Kusioner BeasiswaMahasiswa
Kusioner BeasiswaMahasiswa
Nim : 170170029
Unit : A3
Prodi : Teknik Informatika
Penguji : Arief Rahman, S.Pd, M.Pd
Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh
2. Mengapa Keragaman yang tidak disertai kesetaraan berpotensi besar memicu konflik?
Jawab :
Keragaman yang tidak disertai oleh kesetaraan sangatlah berpotensi besar untuk
memicu konflik karena adanya perbedaan pendapat, tentang tujuan, nilai, norma, tindakan
antar kelompok, dan tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok
masyarakat dan budaya lain. Hanya kesadaranlah yang dibutuhkan untuk mengahargai,
menghormati, dan menegakkan prinsip kesetaraan antar masyarakat.
3. Beberapa minggu yang lalu beberapa kota seperti Jakarta, Surabaya, dan Sidoarjo diserang
oleh teroris. Jelaskan faktor penyebab terjadi terorisme menurut teori fungsional, dan teori
konflik dan teori interaksionisme simbolis.Berdasarkan tiga teori tersebut, bagaiman solusi
untuk mengatasi terorisme?
Jawab :
1. Teori fungsional
Menurut teori fungsional ini faktor penyebabnya terjadi terorisme bahwa
masyarakat merupakan suatu kesatuan utuh, masyarakat terdiri atas bagian-bagian
yang berhubungan saling bekerja sama. Jika suatu teroris ingin berfungsi secara
lancar, maka tiap-tiap struktur posisi atau jabatan yang di milikinya harus saling
bekerja sama agar aksinya berhasil. Setiap masyarakat merupakan suatu kesatuan,
sama halnya dengan teroris, ia memiliki jaringan-jaringan yang tersebar luas di
daerah-daerah khususnya di Indonesia. Setiap jaringan saling berfungsi satu sama
lain agar dapat menjalankan aksinya dengan lancar. Maka solusi untuk mengatasi
adanya terorisme pemerintah melakukan suatu penggerakan yang dilakukan oleh
pihak pihak yang berwenang agar menjaga ketat dan melumpuhkan jaringan-
jaringan terorisme yang ada di daerah-daerah di Indonesia.
2. Teori konflik
Teori konflik memberikan perspektif ketiga mengenai kehidupan sosial.
Berbeda dengan fungsionalis, yang memandang masyarakat sebagai suatu
keseluruhan yang harminis, dengan bagian-bagian yang bekerja sama. Sosiolog
mempelajari bagaimana konflik menembus setiap lapis masyarakat, entah itu
kelompok kecil, suatu organisasi, suatu komunitas, atau seluruh masyarakat. Jika
orang dalam suatu posisi berwenang mencoba menegakkan konformitas, yang
harus mereka lakukan, terciptalah kemarahan dan perlawanan. Hal ini terjadi di
Indonesia, konflik antara teroris dan masyarakat berkembang ketika terjadi bom
bali pertama dan pengeboman yang terjadi selanjutnya. Peristiwa ini sangat
membuat geram para keluarga korban, kaum muslimin dan masyarakat. Karena
peristiwa tersebut telah mencoreng nama islam dan bangsa Indonesia.
Para teroris membawa masalah agama dalam aksinya, apalagi setelah
terjadinya serangkaian bom, nama islam sangat rendah dimata dunia. Karena
dianggap sebagai agama teroris yang selalu menyebarkan rasa tidak aman.
Terorisme sebagai sebuah paham memang berbeda dengan kebanyakan paham
yang tumbuh dan berkembang di dunia, baik dulu maupun yang mutakhir.
Terorisme selalu identik dengan teror, kekerasan, ekstrimitas dan intimidasi. Maka
solusi untuk mengatasi terorisme berdasarkan teori tersebut adalah dengan
meminimalisir persaingan, menciptakan sistem distribusi sumber daya yang
berkeadilan serta meningkatkan rasa saling menghormati dan menghargai antar
umat agama dan menciptakan distribusi berkeadilan diantara pihak beragama.
3. Teori interaksi simbolis
Interaksi simbolis menganalisis bagaimana perilaku seseorang tergantung
bagaimana seseorang mendeskripsikan dirinya dan orang lain. Mereka mengkaji
interaksi tatap muka , mereka terlibat bagaimana orang menangani hubungan
diantara mereka dan bagaimana mereka memberi makna pada hidup mereka dan
tempat mereka didalamnya. Para penganut interaksionisme simbolis manunjukan
bahkan bahwa diri pun merupakan suatu simbol, karena diri terdiri atas ide-ide
mengenai siapakah kita. Teroris atau pelaku bom sendiri dapat menggambarkan
dirinya sebagai orang yang berjuang dijalan Allah, mereka merupakan golongan
radikal yang harus di basmi sampai keakar-akarnya. Mereka menggambarkan
tentang orang-orang indonesia yang telah banyak melakukan dosa besar dan orang
yang melakukan dosa besar adalah kafir dan orang kafir wajib dibunuh. Sedangkan
kita menggambarkan diri seorang teroris adalah seseorang yang sangat radikal
dalam islam, mereka adalah orang-orang yang telah terpengaruh doktrin-doktrin
kesesatan, yang membuat pola pikir mereka seolah-olah hanya mereka yang benar,
padahal kebenaran hanya datang dari Allah. Maka solusi berdasarkan teori tersebut
adalah mengurangi dampak labeling dan stigamtisasi, mengubah definisi tentang
sesuatu yang dianggap masalah sosial.