Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PERSPEKTIF TEORITIS

a. Kebudayaan

Ada banyak aspek kebudayaan dalam sebuah bangsa atau suku. Salah

satunya ialah tata-krama kesopanan. Sistem sapa-menyapa dan panggil

memanggil dalam tatanan keluarga dan famili adalah salah satu aspek

yang dijumpai hampir di semua suku. Biasanya perbedaan hanya pada

tingkat kelengkapannya. Selain hal yang menyangkut kesopanan dan

sapa-menyapa, adalah upacara-upacara dan perayaan-perayaan. Hampir

semua upacara terbentuk adalah untuk menyambut atau memperingati

hari yang istimewa, atau peristiwa yang istimewa. Dari upacara lahir

sampai upacara meninggal telah membentuk budaya sebuah suku atau

bangsa, atau hari-hari istimewa seperti pergantian tahun dan lain-lain.

Ada suku atau bangsa yang upacara kelahirannya sangat heboh dari

upacara yang lain, sebaliknya ada suku atau bangsa yang lebih heboh di

upacara kematian daripada upacara lain. Ada upacara yang

menghabiskan dana banyak sekali sampai upacara yang mendapatkan

uang banyak sekali. Upacara kematian di Toraja dan pernikahan di Nias,

11
biasanya menghabiskan uang banyak sekali. Sedangkan di kalangan orang

Tionghoa modern dalam acara pernikahan pengantin bisa mendapatkan

uang (Ang phao), yang lumayan banyak.

Hampir semua upacara biasanya dimulai dengan sederhana, dan

kemudian dibuat semakin rumit dan kompleks setelah berjalan melalui

waktu yang lama. Tiap-tiap generasi menambah sedikit kerumitan

upacara dengan berbagai konsep ancaman bahwa kalau tidak

melaksanakan maka akan dikutuk leluhur atau rangsangan tahyul agar

yang bersangkutan senang melaksanakan dengan janji diberkati oleh

nenek moyang dan sebagainya.

b. Kebudayaan Yahudi

Cuci tangan sebelum makan sebenarnya adalah sesuatu yang baik,

karena menjaga agar tetap higienis. Tetapi kemudian hal ini berkembang

menjadi budaya, dan jika tidak cuci tangan sekalipun sedang di tempat

yang tidakada air, tidak BOLEH makan. Dengan demikian cuci tangan

bukan lagi karena kebutuhan untuk kebersihan melainkan suatu adat

yang harus dilaksanakan sebelum seseorang makan. Hal ini semakin tidak

masuk akal, ketika seseorang sedang berada di tempat yang tidak ada air,

dan perlu makan. Padahal jika cuci tangan itu sebuah kebutuhan, maka

kalau tangan kotor memang harus dicuci, sedangkan kalau tidak kotor

12
seharusnya tidak perlu dicuci. Jika aturannya, pokoknya harus dicuci biar

bersih ataupun kotor, dan kalau tidak cuci maka tidak boleh makan, maka

mencuci tangan bukan lagi sesuatu yang dilaksanakan dengan logis

melainkan menjadi upacara adat. Selain cuci tangan, di dalam Injil kita

dapatkan juga adat cuci kaki tamu. Perjamuan nikah harus mengeluarkan

makanan enak lebih dulu, yang tidak enak belakangan, dan masih banyak

lagi. Dan kelihatannya adat istiadat Yahudi lumayan baik, dan ada yang

ditentang oleh Tuhan. Salah satu penyebabnya ialah bahwa orang Yahudi

telah menempatkan adat istiadat mereka di atas perintah Tuhan. Mereka

lebih menghormati ketetapan nenek moyang mereka daripada ketetapan

Tuhan.

c. Adat Suku Bangsa Lain

Adat istiadat suku bangsa lain jika untuk kebaikan, kesopanan, dan diikuti

dengan akal sehat, adalah baik dan pasti tidak akan ditentang Tuhan.

Terlebih di zaman PB di masa Tuhan mau pengikutNya adalah orang-

orang yang mengikutinya dengan hati dan akal budi. Ketika orang Yahudi

bertanya kepada Tuhan tentang hukum yang terutama, Ia mengutip

Ulangan 6:5, Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan

dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. (Ul. 6:5 ITB)

13
Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap

hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.

(Mat 22:37 ITB) Amatilah perbedaannya. Tuhan merubah kata

kekuatanmu menjadi akal budimu. Pada zaman PL orang Yahudi sudah

sangat taat, namun ketaatan mereka bukan berdasarkan akal budi

melainkan atas dasar kekuatan. Sesungguhnya Tuhan mau muridNya di

zaman PB mengasihiNya bukan hanya dengan segenap hati dan segenap

jiwa, namun juga dengan segenap akal budi. Segala sesuatu harus

dipikirkan, bahkan terhadap perintah Tuhan pun, Tuhan mau kita bukan

taat membabibuta, melainkan taat dengan pengertian.

Di dalam adat istiadat berbagai suku bangsa, terdapat banyak sekali hal-

hal yang tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat. Banyak adat yang

berisikan ancaman kutuk dari nenek moyang agar generasi berikut

dengan penuh ketakutan melaksanakan adat tersebut. Bahkan iblis ikut

campur tangan mendatangkan kecelakaan terhadap mereka yang tidak

taat adat agar mereka yang tidak taat dan generasi berikut semakin

takut, dan akan semakin setia melaksanakannya.

Sebagian adat disertai janji berkat dari nenek moyang agar penerusnya

tergiur untuk melaksanakannya. Iblis terbukti bisa memberikan berkat

materi, bahkan dia menganggap semua materi di dunia ini adalah

14
miliknya yang bebas diberikannya kepada siapa saja sekehendaknya. Iblis

bahkan pernah menawarkan berkat materi kepada Yesus Kristus untuk

menukar penyembahan kepadanya. Dan juga ada adat yang bukan hanya

tidak masuk akal, namun juga sangat merugikan secara ekonomi.

Ada banyak suku yang gara-gara adat, mereka harus menghabiskan

banyak sumber daya ekonomi bahkan berhutang. Padahal sumber daya

ekonomi yang tersedia jauh lebih menguntungkan jika dipakai membiayai

anak-anak menempuh sekolah yang lebih tinggi, atau sebagai modal

untuk usaha. Namun gara-gara terancam oleh masyarakat adat maka

terpaksa segala sumber daya dihabiskan hanya demi bisa menjalankan

ritual adat.

