Disusun Oleh:
Melinda Didi G99142052 M9
Mahardika Frityatama G99152027 N5
Pembimbing :
Dra. Suci Murti Karini, M.Si
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. R
Usia : 8 bulan 21 hari
Tanggal Lahir : 25 Februari 2016
Berat Badan : 8 kg
Tinggi Badan : 67 cm
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Wonogiri
Tanggal Pemeriksaan: 15 November 2016
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap orang tua
pasien saat kontrol di Poli Anak RSDM.
A. Keluhan Utama
Anak belum bisa mengangkat kepala
I. Riwayat Kelahiran
Ibu pasien melahirkan secara normal di bidan pada usia kehamilan
38 minggu dengan BBL 2800 gram, panjang badan 47 cm. Langsung
menangis kuat, tidak biru, gerak aktif, ketuban jernih. Kesan kelahiran
dalam batas normal.
K. Riwayat Imunisasi
1. HB0 : 0 bulan
2. BCG, Polio 1 : 1 bulan
3. DPT/Hb/Hib1, Polio 2 : 2 bulan
4. DPT/Hb/Hib2, Polio 3 : 3 bulan
5. DPT/Hb/Hib3, Polio 4 : 4 bulan
6. Campak :-
Kesimpulan : pasien belum mendapat imunisasi lengkap sesuai
pedoman Depkes 2013.
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : baik
Derajat Kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi kesan cukup
2. Tanda vital
S : 36,5 oC
N : 120 x/menit
RR : 36 x/menit
BB : 8 kg
TB : 67 cm
LK : 42 cm
3. Kulit : warna kecoklatan, kelembaban baik, turgor baik.
4. Kepala : mikrocephal
5. Muka : sembab (-), wajah orang tua (-)
6. Mata : bulu mata hitam lurus tidak rontok, konjunctiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2 mm/2 mm),
oedem palpebra (-/-),
7. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
8. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi
berdarah(-), mukosa basah (+).
9. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1 –T1, faring hiperemis (-),
pseudomembran (-), post nasal drip (-).
10. Telinga : tragus pain (-), sekret (-).
11. Leher : bentuk normal, trakhea di tengah, kelenjar thyroid tidak
membesar.
12. Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,
supraklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak
membesar.
13. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan = kiri
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, ejection sistolik
murmur diantara komponen tricuspid dan
pulmonal
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH
(-/-)
14. Abdomen : Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba.
15. Urogenital : dalam batas normal
16. Gluteus : Baggy pants (-)
17. Ekstremitas :
akral dingin sianosis oedem
- - - - - -
- < -2 detik, ADP teraba- kuat,
CRT - palm crease
- (-)-
18. Kuku : keruh (-), spoon nail (-), konkaf (-)
19. Status Neurologis
N. II : dalam batas normal
N. III, IV, VI : dalam batas normal
N. V : sulit dievaluasi
N. VII : sulit dievaluasi
N. VIII : dalam batas normal
N. IX, X, XI, XII : dalam batas normal
Refleks Fisiologis : dalam batas normal
Refleks Patologis : (-)
Meningeal Sign : sulit dievaluasi
IV. RESUME
Pasien beserta ibu pasien datang ke Poli Tumbuh Kembang RSUD Dr.
Moewardi dengan keterangan suspek global delayed development dan TOF.
Orangtua pasien merasa perkembangan anak terhambat dibandingkan anak
seusianya. Pasien saat ini pasien belum bisa berbicara dam belum bisa
mengangkat kepalanya.
Saat ini berat badan pasien 8 kg dan panjang badan 67 cm. Riwayat
kehamilan dan kelahiran pasien dalam batas normal. Setelah lahir sampai saat
ini anak diberi ASI eksklusif. Menurut pengakuan ibu pasien, pasien sejak
lahir di asuh oleh orang tua pasien.
