Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

TUJUAN PRAKTIKUM

1.1 Pemeriksaan Pengelihatan


1.1.1 Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan pengelihatan

1.2 Pemeriksaan Pendengaran


1.2.1 Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan pendengaran
BAB 2
LANDASAN TEORI

PENDENGARAN
Pendengaran terjadi lewat hantaran udara dan hantaran tulang.
Pada hantaran udara, gelombang suara yang terdengar kedalam telinga
melalui perambatan udara, memasuki kanalis auditorius eksterna dan
membuat membran timpani bergetar yang selanjutnya akan menggerakan
maleus, inkus serta stapes. Pendengaran yang melewati hantaran tulang
jika sumber suara bersentuhan dengan kepala sehinggga menghasilkan
vibrasi tengkorak yang dapat menghasilkan gelombang yang berjalan pada
membran basilaris. Pada dua keadaan tersebut, gelombang getaran akan
bergerak dari basis ke apeks kokhlea. Bulu-bulu yang terdapat pada sel
rambut organ corti yang terletak pada membran basilaris pada membran
basilaris tertanam pada membran tektorial dan mengalami deformasi
akibat gelombang getaran yang berjalan terus. Titik pergeseran membran
basilaris yangditentukan oleh frekuensi nada yang merangsangnya terjadi
pada gelombang yang berjalan. Nada suara dengan frekuensi yang tinggi
menyebabakan pergeseran maksimal membran basilaris didekat basis
koklea. Dengan menurunnya frekunsi nada yang menstimulasi, titik
pergeseran maksimal bergerak ke apeks kokhlea (Isselbacher, et al, 1999).

Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat lesi didalam kanalis
auditorius eksterna, telinga tengah, telinga dalam atau lintasan saraf
auditorius sentral. Lesi pada bagian telinga tengah akan menyebabkan
gangguan pendengaran konduktif, sedangkan lesi yang terjadi pada bagian
dalam atau nervus kranialis kedelapan menimbulkan gangguan
pendengaran sensorineural(Isselbacher at all,1999).
Pemeriksaan telinga dapat dilakukan mulai bagian luar , telinga
bagian tengah , telinga bagian dalam. Pada pemeriksaan bagian luar dapat
dimulai dengan pemeriksaan daun telinga dan liang telinga untuk
menentukan bentuk, besar dan posisinya. Untuk pemeriksaan liang telinga
dapat dibantu dengan otoskop. Pemeriksaan selanjutnya adalah membran
timpani. Membran timpani yang normal berbentuk cekung dan mengkilat.
Kemudian dilihat adanya perforasi atau tidak. Kemudian pemeriksaan
mastoid. Pemeriksaan bertujuan untuk melihat adanya pembengkakan
pada daerah mastoid. Pada pemeriksaan telinga dapat dilakukan dengan
bantuan garpu tala untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan
atau tidak (Alimul, 2008).
Tes pendengaran lewat hantaran tulang dilakukan dengan
menempatkan tangkai garpu tala yang ditempelkan pada kepala.
Pendengaran lewat hantaran tulang akan melewati kanalis auditorius
eksterna serta telinga tengah dan menguji keutuhan telinga dalam serta
lintasan saraf auditorius sentral. Tes webeber dan rinne yang
menggunakan garpu tala dapat dilakukan untuk membedakan gangguan
pendengaran konduktif dengan sensorineural (Isselbacher, et al, 1999).
Tes webber dapat dikerjakan dengan garpu tala 256-512 Hz. Tes
webber dapat dilakukan dengan menempelkan pangkal tangkai garpu tala
pada kepala digaris tengah dan menanyakan kepada pasien apa dia
mendengarkan suara di kedua telinga atau mendengakan suara nada yang
keras pada salah satu telinga. Pada gangguan pendengaran yang konduktif,
nada suara akan terdengar pada telinga yang sakit. Pada pendengar yang
sensorineural. nada suara akan terdengar pada telinga yang sehat. Tes
Rinne merupakan pemeriksaan yang sensitif dalam mendeteksi gangguan
konduktif yang ringan dalam jika garpu tala yang dipakai adalah jenis 256
Hz. Tes rinne digunakan untuk membandingkan kemampuan mendengar
lewat hantaran udara dan kemampuan mendengar lewat hantaran tulang.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mendekatkan garpu tala yang bergetar
pada lubang kanalisauditorius eksterna dan kemudian tangkai garpu tala
ditempelkan pada prosesus mastoid. Pasien diminta memberitahukan
apakah nada suara akan terdengar lebih keras lewat hantaran udara atau
lewat hantaran tulang. Dalam keadaa normal, suara akan lebih keras lewat
hantaran udara dibandingkan dengan lewat hantaran tulang. Pada
gangguan pendengaran konduktif, suara nada yang lebih keras melewati
hantaran tulang dibanding lewat hantaran udara. Pada gangguan
pendengaran sensorineural, lewat hantaran udara maupun lewat hantarn
tulang sama-sama kurang keras suaranya, tetapi suara lewat hantaran udara
lebih keras dibanding lewat hantaran tulang (Isselbacher, et al, 1999).