Masyarakat adat, pemangku adat atau ketua adat, berusaha keras agar

masyarakat tetap memelihara adat. Mungkin tidak semuanya, namun

banyak yang dimotivasi untuk keagungan posisi mereka di mata

masyarakat. Mereka tidak mau berpikir bahwa ada bagian dari adat-

istiadat yang mereka pelihara itu sesungguhnya telah menyebabkan

masyarakat mereka hidup terbelakang.

d. Iblis Ikut Mengkontaminasi Adat

15
Iblis tidak diam, dia berusaha keras untuk mempengaruhi manusia agar

mengikuti jejaknya menentang Allah. Prinsip iblis yang dikatakannya

kepada Allah dalam kasus Ayub ialah bahwa jika Engkau membiarkan

kami mencobainya, maka ia akan menentang Engkau. Iblis begitu yakin

bahwa manusia yang diberi kehendak bebas jika ditawarkan alternatif

maka mereka mau menentang Allah. Dan oleh kelicikannya iblis

menyusup masuk ke segala aspek kehidupan manusia. Aspek yang paling

empuk dan nyaman bagi iblis untuk bermain dan bermanuver ialah di

adat istiadat.

Karena manusia berpencar, dan kehilangan kiblat ke Yerusalem dimana

ada kebenaran dari Allah Jehovah dikokohkan, menyebabkan manusia

terjebak dalam tipu muslihat iblis. Tidak banyak orang memiliki

antusiasme setinggi sida-sida dari Etiopia yang mau menempuh

perjalanan ribuan kilometer dengan kereta binatang, menuju Yerusalem.

Sidharta Gautama, Kong Fu Tse tidak mengunjungi Yerusalem untuk

memahami Allah Pencipta langit dan bumi.

Padahal beberapa puluh tahun sebelum Sidharta Gautama dan Kong Fu

Tse lahir, Raja Babel, Nebukadnezar, menghebohkan dunia ketika ia

berseru bahwa di kolong langit ini tidak ada Allah seperti Allahnya

Sadrakh, Mesakh dan Abednego, setelah melihat mereka tidak hangus

16
oleh api. Raja-raja yang hadir saat itu terdiri dari seratus dua puluh tujuh

negara dari Eropa sampai India.

Iblis masuk ke dalam kebudayaan manusia dan adat istiadat karena

manusia tidak cinta kebenaran, tidak mencari Allah (Rom.3:10). Suku-

suku primitif sengaja mencari bantuan iblis ketika berperang. Iblis dengan

senang hati menghasut mereka berperang dan sekaligus membantu

mereka sebentar kalah dan sebentar menang seperti bermain catur. Pada

saat ribut antara orang Dayak dan Madura, banyak pengkhotbah gereja

kembali meminta kekuatan iblis untuk ikut berperang membela suku.

Dalam dunia Kung Fu zaman dulu di China selain berlatih ketangkasan

mereka juga bertapa meminta kekuatan supranatural kepada iblis.

Akhirnya manusia hidup tidak terlepas dari bersekutu dengan iblis.

e. Pembebasan Oleh Injil

Pemberitaan Injil yang pertama yang dibawakan oleh para Rasul bergema

sampai jauh. Thomas tercatat sejarah memberitakan Injil sampai India.

Iblis menentang amat sangat sehingga memakai kaisar gila hormat

membunuh banyak orang Kristen. Namun orang Kristen bukan berkurang

melainkan semakin bertambah.

17
Tiap-tiap bangsa yang menerima Injil terbebaskan dari kungkungan iblis,

dan meninggalkan adat-istiadat yang terkontaminasi iblis. Keadaan ini

tentu menyebabkan iblis panik terlebih ketika kekristenan semakin

meluas ke berbagai bangsa.

Akhirnya iblis merubah strategi daripada menganiaya orang Kristen, lebih

baik ia menjadi Kristen. Dari pada dia melawan gereja lebih baik dia

mendirikan gereja. Dan strategi yang paling ampuh ialah

menggabungkangereja dengan negara, supaya kaisar atau raja bisa

memakai kekuasaannya mempengaruhi kebijakan dan pengajaran gereja.

Dari sinilah muncul gereja Roma Raya yang kemudian menjadi Gereja

Roma yang Katolik atau yang Am. Strategi ini ternyata sangat sukses

karena sejak saat itu Injil yang adalah kekuatan Allah tidak diteruskan ke

berbagai bangsa, melainkan hanya di Eropa saja. Dan yang di Eropa pun

disesatkan dengan kebijakan dari kaisar, dan pencampuran kekristenan

dengan adat dan berbagai kepercayaan mistik serta penyembahan

berhala.

Injil diberitakan ditengah-tengah dunia yang penuh dengan adat kebudayaan

serta berhadapan dengan adat kebudayaan suatu masyarakat atau suku-

suku. Dalam pertemuan injil dan adat tersebut, secara khusus adalah dengan

unsur-unsur adat kebudayaan, terdiri dari: Sistem relegius dan upacara

18
keagamaan, sistem dan organisasi masyarakat, sistem bahasa, sistem

kesenian, dsb.

Adat merupakan hal yang sangat penting dalam suatu masyarakat, apalagi di

dalam masyarakat adat. Sebelum kekristenan memasuki tanah adat, adatlah

yang menjadi hukum sekaligus aturan paling tinggi diakui. Tetapi setelah

kekristenan memasuki, pandangan tehadap makna "adat" mengalami

pergeseran. Bahkan ada yang beranggapan bahwa adat tidak perlu lagi

dipelihara, sebab dianggap budaya kafir atau hasipelebeguon.

Salah satu perbedaan terbesar antara masyarakat di belahan dunia Timur

dengan di belahan Dunia Barat adalah dalam hal adat istiadat. Kehidupan

masyarakat Timur dipenuhi dengan berbagai jenis upacara adat, mulai dari

masa dalam kandungan, kelahiran, penyapihan, perkawinan, penyakit,

malapetaka, kematian dan lain -lain. Upacara-upacara di sepanjang lingkaran

hidup manusia itu di dalam antropologi dikenal dengan istilah rites de

passages atau life cycle rites.

Peralihan dari setiap tingkat hidup ditandai dengan pelaksanaan suatu

upacara adat khusus. Upacara ini didasarkan pada pemikiran bahwa masa

peralihan tingkat kehidupan itu mengandung bahaya gaib. Upacara adat

dilakukan agar seseorang atau sekelompok orang terhindar dari bahaya atau

celaka yang akan menimpanya. Malahan sebaliknya, mereka memperoleh

19
berkat dan keselamatan. Inilah salah satu prinsip universal yang terdapat di

balik pelaksanaan setiap upacara adat itu.