Sejak lahir sampai sekarang, pasien didiagnosa dengan kelainan jantung
(TOF). Pada pemeriksaan fisik didapatkan kepala mikrosefal, bising ejeksi
sistolik diantara komponen tricuspid dan pulmonal. Status gizi didapatkan gizi
baik, normoweight, normoheight. Hasil tes perkembangan Denver yaitu,
personal sosial mengalami keterlambatan setara dengan usia 5 bulan, adaptif-
motorik halus mengalami keterlambatan setara dengan usia 7 bulan. Pada
kemampuan bahasa mengalami keterlambatan setara dengan anak usia 5,5
bulan, dan motorik kasar mengalami keterlambatan setara dengan usia 2
bulan.
V. ASSESMENT
1. Keterlambatan personal sosial atau personal social delayed
development setara usia 5 bulan.
2. Keterlambatan motorik halus setara usia 7 bulan.
3. Keterlambatan perkembangan bahasa atau Speech Delayed
Development setara usia 5,5 bulan.
4. Keterlambatan motorik kasar setara usia 2 bulan.
5. Tetralogy of Fallot
6. Gizi baik, normoweight, normoheight
VI. PENATALAKSANAAN
1. Edukasi orangtua pasien tentang penyakitnya.
2. Fisoterapi
3. Terapi wicara.
4. Terapi okupasi.
5. Skrining pendengaran
6. Skrinning pendengaran
VII. PLANNING
1. Evaluasi Echocardiography tiap 6 bulan
2. Konsul Rehabilitasi Medik
3. Konsul bagian THT ( tes bera )
4. Konsul bagian mata
5. Kontrol poli tumbuh kembang 1 bulan lagi
6. Kontrol poli kardio 1 bulan lagi
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tetralogy of Fallot
1. Pengertian
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung kongenital dengan
gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi empat hal yang abnormal
meliputi Defek Septum Ventrikel, Stenosis Pulmonal, Overriding Aorta dan
Hipertrofi Ventrikel Kanan. (Buku Ajar Kardiologi Anak, 2002).
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah merupakan defek jantung yang terjadi
secara kongenital dimana secara khusus mempunyai empat kelainan anatomi pada
jantungnya. TOF ini adalah merupakan penyebab tersering pada Cyanotik Heart
Defect dan juga pada Blue Baby Syndrome.
TOF pertama kali dideskripsikan oleh Niels Stensen pada tahun 1672.
tetapi, pada tahun 1888 seorang dokter dari Perancis Etienne Fallot menerangkan
secara mendetail akan keempat kelainan anatomi yang timbul pada tetralogi of
fallot. TOF merupakan penyakit jantung bawaan biru (sianotik) yang terdiri dari
empat kelainan yaitu :
· Defek Septum Ventrikel (lubang pada septum antara ventrikel kiri dan
kanan)
· Stenosis pulmonal (penyempitan pada pulmonalis) yang menyebabkan
obstruksi aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri pulmonal.
· Transposisi / overriding aorta (katup aorta membesar dan bergeser ke
kanan sehingga terletak lebih kanan, yaitu di septum interventrikuler).
· Hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan). Komponen
yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah
stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat.
2. Etiologi
Pada sebagian kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui
secara pasti, akan tetapi diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.
Faktor- faktor tersebut antara lain:
a. Faktor endogen:
· Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
· Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
· Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.
b. Faktor eksogen
· Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,
minum obat-obatan tanpa resep dokter (thalidomide, dextroamphetamine,
aminopterin, amethopterin, jamu)
· Selama hamil ,ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi virus
lainnya.
· Pajanan terhadap sinar-X
· Gizi yang buruk selama hamil
· Ibu yang alkoholik
· Usia ibu di atas 40 tahun.
(Sumber : Ilmu Kesehatan Anak, 2001)
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut
jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari
90% kasus penyebab adalah multi faktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap
faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena
pada minggu ke delapan kehamilan, pembentukan jantung janin sudah selesai.
TOF lebih sering ditemukan pada anak-anak yang menderita Syndroma
Down. TOF dimasukkan ke dalam kelainan jantung sianotik karena terjadi
pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke seluruh tubuh, sehingga
terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruan) dan sesak napas. Mungkin gejala
sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan sianotik
baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan sianotik karena
menyusu atau menangis.
