pengumpulan data dan informasi untuk karya tulis ini, penulis melakukan
beberapa metode-metode atau cara-cara, yaitu :
• Pengamatan langsung, dilakukan dengan cara mengamati secara langsung segala hal
yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan di sekolah.
• Penggunaan media internet, dilakukan dengan cara mengunjungi situs-situs tertentu
yang berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian dan seputar dunia
pendidikan.

5. Kajian Teori

KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


1. Makna Belajar Mengajar
Belajar dan mengajar adalah dua aktivitas yang hampir tidak dapat dipisahkan
satu dari yang lainnya, terutama dalam prakteknya di sekolah-sekolah. Bahkan apabila
keduanya telah digerakkan secara sadar dan bertujuan, maka rangkaian interaksi
belajar-mengajar akan segera terjadi. Sehubungan dengan hal ini ada baiknya kedua
istilah tersebut untuk dibahas.
a. Belajar
Kita masih ingat bahwa “belajar” pernah dipandang sebagai proses
penambahan pengetahuan. Bahkan pandangan ini mungkin hingga sekarang masih
berlaku bagi sebagian orang di negeri ini. Akibatnya, “mengajar” pun dipandang
sebagai proses penyampaian pengetahuan atau keterampilan dari seorang guru kepada
siswanya.
Pandangan semacam itu tidak terlalu salah, akan tetapi masih sangat parsial,
terlalu sempit, dan menjadikan siswa sebagai individu-individu yang pasif. Oleh
sebab itu, pandangan tersebut perlu diletakkan pada perspektif yang lebih wajar
sehingga ruang lingkup substansi belajar tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi
juga keterampilan, nilai dan sikap.
Sebagai landasan pembahasan mengenai apa yang dimaksud dengan belajar,
berikut ini kami kemukakan beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh
Drs.M.Ngalim Purwanto.MP (1990).
a) Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975). “Belajar
berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi
tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu,
dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan
respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang ( misalnya
kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya ).”
b) Gagne, dalam buku The conditions of Learning (1977). “ Belajar terjadi
apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa
sedemikian rupa sehingga perbuatannya ( performance-nya) berubah dari waktu
sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
c) Morgan, dalam buku Introduction to Psychology (1978). “ Belajar adalah
setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman.” d) Witherington,dalam buku Educational
Psychology. “ Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yan menyatakan
diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian, atau suatu pengertian.”

Dari definsi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan adanya beberapa