Beberapa life cycle rites yang dijumpai pada masyarakat Batak Toba di

antaranya: mangganje (kehamilan), mangharoan (kelahiran), martutu aek

dan mampe goar (permandian dan pemberian nama), marhajabuan

(menikah), mangompoi jabu (memasuki rumah), manulangi

(menyulangi/menyuapi), hamatean (kematian), mangongkal holi (menggali

tulang belulang), dll. Pada masyarakat Batak lainnya (Karo, Simalungun,

Mandailing, Angkola, dan Pakpak Dairi), upacara tersebut memiliki sebutan-

sebutan yang berbeda.

Persoalan besar dan sangat penting yang dihadapi oleh seseorang yang

memutuskan untuk sungguh-sungguh mengikut Tuhan Yesus adalah: apakah

dia masih boleh terlibat dalam upacara adat Batak yang berasal dari masa

ketika leluhurnya hidup dalam kegelapan rohani (haholomon) dan

penyembahan berhala (hasipelebeguon). Permasalahan tersebut muncul

ketika Injil Tuhan Yesus diberitakan pertama kalinya oleh para Missionaris di

Tanah Batak, dan terus berlanjut hingga masa kini. Persoalan ini belum

tuntas diselesaikan, baik sewaktu Pdt. I.L. Nommensen masih hidup, pada

masa gereja dipimpin para Missionaris penerusnya, maupun pada masa

pimpinan gereja berada di tangan orang Batak sendiri. Nommensen mencoba

membagi upacara adat atas tiga kategori, yaitu:

20
1. Adat yang netral
2. Adat yang bertentangan dengan Injil
3. Adat yang sesuai dengan Injil

Sebelum masalah itu tuntas, beliau mengambil kebijaksanaan untuk

melarang keras dilaksanakannya upacara adat Batak oleh orang Kristen

Batak, termasuk penggunaan musik dan tarian (gondang dan tortor) Batak.

Akibatnya, jemaat yang baru dilayani pada masa itu banyak yang dikucilkan

dari masyarakat, sehingga Nommensen terpaksa menampung mereka

dengan membangun perkampungan baru, yang disebut Huta Dame. Bahkan

Raja Pontas Lumban Tobing pernah dikenai disiplin gereja karena menghadiri

sebuah upacara kematian. Raja Pontas Lumban Tobing adalah orang yang

memberikan tanahnya di Pearaja, Tarutung untuk dipakai bagi kegiatan

pelayanan gereja. Dia termasuk seorang raja

Batak yang menjadi percaya kepada Tuhan Yesus di awal pelayanan

Nommensen. Raja ini mempunyai andil yang cukup besar dalam penyebaran

Injil, khususnya dalam menjangkau raja-raja di wilayah Silindung. Namun

sampai akhir hidupnya, Nommensen gagal menyelesaikan masalah tersebut.

Salah satu sumber kegagalan Nommensen terletak pada kategori yang

dibuatnya sendiri. Nommensen sulit menentukan upacara adat Batak mana

yang tidak bertentangan dengan Injil dan upacara adat mana yang netral.

Pada masa-masa akhir pelayanan para Missionaris di Tanah Batak, ditengah-

21
tengah umat Kristen Batak muncul suatu desakan untuk mempertahankan

berbagai upacara adat Batak dan mengganti kepemimpinan gereja dengan

orang Batak sendiri. Usaha tersebut baru berhasil dengan diangkatnya Pdt. K.

Sirait menjadi Ephorus Batak pertama (1942). Tekanan supaya diizinkannya

kembali upacara adat muncul sebagai dampak negatif dari strategi

penginjilan di tanah Batak dengan pendekatan struktural masyarakat Batak.

Penginjilan dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada raja-raja yang

memimpin di wilayah masing-masing marga. Pertobatan seorang raja

biasanya segera diikuti dengan pembaptisan massal dari penduduk di

wilayah itu, yang umumnya memiliki ikatan kekerabatan dengan sang raja.

Dengan cara ini, para Missionaris berhasil dengan cepat mengkristenkan

wilayah Tapanuli bagian Utara. Pihak gereja yang mengutus Nommensen

menolak adanya pembaptisan massal yang tidak didasarkan pada pertobatan

pribadi. Namun, Nommensen terpaksa melakukannya mengingat cepatnya

gerakan islamisasi di Tapanuli Selatan, yang digerakkan oleh pasukan Tuanku

Imam Bonjol dan Tuanku Rao. Nommensen berharap mereka yang telah

dikristenkan dapat dibimbing dalam ajaran Tuhan di kemudian hari untuk

memasuki pertobatan pribadi, mengikut Yesus karena kemauan sendiri dan

karena sudah mengerti ajaran Injil. Dalam kenyataannya, pembaptisan

massal kerabat seorang raja yang menjadi pengikut Yesus banyak dilakukan

karena solidaritas kekerabatan, bukan karena pertobatan murni dari

22
pemahaman akan Injil Yesus Kristus. Banyak dari mereka belum mengenal

kekayaan dan kemuliaan Injil Yesus Kristus sehingga tidak pernah mengalami

pembaharuan hidup oleh kuasa ,Roh Kudus dan mengerti keunikan Injil

Kristus.

Pembaptisan massal tersebut memberikan kesibukan yang luar biasa bagi

para Missionaris dalam melayani Jemaat baru tersebut. Karena keterbatasan

jumlah Missionaris, banyak anggota Jemaat tersebut yang tidak sempat

dibina dalam prinsip-prinsip sejati pemuridan Yesus Kristus. Secara organisasi

mereka anggota gereja, tetapi dalam pemikiran dan cara hidup mereka

masih sebagai orang Batak Haholomon (kegelapan) yang terikat dengan cara

pikir dan cara hidup hasipelebeguon. Persoalan ini juga disebabkan oleh

tidak adanya pedoman atau aturan gereja yang jelas dari pimpinan di

Jerman, yang mengirim para Missionaris. Mereka sendiri belum dapat

memutuskan sikap yang jelas terhadap upacara adat Batak karena upacara

adat Batak merupakan hal baru bagi mereka. Karenanya, terdapat perbedaan

sikap yang belum pernah dituntaskan di antara para Missionaris dalam

menyikapi jenis-jenis upacara adat Batak yang harus ditinggalkan. Namun

pada prinsipnya, mereka sangat menekankan bahwa segala bentuk

hasipelebeguon harus ditinggalkan, karena bertentangan dengan Firman

TUHAN.

