Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 8 BULAN 21 HARI DENGAN


TETRALOGY OF FALLOT, GLOBAL DELAYED
DEVELOPMENT, MICROCEPHAL, DAN STATUS GIZI BAIK

Disusun Oleh:
Melinda Didi G99142052 M9
Mahardika Frityatama G99152027 N5

Pembimbing :
Dra. Suci Murti Karini, M.Si

KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
BAB I
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. R
Usia : 8 bulan 21 hari
Tanggal Lahir : 25 Februari 2016
Berat Badan : 8 kg
Tinggi Badan : 67 cm
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Wonogiri
Tanggal Pemeriksaan: 15 November 2016

II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap orang tua
pasien saat kontrol di Poli Anak RSDM.

A. Keluhan Utama
Anak belum bisa mengangkat kepala

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien beserta ibu pasien datang ke Poli Tumbuh Kembang RSUD
Dr. Moewardi dengan ketereangan suspek global delayed development dan
TOF. Saat ini, pasien mengeluhkan adanya batuk tanpa disertai demam
yang dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Orangtua pasien merasa perkembangan anak terhambat
dibandingkan anak seusianya. Pasien saat ini pasien belum bisa berbicara
dam belum bisa mengangkat kepalanya.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat mondok : (+)
Riwayat kejang sebelumnya : (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat kejang pada keluarga : disangkal
Riwayat kontak dengan hewan : disangkal

E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita


Muntaber (-)
Rubella (-) CMV (-)
Bronkitis (-) Polio (-)
Morbili (-) Thypus abdominalis (-)
Pertusis (-) Cacingan (-)
Difteri (-) Gegar otak (-)
Varicella (-) Fraktur (-)
Malaria (-) Kolera (-)
TB paru (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sejak lahir diasuh oleh orang tua pasien. Pasien merupakan
anak pertama. Ayah bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Saat ini biaya pengobatan dengan BPJS kelas
III, kesan sosial ekonomi cukup.

G. Riwayat Makan Minum Anak


Setelah lahir sampai saat ini anak diberi ASI eksklusif, sekali minum ±
30 menit dengan fase istirahat.

H. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal


Ibu pasien hamil pada usia 28 tahun. Selama hamil, ibu pasien
rutin melakukan ANC di bidan Puskesmas setiap sebulan sekali. Selama
hamil ibu tidak ada demam, tidak pernah minum obat-obatan yang tidak
dianjurkan bidan, hanya obat penambah darah dan obat sakit kepala sekali-
kali, tidak pernah mendapatkan radiasi, tidak merokok, tidak minum
alkohol dan jamu-jamuan.

I. Riwayat Kelahiran
Ibu pasien melahirkan secara normal di bidan pada usia kehamilan
38 minggu dengan BBL 2800 gram, panjang badan 47 cm. Langsung
menangis kuat, tidak biru, gerak aktif, ketuban jernih. Kesan kelahiran
dalam batas normal.

J. Riwayat Pemeriksaan Post Natal


Pasien rutin ke posyandu tiap bulan untuk ditimbang dan
mendapatkan imunisasi.

K. Riwayat Imunisasi
1. HB0 : 0 bulan
2. BCG, Polio 1 : 1 bulan
3. DPT/Hb/Hib1, Polio 2 : 2 bulan
4. DPT/Hb/Hib2, Polio 3 : 3 bulan
5. DPT/Hb/Hib3, Polio 4 : 4 bulan
6. Campak :-
Kesimpulan : pasien belum mendapat imunisasi lengkap sesuai
pedoman Depkes 2013.

I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : baik
Derajat Kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi kesan cukup
2. Tanda vital
S : 36,5 oC
N : 120 x/menit
RR : 36 x/menit
BB : 8 kg
TB : 67 cm
LK : 42 cm
3. Kulit : warna kecoklatan, kelembaban baik, turgor baik.
4. Kepala : mikrocephal
5. Muka : sembab (-), wajah orang tua (-)
6. Mata : bulu mata hitam lurus tidak rontok, konjunctiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2 mm/2 mm),
oedem palpebra (-/-),
7. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
8. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi
berdarah(-), mukosa basah (+).
9. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1 –T1, faring hiperemis (-),
pseudomembran (-), post nasal drip (-).
10. Telinga : tragus pain (-), sekret (-).
11. Leher : bentuk normal, trakhea di tengah, kelenjar thyroid tidak
membesar.
12. Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,
supraklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak
membesar.
13. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan = kiri
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, ejection sistolik
murmur diantara komponen tricuspid dan
pulmonal
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH
(-/-)
14. Abdomen : Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba.
15. Urogenital : dalam batas normal
16. Gluteus : Baggy pants (-)
17. Ekstremitas :
akral dingin sianosis oedem
- - - - - -
- < -2 detik, ADP teraba- kuat,
CRT - palm crease
- (-)-
18. Kuku : keruh (-), spoon nail (-), konkaf (-)
19. Status Neurologis
N. II : dalam batas normal
N. III, IV, VI : dalam batas normal
N. V : sulit dievaluasi
N. VII : sulit dievaluasi
N. VIII : dalam batas normal
N. IX, X, XI, XII : dalam batas normal
Refleks Fisiologis : dalam batas normal
Refleks Patologis : (-)
Meningeal Sign : sulit dievaluasi

II. STATUS GIZI


BB/U : 8/8,8 x 100% = 90% -2SD < BB/U < +2SD (normoweight)
TB/U : 67/71 x 100% = 94% -2SD < TB/U < +2SD (normoheight)
BB/TB : 8/7,8 x 100% = 102% -2SD < TB/U < 1SD (gizi baik)
Kesimpulan status gizi: gizi baik, normoweight, normoheight

III.DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST


Hasil tes perkembangan Denver yaitu, personal sosial mengalami
keterlambatan setara dengan usia 5 bulan, adaptif-motorik halus mengalami
keterlambatan setara dengan usia 7 bulan. Pada kemampuan bahasa
mengalami keterlambatan setara dengan anak usia 5,5 bulan, dan motorik
kasar mengalami keterlambatan setara dengan usia 2 bulan. Ditemukan
keterlambatan dalam aspek personal sosial, adaptif motorik halus, bahasa, dan
motorik kasar (global delay development).

