Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai makhluk hidup yang diciptakan Tuhan sempurna dari makhuk


hidup lainnya, di beri kemampuan berpikir dan menyesuaikan hidup di
lingkungan yang berbeda-beda. Suatu upaya penyesuaian fisiologis atau
adaptasi dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan
dimasukinya ini disebut dengan aklimatisasi (Pratama: 2011).

Olahraga memerlukan adanya penyesuaian tubuh terhdap kondisi


lingkungan, termasuk panas lingkungan. Aklimatisasi harus dipahami oleh
para atlet dan para pelatih,seorang atlet harus memahami kondisi lingkungan
atau kondisi cuaca sebelum bertanding agar dapat mempersiapkan diri
dengan maksimal.Untuk pelatoh menguasai ilmu aklimatisasi sangat wajib
dimiliki,dengan ilmu aklimatisasi seorang pelatih akan dapat menentukan
porsi yang sesuai dengan keadaan lingkungan dan cuaca di sekitar sehingga
seorang altet akan dengan mudah menerima apa yang telah disampaikan
seorang pelatih.

Dalam aklimatisasi program latihan untuk menyesuaikan diri terhadap


lingkungan sangat dibutuhkan sehingga tidak asal berlatih,apabila progarm
latihan yang dilakukan sesuai maka seorang altet akan cepat beradaptasi
dengan lingkungan dan akan mendapatkan hasil yang memuaskan tetapi
sebaliknya apabila program tidak sesuai seorang atlet akan susah beradaptasi
dengan lingkungan dan hasilnya juga kurang memuaskan.
2

1.2 Rumusan Masalah

1) Apakah yang dimaksud dengan aklimatisasi itu ?


2) Bagaimana hubungan aklimatisasi panas dengan Olahraga?
3) Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
aklimatisasi tubuh terhadap panas ?
4) Bagaimanakah cara pembuangan panas tubuh pada saat berolahraga
?
5) Apa sajakah cedera atau penyakit yang dapat timbul kegagalan
aklimatisasi panas ?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1) Untuk mengetahui pengertian aklimatisasi
2) Untuk mengetahui hubungan aklimatisasi panas dengan olahraga
3) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
aklimatisasi tubuh terhadap panas
4) Untuk mengetahui cara pembuangan panas tubuh pada saat
berolahraga
5) Untuk mengetahui cedera atau penyakit yang dapat timbul akibat
kegagalan aklimatisasi panas
3

BAB II AKLIMATISASI TUBUH TERHADAP PANAS

2.1 Suhu Tubuh

Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara produksi panas dan


kehilangan panas (MarieB dan Hoehn dalam McCallum: 2012 ). Jika tingkat
panas yang dihasilkan setara dengan tingkat panas yang hilang, suhu tubuh
inti akan stabil (Tortora dan Derrickson dalam McCallum: 2012).

Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor


yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu
tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu
tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang
diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat
temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh
akan melakukan mekanisme umpan balik.

Rata-rata suhu tubuh manusia normal adalah berkisar antara 36,5 sampai
37,5ºC, akan tetapi pada pagi hari akan berkurang sampai 36 ºC, daripada
saat latihan suhu tubuh dapat meningkat sampai mendekati 40 ºC tanpa efek
sakit, karena perubahan tersebut merupakan kondisi fisiologis yang normal.
Akan tetapi, suhu tubuh juga dapat meningkat akibat adanya perbedaan suhu
lingkungan dan kelembaban udara yang relatif tinggi.