elemen yang penting yang merincikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa :
a) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan
itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan
mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan
pengalaman : dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan
atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan
yang terjadi pada diri seorang bayi.
c) Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus
merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lam
periode waktu itu berlangsung sulit dtentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu
hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-
hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus
mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh
motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang
biasanya hanya berlangsung sementara.
d) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: Perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah / berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan,
ataupun sikap.
b. Mengajar
Pada uraian di atas telah dikemukakan bahwa istilah belajar pernah dipandang
sebagai proses penambahan pengetahuan. Senada dengan nuansa penafsiran terhadap
belajar seperti itu, maka “mengajar “ pun pernah dianggap sebagai proses pemberian
atau penyampaian pengetahuan. Pandangan demikian membawa konsekuensi logis
terhadap situasi belajar –mengajar yang diwujudkan oleh guru, yakni proses belajar-
mengajar (PBM) yang terjadi di dalamnya bersifat teacher-centered. Pengajaran
menjadi berpusat pada guru mengajar lebih dominan daripada belajar. Guru berperan
sebagai pemberi informasi sebanyak-banyaknya kepada para siswa (information
givers) atau dengan nama lain sebagai instructor. Oleh sebab itu, sumber belajar yang
digunakan, maksimal hanya sebatas apa yang ada diantara dua kulit buku dan empat
dinding kelas. Bahkan, banyak diantara mereka yang menjadikan dirinya sebagai satu-
satunya sumber belajar. Akibatnya, siswa-siswa menjadi individu-individu yang pasif,
kedaulatan merekapun pada akhirnya harus tunduk pada kekuasaan guru. Mereka
tidak dididik untuk berfikir kritis, berlatih menemukan konsep atau prinsip, ataupun
untuk mengembangkan kreatifitasnya. Mereka tidak dipersiapkan untuk menghadapi
kehidupan yang perubahan-perubahannya sangat cepat, bahkan dapat terjadi dalam
hitungan detik seperti sekarang ini. Hal ini bisa terjadi pada masa mendatang, karena
dengan penerapan konsep mengajar semacam itu, siswa-siswa tidak dididik untuk
belajar sebagai manusia seutuhnya, sementara kita berharap agar kelak siswa-siswa
menjadi orang-orang yang terdidik, tidak sekedar tersekolah atau belajar.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka mengajar sepantasnya
dipandang sebagai upaya atau proses yang dilakukan oleh seorang guru untuk
membuat siswa-siswanya belajar. Dalam hal ini guru berupaya untuk membelajarkan
siswa-siswanya, dan sebaliknya para siswa menjadi pembelajar-pembelajar yang aktif,
kritis dan kreatif. Dengan cara ini interaksi belajar mengajar dapat terjadi, dan
pengajaran tidak lagi bersifat teacher-centered, karena telah bergeser pada kontinum
pengajaran yang lebih bersifat student-centered. Pertanyaan selanjutnya, yang
menggelitik kita selaku guru yang bertugas pada era informasi ini yaitu : Apakah
diantara kita yang terlanjur telah menerapkan pengajaran bersifat teacher-centered
akan segera berubah kearah student-centered ?
2. Makna Pembelajaran
Istilah pembelajaran mengundang berbagai kontroversi diberbagai kalangan
pakar pendidikan, terutama di antara guru-guru di sekolah. Hal ini disebabkan oleh
demikian luasnya ruang lingkup pembelajaran, sehingga yang menjadi subyek belajar
atau pembelajarpun bukan hanya siswa dan mahasiswa, tetapi juga peserta
penataran/pelatihan atau pendidikan dan pelatihan (diklat), kursus, seminar, diskusi
panel, symposium, dan bahkan siapa saja yang berupaya membelajarkan diri sendiri.
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatau system atau proses
membelajarkan subyek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain,
dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/pembelajar dapat
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dengan demikian,
jika pembelajaran dianggap sebagai suatu system, maka berarti pembelajaran terdiri
dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga,
pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran.
Sebaliknya bila pembelajaran dianggap sebagai suatu proses, maka pembelajaran
merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar.
Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester,
dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut penyiapan perangkat
kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat-alat evaluasi. Persiapan pembelajaran
ini juga mencakup kegiatan guru untuk membaca buku-buku atau media cetak lainnya
yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan disajikan kepada para siswa dan
mengecek jumlah dan keberfungsian alat peraga yang akan digunakan.
Setelah persiapan tersebut, guru melaksanakan kegiatan-kegiatan
pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya.
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran, struktur dan dan situasi pembelajaran yang
diwujudkan guru akan banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan meode-
metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi
kerja dan komitmen guru yang bersangkutan, persepsi, dan sikapnya terhadap siswa.
Jadi semuanya itu akan menentukan terhadap struktur pembelajaran.