IV. RESUME
Pasien beserta ibu pasien datang ke Poli Tumbuh Kembang RSUD Dr.
Moewardi dengan keterangan suspek global delayed development dan TOF.
Orangtua pasien merasa perkembangan anak terhambat dibandingkan anak
seusianya. Pasien saat ini pasien belum bisa berbicara dam belum bisa
mengangkat kepalanya.
Saat ini berat badan pasien 8 kg dan panjang badan 67 cm. Riwayat
kehamilan dan kelahiran pasien dalam batas normal. Setelah lahir sampai saat
ini anak diberi ASI eksklusif. Menurut pengakuan ibu pasien, pasien sejak
lahir di asuh oleh orang tua pasien.
Sejak lahir sampai sekarang, pasien didiagnosa dengan kelainan jantung
(TOF). Pada pemeriksaan fisik didapatkan kepala mikrosefal, bising ejeksi
sistolik diantara komponen tricuspid dan pulmonal. Status gizi didapatkan gizi
baik, normoweight, normoheight. Hasil tes perkembangan Denver yaitu,
personal sosial mengalami keterlambatan setara dengan usia 5 bulan, adaptif-
motorik halus mengalami keterlambatan setara dengan usia 7 bulan. Pada
kemampuan bahasa mengalami keterlambatan setara dengan anak usia 5,5
bulan, dan motorik kasar mengalami keterlambatan setara dengan usia 2
bulan.

V. ASSESMENT
1. Keterlambatan personal sosial atau personal social delayed
development setara usia 5 bulan.
2. Keterlambatan motorik halus setara usia 7 bulan.
3. Keterlambatan perkembangan bahasa atau Speech Delayed
Development setara usia 5,5 bulan.
4. Keterlambatan motorik kasar setara usia 2 bulan.
5. Tetralogy of Fallot
6. Gizi baik, normoweight, normoheight

VI. PENATALAKSANAAN
1. Edukasi orangtua pasien tentang penyakitnya.
2. Fisoterapi
3. Terapi wicara.
4. Terapi okupasi.
5. Skrining pendengaran
6. Skrinning pendengaran

VII. PLANNING
1. Evaluasi Echocardiography tiap 6 bulan
2. Konsul Rehabilitasi Medik
3. Konsul bagian THT ( tes bera )
4. Konsul bagian mata
5. Kontrol poli tumbuh kembang 1 bulan lagi
6. Kontrol poli kardio 1 bulan lagi

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tetralogy of Fallot
1. Pengertian
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung kongenital dengan
gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi empat hal yang abnormal
meliputi Defek Septum Ventrikel, Stenosis Pulmonal, Overriding Aorta dan
Hipertrofi Ventrikel Kanan. (Buku Ajar Kardiologi Anak, 2002).
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah merupakan defek jantung yang terjadi
secara kongenital dimana secara khusus mempunyai empat kelainan anatomi pada
jantungnya. TOF ini adalah merupakan penyebab tersering pada Cyanotik Heart
Defect dan juga pada Blue Baby Syndrome.
TOF pertama kali dideskripsikan oleh Niels Stensen pada tahun 1672.
tetapi, pada tahun 1888 seorang dokter dari Perancis Etienne Fallot menerangkan
secara mendetail akan keempat kelainan anatomi yang timbul pada tetralogi of
fallot. TOF merupakan penyakit jantung bawaan biru (sianotik) yang terdiri dari
empat kelainan yaitu :
· Defek Septum Ventrikel (lubang pada septum antara ventrikel kiri dan
kanan)
· Stenosis pulmonal (penyempitan pada pulmonalis) yang menyebabkan
obstruksi aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri pulmonal.
· Transposisi / overriding aorta (katup aorta membesar dan bergeser ke
kanan sehingga terletak lebih kanan, yaitu di septum interventrikuler).
· Hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan). Komponen
yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah
stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat.
2. Etiologi
Pada sebagian kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui
secara pasti, akan tetapi diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.
Faktor- faktor tersebut antara lain:
a. Faktor endogen:
· Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
· Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
· Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.
b. Faktor eksogen
· Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,
minum obat-obatan tanpa resep dokter (thalidomide, dextroamphetamine,
aminopterin, amethopterin, jamu)
· Selama hamil ,ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi virus
lainnya.
· Pajanan terhadap sinar-X
· Gizi yang buruk selama hamil
· Ibu yang alkoholik
· Usia ibu di atas 40 tahun.
(Sumber : Ilmu Kesehatan Anak, 2001)
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut
jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari
90% kasus penyebab adalah multi faktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap
faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena
pada minggu ke delapan kehamilan, pembentukan jantung janin sudah selesai.
TOF lebih sering ditemukan pada anak-anak yang menderita Syndroma
Down. TOF dimasukkan ke dalam kelainan jantung sianotik karena terjadi
pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke seluruh tubuh, sehingga
terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruan) dan sesak napas. Mungkin gejala
sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan sianotik
baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan sianotik karena
menyusu atau menangis.