2.2 Faktor Eksternal dan Internal yang mempengaruhi Perubahan


Suhu Tubuh

Tubuh selalu mempertahankan suhu normalnya agar tidak terjadi


gangguan pada proses Homeostasis. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh (Eliasih: 2012)

a. Usia

Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme


pengaturan suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang
drastis terhadap lingkungan. Pastikan mereka mengenakan yang cukup
4

dan hindari pajanan terhadap suhu lingkungan. Seorang bayi baru lahir
dapat kehilangan 30 % panas tubuh melalui kepala sehingga dia harus
menggunakan tutup kepala untuk mencegah kehilangan panas. Suhu
tubuh bayi lahir berkisar antara 35,5˚C sampai 37,5˚C.Regulasi tubuh
baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan terus
menerus menurun saat seseorang semakin tua. Para dewasa tua
memiliki kisaran suhu tubuh yang lebih kecil dibandingkan dewasa
muda.

b. Olahraga

Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan


pemecahan karbonhidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga
meningkatkan metabolisme dan dapat meningkatkan produksi panas
sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama
seperti jalan jauh dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 41 C.

c. Kadar Hormon

Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih


besar. Hal ini dikarenakan adanya variasi hormonal saat siklus
menstruasi. Kadar progesteron naik dan turun sesuai siklus menstruasi.
Saat progesterion rendah suhu tubuh dibawah suhu dasar, yaitu sekitar
1/10”nya. Suhu ini bertahan sampai terjadi ovulasi. Saat ovulasi, kadar
progesteron yang memasuki sirkulasi akan meningkat dan menaikan
suhu tubuh ke suhu dasar atau suhu yang lebih tinggi. Variasi suhu ini
dapat membantu mendeteksi masa subur seorang wanita. Perubahan
suhu tubuh juga terjadi pada wanita saat menopause. Mereka biasanya
mengalami periode panas tubuh yang intens dan perspirasi selama 30
detik sampai 5 menit. Pada periode ini terjadi peningkatan suhu tubuh
sementara sebanyak 4 C, yang sering disebut hotflases. Hal ini
diakibatkan ketidakstabilan pengaturan fasomor.

d. Irama sircadian
5

Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1 C selama periode


24 jam. Suhu terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada
siang hari suhu tubuh meningkat dan mencapai maximum pada pukul 6
sore, lalu menurun kembali sampe pagi hari. Pola suhu ini tidak
mengalami perubahan pada individu yang bekerja di malam hari dan
tidur di siang hari. Dibutuhkan 1 sampai 3 minggu untuk terjadinya
pembalikan siklus. Secara umum, irama suhu sircadian tidak berubah
seiring usia.

e. Stres

Stres fisik maupun emosianal meningkatkan suhu tubuh melalui


stimulasi hormonal dan syaraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan
metabolisme, yang akan meningkatkan produksi panas. Klien yang
gelisah akan memiliki suhu normal yang lebih tinggi.

f. Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme


kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti
suhu lingkungan. Suhu lingkungan lebih berpengaruh terhadap anak-
anak dan dewasa tua karena mekanisme regulasi suhu mereka yang
kurang efisien.

g. Perubahan suhu

Perubahan suhu tubuh di luar kisaran normal akan mempengaruhi


titik pengaturan hypotalamus. Perubahan ini berhubungan dengan
produksi panas berlebihan, kehilangan panas berlebihan, produksi panas
minimal, kehilangan panas minimal, atau kombinasi hal di atas. Sifat
perubahan akan mempengaruhi jenis masalah klinis yang dialami klien.

2.3 Aklimatisasi Panas

Pengertian umum dari aklimatisai merupakan suatu upaya penyesuaian


fisiologis atau adaptasi dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru
6

yang akan dimasukinya. Hal ini didasarkan pada kemampuan organisme


untuk dapat mengatur morfologi, perilaku, dan jalur metabolisme biokimia di
dalam tubuhnya untuk menyesuaikannya dengan lingkungan (Pratama:
2011).

Aklimatisasi ini ditandai dengan (Robinson: 1967) :

( a) Berkurangnya kecepatan denyut jantung dan peningkatan stabilitas


peredaran darah , berakibat pada bertambahnnya kefektifan
vasokonstriksi kompensasi dalam viscera dan volume darah diperluas .
perubahan ini memungkinkan aliran darah kulit meningkat dan
konduktansi panas

( b ) perbaikan secara bertahap dalam efisiensi pendinginan evaporative ,


dan dalam sensitivitas dan kapasitas mekanisme berkeringat

( c ) perbaikan secara bertahap dalam pengaturan suhu , sehingga pada


hari kedelapan paparan , jika panas yang bekerja tidak terlalu kuat ,
individu dapat melakukan pekerjaan dalam keadaan panas dengan
peningkatan gradien antara suhu rektal dan kulit dan tanpa suhu inti
yang lebih besar dan metabolisme daripada ketika mereka melakukan
tugas yang sama dalam lingkungan yang dingin

( d ) berkurangnya kecepatan dalam pengeluaran air dari ginjal dan


elektrolit , dan penurunan perlahan konsentrasi keringat sodium , ini
merupakan akibat dari peningkatan berkeringat .