PENGLIHATAN

 Gangguan mata

Mata yang normal, dapat melihat benda jauh dan dekat dengan
jelas. Mata yang normal ini disebut mata emetrop. Penyakit mata yang
disebabkan karena ada kelainan dan gangguan antara lain sebagai berikut :
 Miopi

Miopi adalah rabun jauh. Merupakan gangguan pengelihatan


dimana mata tidak bisa melihat jelas benda yang jauh. Ini
dikarenakan lensa mata terlalu cembung sehingga bayangan benda
jatuh didepan retina. Gangguan rabun jauh dapat menggunakan
kaca mata berlensa cekung (lensa negatif).
 Hipemiopi

Hipermiopi atau disebut dengan rabun dekat . merupakan


gangguan mata dimana mata tidak dapat melihat jelas benda dekat
yang disebabkan karena lensa mata terlalu cekung sehingga
bayangan benda jatuh dibelakang retina. Gangguan mata
hipermiopi dapat ditolong dengan menggunakan kacamata berlensa
cembung (lensa positif) (Setiowati T. dan Furqonita D, 2007).
 Buta warna
Buta warna adalah kelainan seseorang yang tidak dapat mebedakan
warna. Kelainan ini dikendalikan oleh gen Colour blind yang
berada pada kromosom X dan bersifat resesif. Buta warna
merupakan penyakit genetis akibat rusaknya sel kerucut pad retina.
Buta warna dikenal dengan 2 jenis yaitu buta warna total dan buta
warna parsial.
 Buta warna total adalah buta warna yang hanya bisa
membedakan warna hitam dan putih.

 Buta warna parsial adalah buta warna yang tidak


dapat membedakan sebagain warna misalnya merah
dan hijau (Santoso, 2007).

Buta warna merah dan hijau adalah karakteristik gen terikat X


yang sudah dikenal dan bersifat resesif terhadap pengelihatan
normal. Seorang perempuan , yang memiliki 2 kromosom X.
kemungkinan homozigot resesif terhadap karakteristik buta warna.
Laki-laki yang mempunyai 1 kromosom , akan dipengaruhi oleh satu
gen resesif karena dia tidak memiliki alel dominanuntuk mengganti
gen resesif. Inheritan buta warna sebagai berikut :
 Jika C gen normal dan c gen resesif buta warna, maka perempuan
yang memiliki pengelihatan normal dengan ayah menderita buta
warna. Kemungkinan heterozigot dan memiliki genotip XC dan Xc.
Ini terjadi karena semua kromosom X dari ibu alel normal dan
semua kromosom X sperma ayah mengandung gen c (buta warna)

 Bila perempuan tersebut menikah dengan laki –laki normal , maka


genotip laki-laki tersebut pasti XcY karena ia memiliki
pengelihatan normal (Sloane, 2004).
BAB 3

