BAB I Kep. Anak
BAB I Kep. Anak
PENDAHULUAN
1
baik.
Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang
patologik. Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat
lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab seperti umur
kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan dan penatalaksanaan.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah pada sebagian
neonates, ikterus akan di temukan pada minggu pertama dalam kehidupannya. Di
kemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan
80 % pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat
patologik yang dapat menimbulkan gangguan menetap atau menyebabkan kematian,
karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama bilaikterus di
temukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi. Proses hemolisis darah, infeksi berat,
ikterus yang berlangsung lebih dari satu minggu serta bilirubin direk lebih dari1 mg/dl
juga keadaan yang menunjukan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam
keadaan tersebut penatalaksanaan harus di lakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk
ikterus dapat di hindarkan.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit Hiperbilirubin
2. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada bayi/
anak dengan penyakit Hiperbilirubin
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Khusus
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan belajar salah satu
mata kuliah yaitu Keperawatan Anak
1.4.2 Manfaat Umum
1. Agar pembaca dapat memahami tentang Konsep dan Asuhan
Keperawatan pada anak sakit dengan hiperbilirubin
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. Klasifikasi Hiperbilirubin
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis
sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin
yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk
ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak
3
sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi
dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu
dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus.
Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan
bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan
urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada
hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses
bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek
pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
3. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum
dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-
Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
4
c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya
diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (Hassan et
al.2005).
5
Tabel 1. Rumus Kramer
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin
1 Kepala dan leher 5 mg %
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg %
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai 11 mg %
4 Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki di bawah lutut 12 mg%
5 Daeraha 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16 mg %
5. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusa tersebutmungkin akan timbul
apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila
bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan
hipoglikemia. (Markum, 1991)
6
6. Pathway
Secara skematis, patofisiologi hiperbilirubin dapat digambarkan pada
pathway sebagai berikut :
Hemoglobin
Globin Hema
Bilivirdin Feco
Indikasi Fototerapi
7
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
1) Test Coomb pada tali pusat BBL
a) Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
b) Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi
( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
2) Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
3) Bilirubin total.
a) Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis.
b) Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam
24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau
1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
4) Protein serum total
a) Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
5) Hitung darah lengkap
a) Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
b) Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6) Glukosa
a) Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl
atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi
dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
8) Daya ikat karbon dioksida
a) Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
9) Meter ikterik transkutan
a) Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
10) Pemeriksaan bilirubin serum
a) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak
fisiologis.
8
b) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
tidak fisiologis
11) Smear darah perifer
a) Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
12) Test Betke-Kleihauer
a) Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis
hati, hepatoma.
8. Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang
dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
9
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,
Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus
pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin
dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak
dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan
hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari
1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl.
Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis
pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir
Rendah.
10
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
9. Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kernikterus.
10. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi
11
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian
ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan. Perhatian
utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl
dalam 24 jam.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter.Atau data obyektif :
lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan
asfiksia.
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.
c. Pola Fungsional
1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Secara umum pada pengkajian pola ini, perawat akan mengetahui
bagaimana pasien memandang dirinya sendiri saat sebelum maupun
setelah sakit, kemampuan dirinya, perasaan pasien, tanggapan
12
terhadap sakit yang diderita, sejauh mana pasien mengetahui tentang
penyakitnya
Pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan kaji pasien mengenai:
a) Pandangan pasien mengenai sehat dan sakit
b) Apakah pasien memahami keadaan kesehatan dirinya?
c) Apakah jika sakit pasien segera berobat ke dokter, ataukah
menggunakan obat tradisional?
d) Apakah pasien sudah memeriksakan dirinya sebelum ke rumah
sakit?
2) Pola nutrisi
Pada pola nutrisi kaji pasien mengenai:
a) Pola makan
a. Bagaimana nafsu makan pasien selama sakit?
b. Berapakah porsi makan pasien per sekali makan?
b) Pola Minum
a. Berapakah frekuensi minum pasien selama sakit?
3) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi kaji pasien mengenai:
1. Buang air besar
a. Berapakah frekuensi setiap kali buang air besar?
b. Bagaimanakah konsistensi pasien dalam buang air besar?