3. Manifestasi Klinik
Gejala bisa berupa :
a. Sianosis terutama pada bibir dan kuku
b. Bayi mengalami kesulitan untuk menyusu
c. Setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok (squating) untuk
mengurangi hipoksi dengan posisi knee chest
d. Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang karena kulit atau tulang di
sekitar kuku jari tangan membesar)
e. Pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung lambat
f. Sesak napas jika melakukan aktivitas dan kadang disertai kejang atau pingsan
g. Berat badan bayi tidak bertambah
h. Pada auskultasi terdengar bunyi murmur pada batas kiri sternum tengah
sampai bawah.
Serangan sianosis dan hipoksia atau yang disebut “blue spell” terjadi ketika
kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode biasanya terjadi bila anak
melakukan aktivitas (misalnya menangis, setelah makan atau mengedan).
(Buku ajar Keperawatan Kardiovaskuler, 2001).
4. Patofisiologi
Proses pembentukan jantung pada janin mulai terjadi pada hari ke-18
usia kehamilan. Pada minggu ke-3 jantung hanya berbentuk tabung yang disebut
fase tubing. Mulai akhir minggu ke-3 sampai minggu ke-4 usia kehamilan, terjadi
fase looping dan septasi, yaitu fase dimana terjadi proses pembentukan dan
penyekatan ruang-ruang jantung serta pemisahan antara aorta dan arteri
pulmonalis. Pada minggu ke-5 sampai ke-8 pembagian dan penyekatan hampir
sempurna. Akan tetapi, proses pembentukan dan perkembangan jantung dapat
terganggu jika selama masa kehamilan terdapat faktor-faktor resiko.
Kesalahan dalam pembagian Trunkus dapat berakibat letak aorta yang
abnormal (overriding), timbulnya penyempitan pada arteri pulmonalis, serta
terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan demikian, bayi akan lahir dengan
kelainan jantung dengan empat kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang besar,
stenosis pulmonal infundibuler atau valvular, dekstro posisi pangkal aorta dan
hipertrofi ventrikel kanan. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul
bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal
hanya infundibuler, pada 10%-25% kasus kombinasi infundibuler dan valvular,
dan 10% kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya adalah stenosis pulmonal
perifer.
Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang normal,
overriding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah ke arah anterior mengarah
ke septum. Klasifikasi overriding menurut Kjellberg: (1) tidak terdapat overriding
aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke belakang ventrikel kiri, (2) Pada
overriding 25% sumbu aorta asenden ke arah ventrikel sehingga lebih kurang 25%
orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan, (3) Pada overridng 50% sumbu
aorta mengarah ke septum sehingga 50% orifisium aorta menghadap ventrikel
kanan, (4) Pada overriding 75% sumbu aorta asenden mengarah ke depan venrikel
kanan. Derajat overriding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat
stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri (Ilmu Kesehatan anak, 2001).
Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang
bersamaan, maka :
Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui lubang pada
septum interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel kiri, sehingga
terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenasi dan belum teroksigenasi.
Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel
kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal.
Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum
ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, akan tetapi apabila
tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel kiri maka darah akan
mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri (right to left shunt).
Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam
aorta yg bertekanan tinggi serta harus melawan tekanan tinggi akibat stenosis
pulmonal maka lama kelamaan otot-ototnya akan mengalami pembesaran
(hipertrofi ventrikel kanan).
Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel
kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi
stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati defek septum
ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya darah yang dialirkan ke seluruh
tubuh tidak teroksigenasi, hal inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis. (Ilmu
Kesehatan anak, 2001).
Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infundibulum berat, menangis
lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien dengan TOF mengalami
hipoksia spell yang ditandai dengan : sianosis (pasien menjadi biru), mengalami
kesulitan bernapas, pasien menjadi sangat lelah dan pucat, kadang pasien menjadi
kejang bahkan pingsan.