3. Manifestasi Klinik
Gejala bisa berupa :
a. Sianosis terutama pada bibir dan kuku
b. Bayi mengalami kesulitan untuk menyusu
c. Setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok (squating) untuk
mengurangi hipoksi dengan posisi knee chest
d. Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang karena kulit atau tulang di
sekitar kuku jari tangan membesar)
e. Pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung lambat
f. Sesak napas jika melakukan aktivitas dan kadang disertai kejang atau pingsan
g. Berat badan bayi tidak bertambah
h. Pada auskultasi terdengar bunyi murmur pada batas kiri sternum tengah
sampai bawah.
Serangan sianosis dan hipoksia atau yang disebut “blue spell” terjadi ketika
kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode biasanya terjadi bila anak
melakukan aktivitas (misalnya menangis, setelah makan atau mengedan).
(Buku ajar Keperawatan Kardiovaskuler, 2001).

4. Patofisiologi
Proses pembentukan jantung pada janin mulai terjadi pada hari ke-18
usia kehamilan. Pada minggu ke-3 jantung hanya berbentuk tabung yang disebut
fase tubing. Mulai akhir minggu ke-3 sampai minggu ke-4 usia kehamilan, terjadi
fase looping dan septasi, yaitu fase dimana terjadi proses pembentukan dan
penyekatan ruang-ruang jantung serta pemisahan antara aorta dan arteri
pulmonalis. Pada minggu ke-5 sampai ke-8 pembagian dan penyekatan hampir
sempurna. Akan tetapi, proses pembentukan dan perkembangan jantung dapat
terganggu jika selama masa kehamilan terdapat faktor-faktor resiko.
Kesalahan dalam pembagian Trunkus dapat berakibat letak aorta yang
abnormal (overriding), timbulnya penyempitan pada arteri pulmonalis, serta
terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan demikian, bayi akan lahir dengan
kelainan jantung dengan empat kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang besar,
stenosis pulmonal infundibuler atau valvular, dekstro posisi pangkal aorta dan
hipertrofi ventrikel kanan. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul
bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal
hanya infundibuler, pada 10%-25% kasus kombinasi infundibuler dan valvular,
dan 10% kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya adalah stenosis pulmonal
perifer.
Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang normal,
overriding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah ke arah anterior mengarah
ke septum. Klasifikasi overriding menurut Kjellberg: (1) tidak terdapat overriding
aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke belakang ventrikel kiri, (2) Pada
overriding 25% sumbu aorta asenden ke arah ventrikel sehingga lebih kurang 25%
orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan, (3) Pada overridng 50% sumbu
aorta mengarah ke septum sehingga 50% orifisium aorta menghadap ventrikel
kanan, (4) Pada overriding 75% sumbu aorta asenden mengarah ke depan venrikel
kanan. Derajat overriding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat
stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri (Ilmu Kesehatan anak, 2001).
Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang
bersamaan, maka :
Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui lubang pada
septum interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel kiri, sehingga
terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenasi dan belum teroksigenasi.
Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel
kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal.
Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum
ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, akan tetapi apabila
tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel kiri maka darah akan
mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri (right to left shunt).
Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam
aorta yg bertekanan tinggi serta harus melawan tekanan tinggi akibat stenosis
pulmonal maka lama kelamaan otot-ototnya akan mengalami pembesaran
(hipertrofi ventrikel kanan).
Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel
kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi
stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati defek septum
ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya darah yang dialirkan ke seluruh
tubuh tidak teroksigenasi, hal inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis. (Ilmu
Kesehatan anak, 2001).
Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infundibulum berat, menangis
lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien dengan TOF mengalami
hipoksia spell yang ditandai dengan : sianosis (pasien menjadi biru), mengalami
kesulitan bernapas, pasien menjadi sangat lelah dan pucat, kadang pasien menjadi
kejang bahkan pingsan.
Keadaan ini merupakan keadaan emergensi yang harus ditangani segera,
misalnya dengan salah satu cara memulihkan serangan spell yaitu memberikan
posisi lutut ke dada (knee chest position).

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat
saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18
gr/dl dan hematokrit antara 50-65%. nilai AGD menunjukkan peningkatan
tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2)
dan penurunan pH.
b. Radiologis
Sinar-X pada thoraks didapat gambaran penurunan aliran darah pulmonal,
gambaran penurunan aliran darah pulmonal, gambaran khas jantung tampak apeks
jantung terangkat sehingga seperti sepatu boot (boot shape).
c. Elektrokardiogram
· Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
· Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan, kadang terdapat juga hipertrofi
atrium kanan.
· Pada anak yang sudah besar dijumpai P pulmonal
d. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis dan penurunan aliran darah ke paru-
paru.
e. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui Defek
Septum Ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronaria dan mendeteksi
stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen,
peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau
rendah.
(Ilmu Kesehatan Anak, 2001)