ALAT DAN BAHAN

3.1 Pemeriksaan pengelihatan

3.1.1 Optotype snellen

3.1.2 tongkat penunjuk

3.1.3 buku tes Ishihara

3.2 Pemeriksaan pendengaran

3.2.1 penala berfrekuensi 256 Hz

3.2.2 Kapas
BAB 4

TATA KERJA

4.1 Pemeriksaan Pengelihatan


4.1.1 Pemeriksaan visus Mata dengan Optotype Snellen
4.1.1.1 Probanus dan pemeriksaan berhadapan.
4.1.1.2 Ukurlah jarak sejauh 6 meter dari posisi Opototype Snellen (
mata tidak berakomodasi) dan letakkan bangku dititik tersebut.
4.1.1.3 Mintalah probanus untuk duduk
4.1.1.4 Mintalah probanus untuk menutup menutup salah satu matanya
dengan tisu.
4.1.1.5 Mintalah probanus untuk membaca hurup yang terdapat pada
Optotype,dar yang aling besar sampai pada huruf yang dapat
terlihat oleh mata normal.
4.1.1.6 Apabila probanus sama sekali tidak dapat membaca huruf yang
terapat pada optotype, maka pemeriksaan menggunakan
jarinya. Probanus diminta untuk menghitung pemeriksa pada
jarak 1 meter, 2 meter, sampai dengan 6 meter. Dalam hal ini
demikian visus dari penderita dinyatakn dalam per 60.
4.1.1.7 Apabila bila probanus tidak dapat menghitung jari, maka
dipergunakan lambaian tangan pemeriksa pada jarak 1 meter
sampai 6 meter. Dalam hal ini, maka visus penderita
dinyatakan alam per 300.
4.1.1.8 Apabila lambaian tangan tak terlihat oleh penderita, maka
pemeriksan menggunakan cahaya lampu senter. Dalam hal
demekian visus dinyatakan dalam per tak terhingga.

4.1.2 Pemeriksaan Buta Warna dengan Uji Ishihara


4.1.2.1 Lembaran buku harus dibaca dalam ruangan yang cukup
dengan cahaya matahari. Pembaaan dengan sinar matahari yang
lansung/dengan cahaya listrik atau lainnya, akan
mempengaruhi hasil pembacaan tersebut, sebab halo itu akan
dapat merubah warnah dari warnah-warnah yang terdapat
dalam buku tersebut.
4.1.2.2 Pembacaan harus dilakukan pada jarak +/ 75 cm dan tak boleh
digerak-gerakkan.
4.1.2.3 Gmbar 1-14, jawaban tidak boleh lebih dari 3 detik.
4.1.2.4 Bila beberapa gambar tak terbaca terus dilanjutkan, waku
pembacaan ini tak lebih dari 10 detik.
4.1.2.5 Gambar 12-13diperlukan untuk menentukan macam buta warna
protan/deutran.
4.1.2.6 Lakukan interpretasi hasil bacaan dengan panduan pada tabel.

4.2 Pemeriksaan Pendengaran

4.1.2 Pemeriksaan Pendengaran dengan Penala

A. Tes Rinne
1. Getarkanlah penala dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras.
2. Tekan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga
probanus.
3. Tanyakanlah kepada op apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di
telinga yang diperiksa, bila demikian probanus harus segera memberi
tanda bila dengungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus
probanus dan kemudian ujung dari penala ditempatkan sedekat-dekatnya
di depan liang telinga yang sedang diperiksa itu. Tanyakan apakah suara
masih terengar oleh probanus.
5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne berdasrkan jawaban probanus:
 Positif : Bila op masih mendengar dengungan sacara hantaran
aerotimpanal
 Negatif : Bila op tidak mendengar dengungan secara hantaran
aerotimpanal.
6. Interprestasi:
 tAC = 2tBC : normal;
 Tac > tBC : tuli sensorineural;
 tAC< Tbc atau AC = BC : tuli konduktif

B. Cara Webber
1. Getarkanlah penala dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ket
elapak tangan.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada bagian atas kepala probanus, yaitu
pada garis median.
3. Tanyakan kepada probanus apakah ia mendengar dengungan bunyi penala
sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.
4. Bila pada probanus tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan
lateralisasi secara buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan
ulangi pemeriksaan.
5. Catat hasil tes webber berdasarkan jawaban probanus:
 Lateralisasi: bila probanus mendengar dengungan yang lebih
keras pada salh satu telinga;
 Tidak ada lateralisasi: bila probanus tidak dapat membedakan
pada telinga mana dengngan terdengar lebih keras.
6. Interpretasi:
 Tidak ada lateralisasi: normal
 Laterilasasi ke telinga yang sakit: tuli konduktif.
 Laterilasasi ke telinga yang sehat: tuli sensorineural.