Keadaan ini merupakan keadaan emergensi yang harus ditangani segera,
misalnya dengan salah satu cara memulihkan serangan spell yaitu memberikan
posisi lutut ke dada (knee chest position).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat
saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18
gr/dl dan hematokrit antara 50-65%. nilai AGD menunjukkan peningkatan
tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2)
dan penurunan pH.
b. Radiologis
Sinar-X pada thoraks didapat gambaran penurunan aliran darah pulmonal,
gambaran penurunan aliran darah pulmonal, gambaran khas jantung tampak apeks
jantung terangkat sehingga seperti sepatu boot (boot shape).
c. Elektrokardiogram
· Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
· Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan, kadang terdapat juga hipertrofi
atrium kanan.
· Pada anak yang sudah besar dijumpai P pulmonal
d. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis dan penurunan aliran darah ke paru-
paru.
e. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui Defek
Septum Ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronaria dan mendeteksi
stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen,
peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau
rendah.
(Ilmu Kesehatan Anak, 2001)
6. Penatalaksanaan
Pada penderita yang mengalami serangan stenosis maka terapi ditujukan
untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:
a. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena peningkatan
afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis. Selain itu untuk mengurangi
aliran darah balik ke jantung (venous).
b. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV atau dapat pula diberi
Diazepam (Stesolid) per rektal untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi
takipneu.
c. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan kerena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke
paru menurun. Dengan usaha di atas diharapkan anak tidak lagi takipneu,
sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat
dilanjutkan dengan pemberian :
d. Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut
jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dngan 10 ml
cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separuhnya, bila serangan belum
teratasi sisanyadiberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
e. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penanganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat
meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan
aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
Tindakan operasi dianjurkan untuk semua pasien TOF. Tindakan operasi
yang dilakukan, yaitu :
a. Blalock-Taussig Shunt (BT-Shunt), yaitu merupakan posedur shunt yang
dianastomosis sisi sama sisi dari arteri subklavia ke arteri pulmonal.
b. Waterson Shunt, yaitu membuat anantomosis intraperikardial dari aorta
asending ke arteri pulmonal kanan,hal ini biasanya dilakukan pada bayi. Pada tipe
ini ahli bedah harus hati-hati untuk menentukan ukuran anastomosis yang dibuat
antara bagian aorta asending dengan bagian anterior arteri pulmonal kanan. Jika
anastomosis terlalu kecil maka akan mengakibatkan hipoksia berat. Jika
anastomosis terlalu besar akan terjadi pletora dan edema pulmonal.
c. Potts Shunt, yaitu anastomosis antara aorta desenden dengan arteri pulmonal
yang kiri. Teknik ini jarang digunakan.
d. Total Korektif, terdiri atas penutupan VSD, valvotomi pulmonal dan reseksi
infundibulum yang mengalami hipertrofi. (Ilmu Kesehatan Anak, 2001)
7. Prognosis
Umumnya prognosisnya buruk pada penderita TOF tanpa operasi.
Penderita TOF derajat sedang tanpa operasi dapat bertahan hidup sampai umur 15
tahun dan hanya sebagian kecil yang bertahan sampai dekade ketiga.
8. Komplikasi
1. Trombosis pulmonal
2. Polisitemia
3. Abses otak
4. Perdarahan
5. Anemia relatif
1.5 Etiologi
Penyebab gangguan perkembangan tidak diketahui, tetapi hipotesis adalah
termasuk penyebab organik dan perkembangan. Faktor resikonya adalah
prematuritas, hipoksia, malnutrisi perinatal, dan berat badan lahir rendah.
Kelainan neurokimiawi dan lesi lobus parietalis juga telah diajukan berperan
dalam defisit koordinasi
Gangguan koordinasi motorik dan gangguan komunikasi memiliki
hubungan yang kuat, walaupun agen penyebab spesifik tidak diketahui untuk
keduanya. Masalah koordinasi juga lebih sering dibandingkan biasanya pada
anak-anak dengan perilaku impulsif dan berbagai gangguan belajar. Gangguan
koordinasi motorik kemungkinan memiliki penyebab yang multifaktoral .