Pengertian Belajar Kontekstual


Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual tidak ada sebuah
definisi atau pengertian tunggal. Setiap pakar dan komunitas pakar memberikan
definisi beragam. Namun mereka bersepakat bahwa hakekat pembelajaran kontekstual
adalah sebuah sistem yang mendorong pembelajar untuk membangun keterkaitan,
independensi, relasi-relasi penuh makna antara apa yang dipelajari dengan realitas,
lingkungan personal, sosial dan kultural yang terjadi sekarang ini (Moh.Imam
Farisi,2005).
Beberapa definisi pembelajaran kontekstual yang pernah ditulis dalam
beberapa sumber, yang dikemukakan oleh Nurhadi,dkk dalam bukunya “ Kontekstual
dan penerapannya dalam KBK “.
a. Sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu
siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu, dengan
konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan
tersebut, system CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utama CTL:
melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur
cara belajar sendiri, bekerjasama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara/ merawat
pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan assessment autentik.
b. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa
memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan
akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan diluar sekolah untuk memecahkan
seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi
ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada
masalah-masalah riel yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka
sebagai angota keluarga, anggota masyarakat, siswa, dan selaku pekerja. Pengajaran
dan pembelajaran kontekstual menekankan berfikir tingkat tinggi, transfer
pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis dan
mensintesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang.
c. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar
mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia
nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan
aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat,
dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Pengajaran dan pembelajaran
kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar yang
diatur sendiri, berlaku dalam berbagai macam konteks, memperkuat pengajaran dalam
berbagai konteks kehidupan siswa, menggunakan penilaian autentik, dan
menggunakan pula kelompok belajar yang bebas.
2.2.1 Delapan Komponen Utama Dalam Sistem Pembelajaran Kontekstual
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections).
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau
bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat ( learning by
doing ).
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan ( doing significant work ).
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada
dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
c. Belajar yang diatur sendiri ( self-regulated learning ). Siswa melakukan
pekerjaan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada
hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya / hasilnya yang sifatnya
nyata.
d. Bekerjasama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu
siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami
bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
e. Berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat
menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat
menganalsis, membuat sintetis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan
menggunakan logika dan buki-bukti.
f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa
memelihara pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memilki harapan-harapan
yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil
tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa.
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Siswa mengenal
dan mencapai standard yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memoivasi siswa
untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang
disebut ” excellence “.
h. Menggunakan penilaian autentik ( using authentic assessment ). Siswa
menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan
yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang
telah mereka pelajari dalam pelajaran sains, kesehatan, pendidikan, matematika, dan
pelajaran bahasa inggris dengan mendesain sebuah mobil, merencanakan menu
sekolah atau membuat penyajian perihal emosi manusia.
2.2.2 Maksud Konteks
Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan
siswa belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual,
proses pembelajaran diharapkan mendorong siswa untuk menyadari dan
menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan
berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip
kontekstual sangat penting untuk segala situasi belajar.
2.2.3 Mengapa Pembelajaran Kontekstual
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahui-nya.
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan, itulah yang terjadi di
kelas-kelas sekolah kita!
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan
lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks itu,
siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka,
dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi
hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang
memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang
bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka
memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu
yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan) datang dari 'menemukan sendiri',
bukan dari 'apa kata guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan
pendekatan kontekstual.kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti
halnya strategi pembelajaran yang lain. Kontekstual dikembangkan dengan tujuan
agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual
dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Berikutnya
akan dibahas persoalan yang berkenaan dengan pendekatan kontekstual dan implikasi
penerapannya.

Kecenderungan Pemikiran Tentang Belajar Dalam Pembelajaran Kontekstual


Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran
tentang belajar sebagai berikut.
a. Proses Belajar
· Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan dibenak mereka sendiri.
· Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna
dari pengetahuan baru, dan bukan di beri begitu saja dari guru.
· Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang
terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang
sesuatu persoalan (subject matter).
· Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proposisi yang terpisah, tetapi menceerminkan keterampilan yang dapat
diterapkan.
· Manusia mempunya tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi
baru.
· Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu
berjalan seiring perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan
seseorang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus
menerus dipajankan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya
mempengaruhi cara orang berprilaku.
· Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dcengan ide-ide.
b. Transfer Belajar
· Sisiwa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari "pemberian orang
lain".
· Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas
(sempit) sedikit demi sedikit.
· Yang penting bagi siswa tahu 'untuk apa' ia belajar, dan 'bagaimana' ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
c. Siswa sebagai pembelajar
· Manusia mempunya kecendrungan untuk belajar dalam bidang tertentu ,
dan seorang anak mempunyai kecendrungan untuk belajar dengan cepat
hal-hal baru.
· Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu
yang baru. Akan tetapi untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat
penting.
· Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara 'yang baru'
dan yang sudah diketahui.
· Tugas guru memfasilitasi : agar informasi baru bermakna, memberi
kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka
sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
Pentingnya lingkungan belajar Belajar efektif itu di mulai dari lingkungan
belajar yang berpusat pada siswa. Dari "guru akting didepan kelas, siswa menonton:
ke "siswa akting bekerja dan berkarya , guru mengarahkan".
Pengajaran harus berpusat pada "bagaimana cara" siswa menggunakan
pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan
hasilnya. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian
(assessment) yang benar.
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
DAFTAR PUSTAKA

 Bambang sujiono dkk. (2005). Metode Pengembangan Fisik. Universitas


Terbuka, Jakarta.
 http://lisandyyunitanababan.blogspot.com/2010/04/makalah-proses-belajar-
mengajar.html
 http://www.slideshare.net/HerryWidiantoN/savedfiles?s_title=proses-belajar-
mengajar&user_login=Rahasty

Anda mungkin juga menyukai