C. Cara Schwabach
1. Pastikan pemeriksa memiliki pendengaran yang normal.
2. Getarkanlah penala dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan.
3. Tekan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga
probanus.
4. Minta probanus untuk mengacungkan tangannya pada saat dengungan
bunyi menghilang.
5. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari
processus mastoideus probanus ke processus mastoideusi pemeriksa.
6. Pemeriksa menguji apakah masih ada bunyi dengungan.
7. Interpretasi:
 Menurut pemeriksa dengungan sudah tidak terdengar: normal atau
Schwabach memanjang;
 Menurut pemeriksa dengungan masih terdengar: Schwabach
memendek – tuli sensorineural.
8. Bila menurut pemeriksa dengungan sudah tidak terdengar, dilakukan
langkah berikut ini untuk memastikan probanus tergolong normal atau
Schwabach memanjang:
 Getarkan penala dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya
ke telapak tangan;
 Tekan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu
telinga pemeriksa;
 Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari
prosesus mastoideus pemeriksa ke prosesus mastodideus probanus.
 Pemeriksa menanyakan apakah masih ada bunyi dengungan.
9. Interprestasi:
 Menurut probanus dengungan sudah tidak terdengar: normal;
 Menurut probanus dengungan masih terdengar: Schwabch
memeanjang – tuli konduktif
BAB 5

HASIL PRAKTIKUM

5.1 Pemeriksaan Pengelihatan


5.1.1 Tabel pemeriksaan Pengelihatan

 Tabel Uji buta warna

Orang
percobaan Hasil
(OP 1) -
(OP 2) -
(OP 3) -
(OP 4) -
(OP 5) -
Keterangan :
 +, artinya mengalami buta warna
 -, artinya tidak mengalami buta warna

 Tabel uji dengan Interpretasi tes snellen

Orang Batas Jarak


percobaan
(OP 1) 6/5
(OP 2) 6/5
(OP 3) 6/12
(OP 4) 6/30
(OP 5) 6/6
5.2 Pemeriksaan Pendengaran

Gambar 5.2.Tabel Pengamatan Pemeriksaan Pendengaran

Cara Rinne
Orang Cara Cara
Telinga Kanan Telinga Kiri
Percobaan Webber Schawabach
Kanan Kiri Kanan Kiri
(OP1) + + + + - Normal
(OP2) + + + + - Normal
(OP3) + + + + - Normal
(OP4) + + + + - Normal
(OP5) + + + + - Normal
Keterangan :
 + = berfungsi normal
 = tidak terjadi lateralisasi
BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Pemeriksaan Pengelihatan

 Tabel Uji buta warna

Orang
percobaan Hasil
(OP 1) -
(OP 2) -
(OP 3) -
(OP 4) -
(OP 5) -
Keterangan :
 +, artinya mengalami buta warna
 -, artinya tidak mengalami buta warna

Tabel diatas menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan dari kelima orang


percobaan negatif. Kelima orang percobaan semua dapat membaca angka-
angka pada buku Ishihara’s test. Artinya 5 orang percobaan tidak mengalami
buta warna.

 Tabel uji dengan Interpretasi tes snellen


Orang Batas Jarak
percobaan
(OP 1) 6/5
(OP 2) 6/5
(OP 3) 6/12
(OP 4) 6/30
(OP 5) 6/6

Pada setiap probanus memiliki ketajaman pengelihatan masing-masing.


Pada kelompok kami adanya hal ini dikarenakan peristiwa mata normal dan
miopi. Paa mata normal probanus dapat melihat dengan jelas huruf terkecil dalam
papan huruf tersebut sedangkan pada mata miopi ketika tidak memakai
kacamata,huruf-huruf tersebut sama sekali tidak terlihat atau samar. Ketika
probanus memakai kacamata baru huruf-huruf terkecil itu dapat terlihat jelas, hal
ini terjadi karena bantuan lensa cekung yang dipakai oleh probanus miopi.
Perbedaan ini diengaruhi jatuhnya bayangan benda yang tepat pada retina (mata
normal) atau didepan retina mata miopi.