23
Pdt. I.L.Nommensen yang pelayanan utamanya berada di Silindung memiliki

sikap yang tegas melarang keberadaan berbagai unsur upacara

Hasipelebeguon, termasuk tortor dan gondang. Tetapi Gustav Pilgram yang

melayani di Balige dan sekitarnya justru mengizinkan tortor dan gondang

dilaksanakan dengan beberapa persyaratan seperti: unsur hasipelebeguon

harus dihilangkan, pemimpinnya harus missionaris, dilaksanakan pada siang

hari, peralatannya milik orang Kristen, dan tidak boleh diikuti oleh orang

yang belum percaya kepada Tuhan Yesus. Perbedaan sikap Pilgram itu

dianggap oleh banyak orang Batak sebagai lampu hijau bagi penerimaan adat

Batak di dalam kekristenan. Mereka tidak memahami alasan Pilgram

mengizinkan dan memahami sikap dasar Pilgram bahwa segala bentuk

hasipelebeguon tetap harus disingkirkan dari kehidupan kekristenan.

Alasannya untuk mengizinkan tortor dan gondang dapat kita baca dari

“referat 1885” (dikutip dari buku “Parsorion ni Gustav Pilgram”, karangan

DR. Andar Lumban Tobing): “Disipareonta tung sogo do gondang i, jala tortor

i pe ndang pasonanghon pamerenganta. Alai na mansai manarik gondang

dohot tortor i di halak Batak, boi do dibuktihon godang ni loloan na bolon na

mandohotsa. Haru angka Kristen dohot angka parguru pe, tung maol do

padaohon nasida sian i. Aut so manarik situtu na ginoran ondeng tu halak

Batak i, ndang apala penting tema i, ia so i, molo halak Kristen naung

marpangalaman sambing do siadopanta dison, na so mamorluhon gondang

24
dohot tortor, ndang penting tema ginoran nangkin, ai manang ise

marnampunahon Anak ni Amata, nunga di ibana hangoluan na saleleng-

lelengna, nunga martua nuaeng nang ro di saleleng-lelengna, jala ndang

mamorluhon gondang dohot tortor be ibana. Alai dison angka Kristen na

baru tardidi dope dohot angka na so marpangalaman, na ingkon sitogu-

toguon dope songon dakdanak. Didok rohangku, ndang adong hakta

mambuat sude sian nasida naung adong hian di nasida, saleleng so adong

pangantusion di nasida mangonai na dumenggan i na naeng boanonta tu

nasida.” Pilgram tidak setuju, namun terpaksa mengizinkan keberadaan

gondang dan tortor. Mereka dinilai belum memiliki pengertian akan Kristus,

belum berpengalaman, masih seperti seorang anak kecil. Dia berkeyakinan,

bila orang Batak itu sudah memiliki pengenalan akan Kristus (dewasa rohani),

dia akan mengenal arti hidup yang kekal di dalam Kristus itu, dan pada

akhirnya mereka tidak memerlukan lagi tortor dan gondang itu dan

meninggalkannya. Jadi tidak perlu dipaksa. Namun, setelah ditunggu selama

seratus lima belas tahun kemudian, yakni awal tahun 2000 ini, masih banyak

orang Kristen Batak yang masih hidup didalam tingkat rohani seperti yang

dikatakan oleh Pilgram itu. Alangkah pedihnya hati Pilgram kalau melihat

kenyataan seperti yang ada saat ini.

25
Pendudukan Jepang memaksa para Missionaris meninggalkan Indonesia

tanpa berhasil menuntaskan masalah upacara adat. Kepergian mereka

meninggalkan kekosongan teologia (theologia in loco) dan kebingungan

rohani di tengah-tengah Jemaat Batak. Keterikatan dengan pola hidup

lamanya telah mendorong Jemaat untuk mendesak pimpinan gereja

mengizinkan kembali pelaksanaan berbagai upacara adat. Desakan ini

didukung oleh argumentasi teologis yang dikemukakan para pemimpin

rohani yang belum mengalami pembaharuan total dalam pola pemikirannya.

Argumentasi teologis tersebut merupakan suatu pemahaman Injil yang

mengkompromikan kebenaran ajaran Injil dengan ajaran agama Batak,

teologia yang bersifat sinkretis (pengajaran atau cara hidup yang berasal dari

campuran dua atau lebih ajaran), yang dapat diterima oleh pemikiran jemaat

kebanyakan. Dalam teologi ini diakui bahwa Yesuslah satusatunya Jalan,

Kebenaran, dan Hidup, tetapi dalam hidup sehari -hari perlu dipertahankan

upacara adat (agama) Batak, yang diketahui dengan jelas berasal dari

Hasipelebeguon. Teologi Sinkretis inilah yang diajarkan kepada Jemaat

Kristen Batak sampai hari ini. Teologi Sinkretis ini telah menjadi arus utama

didalam pemahaman iman Jemaat Kristen Batak pada masa sekarang.

Akibatnya, pada generasi berikutnya merebak kembali pelaksanaan berbagai

upacara adat yang sebelumnya telah dilarang oleh para Missionaris untuk

dilakukan. Sebagai contoh, upacara kematian (hamatean), upacara

26
memindahkan tulang belulang (mangongkal holi), pelaksanaan tortor dan

gondang Batak di gereja dan berbagai upacara lainnya.