Berdasarkan suhu tubuh makhluk hidup tingkat tinggi seperti hewan dan
manusi dibagi menjadi dua, yaitu makhluk hidup yang memiliki suhu tubuh
relatif konstan (homeotherms), dan makhluk hidup yang suhu tubuhnya
beradaptasi dengan perubahan lingkungan (poikilotherms) . Manusia
memiliki kemampuan untuk tidak tergantung atau dipengaruhi oleh suhu
lingkungannya karena dapat memelihara suhu tubuh yang konstan
sedangkan pada makhluk hidup yang tergolong poikilotherms ketika suhu
lingkungan dingin, suhu tubuhnya menjadi rendah dan laju metaboliknya
7

menurun atau bahkan tidak aktif, akan tetapi pada suhu lingkungan yang
panas, mereka harus mencari tempat untuk berlindung atau bahkan dapat
mengalami kematian. Manusia sebagai makhluk hidup tingkat tinggi yang
keberfungsian aktivitas fisiologis dalam tubuhnya, seperti pengangkutan
oksigen, metabolisme selular dan kontraksi otot tidak begitu terpengaruh
oleh suhu lingkungan, baik panas ataupun dingin pada batasan normal
selama suhu internal tubuh terpelihara.

Saat berolahraga terjadi kontraksi otot yang menyebabkan perubahan


energi menjadi panas. Panas yang terbentuk dialirkan secara cepat dari otot
melalui darah kepermukaan tubuh. Panas tubuh kemudian dibebaskan ke
atmosfer lewat keringat yang keluar dari tubuh. Hal ini sesuai dengan
pendapat Irawan dalam Ronald (2009) yang menyatakan

“Hal lain yang sangat penting selama melakukan olahraga adalah


mempertahankan atau memelihara suhu tubuh. Oleh karena, kontraksi otot
menghasilkan energi. Energi yang terbentuk dari kontraksi otot sebagian
besar berupa energi panas yaitu sebanyak 75% dan sisanya 25% berupa
energi gerak.”

Perubahan energi menjadi panas ketika berolahraga menyebabkan tubuh


akan melakukan adaptasi terhadap kombinasi tekanan dari panas yang
dihasilkan oleh metabolisme internal dan suhu lingkungan yang tinggi.
Kemampuan seseorang untuk beradaptasi dan melakukan latihan pada suhu
lingkungan yang panas disebut sebagai aklimatisasi tubuh terhadap panas
(Heat Acclimatization / HA) (Indra: 2007).

Aklimatisasi panas meningkatkan kemampuan tubuh untuk


mengendalikan suhu tubuh, meningkatkan berkeringat dan meningkatkan
aliran darah melalui kulit, dan memperluas volume darah memungkinkan
jantung untuk memompa darah lebih banyak untuk otot, organ dan kulit yang
diperlukan (Pratama: 2011)
8

Tubuh selalu mempertahankan suhu normalnya , karena itu ketika


berolahraga tubuh melakukan pembuangan panas yang bertujuan untuk
mempertahankan suhunya

Lebih jauh Giriwijoyo dalam Ronald (2009) menjelaskan mekanisme


pembuangan panas, tubuh mempunyai beberapa cara, yaitu:

1. pembuangan panas secara radiasi (pancaran)

Panas dipindahkan dengan cara dipancarkan. Hal ini contohnya pada


waktu seseorang berdiri di dekat api, maka orang itu akan merasa hangat
bahkan semakin lama akan merasa panas, hal ini terjadinya karena pancaran
panas dari api ke sekitarnya termasuk kepada tubuh orang tersebut.