6. Penatalaksanaan
Pada penderita yang mengalami serangan stenosis maka terapi ditujukan
untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:
a. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena peningkatan
afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis. Selain itu untuk mengurangi
aliran darah balik ke jantung (venous).
b. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV atau dapat pula diberi
Diazepam (Stesolid) per rektal untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi
takipneu.
c. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan kerena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke
paru menurun. Dengan usaha di atas diharapkan anak tidak lagi takipneu,
sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat
dilanjutkan dengan pemberian :
d. Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut
jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dngan 10 ml
cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separuhnya, bila serangan belum
teratasi sisanyadiberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
e. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penanganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat
meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan
aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
Tindakan operasi dianjurkan untuk semua pasien TOF. Tindakan operasi
yang dilakukan, yaitu :
a. Blalock-Taussig Shunt (BT-Shunt), yaitu merupakan posedur shunt yang
dianastomosis sisi sama sisi dari arteri subklavia ke arteri pulmonal.
b. Waterson Shunt, yaitu membuat anantomosis intraperikardial dari aorta
asending ke arteri pulmonal kanan,hal ini biasanya dilakukan pada bayi. Pada tipe
ini ahli bedah harus hati-hati untuk menentukan ukuran anastomosis yang dibuat
antara bagian aorta asending dengan bagian anterior arteri pulmonal kanan. Jika
anastomosis terlalu kecil maka akan mengakibatkan hipoksia berat. Jika
anastomosis terlalu besar akan terjadi pletora dan edema pulmonal.
c. Potts Shunt, yaitu anastomosis antara aorta desenden dengan arteri pulmonal
yang kiri. Teknik ini jarang digunakan.
d. Total Korektif, terdiri atas penutupan VSD, valvotomi pulmonal dan reseksi
infundibulum yang mengalami hipertrofi. (Ilmu Kesehatan Anak, 2001)

7. Prognosis
Umumnya prognosisnya buruk pada penderita TOF tanpa operasi.
Penderita TOF derajat sedang tanpa operasi dapat bertahan hidup sampai umur 15
tahun dan hanya sebagian kecil yang bertahan sampai dekade ketiga.

8. Komplikasi
1. Trombosis pulmonal
2. Polisitemia
3. Abses otak
4. Perdarahan
5. Anemia relatif

B. Tumbuh Kembang pada Anak


1. Tahap Perkembangan Normal pada Anak
1.1 Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak
Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak
konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak
dengan dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan
yang sesuai dengan usianya.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.6
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian.6
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara
simultan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil
interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya,
misalnya perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi, dan
sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan
manusia yang utuh.
Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-
ciri yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain
perkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan pada
tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi
dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta
perkembangan memiliki tahap yang berurutan. 6,7
Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga
memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan
sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau pertumbuhan dan
perkembangan anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh kembang, yaitu
perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola
perkembangan dapat diramalkan.6,7

1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak


Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan
normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor tersebut antara lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau
bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor
eksternal, diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia,
endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi
ibu), faktor persalinan, faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan
kongenital, lingkungan fisis dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi,
lingkungan pengasuhan, stimulasi, dan obat-obatan).6,8

1.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau


Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi6:
1. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dnegna kemampuan anak
melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar
seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
2. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
untuk melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat
seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,
berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya.
4. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.

1.4 Periode Tumbuh Kembang Anak


Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan
berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh
kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak
adalah sebagai berikut6,8:
1. Masa prenatal atau masa intra uterin
Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
a. Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2
minggu.
b. Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu.
Ovum yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organism,
terjadi diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk sistem organ
dalam tubuh.
c. Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir
kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak
umur kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin.
Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad
manusia sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi.
d. Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini
pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi.
Terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui
plasenta. Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3 (Docosa
Hexanoic Acid) dan Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.
2. Masa bayi (umur 0 – 11 bulan)
Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
a. Masa neonatal (umur 0 – 28 hari)
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi
b. Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari – 11 bulan)
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses
pematangan berlangsung secara terus menerus terutama
meningkatnya fungsi sistem saraf.
Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi,
mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan
kepada makanan pendamping ASI sesuai umurnya, diberikan
imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh yang sesuai. Masa
bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak terjalin,
sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat
besar.
3. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 – 59 bulan)
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat
kemajuan dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus)
serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah
pada masa balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan,
pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi
pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya. Jumlah dan
pengaturan hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat
mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan,
mengenal huruf, hingga bersosialisasi.
Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk
pada masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun
apabila tidak dideteksi dan ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas
sumber daya manusia dikemudian hari.
4. Masa anak prasekolah (umur 60 – 72 bulan)
Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi
perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya
keterampilan dan proses berpikir. Pada masa ini, selain lingkungan di dalam
rumah maka lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Pada masa ini
juga anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem
reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus sudah siap
sehingga anak mampu belajar dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses
belajar pada masa ini adalah dengan cara bermain.

1.5 Etiologi
Penyebab gangguan perkembangan tidak diketahui, tetapi hipotesis adalah
termasuk penyebab organik dan perkembangan. Faktor resikonya adalah
prematuritas, hipoksia, malnutrisi perinatal, dan berat badan lahir rendah.
Kelainan neurokimiawi dan lesi lobus parietalis juga telah diajukan berperan
dalam defisit koordinasi
Gangguan koordinasi motorik dan gangguan komunikasi memiliki
hubungan yang kuat, walaupun agen penyebab spesifik tidak diketahui untuk
keduanya. Masalah koordinasi juga lebih sering dibandingkan biasanya pada
anak-anak dengan perilaku impulsif dan berbagai gangguan belajar. Gangguan
koordinasi motorik kemungkinan memiliki penyebab yang multifaktoral .
Penyebab keterlambatan perkembangan umum (KPG) antara lain
gangguan genetik atau kromosom seperti sindrom Down; gangguan atau
infeksi susunan saraf seperti palsi serebral atau CP, spina bifida, sindrom
Rubella; riwayat bayi risiko tinggi seperti bayi prematur atau kurang bulan,
bayi berat lahir rendah, bayi yang mengalami sakit berat pada awal kehidupan
sehingga memerlukan perawatan intensif dan lainnya.
KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan
neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan
neuromuskular. Tabel berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi KPG :