Bukan itu saja, upacara penyembahan nenek moyang yang merupakan inti

agama Batak pada masa kegelapan, kembali merebak dilakukan oleh

masyarakat Batak Kristen sekarang. Kebangkitan penyembahan ini

mengambil bentuk baru yang ditandai dengan menjamurnya pembangunan

tugu-tugu marga Batak. Anda dapat melihat banyaknya tugu yang dibangun

di sepanjang jalan lintas antara kota Parapat dengan kota Tarutung. Tugu

tersebut dibangun oleh keturunan marga yang berasal dari satu garis leluhur

(ompu parsadaan). Pembangunan ini telah menghabiskan dana sangat

besar, bahkan mendatangkan kemerosotan rohani yang dalam. Kalau dahulu

Nommensen mau dikorbankan oleh orang Batak kepada roh sembahan

leluhur marganya diatas bukit Siatas Barita, maka sekarang yang terjadi

sebaliknya. Banyak pendeta dan penatua pemimpin kebaktian pada acara

pemujaan roh nenek moyang di tugutugu marga.Ironisnya lagi, pelaksanaan

upacara dari masa kegelapan itu dibungkus dengan kebaktian gerejawi, yang

dilaksanakan di lokasi pendirian tugu marga dimana tulang belulang leluhur

tersebut dikuburkan kembali. Proses pembangunan tugu juga banyak

melibatkan kuasa-kuasa setan melalui datu (spirit medium), misalnya untuk

menentukan lokasi penggalian tulang belulang leluhur marga. Tanpa disadari

umat Tuhan di tanah Batak telah berubah menjadi umat yang mendua hati

27
(shizoprenis: terpecah), yang pada satu sisi mencoba untuk mengikuti ajaran

Yesus Kristus, pada sisi yang lain giat melakukan ajaran agama nenek

moyangnya. Dalam hidup keseharian terjadi pencampuran kedua ajaran

agama (sinkretis), yaitu agama leluhur dan Injil Yesus Kristus. Akibatnya

kekristenan orang Batak menjadi kompromis, permisif dan kebenaran Injil

yang mutlak menjadi relatif. Satu kaki berpijak pada Injil (?), dan kaki lainnya

berpijak pada Adat (agama Hasipelebeguon). Satu sisi dalam terang, sisi lain

dalam kegelapan.

Sinkretisme orang Kristen Batak dapat kita lihat di dalam pelaksanaan

perkawinan. Perkawinan orang Kristen Batak dilakukan dengan dua jenis

upacara: upacara kegerejaan yang biasanya dilanjutkan dengan upacara

agama Batak. Pelaksanaan kedua upacara tersebut merupakan suatu

keharusan, sekalipun tidak ada hukum formal maupun Firman Tuhan yang

memerintahkannya. Pernikahan secara gerejani, tanpa diikuti dengan

pelaksanaan upacara adat Batak, sering menimbulkan konflik besar di dalam

keluarga orang yang hendak menikah. Di gedung gereja, orang Batak

melakukan upacara kekristenan, sedangkan di luar gedung gereja mereka

melakukan upacara agama leluhur. Perbedaannya hanya terletak pada orang

yang memimpin upacara. Dulu dipimpin oleh Datu, sekarang digantikan oleh

Pendeta. Peranan datu digantikan oleh pendeta, tetapi rangkaian upacara

adat (agama leluhur) selanjutnya tetap sama. Berkat (pasu-pasu) dari Tuhan

28
Yesus dianggap belum cukup, dan perlu disempurnakan dengan berkat dari

hula-hula dan lainnya. Kesempurnaan dan kemutlakan karya Yesus Kristus

telah disingkirkan demi mempertahankan upacara kegelapan warisan leluhur

itu.

Sinkretisme ini bukan hanya terjadi di kalangan gereja -gereja tradisional

Batak, tetapi juga telah merembes kepada orang-orang Kristen Injili yang

mengaku Alkitabiah, menjunjung tinggi keunikan Injil dan lebih giat

memberitakannya. Dari mimbar kaum Injili yang ada di Sumatera Utara

sering disuarakan dukungan atas pelaksanaan upacara adat Batak.

Merekapun banyak yang terlibat di dalam pelaksanaan aktivitas tersebut.

Orang Batak telah melupakan prinsip rohani bahwa terang tidak dapat

bersatu dengan gelap, dan kebenaran tidak dapat dipersatukan dengan

ketidakbenaran. Dalam bahasa Tuhan Yesus: “Tidak seorangpun dapat

mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikia n, ia akan membenci yang

seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan

tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Tuhan

dan kepada Mammon” (Matius 6:24). Seiring dengan merebaknya kembali

aktivitas upacara adat di tengah-tengah bangsa Batak, kemerosotan rohani

yang besar terjadi, baik pada kaum awam, maupun pada pemimpin gereja.

Kemerosotan itu nampak pada banyaknya perpecahan dalam gereja Batak,

contohnya kasus perpecahan gereja HKI, GKPI, dan HKBP. Perpecahan itu

29
juga telah terjadi pada hampir setiap gereja suku di Sumatera Utara.

Perpecahan gereja Batak banyak bersumber pada akar budaya Batak itu

sendiri, dan konflik kepentingan di antara pemimpin umat; bukan karena

masalah teologia. Perpecahan yang besar berpuncak pada kasus gereja HKBP

yang sangat menghebohkan, yang telah banyak mengorbankan materi, darah

bahkan nyawa manusia. Semuanya sangat mempermalukan nama Tuhan

Yesus.

Kemuliaan dan kehormatan yang seharusnya diberikan kepada Tuhan Yesus,

telah diberikan kepada iblis dan Pemimpin Jemaat. Wajar jikalau damai

Tuhan Yesus tidak ada disana. Seruan para malaikat di Betlehem

mengajarkan bahwa damai Tuhan hanya akan diberikan kepada orang yang

berkenan kepada-Nya, yaitu orang yang memberikan kemuliaan kepada

Tuhan Yesus. “Kemuliaan bagi Tuhan di tempat yang mahatinggi, dan damai

sejahtera di bumi diantara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Lukas 2:14).

Gereja HKBP (tempat penulis saat ini bergereja) sering diserukan sebagai

“HKBP Na bolon I” (HKBP yang besar), padahal gelar Na Bolon I tersebut

hanya layak diberikan kepada Yesus Kristus.

Gereja yang seharusnya Duta Pembawa Damai di dunia, telah berubah

menjadi sekumpulan orang-orang yang saling berperang. Gereja telah

menjadi arena peperangan baru bagi orang Batak di zaman modern ini.

Peperangan bukan hanya terjadi di kalangan kaum awam, namun juga telah

30
merebak sampai kepada pucuk pimpinan gereja itu sendiri. Sangat tepat

dikatakan bahwa orang Batak telah kembali kepada masa hidup nenek

moyangnya, yang ditandai dengan tingkat konflik yang tinggi, dimana sering

terjadi peperangan (marporang) antar kampung (huta). Konflik di gereja

HKBP beberapa tahun belakangan ini merupakan contoh terbesar dari

peperangan antara sesama orang Batak masa kini.Pemberitaan keselamatan

manusia di dalam Tuhan Yesus, yang seharusnya merupakan kesibukan

utama bagi gereja Tuhan, telah berganti dengan banyaknya waktu yang

terbuang untuk mengikuti berbagai upacara adat. Kelalaian dalam

melaksanakan Amanat Agung Tuhan Yesus tidak pernah dinyatakan sebagai

dosa yang serius oleh pimpinan gereja. Tetapi, penolakan aktivitas upacara

adat, atau ketidaktepatan pelaksanaan upacara adat segera akan

mengundang komentar yang tajam dan ramai. Perdebatan dan pertengkaran

karena masalah adat merupakan sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupan

sehari-hari. Kemerosotan rohani dapat kita lihat juga dalam kehidupan

sehari-hari. Anda jangan heran, jikalau pada masa sekarang, banyak orang

Batak Kristen yang sangat takut untuk tidak melakukan upacara adat.