2. Buang air kecil
a. Berapakah frekuensi serta jumlah urine pasien setiap buang air
kecil?
13
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian/berdandan
Eliminasi/toileting
Berpindah
Berjalan
Naik tangga
Berbelanja
Pemeliharaan rumah
Skor
0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain & alat
4 = tergantung/tidakmampu
1. Kebersihan diri
a. Berapakah frekuensi pasien mandi dan menggosok gigi per 1 hari
saat sakit?
b. Berapakah frekuensi pasin memotong kuku dan keramas selama
seminggu saat sakit?
2. Aktivitas sehari-hari
a. Apakah pasien bisa mengikuti aktivitas shari-hari selama sakit?
3. Rekreasi
a. Apakah pasien selama sakit melakukan rekreasi?
14
4. Olah raga
a. Apakah pasien bisa melakukan kegiatan olah raga?
5) Tidur dan Istirahat
Pada pola tidur dan istirahat kaji pasien mengenai:
1. Pola tidur
Bagaimanakah polatidur pasien selama sakit? Yang digambarkan
dengan pukul berapa pasien mulai tidur dan sampai pukul berapa
pasien tidur saat malam hari?
2. Frekuensi tidur
Bagaimana frekuensi tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan
dengan berapa lama pasien tidur malam?
3. Intensitas tidur
a. Apakah pasien mengalami pola tidur NREM (Non-Rapid Eye
Movement)? Ataukah pasien mengalami pola tidur REM (Rapid
Eye Movement)?
6) Sensori, Presepsi dan Kognitif
Pada pola sensori, persepsi, dan kognitif, kaji pasien mengenai:
1. Bagaimana cara pembawaan pasien saat bicara? Apakah normal,
gagap, atau berbicara tak jelas?
2. Bagaimanakah tingkat ansietas pada pasien?
3. Apakah pasien mengalami nyeri ?
Jika iya, lakukan pengkajian dengan menggunakan:
7) Konsep diri
Body image/gambaran diri
15
a. Adakah prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh?
b. Apakah pasien memiliki perubahan ukuran fisik?
c. Adakah perubahan fisiologis tumbuh kembang?
d. Adakah transplantasialat tubuh?
e. Apakah pernah operasi?
f.Bagaimana proses patologi penyakit?
g. Apakah pasien menolak berkaca?
h. Apakah fungsi alat tubuh pasien terganggu?
i. Adakah keluhan karena kondisi tubuh?
Role/peran
a. Apakah klien mengalami overload peran?
b. Adakah perubahan peran pada pasien?
Identity/identitas diri
a. Apakah pasien merasa kurang percaya diri?
b. Mampukah pasien menerima perubahan?
c. Apakah pasien merasa kurang memiliki potensi?
d. Apakah pasien kurang mampu menentukan pilihan?
Self esteem/harga diri
a. Apakah pasien menunda tugas selama sakit?
b. Apakah pasien menyalahgunakan zat?
Self ideals/ideal diri
a. Apakkah pasien tidak ingin berusaha selama sakit?
8) Seksual dan Reproduksi
a. Kapan pasien mengalami menstruasi terakhir?
b. Apakah pasien mengalami masalah menstruasi?
c. Apakah pasien pernah melakukan pap smear dankapan pap smear
terakhir?
d. Apakah pasien melakukan pemeriksaan payudara dan testis sendiri
tiap bulan?
e. Apakah pasien mengalami masalah seksual?
16
1) Apakah pekerjaan pasien?
2) Bagaimanakah kualitas pekerjaan pasien?
3) Bagaimanakah pasien berhubungan dengan orang lain?
10) Manajemen Koping Stress
Menggambarkan bagaimana pasien menangani stress yang dimilikinya
serta apakah kalien menggunakan sistem pendukung dalam menghadapi
stres
11) Sistem Nilai Dan Keyakinan
Mengenai bagaimana pasien memandang secara spiritual serta
keyakinannya masing-masing.
d. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus
terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris,
jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan
organ hati (tentang ukuran, tepid an permukaan); ditemukan adanya
pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu, dan masa
abdominal, selaput lender, kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna teh,
letargi, hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor,
kejang, dan tangisan melengking
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
2) Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL
kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24 jam,
atau tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dL
pada bayi pratern.
3) Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.
4) Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
17
1) Ketidak seimbangan volume cairan berhubungan dengan pemajanan
sinar (panas) yang lama sekunder foto terapi, belum matangnya sistem
pencernaan bayi karena bayi lahir berat rendah.
2) Gangguan thermogulasi( Peningkatan suhu badan) berhubungan dengan
pemajanan panas yang lama sekunder foto terapi
3) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
bilirubin dikulit dan efek foto terapi
3. Rencana Keperawatan
RENCANA KEPERAWATN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
NO RASIONAL
& DATA TUJUAN &
INTERVENSI
PENUNJANG KRITERIA HASIL
18
patokan
pemberian
intake
2. Resiko Perubahan NOC NIC
suhu tubuh ( Thermogulasi 1. Monitor suhu 1) Untuk
Peningkatan suhu Setelah dilakukan sesering mengetahui
badan) tindakan keperawatan mungkin apakah ada
berhubungan selama 2 x 24 jam penigkatan
dengan pemajanan peningkatan suhu tubuh suhu tubuh
panas yang lama dapat diatasi dengan pada bayi
sekunder foto terapi kriteria hasil : 2. Monitor 2) Untuk
1. Suhu 36 – 37C warna kulit mengetahui
2. Nadi dan RR perubahan
dalam rentang warna kulit
normal 3. Tanda-tanda 3) Untuk
vital mengetahui
tingkat
kesadaran bayi
4. Monitor 4) Untuk
penurunan mengetahui
tingkat keatifan bayi
kesadaran
5. Monitor
Turgor Kulit
6. Monitor
Gerak bayi
3. Resiko kerusakan NOC NIC
integritas kulit Tissue integrity : skin 1. Jaga kulit 1) Agar kulit
berhubungan and mucous agar tetap bayi tidak
dengan membranes bersih dan iritasi dan
peningkatan Setelah dilakukan kering menimbulkan
bilirubin dikulit dan asuhan keperawatan luka
efek foto terapi selama 2 x 24 jam 2. Monitor kulit 2) Untuk
19
risiko kerusakan akan adanya mengetahui
integritas kulit dapat kemerahan warna kulit
diminimalkan dengan 3. Kaji 3) Agar tidak ada
kriteria hasil : lingkungan dan alat/benda
1. Tidak ada luka dan peralatan yang yang di pakai
lesi pada kulit menyebabkan bayi
2. Integritas kulit yang tekanan menimbulkan
baik bisa iritasi pada
dipertahankan kulit
3. Menunjukan
terjadinya proses
penyembuhan luka
4. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi
5. Evaluasi
1. Evaluasi formatif : merefleksikan observasi perawat dan analis terhadap klien
terhadap respon langsung dan intervensi keperawatan
2. Evaluasi sumatif : merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan
analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu
BAB III
20
KASUS FIKTIF
A. PENGKAJIAN
Nama : By. PS
No. RM : 294660
Data Subyektif :
a. Riwayat Prenatal
Anak ke : Pertama
Umur Kehamilan : Aterm
Riwayat Penyakit Ibu : Tidak Ada
b. Riwayat Intranatal
Placenta : Klasifikasi
d. Kebutuhan Biologis
21
Nutrisi : ASI
Eliminasi : BAB dan BAK tidak ada keluhan
Data Obyektif
a. Keadaan Umum
Kondisi saat lahir : Segera Menangis
APGAR score : 8-9-10
HR : 140 x/menit
RR : 40 x/menit
Tangis : Kuat
Suhu : 36 0 C
Warna Kulit : Kuning
b. Ukuran Antropometri
BB : 3400 gram
PB : 49 cm
LK :-
LD :-
c. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Simetris
UUB :Datar
Mata : Ikterus
THT : Normal
Mulut : Normal
Thorax : Normal
Abdomen : Normal
Tali Pusat : Segar
Punggung : Normal
Genetalia : Laki-laki
Anus : Ada
Ekstremitas : Simetris
Kulit : Ikterus
d. Hasil Labolaturium
22
Pemeriksaan faal hati tanggal 20 April 2018
Bilirubin Total : 14,3 mg/dl
Bilirubin direk : 0,4 mg/dl
Bilirubin indirek : 13,90 mg/dl
ANALISA DATA
DO : Kulit By. PS
tampak kuning, sklera Biliverdin
kuning, mukosa
kuning, hasil kimia
darah : bilirubin total Peningkatan distruksi eritrosit
:14,3 mg/dl
Bilirubin indirek :
23
13,90 mg/dl Hepar tidak bisa melakukan
konjugasi
Hyperbilirubinemia
Ikterus neonates
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ikterus neonates
INTERVENSI
Hari
Rencana Keperawatan
/Tanggal
Dx
24
premature tindakan dari
Dengan Kriteria Hasil : dr. sp.A
25
IMPLEMENTASI
Manajemen
pengaturan suhu
tubuh.