Tabel 1. Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters AV, 2010)
8
Kategori Komentar
Genetik atau Sindromik  Sindrom yang mudah
Teridentifikasi dalam 20% dari diidentifikasi, misalnya Sindrom
mereka yang tanpa tanda-tanda Down
neurologis, kelainan dismorfik,  Penyebab genetik yang tidak

atau riwayat keluarga terlalu jelas pada awal masa


kanak-kanak, misalnya Sindrom
Fragile X, Sindrom Velo-cardio-
facial (delesi 22q11),Sindrom
Angelman, Sindrom Soto,
Sindrom Rett, fenilketonuria
maternal, mukopolisakaridosis,
distrofi muskularis tipe Duchenne,
tuberus sklerosis,
neurofibromatosis tipe 1, dan
delesi subtelomerik.
Metabolik  Skrining universal secara nasional
Teridentifikasi dalam 1% dari neonatus untuk fenilketonuria
mereka yang tanpa tanda-tanda (PKU) dan defisiensi acyl-Co A
neurologis, kelainan dismorfik, Dehidrogenase rantai sedang.
atau riwayat keluarga  Misalnya, kelainan siklus/daur
urea
Endokrin  Terdapat skrining universal
neonatus untuk hipotiroidisme
kongenital
Traumatik  Cedera otak yang didapat
Penyebab dari lingkungan  Anak-anak memerlukan kebutuhan
dasarnya seperti makanan,
pakaian, kehangatan, cinta, dan
stimulasi untuk dapat berkembang
secara normal
 Anak-anak tanpa perhatian, diasuh
dengan kekerasan, penuh
ketakutan, dibawah stimulasi
lingkungan mungkin tidak
menunjukkan perkembangan yang
normal
 Ini mungkin merupakan faktor
yang berkontribusi dan ada
bersamaan dengan patologi lain
dan merupakan kondisi yaitu
ketika kebutuhan anak diluar
kapasitas orangtua untuk dapat
menyediakan/memenuhinya
Malformasi serebral  Misalnya, kelainan migrasi neuron
Palsi Serebral dan Kelainan  Kelainan motorik dapat
Perkembangan Koordinasi mengganggu perkembangan secara
(Dispraksia) umum
Infeksi  Perinatal, misalnya Rubella, CMV,
HIV
 Meningitis neonatal
Toksin  Fetus: Alkohol maternal atau obat-
obatan saat masa kehamilan
 Anak: Keracunan timbal

1.6 Deteksi Dini


Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan
pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap
tahap perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan
normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18 bulan, sehingga
seringkali terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk
itu, orang tua perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan
anak.9 Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami keterlambatan
perkembangan umum, perlu data / laporan atau keluhan orang tua dan
pemeriksaan deteksi dini atau skrining perkembangan pada anak.
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara
komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan
mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi
dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini,
sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat
diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang.
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu
penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan.6,9
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat
dari beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti
yang tercantum di bawah 9,10:
Tanda bahaya perkembangan motor kasar
1) Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota
tubuh bagian kiri dan kanan.
2) Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga
lebih dari usia 6 bulan
3) Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4) Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5) Adanya gerakan yang tidak terkontrol
Tanda bahaya gangguan motor halus
1) Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan
2) Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
3) Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih
sangat dominan setelah usia 14 bulan
4) Perhatian penglihatan yang inkonsisten
Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)
1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan
terhadap suatu benda pada usia 20 bulan
2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan
Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)
1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,
misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau
ketertarikan dengan orang lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan
Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
4. 15 bulan: belum ada kata
5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan
bersosialisasi / interaksi
Tanda bahaya gangguan kognitif
1. 2 bulan: kurangnya fixation
2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara
4. 9 bulan: belum babbling seperti ‘mama’, ‘baba’
5. 24 bulan: belum ada kata berarti
6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata

Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi
dini gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau
panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental
Screening Test – II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan
motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parent’s
Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat
skrining yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language
Milestone Scale) dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang
dipakai untuk menilai kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk
anak di bawah 3 tahun.10,11
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan
kemungkinan gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining
yang dilakukan pada anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan
periodik. Adapun beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain11,12:
a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum
glukosa, bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining
metabolik rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak
dianjurkan sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik
dilakukan hanya bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan
pemeriksaan fisik yang mengarah pada suatu etiologi yang spesifik.
Sebagai contohnya, bila anak-anak dicurigai memiliki masalah dengan
gangguan motorik atau disabilitas kognitif, pemeriksaan asam amino dan
asam organik dapat dilakukan. Anak dengan gangguan tonus otot harus
diskrining dengan menggunakan kreatinin phospokinase atau aldolase
untuk melihat adanya kemungkin penyakit muscular dystrophy.
b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak
ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang
menunjukkan suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan
bila adanya riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk
Fragile X lebih sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih
tinggi dan severitas yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin
saja dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis Rett syndrome
perlu dipertimbangkan pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga
berat yang tidak dapat dijelaskan.
c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid
kongenital perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG
hanya dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada
disfungsi tiroid.
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki
riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner).
Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga
belum dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak
dengan KPG tanpa riwayat epilepsi.
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada
KPG (terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI
harus lebih dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis
secara klinis sebelumnya.
1.8 Diagnosis Banding
Terdapat beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa
keterlambatan perkembangan, yaitu cerbral palsy, retardasi mental, Attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD).12
1.8.1 Cerebral Palsy (CP)
Ada tiga faktor resiko awal yaitu bayi lahir prematur (semakin kecil
usia, semakin tinggi faktor risiko), bayi lahir dengan ensefalopati sedang
hingga berat (semakin berat keluhan semakin berat risiko), dan bayi yang
lahir dengan faktor risiko paling ringan. Dua faktor risiko awal tersebut harus
ditunjang dengan MRI untuk melihat gambaran otak. Bila terdapat gangguan
bahasa, penglihatan, pendengaran dan epilepsi, dapat dicurigai hal tersebut
adalah suatu gambaran CP. Selain itu, diagnosis palsi serebral dapat dilakukan
berdasarkan kriteria Levine (dikutip dari Soetjiningsih, 19957), yaitu pola
gerak dan postur; pola gerak oral; strabismus; tonus otot; evolusi reaksi
postural dan kelainannya yang mudah dikenal; refleks tendon, primitif dan
plantar.
1.8.2 Retardasi Mental
Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan
keterbatasan dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria
DSM-IV, retardasi mental adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata,
terdapat gangguan fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18 tahun. Untuk
mengetahui adanya gangguan fungsi intelegensi, digunakan tes IQ (akurat
diatas umur 5 tahun), dengan klasifikasi hasil:
a. Ringan , yaitu IQ 50-70
b. Sedang, yaitu IQ 40-50
c. Berat, yaitu IQ 20-40
d. Sangat berat, yaitu IQ <20
1.8.3 Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
ADHD merupakan suatu gangguan yang terjadi sangat awal dari
kelahiran bayi, yang dinamis, serta tergantung dengan perkembangan korteks.
Tanda ADHD yaitu development delay, nilai akademik yang rendah, serta
permasalahan sosial. Penggunaan milestones pada tahun ke-3 mudah
mengarahkan diagnosis ADHD.
1.8.4 Autism Spectrum Disorder (ASD)
Tanda awal ASD adalah respon sosial yang tergannggu. Pada tahun
pertama akan sulit membedakan antara ASD dengan keterbelakangan
perkembangan, yaitu ciri tidak berespon ketika nama dipanggil, afek kurang,
berkurangnya interaksi sosial, dan sulit untuk tersenyum. Pada tahun kedua
dan ketiga, bahasa tubuh tidak lazim dan sangat ekspresif. Perilaku lain yakni
motorik, sensorik dan beberapa domain lain yang tidak normal.

1.9 Penatalaksanaan
Perlu ditekankan pada orang tua dari anak dengan kelainan ini, bahwa
tujuan pengobatan bukan membuat anak menjadi normal seperti anak lainnya,
tetapi mengembangkan kemampuan yang ada seoptimal mungkin, sehingga
diharapkan dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau dengan
sedikit bantuan.
1. Aspek Medis
Aspek gizi umum
1. Gizi: gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi
penderita ini. Karena sering terdapat kelainan pada gigi, kesulitan
menelan, sukar untuk menyatakan keinginan untuk makan.
Pencatatan rutin perkembangan berat badan perlu dilakukan
2. Imunisasi dan perawatan kesehatan tetap dilakukan
3. Sering terjadi konstipasi dan decubitus
Terapi medikamentosa
4. Sesuai kebutuhan anak, seperti obat relaksasi otot, anti kejang,
dan lain-lain
2. Terapi pembedahan ortopedi. Misal tendon yang memendek. Tujuan
pembedahan adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu
kuat atau untuk transfer dari fungsi
3. Fisioterapi
1. Teknik tradisional: latihan luas gerak sendi, stretching, latihan
penguatan dan peningkatan daya tahan otot, latihan duduk,
berdiri, pindah, jalan
2. Motor function training
3. Terapi okupasi
4. Ortotik, bertujuan untuk stabilitas, mencegah kontraktur,
mencegah deformitas
5. Agar tangan lebih berfungsi
4. Terapi wicara
2. Aspek non medis
1. Pendidikan: apabila terdapat kecatatan mental, disekolahkan di SLB
2. Pekerjaan
3. Problem social
4. Lain-lain (Soetjiningsih, 1995)
2. Keterlambatan Perkembangan
Seorang anak dapat mengalami keterlambatan perkembangan di hanya
satu ranah perkembangan saja, atau dapat pula di lebih dari satu ranah
perkembangan. Keterlambatan perkembangan umum atau global developmental
delay merupakan keadaan keterlambatan perkembangan yang bermakna pada dua
atau lebih ranah perkembangan. Secara garis besar, ranah perkembangan anak
terdiri atas motor kasar, motor halus, bahasa/ bicara, dan personal sosial /
kemandirian. Sekitar 5 hingga 10% anak diperkirakan mengalami keterlambatan
perkembangan. Data angka kejadian keterlambatan perkembangan umum belum
diketahui dengan pasti, namun diperkirakan sekitar 1-3% anak di bawah usia 5
tahun mengalami keterlambatan perkembangan umum.