Sementara untuk tidak mentaati Firman Tuhan itu merupakan hal yang

dianggap sepele saja oleh mereka. Bahkan, sering dijumpai orang yang lebih

senang dikatakan sebagai orang yang tidak “ber-Tuhan” (ndang martuhan)

daripada dikatakan sebagai orang yang “tidak beradat” (ndang maradat).

31
Tanpa disadari, adat Batak telah kembali menjadi berhala atau ilah yang

dijunjung tinggi di hati orang Kristen Batak.

Kemerosotan rohani juga dapat kita lihat pada banyaknya orang-orang

Kristen Batak yang terlibat berbagai dosa seperti perdukunan, spiritisme

(berhubungan dengan arwah orang mati), memberikan persembahan di

kuburan, perzinahan, kebebasan seksual, rentenir, perjudian, kemabukan,

korupsi, suap-menyuap, pembunuhan, kekerasan (premanisme), perkelahian

dan berbagai dosa lainnya. Dalam dunia pekerjaan, berbagai jabatan yang

penting dan strategis di birokrasi dan pemerintahan, yang pada awal

kemerdekaan banyak dipegang oleh orang Kristen Batak, pada saat ini telah

beralih kepada orang-orang lain. Bukan itu saja, peluang untuk mendapatkan

pekerjaan khususnya dalam birokrasi dan pemerintahan menjadi sangat sulit

diperoleh oleh orang Batak Kristen, kecuali dengan menyogok (ber-KKN). Kita

semua tahu bahwa banyak orang Kristen Batak yang telah menjual imannya

(iman kepada Yesus Kristus), demi memperoleh suatu pekerjaan, pernikahan,

pangkat dan jabatan. Barter harta rohani yang tak ternilai harganya, dengan

barang-barang murahan dari dunia ini telah banyak dilakukan oleh kaum

Esau dari Bona Pasogit, Tano Batak. Firman Tuhan dibawah ini patut menjadi

bahan pemikiran kita: “Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan

bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila

32
engkau mendengarkan TUHAN, Bapamu, yang kusampaikan pada hari ini

engkau lakukan dengan setia” (Ulangan 28:13).

Karena itu, persoalan adat kini harus diselesaikan, karena kita mengetahui

bahwa upacara tersebut telah menimbulkan masalah rohani yang besar. Kita

tidak mau membiarkan iblis memperoleh kembali peluang untuk

mencengkramkan kukunya pada generasi Batak saat ini. Semuanya itu sangat

mendukakan hati Tuhan dan mendatangkan murka atas bangsa Batak.

Karena itu sudah merupakan kewajiban dari generasi Kristen Batak pada

masa kini untuk mengevaluasi kembali kehidupan kerohaniannya di hadapan

Tuhan Yesus. Evaluasi tersebut mencakup cara pandang, sikap dan tindakan

kita terhadap eksistensi upacara adat. Evaluasi itu hanya mungkin dilakukan

apabila kita mau datang kepada Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh, dan

meminta dengan tekun agar Dia menerangi hati kita, dan ;menyingkapkan

rahasia Firman-Nya. Karena hanya Tuhan Yesus, melalui Roh-Nya, yang

memiliki otoritas mutlak dalam menafsirkan seluruh kebenaran Firman

Tuhan. Sehingga Dia berkenan mengoreksi segala pemikiran, konsep, nilai,

prinsip, cara dan tindakan kita selama ini. Seruan untuk kembali kepada

Tuhan Yesus sangat mendesak untuk diberitakan pada saat ini. “Wahai

bangsa Batak, kembalilah kepada Tuhan Yesus”, “Back to Jesus!” Semuanya

ini hanya mungkin, bila kita mau merendahkan hati untuk dikoreksi dan

diajar oleh Tuhan Yesus, sama seperti seorang anak kecil, yang memiliki

33
kepolosan, keterbukaan dan kejujuran untuk diajar.Bukan untuk sekedar

menambah pengetahuan teologia belaka, tetapi benar-benar untuk

mentaati-Nya. Karena Roh Kudus hanya akan mengerjakan hal tersebut bila

kita dinilai-Nya telah memiliki ketaatan hati, sekalipun kebenaran itu sangat

pahit untuk memulainya (Kisah Para Rasul 5:32). Karena itu, doa sang

Pemazmur sangat relevan untuk dipanjatkan secara sungguh-sungguh oleh

orang-orang Kristen Batak: “Selidikilah aku, ya Tuhan, dan kenalilah hatiku,

ujilah aku dan kenalilah pikiranku; lihatlah apakah jalanku serong dan

tuntunlah aku di jalan yang kekal.” (Mazmur 139:23,24) Renungan ini

mencoba melihat kembali tentang sikap dan pandangan Tuhan terhadap

masalah upacara adat, khususnya yang hidup dalam masyarakat Batak,

dengan mengambil contoh kasus utamanya dari sub suku bangsa Batak Toba.

Penulis hanya akan membatasi pembahasan pada beberapa prinsip-prinsip

utama yang mendasari pelaksanaan upacara adat, dan tidak akan

menguraikan detail dari pelaksanaan upacara tersebut. Karena melalui

renungan ini, tidak mungkin menguraikan dan mengkaji segala aspek dari

berbagai macam upacara adat yang ada di tengah-tengah masyarakat Batak.

Apa yang dipaparkan dalam tulisan ini sangat bertentangan dengan

pemahaman teologi yang umumnya diyakini oleh masyarakat Batak

sekarang. Apa yang dituliskan disini merupakan suatu pemahaman alternatif,

alkitabiah, dan Injili, yang Tuhan Yesus bukakan secara bertahap kepada

34
penulis. Penguraian ini akan menyentuh hal-hal yang sangat sensitif di hati

orang Batak, yang mungkin akan dapat membangkitkan rasa marah dan

benci bagi sebagian orang. Tetapi penulis berketetapan hati di hadapan

Tuhan Yesus untuk memberitakannya. Kalau Anda mau mencari kebenaran

Tuhan, dipersilahkan untuk membacanya terus. Pertentangan pasti muncul,

karena sudut pandang dalam melihat adat itu memang berbeda. Pandangan

Kristus tidak pernah sama dengan pandangan manusia yang duniawi.