Radiasi diartikan sebagai kehilangan panas dalam bentuk gelombang


panas infra merah (gelombang elektromagnetik). Tubuh manusia
menyebarkan gelombang panas kesegala jurusan.

Pembuangan panas secara radiasi ini dapat bersifat positif dan negatif.
Pada suhu lingkungan sekitar 21oC pembuangan panas tubuh secara radiasi
meliputi jumlah 60% dari seluruh pembuangan panas tubuh. Pada suhu
lingkungan 24-33oC pembuangan panas tubuh secara radiasi menjadi lebih
sulit, sehingga peranannya menurun menjadi 20-35% dari seluruh
pembuangan panas tubuh. Bila suhu lingkungan meningkat menjadi lebih
tinggi dari suhu tubuh, maka tubuh tidak dapat membuang panas dari
lingkungan melalui radiasi seperti halnya bila seseorang berdiri di dekat api.

2. pembuangan panas secara konduksi

Adalah pemindahan panas secara langsung dari tubuh ke suatu benda


yang lebih dingin. Mis : tubuh pada kursi besi, meja, tempat tidur dll.
Termasuk udara dan air. Bila seseorang telanjang maka akan kehilangan 3%
dari kehilangan panas total. Dalam keadaan biasa, pembuangan panas tubuh
secara konduksi berlangsung kecil saja, yaitu hanya kepada selapis tipis
udara yang melekat ke tubuh. Hal ini disebabkan karena udara bukan
penghantar panas yang baik.
9

3. pembuangan panas secara konveksi

Adalah kehilangan panas dengan cara pergerakan udara atau cairan.


Pergerakan sesuai aliran udara/air yang menerpa kulit (angin, kipas angin).
Bila seseorang telanjang maka kehilangan 15% dari kehilangan panas total.

4. pembuangan panas secara evaporasi (penguapan)

Kulit dilengkapi dengan kelenjar keringat dengan jumlah sekitar 2,5 juta
dan tersebar di seluruh permukaan tubuh, terutama di telapak tangan,
telapak kaki dan leher. Bilamana diperlukan maka kelenjar keringat akan
membentuk keringat yang akan dicurahkan ke permukaan kulit, kemudian
diuapkan. Besar pembuangan panas secara evaporasi ditentukan oleh
banyaknya keringat yang berhasil diuapkan, bukan oleh banyaknya keringat
yang dihasilkan.

Jumlah keringat yang diproduksi tergantung beberapa faktor dan


meningkat seiring dengan peningkatan intensitas, aktivitas, temperatur dan
kelembaban udara. Latihan yang lama menimbulkan hilangnya cairan dan
elektrolit dari tubuh melalui keringat. Bahkan lebih jauh Bloomfield dikutip
Giriwijoyo dalam Ronald (2009) menegaskan : “Faktor-faktor yang
menentukan banyaknya keringat yang diuapkan yaitu : (1) suhu tubuh dan
atau suhu lingkungan, (2) jumlah keringat yang dihasilkan, (3) besar aliran
udara (konveksi), (4) kelembaban udara.”

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Aklimatisasi


Tubuh Terhadap Panas

Kemampuan aklimatisasi seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor (Indra:


2007) :

1. Usia

Suatu studi yang melakukan pengontrolan terhadap beberapa faktor


seperti komposisi dan ukuran tubuh, tingkatan kebugaran aerobik,
derajat kemampuan pengaturan suhu atau kemampuan untuk
10

menyesuaikan pada iklim (aklimatisasi). Akan tetapi atlet yang lebih


tua tidak dapat secara efektif mampu melakukan pemulihan dan
dehidrasi, dihubungkan dengan suatu kontrol mekanisme haus,
membuat mereka cenderung lebih rentan terkena status hypohydrasi
kronis, sehingga menyebabkan kekurangan volume plasma dari kondisi
optimal yang akan mempengaruhi kemampuan thermoregulatory (Mack
dalam Indra: 2007)