3. Diagnosis mikrosefali
Untuk mendiagnosis kelainan ukuran kepala, dapat dilakukan dengan gejala
atau manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang seperti radiologis. Sedangkan
untuk mendiagnosis keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan dapat
dilakukan dengan cara mengukur Berat badan , Tinggi badan , dan lingkar kepala
dengan rutin.
Berat badan dipengaruhi oleh:
1. Genetik (keturunan)
2. Asupan nutrisi (makan, minum, camilan)
3. Penyerapan usus dan pengeluaran
4. Aktivitas fisik
5. Metabolisme tubuh, hormone
6. Penyakit kronik (jantung, ISK,TBC)
7. Kadar air dan lemak tubuh,
Sedangkan lingkar kepala diukur karena berhubungan dengan
perkembangan volume otak. Lingkar kepala yang lebih kecil dari normal
(mikrosefali) biasanya menunjukkan retardasi mental. Lingkar kepala yang lebih
besar (makrosefali) sebagian besar (88%) menunjukkan IQ yang normal,
5%retardasi mental ringan, dan 7% retardasi mental berat
Berikut Patofisiologi dari mikrosefali dan development delay

Morbili

Sifilis
Penyinaran
Genetik Antenatal
Toksoplasmosis
Etiologi
Intranatal Kelainan sirkulasi
darah janin

Didapat Pascanatal Tidak diketahui


penyebabnya

Perdarahan

Anoksia

Ensefalitis

Trauma kepala

Malnutrisi

Anoksia Asfiksia Penyusutan volume otak MIKROSEFALI

Global
Global Delay
Delay development
development

Malnutrisi
Perlakuan dibedong ketat
selama 6 bulan
Asfiksia Neonatorum

Gangguan SSP

Ensefalopati

Hipoksia Iskemik

Glukosa Perfusi darah

Glukosa
Glikogenolisis
Glukogenolisis
Glikolisis
Glikolisis

Glikolisis
Asam laktat
Asam laktat

ATP ATP

Fosforilasi Oksidatif Akumulasi asam dan no reflux phenomen

Kerusakan Sel otak

Kelainan Neurologis

Nekrosis Kortikal

Nekrosis Multifokal

Nekrosis fokal

Nekrosis ganglia basalis

MIKROSEFALI
C. Kelainan Tumbuh Kembang pada Kelainan Jantung Bawaan
Gangguan sistem saraf pusat, gangguan perkembangan fungsional, dan
kognitif telah banyak dilaporkan pada anak-anak dengan PJB. Masalah dalam
pemberian makan menyebabkan gagal tumbuh, yang umum terjadi pada bayi dan
anak-anak muda dengan penyakit jantung kongenital, dan dapat mengakibatkan
gangguan perkembangan dan intelektual.
Keterlambatan perkembangan pada anak dengan penyakit kronis
disebabkan multifaktorial. Beberapa faktor yang penting dalam menjelaskan
keterlambatan perkembangan diantaranya:
 Pertama, anak-anak dengan penyakit jantung sering kemampuan fisiknya
kurang mampu untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka, sehingga mereka
membatasi aktivitasnya. Gangguan kemampuan fisik juga menghambat
perkembangan keterampilan lain, seperti perilaku eksplorasi.
 Kedua, kecemasan dan kekhawatiran pada anak yang sakit sering menyebabkan
orang tua overprotektif. Sejumlah ibu-ibu mengaku menjaga anak-anak mereka
jauh dari orang lain (misalnya, karena takut infeksi), sehingga membatasi interaksi
sosial dan membatasi gerakan anak mereka. Hal ini mempengaruhi perkembangan
bicara dan keterampilan sosialisasi khususnya, konsisten dengan penelitian bahwa
anak-anak dengan PJB dilakukan secara signifikan kurang baikdari rekan-rekan
sehat mereka pada skala pribadi / sosial dan berbicara dan mendengar.
Sejumlah penelitian telah menyelidiki toleransi latihan pada anak dengan
berbagai bentuk penyakit jantung bawaan. Tergantung pada keparahan
malformasi, keberhasilan prosedur korektif dan keberadaan gejala-gejala sisa,
menyebabkan kinerja fisik menjadi terbatas. Bahkan anak-anak dengan lesi yang
tidak dikoreksi / masih ringan, atau mereka yang tidak ada gejala sisa setelah
operasi sebelumnya, dapat terlihat pengurangan dalam kinerja fisik mereka.
Dampak dari kelainan jantung bawaan pada perkembangan anak, tergantung pada
jenis dan beratnya kelainan serta waktu dan keberhasilan terapi. Untuk beberapa
malformasi yang komplek, solusi yang tersedia hanya paliatif. Lesi seperti TF,
DSA, dan TAB dapat diperbaiki pada masa bayi dengan waktu jangka panjang.
Setelah koreksi berhasil baik pada masa bayi, kebanyakan anak yang lahir dengan
malformasi kongenital sianotik dapat melakukan kegiatan fisik yang normal.
Sementara pembatasan aktivitas fisik dapat direkomendasikan pada anak dengan
temuan klinis yang signifikan pasca-operasi, sementara kelompok anak tanpa
gejala klinik setelah operasi tidak memerlukan pembatasan dan harus melakukan
aktifitas fisik normal.
Hal ini tidak menjelaskan defisit perkembangan motorik yang diamati
pada anak-anak dengan PJB. Orang tua dan pengasuh lainnya memainkan peran
penting dalam perkembangan anak. Status kesehatan anak merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi gaya asuh orang tua. Sikap orang tua secara signifikan
dapat mempengaruhi seluruh perkembangan anak. Orang tua dari anak-anak
dengan PJB dapat mengubah dan membesarkan mereka untuk mengasimilasi
kebutuhan anak. Sebuah penelitian baru mengungkapkan bahwa ibu yang anak-
anaknya dengan PJB dilaporkan mempunyai tingkat kewaspadaan yang tinggi
daripada ibu dari anak yang sehat. Bahkan ada penelitian yang melaporkan
peningkatan kadar stress pada orang tua dengan anak yang terkena PJB. Stres
orang tua cenderung lebih tinggi dengan bertambahnya usia anak, hal ini
disebabkan dengan bertambahnya usia membuat orang tua sulit untuk menentukan
batas-batas dan menjaga kontrol terhadap anak mereka.28
 Ketiga, efek dari sakit yang berkepanjangan dan rawat inap yang mungkin
penting. Beberapa anak dalam kelompok jantung telah menghabiskan jangka
waktu yang lama di rumah sakit, mengakibatkan inkonsistensi dari lingkungan
fisik dan jumlah orang yang terlibat dengan anak, yang selanjutnya bisa
dikompromikan perkembangan mereka.26
 Keempat, status gizi anak yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat
kebugaran dan kesehatan, serta membantu pertumbuhan bagi anak. Status gizi
merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi, yang dapat diukur
dengan mengukur berat badan dan panjang badan.29 Berdasarkan WHO 2005,
salah satu penentuan status gizi adalah menurut Indeks Masa Tubuh menurut
umur, dengan ambang batas sebagai berikut:
Untuk anak usia 0-60 bulan:
- Jika > +2 SD dikatakan gemuk
- Jika -2 sampai +2 SD dikatakan normal
- Jika -3 sampai < -2 SD dikatakan kurus
- Jika < -3 SD dikatakan sangat kurus
Usia 5- 18 tahun:
- Jika > +2 SD dikatakan obesitas
- Jika > +1 sampai + 2 SD dikatakan gemuk
- Jika -2 sampai 1 SD dikatakan normal
- Jika -3 sampai < -2 SD dikatakan kurus
- Jika < -3 SD dikatakan sangat kurus
 Kelima, hipoksia seluler. Beberapa bukti menunjukkan bahwa konsumsi
oksigen PJB sianotik lebih rendah daripada PJB non sianotik. Hipoksia
menyebabkan kegagalan pertumbuhan diduga karena efek langsung pada
pertumbuhan dan multiplikasi sel.31 Hipoksia diduga menyebabkan berkurangnya
pembelahan sel akibat berkurangnya sintesa protein. Mekanisme yang
menyebabkan berkurangnya sel lemak pada penderita diduga akibat hipoksia
kronis pada saat fase pertumbuhan cepat (awal kehidupan).
Anak-anak dengan PJB juga menunjukkan kekuatan otot berkurang secara
signifikan dan gangguan keseimbangan. Kekuatan otot dan keseimbangan
merupakan komponen penting dari keterampilan motorik yang beberapa tingkat
tertentu kekuatan otot dan keseimbangan diperlukan untuk melakukan tugas-tugas
tertentu. Di sisi lain, kemampuan untuk melakukan tugas motorik beberapa
keterampilan digunakan sebagai indikator aspek spesifik kekuatan dan
keseimbangan.