Pandangan Kristus jauh lebih tinggi dari pandangan duniawi. Penafsiran

seseorang mengenai adat istiadat muncul dari suatu titik pijakan, sikap hati

dan tujuan yang hendak dicapainya. Persoalannya, apakah kita memiliki

dasar pijakan yang sama dengan Tuhan Yesus? Kuasa Roh Kudus hanya akan

menyertai dan mengurapi orang-orang yang memberitakan Firman sesuai

dengan maksud-Nya. Penulis sangat terkejut ketika membaca sebuah buku,

yang berjudul “Christ and Culture” (Kristus dan Kebudayaan), yang ditulis

oleh seorang teolog terkenal, yang bernama DR. Richard Niehbur. Dalam

buku tersebut dijelaskan alasan menyebabkan orang-orang Yahudi dan para

pemimpin bangsa tersebut menyalibkan Tuhan Yesus. Niehbur berpendapat

bahwa orang-orang Yahudi membunuh Tuhan Yesus karena segala

pengajaran dan tindakan Tuhan Yesus merusak adat istiadat dan agama

Yahudi, yang sangat mereka banggakan. Akhirnya, mereka harus memilih,

antara membinasakan Tuhan Yesus atau membiarkan agama dan adat

35
istiadat Yahudi hancur. Demi mempertahankan keutuhan adat dan agama

tersebut, mereka memilih untuk membinasakan Tuhan Yesus, orang yang

dianggap sebagai sumber kerusakan itu. Peristiwa tersebut menjadi

pelajaran, sekaligus tantangan bagi kita sebagai pengikut Kristus didalam

menghadapi kontroversi masalah adat. Yesus Kristus hadir di tengah-tengah

kemerosotan rohani bangsa Israel yang menjalar di seluruh bidang

kehidupan. Dia segera mengenali ketidakberesan bangsa tersebut dalam cara

pandang dan sikap terhadap Firman- Nya. Lalu, dari mulut-Nya yang kudus

keluar penilaian dan koreksi-Nya terhadap agama dan adat istiadat bangsa

tersebut. Demikian juga bagi bangsa Batak, di tengah-tengah kemerosotan

rohani yang terjadi masa ini, sangat diperlukan kembali adanya suatu

reinterprestasi dan pembaharuan sikap akan eksistensi upacara adat Batak

yang berasal dari masa kegelapan itu. Dengan kata lain, gereja Tuhan di

tanah Batak sangat memerlukan “reformasi iman” dalam kehidupan

rohaninya. Karena itu, kita ditantang Tuhan untuk mengambil sikap, antara

menyuarakan Injil atau mempertahankan berbagai upacara adat tersebut.

Karena itu, penulis akan memaparkan beberapa prinsip utama yang

mendasari upacara adat yang sangat bertentangan dengan Injil. Melalui

beberapa prinsip itu kita akan melihat strategi iblis untuk mengikat dan

mengendalikan hidup masyarakat Batak. Strategi itu juga merupakan

benteng rohani yang dibangun oleh iblis agar masyarakat Batak dapat

36
diperhambanya dari generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian umat

Tuhan akan kehilangan kekuatan rohaninya dan hidup dalam kekalahan

rohani terhadap kuasa iblis dan roh-roh jahat. Selain itu, semangat dan kuasa

untuk memberitakan Injil dapat dipadamkan dari tengah-tengah Jemaat

Batak, seperti yang terjadi saat ini. Dalam perbincangan sehari-hari, penulis

sering mendengar keluhan dari orang-orang Batak tentang masalah adat.

Banyak yang mengungkapkan keinginannya untuk terlepas dari upacara adat

karena melihat tidak ada keuntungannya, bahkan menyalahi Firman Tuhan.

Sayangnya, sangat sedikit dari mereka yang memiliki keberanian untuk

melakukannya. Umumnya, mereka mengambil jalan aman dengan tetap

melibatkan diri, daripada terlibat konflik dengan sesama kerabat atau jemaat

gerejanya. Orang Batak telah kehilangan “darah” dalam menegakkan dan

menyuarakan ajaran Injil.

Pada awal milenium ketiga ini, dimana saat kedatangan Tuhan Yesus semakin

dekat, dibutuhkan adanya suatu kebangunan rohani di tengah-tengah bangsa

Batak. Kebangunan rohani akan dimulai, jikalau ada orang-orang Batak yang

memiliki cara pandang dan sikap yang lebih tajam dan Injili didalam menilai

eksistensi upacara adat, serta memiliki keberanian untuk menyuarakannya

pada zaman ini. Karena hanya orang-orang yang seperti ini yang akan

diperlayakkan TUHAN untuk memasuki arena peperangan rohani melawan

kuasa-kuasa kegelapan, yang telah membelenggu, membutakan serta

37
melumpuhkan kehidupan umat Tuhan di tanah Batak. Kemenangan pasti

menjadi milik kita. Kepada orang yang benar-benar mencintai Tuhan Yesus

dengan segenap hatinya, perlu dibukakan berbagai bentuk benteng rohani

yang telah dibangun oleh iblis dalam upaya menguasai, membelenggu, dan

memperbudak bangsa Batak dari satu generasi ke generasi lainnya.

Pengertian ini akan menolong mereka untuk dapat terlepas dari segala jerat

iblis di dalam adat Batak, dan beribadah kepada Tuhan Yesus dalam

kebenaran dan kekudusan seumur hidupnya. Penghancuran benteng-

benteng iblis yang ada dalam diri orang Batak akan menghasilkan saksi-saksi

Kristus yang diurapi dengan keberanian dan kuasa Roh Kudus. Sehingga pada

awal abad ke-21 ini akan bangkit orang-orang Kristen Batak yang dipakai oleh

Tuhan dalam menyelesaikan Amanat Agung-Nya, dengan melepas mereka

dari genggaman kuasa iblis. Dengan demikian kita dapat mempersiapkan

bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya, dalam rangka menyambut

kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, yang waktunya sudah semakin

sangat dekat. Renungan ini hanya ditujukan kepada orang-orang yang mau

mengasihi Tuhan Yesus dengan segenap hatinya, yang mau dipakai-Nya

dalam peperangan rohani. Yaitu, kepada mereka yang memiliki keprihatinan

rohani (sense of spiritual crisis ) terhadap nasib bangsa Batak; kepada orang-

orang yang mau mencari Kerajaan Sorga dan mau mengikut Tuhan Yesus

dengan sungguh-sungguh. Karena hanya merekalah yang mau memikul salib

38
Kristus sebagai konsekuensi atau harga dari ketaatan pada Injil untuk

meninggalkan upacara adat Batak.