Manajemen
kebutuhan nutrisi :
nausea,anoreksia.
12.00 1 Manajemen
kebutuhan cairan DO : pasien
(memberikan minum) minum ASI 15
26
(merubah posisi muntah
pasien)
Gerak aktif.
Manajemen
pengaturan suhu
tubuh.
10.00 1 DO : pasiem
Manajemen minum ASI 15
kebutuhan cairan ml lewat dot,susu
(memberikan minum) habis muntah
27
Manajemen tidak
keselamatan pasien
(menempatkan bayi Gerak aktif.
pada tempat foto
therapy)
Manajemen
kebutuhan nutrisi :
nausea,anoreksia.
Manajemen
12.00 1 DO : pasien
kebutuhan cairan
minum ASI 15
(memberikan minum)
ml lewat dot,
Manajemen mobilitas susu habis tidak
:kelelahan, aktivitas, muntah
(merubah posisi
Gerak aktif.
pasien)
Manajemen
pengaturan suhu
tubuh.
28
27 April 08.00 1 Manajemen personal DO : pasien
2018 hygine (memandikan dimandikan dan
pasien) tampak menangis.
BAB, BAK ada dan
Manajemen eliminasi : baik. Pasien minum
retensi urin, diare, asi 15 ml lewat dot,
konstipasi susu habis muntah
Manajemen kebutuhan tidak
cairan (memberikan Gerak aktif, suhu
minum) tubuh : 36,6o C
Manajemen pengaturan
suhu tubuh.
Manajemen kebutuhan
nutrisi :
nausea,anoreksia.
DO : pasien minum
12.00 1
ASI 15 ml lewat
Manajemen kebutuhan dot, susu habis tidak
cairan (memberikan muntah
minum) Gerak aktif.
Manajemen mobilitas
:kelelahan, aktivitas,
(merubah posisi pasien)
Manajemen pengaturan
29
suhu tubuh.
EVALUASI
P :
- Observasi KU + TTV
- Observasi CMCK,
Balance Cairan
- Beri minum ASI setiap 2
30
jam
BAB IV
31
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal, Biasanya terjadi pada bayi baru lahir. (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)
yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.
(Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Klasifikasi Hiperbilirubin
a. Ikterus prehepatik
b. Ikterus hepatik
c. Ikterus kolestatik
d. Ikterus neonatus fisiologi
e. Kern Ikterus
Tanda dan Gejala
a. Kulit berwarna kuning sampai jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
l. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
m. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak
pada hari ke 3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan
jaundice fisiologi.
Komplikasi
32
1. Retardasi mental : kerusakan neurologist
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Kematian.
4. Kernikterus.
Pencegahan
1. Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
2. Pengawasan antenatal yang baik
3. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
4. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4.2 Saran
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.
Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain
akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.
DAFTAR PUSTAKA
33
Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta :
Perpustakaan Nasional.
Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta
: Salemba Medika.
Mansyoer, Arid dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya.
34