Penyebab keterlambatan perkembangan umum (KPG) antara lain
gangguan genetik atau kromosom seperti sindrom Down; gangguan atau
infeksi susunan saraf seperti palsi serebral atau CP, spina bifida, sindrom
Rubella; riwayat bayi risiko tinggi seperti bayi prematur atau kurang bulan,
bayi berat lahir rendah, bayi yang mengalami sakit berat pada awal kehidupan
sehingga memerlukan perawatan intensif dan lainnya.
KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan
neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan
neuromuskular. Tabel berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi KPG :
Tabel 1. Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters AV, 2010)
8
Kategori Komentar
Genetik atau Sindromik Sindrom yang mudah
Teridentifikasi dalam 20% dari diidentifikasi, misalnya Sindrom
mereka yang tanpa tanda-tanda Down
neurologis, kelainan dismorfik, Penyebab genetik yang tidak
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi
dini gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau
panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental
Screening Test – II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan
motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parent’s
Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat
skrining yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language
Milestone Scale) dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang
dipakai untuk menilai kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk
anak di bawah 3 tahun.10,11
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan
kemungkinan gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining
yang dilakukan pada anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan
periodik. Adapun beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain11,12:
a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum
glukosa, bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining
metabolik rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak
dianjurkan sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik
dilakukan hanya bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan
pemeriksaan fisik yang mengarah pada suatu etiologi yang spesifik.
Sebagai contohnya, bila anak-anak dicurigai memiliki masalah dengan
gangguan motorik atau disabilitas kognitif, pemeriksaan asam amino dan
asam organik dapat dilakukan. Anak dengan gangguan tonus otot harus
diskrining dengan menggunakan kreatinin phospokinase atau aldolase
untuk melihat adanya kemungkin penyakit muscular dystrophy.
b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak
ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang
menunjukkan suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan
bila adanya riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk
Fragile X lebih sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih
tinggi dan severitas yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin
saja dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis Rett syndrome
perlu dipertimbangkan pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga
berat yang tidak dapat dijelaskan.
c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid
kongenital perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG
hanya dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada
disfungsi tiroid.
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki
riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner).
Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga
belum dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak
dengan KPG tanpa riwayat epilepsi.
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada
KPG (terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI
harus lebih dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis
secara klinis sebelumnya.
1.8 Diagnosis Banding
Terdapat beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa
keterlambatan perkembangan, yaitu cerbral palsy, retardasi mental, Attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD).12
1.8.1 Cerebral Palsy (CP)
Ada tiga faktor resiko awal yaitu bayi lahir prematur (semakin kecil
usia, semakin tinggi faktor risiko), bayi lahir dengan ensefalopati sedang
hingga berat (semakin berat keluhan semakin berat risiko), dan bayi yang
lahir dengan faktor risiko paling ringan. Dua faktor risiko awal tersebut harus
ditunjang dengan MRI untuk melihat gambaran otak. Bila terdapat gangguan
bahasa, penglihatan, pendengaran dan epilepsi, dapat dicurigai hal tersebut
adalah suatu gambaran CP. Selain itu, diagnosis palsi serebral dapat dilakukan
berdasarkan kriteria Levine (dikutip dari Soetjiningsih, 19957), yaitu pola
gerak dan postur; pola gerak oral; strabismus; tonus otot; evolusi reaksi
postural dan kelainannya yang mudah dikenal; refleks tendon, primitif dan
plantar.
1.8.2 Retardasi Mental
Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan
keterbatasan dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria
DSM-IV, retardasi mental adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata,
terdapat gangguan fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18 tahun. Untuk
mengetahui adanya gangguan fungsi intelegensi, digunakan tes IQ (akurat
diatas umur 5 tahun), dengan klasifikasi hasil:
a. Ringan , yaitu IQ 50-70
b. Sedang, yaitu IQ 40-50
c. Berat, yaitu IQ 20-40
d. Sangat berat, yaitu IQ <20
1.8.3 Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
ADHD merupakan suatu gangguan yang terjadi sangat awal dari
kelahiran bayi, yang dinamis, serta tergantung dengan perkembangan korteks.