II. KAJIAN PUSTAKA

a. Teori Tentang Simbol

Teori tentang simbol berasal dari Yunani kata symboion dari syimballo

(menarik kesimpulan berarti memberi kesan). Simbol atau lambang sebagai

sarana atau mediasi untuk membuat dan menyampaikan suatu pesan,

menyusun sistem epistimologi dan keyakinan yang dianut.

Pengertian simbol tidak akan lepas dari ingatan manusia secara tidak

langsung manusia pasti mengetahui apa yang di sebut simbol, terkadang

simbol diartikan sebagai suatu lambang yang digunakan sebagai penyampai

pesan atau keyakinan yang telah dianut dan memiliki makna tertentu, Arti

simbol juga sering terbatas pada tanda konvensionalnya, yakni sesuatu yang

dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang

lebih setandar yang disepakati atau dipakai anggota masyarakat tersebut.

Adapun dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan tentang

simbol, begitu pula dengan kehidupan manusia tidak mungkin tidak

berurusan dengan hasil kebudayaan. Akan tetapi setiap hari orang melihat,

mempergunakan bahkan kadang-kadang merusak kebudayaan tersebut.

39
Karena kebudayaan merupakan hasil ciptaan manusia selaku anggota

masyarakat maka yang jelas tidak ada manusia yang tidak memiliki

kebudayaan dan juga sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat,

jadi masyarakat mempunyai peran sebagai wadah dan pendukung dari suatu

kebudayaan.

Karena masyarakat sendiri merupakan mahluk berbudaya, sedangkan

kebudayaan merupakan ukuran tingkah laku serta kehidupan manusia. Dan

masyarakat Jawa pada hakekatnya memiliki kebudayaan yang khas sebagai

masyarakat bersimbolis. Seperti dalam kehidupan sehari-hari simbol tidak

hanya berguna sebagai tempat mediasi untuk menyampaikan suatu pesan

tertentu, menyusun epistimologi dan keyakinanyang telah dianut. Simbol

bagi masyarakat Jawa justru telah menjadi sebuah simulasi yang sangat

terbuka, sebagai sarana atau hal-hal yang menjadi tempat esentialnya

sehingga kebenaran esential itu menjadi kabur.

Arti simbol sering terbatas pada tanda konvensionalnya, yakni sesuatu yang

dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang

lebih setandar yang disepakati atau dipakai anggota masyarakat tersebut.

Adapun dalam sejarah pemikiran, istilah simbol memiliki dua arti yang sangat

berbeda dalam pemikiran dan praktek keagamaan, simbol dapat dianggap

sebagai gambaran kelihatan dari realitas transenden, dalam sistem pemikiran

logis dan ilmiah.

40
Seperti salah satu tokoh yang berbicara tentang simbol yaitu Herbert Blumer

(1962) dia seorang tokoh moderen dari teori interaksionisme simbolik ini

menjelaskan, menurut Blumer istilah interaksionisme simbolik menunjuk

kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. cirihasnya adalah bahwa

manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakanya. Bukan

sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain.

Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang

lain, tetapi didasarkan atas ‘’makna’’ yang diberikan terhadap tindakan orang

lain tersebut. Interaksi antar individu diantarai oleh penggunaan simbol-

simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami

maksud dari tindakan masing-masing.

Teori Blummer berasumsi dalam tiga premis utama yaitu:

a. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang

ada pada sesuatu itu bagi mereka.

b. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi social yang dilakukan dengan

orang lain.

c. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial

sedang berlangsung.

41
b. Fungsi Simbol

Manusia sebagai mahluk yang mengenal simbol, menggunakan simbol untuk

mengungkapkan siapa dirinya. Karena manusia dalam menjalani hidupnya

tidak mungkin sendirian melainkan secara berkelompok atau disebut dengan

masyarakat, karena antara yang satu dengan yang lainnya saling

membutuhkan. Manusia sebagai anggota masyarakat dalam melakukan

interaksinya seringkali menggunakan simbol dalam memahami interaksinya.

Adapun fungsi simbol adalah :

1. Simbol memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan dunia

material dan sosial dengan membolehkan mereka memberi nama,

membuat katagori, dan mengingat objek-objek yang mereka temukan

dimana saja. Dalam hal ini bahasa mempunyai peran yang sangat penting

2. Simbol menyempurnakan manusia untuk memahami lingkungannya.

3. Simbol menyempurnakan kemampuan manusia untuk berfikir. Dalam arti

ini, berfikir dapat dianggap sebagai interaksi simbolik dengan diri sendiri.

4. Simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk mecahkan persoalan

manusia. sedangkan manusia bisa berfikir dengan menggunakan

simbolsimbol sebelum melakukan pilihan-pilihan dalam melakukan

sesuatu

42
5. Penggunaan simbol-simbol memungkinkan manusia bertransendensi dari

segi waktu, tempat dan bahkan diri mereka sendiri. Dengan

menggunakan simbol-simbol manusia bisa membayangkan bagaimana

hidup dimasa lampau atau akan datang. Mereka juga bisa

membayangkan tentang diri mereka sendiri berdasarkan pandangan

orang lain.

6. Simbol-simbol memungkinkan manusia bisa membayangkan

kenyataankenyataan metafisis seperti surga dan neraka.

7. Simbol-simbol memungkinkan manusia agar tidak diperbudak oleh

lingkungannya. Mereka bisa lebih aktif ketimbang pasif dalam

mengarahkan dirinya kepada sesuatu yang mereka perbuat.

c. Hubungan Simbol dengan Teologi

Adapun masyarakat Papua dahulu memang mempercayai simbol batik

tertentu yang bisa memberi kekuatan atau kesembuhan pada mereka,

dengan memakai atau meletakkan simbol batik tersebut pada badan mereka

saat sakit dan mereka percaya akan sembuh dari penyakit yang telah

dideritanya, tetapi seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi

mereka sudah tidak mensakralkan simbol batik tersebut lagi karena mereka

juga percaya segala kesembuhan yang mereka dapatkan adalah merupakan

kehendak Tuhan.

43

Anda mungkin juga menyukai