2. Komposisi lemak tubuh

Panas yang di hasilkan oleh lemak lebih besar dibanding otot,


insulator lemak memperlambat hantaran panas melalui konduksi ke
permukaan tubuh. Akhirnya orang yang gemuk mempunyai rasio area
permukaan yang lebih kecil untuk penguapan keringat dibandingkan
dengan seorang yang lebih kecil atau kurus

3. Banyaknya kelenjar keringat

Kelenjar keringat merupakan salah satu media tubuh untuk


mengeluarkan panas dari dalam ke lingkungan sekitarnya selain melalui
urin dan fase ekspirasi bernafas. Semakin banyak jumlah kelenjar
keringat seseorang, semakin tinggi kemampuannya melepaskan panas
tubuh untuk mempertahankan keseimbangan suhu.

2.5 Olahraga dan Aklimatisasi Panas

Semua pengaturan dalam tubuh manusia menggunakan umpan


balik negatif, dalam arti jika naik akan diturunkan, dan jika turun akan
dinaikkan. Satu-satunya pengaturan dengan umpan balik positif hanya
tekanan darah. Suhu tubuh akan diatur dengan umpan balik negatif.
Ketika berolahraga efektivitas penggunaan energi maksimal 37 %. Oleh
karena itu lebih dari 63 % energi akan menjadi panas, dan tidak akan
lebih dari 37 % yang dapat menjadi energi gerak. Sudah barang tentu
jika latihan berjalan cukup lama akan memungkinkan kenaikan suhu
yang berlebihan. Untuk menghindari hal tersebut maka pembuluh-
11

pembuluh darah tepi akan melebar, pori-pori kulit juga melebar agar
dapat keluar banyak keringat.

Atlet memerlukan pemanasan sebelum melakukan aktivitas. Akan


tetapi jika suhu terlalu tinggi otak yang akan mengalami gangguan
pertama. Pada lari Marathon sangat memungkinkan terjadinya suhu
tubuh yang berlebihan, karena panas akan terus diproduksi sampai lebih
dari tiga jam. Oleh karena itu bagi pelari Marathon, dalam hal
mengikuti lomba tidak diperkenankan melebihi tiga target dalam kurun
waktu satu tahun. Hal demikian untuk menghindari otak agar tidak
terlalu sering mengalami suhu yang terlalu tinggi sehingga
menimbulkan kelainan fungsinya.

Produksi panas tubuh sangat tergantung pada Basal Metabolisme,


tingkat kerja (katabolisme), dan Effisiensi kerja. Tingkat kerja yang
makin besar, makin besar pula panas yang ditimbulkan metabolisme.
Pada atlet terlatih effisiensi kerja (dinamis) cukup tinggi ± 37 %,
sehingga produksi panas yang terjadi pada kerja dinamis - ± 63 %. Jadi
orang terlatih yang melakukan gerak dinamis pada tingkat kerja yang
sama dengan orang biasa, maka suhu yang diproduksi oleh tubuhnya
lebih rendah. Akibatnya proses warming-up atlet terlatih relatif
memerlukan waktu lebih lama.

Panas tubuh yang terjadi pada saat berolahraga akan sangat


berbahaya apabila tidak ada upaya proses pendinginan tubuh. Banyak
usaha tubuh untuk melakukan proses pendinginan tubuh, salah satunya
adalah berkeringat. Pembuangan panas tubuh merupakan masalah
keselamatan bagi semua orang khususnya olahragawan Bloomfield
seperti yang dikutip Giriwijoyo dalam Ronald (2009) menjelaskan
bahwa: “kegagalan membuang panas pada orang dalam keadaan
istirahat akan menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 6 jam,
sedangkan dalam olahraga dapat terjadi dalam waktu dari 30 menit.”
12