Tanda ADHD yaitu development delay, nilai akademik yang rendah, serta
permasalahan sosial. Penggunaan milestones pada tahun ke-3 mudah
mengarahkan diagnosis ADHD.
1.8.4 Autism Spectrum Disorder (ASD)
Tanda awal ASD adalah respon sosial yang tergannggu. Pada tahun
pertama akan sulit membedakan antara ASD dengan keterbelakangan
perkembangan, yaitu ciri tidak berespon ketika nama dipanggil, afek kurang,
berkurangnya interaksi sosial, dan sulit untuk tersenyum. Pada tahun kedua
dan ketiga, bahasa tubuh tidak lazim dan sangat ekspresif. Perilaku lain yakni
motorik, sensorik dan beberapa domain lain yang tidak normal.
1.9 Penatalaksanaan
Perlu ditekankan pada orang tua dari anak dengan kelainan ini, bahwa
tujuan pengobatan bukan membuat anak menjadi normal seperti anak lainnya,
tetapi mengembangkan kemampuan yang ada seoptimal mungkin, sehingga
diharapkan dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau dengan
sedikit bantuan.
1. Aspek Medis
Aspek gizi umum
1. Gizi: gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi
penderita ini. Karena sering terdapat kelainan pada gigi, kesulitan
menelan, sukar untuk menyatakan keinginan untuk makan.
Pencatatan rutin perkembangan berat badan perlu dilakukan
2. Imunisasi dan perawatan kesehatan tetap dilakukan
3. Sering terjadi konstipasi dan decubitus
Terapi medikamentosa
4. Sesuai kebutuhan anak, seperti obat relaksasi otot, anti kejang,
dan lain-lain
2. Terapi pembedahan ortopedi. Misal tendon yang memendek. Tujuan
pembedahan adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu
kuat atau untuk transfer dari fungsi
3. Fisioterapi
1. Teknik tradisional: latihan luas gerak sendi, stretching, latihan
penguatan dan peningkatan daya tahan otot, latihan duduk,
berdiri, pindah, jalan
2. Motor function training
3. Terapi okupasi
4. Ortotik, bertujuan untuk stabilitas, mencegah kontraktur,
mencegah deformitas
5. Agar tangan lebih berfungsi
4. Terapi wicara
2. Aspek non medis
1. Pendidikan: apabila terdapat kecatatan mental, disekolahkan di SLB
2. Pekerjaan
3. Problem social
4. Lain-lain (Soetjiningsih, 1995)
2. Keterlambatan Perkembangan
Seorang anak dapat mengalami keterlambatan perkembangan di hanya
satu ranah perkembangan saja, atau dapat pula di lebih dari satu ranah
perkembangan. Keterlambatan perkembangan umum atau global developmental
delay merupakan keadaan keterlambatan perkembangan yang bermakna pada dua
atau lebih ranah perkembangan. Secara garis besar, ranah perkembangan anak
terdiri atas motor kasar, motor halus, bahasa/ bicara, dan personal sosial /
kemandirian. Sekitar 5 hingga 10% anak diperkirakan mengalami keterlambatan
perkembangan. Data angka kejadian keterlambatan perkembangan umum belum
diketahui dengan pasti, namun diperkirakan sekitar 1-3% anak di bawah usia 5
tahun mengalami keterlambatan perkembangan umum.
3. Diagnosis mikrosefali
Untuk mendiagnosis kelainan ukuran kepala, dapat dilakukan dengan gejala
atau manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang seperti radiologis. Sedangkan
untuk mendiagnosis keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan dapat
dilakukan dengan cara mengukur Berat badan , Tinggi badan , dan lingkar kepala
dengan rutin.