6.2 Pemeriksaan Pendengaran

Pada praktikum pemeriksaan pendengaran kali ini, kami melakukan


percobaan dengan mengunakan tiga cara yaitu cara rinne, cara webber dan cara
schwabach.
Pada percobaan Rinne, kami menggunakan penala berfrekuensi 256Hz.
Hal ini membuktikan bahwa pada saat penala yang bergetar setelah dipukulkan
ketelapak tangan lalu ditempelkan di prosesus mastoideus mendapatkan respon
positif yang artinya.dapat mendengarkan dengungan secara hantaran aerotimpana
latau rata antara telinga kanan dan kiri.Tetapi dapat dimaklumi jika ada beberapa
probanus yang kurang jelas dalam mendengarkan dengungan penala.
Cara Weber, yaitu penala digetarkan dan tangkai / pegangan diletakkan di
garis tengah kepala (dahi). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah
satu telinga maka probanus mengalami lateralisasi pada bagian telinga tersebut.
Bila dapat terdengar dikedua bagian telinga, maka probanus normal / tidak
mengalami lateralisasi.
Yang terakhir yaitu dengan metode Schwabach. Penala digetarkan, tangkai
penala diletakkan pada proses usmastoideus sampai tidak terdengar
bunyi.Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus
telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.Bila pemeriksa masih dapat
mendenga rdisebut Schwabach memendek, sedangkan ketika probanus dan
pemeriksa sama – sama tidak mendengar dengungan / mendengar dengungan,
maka disebut Schwabach memanjang / dengan kata lain adalah normal.

BAB 7
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang dilakukan maka dapat di tarik kesimpulan


sebagai berikut :

7.1 Pemeriksan Pengelihatan

 Buta warna pada seseorang dapat diuji dengan uji buta warna dengan alat
bantu, misalnya Ishihara’s test yang berisiangka atau huruf yang diwarna
idengan warna-warna tertentu yang dapat mengacaukan pembacaan angka
atau huruf tersebut bagi orang yang menderita buta warna.
 Tes myopia dan hipermetropia dapat dilakukan dengan membaca huruf
dengan jarak yang ditentukan.

7.2 Pemeriksaan Pendengaran

 Dari hasil praktikum didapat hasil dengan menunjukkan kemampuan


masing-masing orang percobaan mendengar getaran pada panjang
gelombang 256 sehingga dapat dilihat dari data bahwa pemeriksaan
dengan penala menunjukkan hasil yang positif dimana orang percobaan
masih bisa mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal meskipun
lama waktu kemampuan mendengar hingga dengunan hilang berbeda
antara orang percobaan satu dengan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Isselbacher et al.1999.Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.


Jakarta : EGC.
Alimul, A.2008. Ketrampilan Daesar Praktik Klinik Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.
Setiowati T. dan Furqonita D.2007. Biologi Interktif. Jakarta: Azka press.
Santoso B. 2007. Biologi. Jakrta : Interplus.
Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakrta : EGC
GOLONGAN PRAKTIKUM R

KELOMPOK 4

SELASA (15.30 – 17.30 WIB)

PEMERIKSAAN PENGELIHATAN DAN PENDENGARAN

NAMA PENANGGUNG JAWAB LAPORAN : Leonarda Titania Ija

Nama Anggota Kelompok :

1. Andriani Trisusanty (2443017144)


2. Ayu Ningtyas Khoirun Nisa (2443017073)
3. Deanita Zafirah (2443017173)
4. Leonarda Tittania Ija ( 2443017180)
5. Marini Minati Lailena ( 2443017222)
6. Anastasia Devi ( 2443013315)
LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA

“ PEMERIKSAAN FUNGSI PERNAPASAN DAN GERAKAN


PERNAPASAN ”

Disusun oleh :

 Andriani Trisusanty NRP 2443017144


 Ayu Ningtyas Khoirun Nisa NRP 2443017073
 Deanita Zafirah NRP 2443017173
 Leonarda Titania Ija NRP 2443017180
 Marini Minati Lailena NRP 2443017222
 Anastasia Devi NRP 2443013315

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

2017

Anda mungkin juga menyukai