Oleh karena itu harus ada pembuangan panas tubuh, pembuangan


panas tubuh (tubuh kehilangan panas) yang paling besar dilakukan oleh
kulit ± 87 %, baik secara radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi.
Radiasi sangat tergantung pada suhu sekitar. Kalau suhu sekitar ± 35 º
C maka proses radiasi tubuh ke udara sekitar mengalami gangguan.
Konduksi adalah dengan rambatan karena bersinggungan dengan benda
dingin. Makin tinggi suhu benda makin kecil proses konduksi panas.
Misal mandi dengan air (yang suhunya ± 24 º C), berarti proses
konduksi akan besar sehingga tubuh akan kehilangan panas besar.
Konveksi adalah proses mengganti udara sekitar tubuh dengan udara
baru, sehingga sebenarnya adalah proses radiasi angin. Evaporasi
adalah proses penguapan cairan yang ada di kulit tubuh (normal adalah
keringat), proses penguapan ini sangat tergantung pada kadar uap air
udara (humidity) sekitar dan angin. Makin kecil kadar uap air (kering),
maka proses evaporasi akan meningkat dan menyebabkan suhu tubuh
turun atau pembuangan panas bertambah.

2.6 Pembuangan Panas Tubuh pada Olahraga

Saat berolahraga hanya sekitar 20-25 % dari energi yang


dilepaskan oleh metabolisme otot, 75-80 % sisanya muncul sebagai panas
(Ergen: 2009)

Seorang atlit harus memiliki kemampuan seseorang


menyeimbangkan antara produksi panas tubuh akibat proses metabolisme
dalam tubuh ketika berolahraga dan suhu lingkungan, dengan jumlah
panas yang dilepaskan.

Keberfungsian dari sistem pengaturan suhu tubuh pada saat


istirahat, aktivitas keseharian, maupun pada saat latihan, memiliki
komponen sebagai berikut.

(1) pusat pengaturan suhu (thermoregulatory center), terdapat di


hypotalamus berfungsi sebagai koordinator informasi yang masuk
13

melalui sensor (afektor) untuk kemudian memberikan reaksi


lanjutan.

(2) reseptor suhu (thermoreseptor) merupakan reseptor sensoris terbagi


menjadi dua bagian, reseptor pusat (central reseptor) pada
hypotalamus dan reseptor tepi (peripheral reseptor)yang terdapat
pada kulit sangat sensitif pada stimulus suhu panas dan dingin dan
memberikan input pada pusat pengaturan suhu yang terletak di
sistem saraf pusat.

(3) Efektor suhu yang diperintah oleh pusat koordinasi melaksanakan


proses pengaturan suhu, diantaranya kelenjar keringat, otot polos pada
arteriola, otot rangka, dan kelenjar endokrin (Costill dalam Indra:
2007)

Berikut Gambar siklus pembuangan panas pada saat olahraga :


14

2.1 Siklus pembuangan panas pada saat olahraga

(Sumber: McCallum: 2012 - Measuring body temperature)

Mekanisme Pengaturan suhu tubuh seperti yang telah disebutkan di atas


diatur oleh hipotalamus yang terletak diantara dua hemisfer otak. Fungsi
hipotalamus adalah seperti termostart.
15

2.2 Penjalaran sinyal suhu pada sistem syaraf

(Sumber: Eliasih: 2012 - Pengaturan Suhu Tubuh)

Suhu yang nyaman merupakan set point untuk operasi system pemanas.
Penurunan suhu lingkungan akan mengaktifkan pemanas

Penjalaran sinyal suhu hampir selalu sejajar, namun tidak persis sama
seperti sinyal nyeri. Sewaktu memasuki medulla spinalis, sinyal akan menjalar
dalam traktus lissaueri sebanyak beberapa segmen diatas atau dibawah dan
selanjutnya akan berakhir terutama pada lamina I, II, III radiks dorsalis sama
seperti untuk rasa nyeri. Sesudah ada percabangan satu atau lebih neuron
dalam medulla spinalis maka sinyal akan menjalarkan keserabut termal
asenden yang menyilang ke traktus sensorik anterolateral sesi berlawanan dan
akan berakhir di (1) area reticular batang otak dan (2) kompleks vetro basal
thalamus. Setelah dari thalamus sinyal di hantarkan ke hipotalamus.
16

Dihipotalamus mengandung dua pusat pengaturan suhu. Hipotalamus bagian


anterior berespon terhadap peningkatan suhu dengan menyebabkan
vasodilatasi dan karenanya panas menguap. Sedangkan hipotalamus bagian
posterior berespon terhadap penurunan suhu dengan menyebabkan
vasokontriksi dan mengaktivasi pembentukan panas lebih lanjut.