Berat badan dipengaruhi oleh:
1. Genetik (keturunan)
2. Asupan nutrisi (makan, minum, camilan)
3. Penyerapan usus dan pengeluaran
4. Aktivitas fisik
5. Metabolisme tubuh, hormone
6. Penyakit kronik (jantung, ISK,TBC)
7. Kadar air dan lemak tubuh,
Sedangkan lingkar kepala diukur karena berhubungan dengan
perkembangan volume otak. Lingkar kepala yang lebih kecil dari normal
(mikrosefali) biasanya menunjukkan retardasi mental. Lingkar kepala yang lebih
besar (makrosefali) sebagian besar (88%) menunjukkan IQ yang normal,
5%retardasi mental ringan, dan 7% retardasi mental berat
Berikut Patofisiologi dari mikrosefali dan development delay
Morbili
Sifilis
Penyinaran
Genetik Antenatal
Toksoplasmosis
Etiologi
Intranatal Kelainan sirkulasi
darah janin
Perdarahan
Anoksia
Ensefalitis
Trauma kepala
Malnutrisi
Global
Global Delay
Delay development
development
Malnutrisi
Perlakuan dibedong ketat
selama 6 bulan
Asfiksia Neonatorum
Gangguan SSP
Ensefalopati
Hipoksia Iskemik
Glukosa
Glikogenolisis
Glukogenolisis
Glikolisis
Glikolisis
Glikolisis
Asam laktat
Asam laktat
ATP ATP
Kelainan Neurologis
Nekrosis Kortikal
Nekrosis Multifokal
Nekrosis fokal
MIKROSEFALI
C. Kelainan Tumbuh Kembang pada Kelainan Jantung Bawaan
Gangguan sistem saraf pusat, gangguan perkembangan fungsional, dan
kognitif telah banyak dilaporkan pada anak-anak dengan PJB. Masalah dalam
pemberian makan menyebabkan gagal tumbuh, yang umum terjadi pada bayi dan
anak-anak muda dengan penyakit jantung kongenital, dan dapat mengakibatkan
gangguan perkembangan dan intelektual.
Keterlambatan perkembangan pada anak dengan penyakit kronis
disebabkan multifaktorial. Beberapa faktor yang penting dalam menjelaskan
keterlambatan perkembangan diantaranya:
Pertama, anak-anak dengan penyakit jantung sering kemampuan fisiknya
kurang mampu untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka, sehingga mereka
membatasi aktivitasnya. Gangguan kemampuan fisik juga menghambat
perkembangan keterampilan lain, seperti perilaku eksplorasi.
Kedua, kecemasan dan kekhawatiran pada anak yang sakit sering menyebabkan
orang tua overprotektif. Sejumlah ibu-ibu mengaku menjaga anak-anak mereka
jauh dari orang lain (misalnya, karena takut infeksi), sehingga membatasi interaksi
sosial dan membatasi gerakan anak mereka. Hal ini mempengaruhi perkembangan
bicara dan keterampilan sosialisasi khususnya, konsisten dengan penelitian bahwa
anak-anak dengan PJB dilakukan secara signifikan kurang baikdari rekan-rekan
sehat mereka pada skala pribadi / sosial dan berbicara dan mendengar.
Sejumlah penelitian telah menyelidiki toleransi latihan pada anak dengan
berbagai bentuk penyakit jantung bawaan. Tergantung pada keparahan
malformasi, keberhasilan prosedur korektif dan keberadaan gejala-gejala sisa,
menyebabkan kinerja fisik menjadi terbatas. Bahkan anak-anak dengan lesi yang
tidak dikoreksi / masih ringan, atau mereka yang tidak ada gejala sisa setelah
operasi sebelumnya, dapat terlihat pengurangan dalam kinerja fisik mereka.
Dampak dari kelainan jantung bawaan pada perkembangan anak, tergantung pada
jenis dan beratnya kelainan serta waktu dan keberhasilan terapi. Untuk beberapa
malformasi yang komplek, solusi yang tersedia hanya paliatif. Lesi seperti TF,
DSA, dan TAB dapat diperbaiki pada masa bayi dengan waktu jangka panjang.
