PEMBAHASAN
Proses konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik. Menurut
Brammer (1979) dalam bukunya “konseling individual” oleh Sofyan S. Willis, proses
konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi para
peserta konseling tersebut (konselor dan klien).
Secara umum proses konseling individual terbagi atas tiga tahapan yaitu sebagai
berikut:
Adapun yang dilakukan oleh konselor dalam proses konseling tahap awal ini adalah
sebagai berikut:
2) Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara. Hal ini bisa terjadi jika :
i. Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta
menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah
yang dihadapinya.
3) Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun
pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien. Karena kontrak
dinegosiasikan agar betul-betul memperlancar proses konseling.3
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu:
1) Memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang memadai Klien dapat melakukan
keputusan tersebut karena dia sejak awal sudah menciptakan berbagai alternative dan
mendiskusikannya dengan konselor, lalu dia putuskan alternative mana yang terbaik.
Pertimbangan keputusan tersebut tentunya berdasarkan kondisi objektif yang ada pada
diri dan diluar diri.
2) Terjadinya transfer of learning pada diri klien Klien belajar dari proses konseling
mengenai perilakunya dan hal-hal yang membuatnya terbuka untuk mengubah
perilakunya diluar proses konseling. Artinya klien mengambil makna dari hubungan
konseling untuk kebutuhan akan suatu perubahan.
3) Melaksanakan perubahan perilaku Pada akhir konseling klien sadar akan perubahan
sikap dan perilakunya. Sebab ia datang minta bantuan adalah atas kesadaran akan
perlunya perubahan pada dirinya.
2) Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat dan dinamik.
3) Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
Kehadiran klien untuk pertama kalinya kepada konselor pada awalnya hanya
untuk mengkonsultasikan masalah pribadinya dan biasanya dilakukan klien sendiri tanpa
kehadiran anggota keluarga. Setelah konselor merasa bahwa permasalahan klien lebih
sesuai ditangani dengan konseling kelurga, maka pada tahap penanganan (treatment),
konselor dapat meminta persetujuan klien agar melibatkan anggota keluarganya. Sebelum
melakukan tahapan penanganan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
konselor, yaitu:
3) Gunakan rasa takut/ancaman dengan tepat Apabila permasalahan klien terlalu berat
sementara anggota keluarga menolak untuk menjalani proses konsleing, maka konselor
dapat memberikan ancaman yang tepat dan logis untuk menenkankan bahwa
permasalahan klienbenar-benar serius dan membutuhkn bantuan mereka. Dengan tujuan
A.Pengembangan Rapport
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan rapport yang baik
yakni diawal pertemuan ketika klien memasuki ruangan konseling dengan
memperhatikan beberapa aspek berikut:
1.Kontak Mata
6 Mamat Supriatna, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2011.hal 233-235.
7 Mahmudah, Bimbingan & Konseling Keluarga, Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015.hal. 135
Perilaku non verbal adalah perilaku yang dimunculkan melalui bahasa
tubuh, misalnya, menunjukkan perilaku attending, bersahabat/akrab, hangat, luwes,
keramahan, senyum, menerima, jujur/asli, penuh perhatian dan terbuka yang kesemua
perilaku tersebut ditunjukkan melalui bahsa tubuh, anggukkan, ekspresi wajah/muka,
dan sebagainya. Dengan menunjukkan perilaku non verbal yang baik, maka akan
mengantarkan pada klien merasa nyaman, dengan demikian klien akan merasa
diperhatikan.
3.Bahasa Lisan/Verbal
Perlu diketahui bahwa tujuan dari penciptaan rapport adalah dalam rangka
membangun suasana yang baik, memberikan keberanian dan kepercayaan diri klien agar
menyampaikan isi hati, perasaan, kesulitan, dan bahkan kerahasiaan kepada konselor.
Dan hal ini tidak akan tercapai jika konselor tidak bias membangun rapport yang baik
dengan klien.
b. Konselor yang terikat dengan nilai-nilai yang dianutnya secara sadar atau tidak
mampu mempengaruhi system nilai klien. Oleh karena itu, konselor hendaknya hati-hati
sebab jika ia menilai, maka hubungan konseling tidak akan memberikan hasil yang
efektif.
c. Konselor dihantui oleh kelemahan teori dan teknik konselingnya terutama bagi
konselor pemula.
Sedangkan kesulitan lain juga bisa muncul dari pihak klien, yaitu:
a. Jika ada anggota keluarga (seorang ataupun beberapa orang) tidak mempunyai
motivasi untuk mengikuti konseling.
b. Ada klien yang enggan disebabkan dipaksa oleh orang tua, suami/istri, polisi,
ataupun pihak lainnya.
c. Klien yang sudah berpengalaman dan dating berkali-kali ke konselor dalam rangka
melakukan konseling, akan tetapi justru karena pengalamannya tersebut seakan-akan dia
merasa kecanduan untuk mengobrol bukan untuk meminta bantuan konseling.
Terdapat dua teknik konseling keluarga yang efektif yaitu sculpting dan role playing.
Kedua teknik ini memberikan peluang bagi pernyataan-pernyataan emosional tertekan,
dan penghargaan terhadap luapan emosi anggota keluarga. Dengan demikian segala
kecemasan dan ketegagan psikis akan dapat mereda, sehingga memudahkan untuk
treatment konselor serta rencana anggota keluarga.
Proses konseling ini, berjalan seperti konseling individual, akan tetapi konselor
berusaha memberi ketahanan kepada klien agar dengan perilaku barunya itu ia dapat
memberikan dampak positif bagi interaksi di dalam keluarga.
4. Genuine, yakni konselor menunjukkan sikap yang asli dan jujur dengan dirinya
sendiri, wajar dalam ucapan dan perbuatan.
5. Empati, yakni seorang konselor dapat merasakan apa yang dirasakan klien.
Biasanya kesulitan terjadi pada tahap awal konseling, hal ini terutama bagi para konselor
pemula. Di samping itu, penggunaan respon yang tepat sesuai dengan isi pernyataan klien
juga merupakan masalah yang merepotakn konselor pemula. Untuk itu, usaha menuju
pemantapan ketrampilan konseling bisa merupakan hal yang sebaiknya dilakukan dengan
sungguh-sungguh.8
IV. KESIMPULAN
Proses konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi
para peserta konseling tersebut (konselor dan klien). Setiap tahapan proses konseling
membutuhkan ketrampilan-ketrampilan khusus. Namun ketrampilan-ketrampilan tersebut
bukanlah yang utama jika hubungan konseling tidak mencapai raport. Dinamika
hubungan konseling ditentukan oleh penggunaan ketrampilan yang bervariatif, sehingga
dalam proses konseling tidak merasa membosankan, akan tetapi sangat bermakna dan
berguna. Tahapan proses konseling keluarga itu sendiri terdiri dari pengembangan
rapport, pengembangan apresiasi emosional, pengembangan alternative modus perilaku,
fase membina hubungan konseling, memperlancar tindakan positif.
8 Mahmudah, Bimbingan & Konseling Keluarga, Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015.hal. 135-140
DAFTAR PUSTAKA
Mahmudah, Bimbingan & Konseling Keluarga, Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015.