Selain itu, faktor- faktor lain yang mempengaruhi keterlambatan perkembangan


anak adalah:

1) Pekerjaan orang tua


Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak,
karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer
maupun yang sekunder.
2) Pendidikan ibu
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak. Karena pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima
segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik,
bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Alberto J Espay, MD. Hydrocephalus. Emedicine 2010 : 4 available


at www.emedicine.com di akses pada 17 November 2016.
2. Price SA, Wilson LM. Vetrikel dan Cairan Cerebrospinalis, dalam
Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 1994, 915-6
3. Dan Stranding S. Ventricular System and Cerebrospinal Fluid, in Grays
Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice, thirty nine edition,
Churchill Livingstone, New York : 2005, 287-94
4. Kahle, Leonhardt, Platzer. Sistem Saraf Dan Alat-Alat Sensoris, dalam
Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia jilid 3, edisi 6,. Hipokrates,
2005, 262-271
5. R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC,
Jakarta : 2004, 809-810
6. Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/
bmj.327.7428.1408.
7. Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s
Principles Of Neurology: Eight Edition. USA.
8. Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM.
2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.
Rudolph AM, dkk. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 3.
Jakarta: EGC, 2006. Hal 2053-57
9. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay.
Seminar Pediatric Neurology. 1998;5:21–26.
10. Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical
Pediatric Neurology: A signs and symptoms approach. Edisi ke-
4.Philadelphia: WB Saunders; 2001.h.117–47.
11. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk.
Practice parameter: Evaluation of the quality standards subcommittee of
the American Academy of Neurology and the practice committee of the
child neurology society. Neurology 2003;60:67-80.
12. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi
pasien keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri 2008;10:255-61.
13. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis
Keterlambatan Perkembangan Global Pada Pasien di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah Denpasar. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Bali
14. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen
Kesehatan RI. 2005.
15. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting.
Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-32.
16. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010;
10(2); 32-4.
17. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Indonesia. [diunduh 19 Desember 2013]. [Available
from]: URL: http//idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan
anak/mengenal-keterlambatan-perkembangan-umum-pada-anak.html.
18. First LR, Palrey JS. Current Concepts: The Infant or Young Child with
Developmental Delay. The New England Journal of Medicine 1994; 7478-
483.
19. Srour M, Mazer B, Shevell MI. Analysis of clinical features predicting
etiologic yield in the Assessment of global development delay. Pediatrics
2006;118:139-45.
20. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th. ed. Philadelphia: Lea
Febiger 1990; 306-311.

Anda mungkin juga menyukai