Setelah koreksi berhasil baik pada masa bayi, kebanyakan anak yang lahir dengan
malformasi kongenital sianotik dapat melakukan kegiatan fisik yang normal.
Sementara pembatasan aktivitas fisik dapat direkomendasikan pada anak dengan
temuan klinis yang signifikan pasca-operasi, sementara kelompok anak tanpa
gejala klinik setelah operasi tidak memerlukan pembatasan dan harus melakukan
aktifitas fisik normal.
Hal ini tidak menjelaskan defisit perkembangan motorik yang diamati
pada anak-anak dengan PJB. Orang tua dan pengasuh lainnya memainkan peran
penting dalam perkembangan anak. Status kesehatan anak merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi gaya asuh orang tua. Sikap orang tua secara signifikan
dapat mempengaruhi seluruh perkembangan anak. Orang tua dari anak-anak
dengan PJB dapat mengubah dan membesarkan mereka untuk mengasimilasi
kebutuhan anak. Sebuah penelitian baru mengungkapkan bahwa ibu yang anak-
anaknya dengan PJB dilaporkan mempunyai tingkat kewaspadaan yang tinggi
daripada ibu dari anak yang sehat. Bahkan ada penelitian yang melaporkan
peningkatan kadar stress pada orang tua dengan anak yang terkena PJB. Stres
orang tua cenderung lebih tinggi dengan bertambahnya usia anak, hal ini
disebabkan dengan bertambahnya usia membuat orang tua sulit untuk menentukan
batas-batas dan menjaga kontrol terhadap anak mereka.28
Ketiga, efek dari sakit yang berkepanjangan dan rawat inap yang mungkin
penting. Beberapa anak dalam kelompok jantung telah menghabiskan jangka
waktu yang lama di rumah sakit, mengakibatkan inkonsistensi dari lingkungan
fisik dan jumlah orang yang terlibat dengan anak, yang selanjutnya bisa
dikompromikan perkembangan mereka.26
Keempat, status gizi anak yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat
kebugaran dan kesehatan, serta membantu pertumbuhan bagi anak. Status gizi
merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi, yang dapat diukur
dengan mengukur berat badan dan panjang badan.29 Berdasarkan WHO 2005,
salah satu penentuan status gizi adalah menurut Indeks Masa Tubuh menurut
umur, dengan ambang batas sebagai berikut:
Untuk anak usia 0-60 bulan:
- Jika > +2 SD dikatakan gemuk
- Jika -2 sampai +2 SD dikatakan normal
- Jika -3 sampai < -2 SD dikatakan kurus
- Jika < -3 SD dikatakan sangat kurus
Usia 5- 18 tahun:
- Jika > +2 SD dikatakan obesitas
- Jika > +1 sampai + 2 SD dikatakan gemuk
- Jika -2 sampai 1 SD dikatakan normal
- Jika -3 sampai < -2 SD dikatakan kurus
- Jika < -3 SD dikatakan sangat kurus
Kelima, hipoksia seluler. Beberapa bukti menunjukkan bahwa konsumsi
oksigen PJB sianotik lebih rendah daripada PJB non sianotik. Hipoksia
menyebabkan kegagalan pertumbuhan diduga karena efek langsung pada
pertumbuhan dan multiplikasi sel.31 Hipoksia diduga menyebabkan berkurangnya
pembelahan sel akibat berkurangnya sintesa protein. Mekanisme yang
menyebabkan berkurangnya sel lemak pada penderita diduga akibat hipoksia
kronis pada saat fase pertumbuhan cepat (awal kehidupan).
Anak-anak dengan PJB juga menunjukkan kekuatan otot berkurang secara
signifikan dan gangguan keseimbangan. Kekuatan otot dan keseimbangan
merupakan komponen penting dari keterampilan motorik yang beberapa tingkat
tertentu kekuatan otot dan keseimbangan diperlukan untuk melakukan tugas-tugas
tertentu. Di sisi lain, kemampuan untuk melakukan tugas motorik beberapa
keterampilan digunakan sebagai indikator aspek spesifik kekuatan dan
keseimbangan.