2.7 Cedera atau Penyakit yang dapat Timbul Akibat Kegagalan


Aklimatisasi Panas

Konsekuensi yang bisa terjadi bila seseorang melakukan olahraga


atau aktivitas fisik ditempat bersuhu panas adalah bukan hanya
berpengaruh pada penurunan pencapaian dari aktivitas tersebut, tapi juga
meningkatkan resiko terserang salah satu atau beberapa jenis penyakit
yang ditimbulkan oleh suhu yang panas. Kekacauan yang dapat terjadi
pada tubuh kita adalah : heat cramps (kram panas), heat syncope
(penyingkatan ucapan panas), heat exhaoustion (terdapat dua tipe :
penghabisan air, penghabisan garam), heat stroke (serangan panas).
Pengeluaran keringat berlebih pada saat kita melakukan olahraga, juga
dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi (Fahey dalam Indra: 2007)

1) Heat cramps (kram panas) ditandai oleh kekejangan (spamus) pada


kelompok otot yang digunakan selama latihan. Hal tersebut terjadi
karen adanya suatu perubahan dalam hubungan kalium dan sodium di
selaput otot dan diakibatkan oleh pengeringan dan kehabisan garam.
Secara khusus biasanya terjadi pada orang-orang yang menjalankan
aktivitas atau latihan yang berat dan mengeluarkan banyak keringat,
gejala ini lebih sering terjadi pada individu-individu yang tidak dapat
beraklimatisasi dengan baik.
2) Heat exhaustion-water depletion. Lelah kepanasan yang diakibatkan
oleh kehilangan cairan, ditandai oleh adanya pengurangan keringat,
penurunan berat badan yang cukup banyak, mulut dan lidah terasa
kering (“mulut kapas”), kehausan peningkatan suhu inti dan suhu kulit,
kelemahan dan hilangnya koordinasi. Tanda-tanda lainnya adalah air
seni sangat kental, hampir menyerupai warna jeruk.
17

3) Heat stroke (serangan panas) merupakan kegagalan dari hipotalamus


sebagai pusat pengontrolan suhu dalam menghadirkan suatu keadaan
darurat medis utama. Hal tersebut terutama disebabkan oleh suatu
kegagalan sudomotor pusat (pusat pengaturan keringat didalam
hipotalamus), yang kemudian mengakibatkan peningkatan temperatu
inti tubuh yang tinggi (>41oC), kulit panas, kering, dan keadaan
pingsan atau kebingungan ekstrim komplikasi dari heat stroke
meliputi: pingsan, tekanan pada sistem saraf pusat, kelainan fungsi
tubuh, mata gelap, disfungsi ginjal, myglobinuria,
pembekuan/pengentalan darah lemah, kerusakan pada, muntah-muntah
dan diare.
18

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Aklimatisai merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau


adaptasi dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang
akan dimasukinya. Pada saat olahraga tubuh melakukan aklimatisasi
panas. Proses aklimatisasi panas juga dapat diartikan sebagai
pembuangan panas tubuh. Mekanisme pembuangan panas tubuh ketika
olahraga ada beberapa cara yaitu: pembuangan panas secara radiasi
(pancaran), konduksi, konveksi, dan evaporasi (penguapan).
Keberfungsian dari sistem pengaturan suhu tubuh pada saat
istirahat, aktivitas keseharian, maupun pada saat latihan, memiliki
komponen sebagai berikut pusat pengaturan suhu, reseptor suhu, dan
efektor suhu.

Bila seseorang melakukan olahraga tanpa disertai kemampuan


aklimatisasi panas yang baik maka akan berpengaruh pada penurunan
pencapaian dari aktivitas tersebut, serta meningkatkan resiko terserang
salah satu atau beberapa jenis penyakit yang ditimbulkan oleh suhu
yang panas salah satunya adalah heat cramps (kram panas)

Anda mungkin juga menyukai