Anda di halaman 1dari 15

PYTHAGORAS: Jurnal Pendidikan Matematika

Volume 9 – Nomor 1, Juni 2014, (45-59)


Available online at: http://journal.uny.ac.id/index.php/pythagoras

Pengembangan Bahan Ajar Matematika yang Berorientasi pada Karakter dan Higher
Order Thinking Skill (HOTS)

Shin’an Musfiqi 1), Jailani 2)


1
SMP Negeri 3 Batealit, Jl. Raya Batealit-Tanjung, Bringin, Batealit, Jepara 59461 Jawa Tengah,
Indonesia. Email: musfiqhi@yahoo.co.id,
2
Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Yogyakarta, Jl. Colombo No. 1, Karangmalang,
Yogyakarta 55281, Indonesia. Email: jailani@uny.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar matematika SMP kelas VIII semester 1
yang valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan karakter dan higher order thinking skill (HOTS)
siswa. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang dilakukan dalam tiga tahap, yaitu
tahap pendahuluan, tahap pembuatan, dan tahap pengembangan. Tahap pendahuluan dilakukan
analisis konteks dan masalah, kajian pustaka, dan perumusan tujuan pembelajaran, tahap pembuatan
terdiri atas penyusunan instrumen tes, penentuan: media, strategi, dan materi pembelajaran, dan
penyusunan desain awal produk, dan pada tahap pengembangan, dilakukan tiga siklus evaluasi
formatif, yakni: uji coba produk, evaluasi, dan revisi produk. Bahan ajar yang dihasilkan dalam
penelitian ini terdiri atas rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan ajar yang dihasilkan valid, praktis, dan efektif ditinjau dari
orientasi bahan ajar terhadap karakter dan HOTS. Keefektifan bahan ajar ditunjukkan oleh hasil
penilaian melalui angket karakter dan tes HOTS. Berdasarkan hasil penilaian, persentase siswa yang
memiliki karakter minimal baik meningkat dari 78% menjadi 100% (meningkat 22%). Selanjutnya,
berdasarkan hasil tes HOTS, banyaknya siswa yang tuntas meningkat dari 0% menjadi 74%
(meningkat 74%).
Kata Kunci: pengembangan, bahan ajar, RPP, LKS, karakter, keterampilan berpikir tingkat tinggi,
HOTS

Developing Mathematics Instructional Materials Oriented to Character and Higher Order


Thinking Skill (Hots)

Abstract
This research aimed to produce mathematics instructional materials for junior high school
grade 8th semester 1 that is valid, practical, and effective for improving the student’s character and
higher order thinking skill (HOTS). This research was a developmental research consisting of three
phases: preliminary phase, designing phase, and developing phase. In the preliminary phase, contexts
and problems analysis, literature review, and formulation of learning objectives were conducted. The
designing phase consisted of developing the test instrument, determining the instructional strategies,
media, and materials, and designing of the initial design of products. At the developing phase, three
cycles of formative evaluation were conducted, consisting of product testing, evaluation, and product
revision.The instructional materials produced consisted of lesson plans and student worksheets. The
results showed that the instructional materials produced are valid, practical, and effective in terms of
character and HOTS. The effectiveness of the instructional materials was shown by the results of the
character questionnaire and the HOTS test. Based on the results of the character questionnaire, the
percentage of students who have minimum good character increased from 78% to 100% (up 22%).
Furthermore, based on the results of the HOTS test, the number of students who completed increase
from 0% to 74% (up 74%).
Keywords: development, instructional materials, lesson plan, student worksheet, character, higher
order thinking skill (HOTS)

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 46
Shin’an Musfiqi, Jailani

Indikasi permasalahan pembelajaran


PENDAHULUAN
matematika dapat dikaji melalui pengamatan
Salah satu indikator keberhasilan pem- gejala-gejala yang ada di lapangan. Pertama,
belajaran matematika adalah tercapainya tujuan berkaitan dengan kompetensi pengetahuan dan
pembelajaran (learning objectives) yang umum- keterampilan matematika siswa, gejala tersebut
nya terdiri atas aspek kognitif, afektif dan psi- dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian inter-
komotor (Nitko & Brookhart, 2011, p.18). nasional dalam hal prestasi matematika siswa,
Tujuan pembelajaran memiliki kaitan dengan diantaranya Trends in Internasional Mathema-
tujuan pendidikan nasional sebagaimana dije- tics and Science Study (TIMSS) dan Programme
laskan oleh Anderson & Krathwohl (2001, p.15) for International Student Assessment (PISA).
dan Nitko & Brookhart (2011, pp.19-20) sebagai Dalam beberapa tahun terakhir, prestasi siswa
tingkatan tujuan. Mereka berpendapat bahwa Indonesia berdasarkan kedua penelitian tersebut
tujuan pembelajaran merupakan bentuk yang le- belum menunjukkan hasil yang menggembira-
bih spesifik sebagai hasil penjabaran dari tujuan kan. Kemdikbud (2013, p.2) menyatakan bahwa
pendidikan nasional. rendahnya prestasi siswa Indonesia tersebut
Tujuan pendidikan nasional di Indonesia disebabkan karena banyaknya materi uji di
disebutkan dalam Undang-undang Nomor 20 TIMSS dan PISA yang tidak terdapat dalam
Tahun 2003, yaitu untuk mengembangkan kurikulum Indonesia. Akibatnya, siswa kurang
potensi siswa agar menjadi manusia yang ber- terlatih dalam menyelesaikan soal-soal dengan
iman dan bertakwa kepada Tuhan YME, ber- karakteristik seperti soal-soal pada TIMSS dan
akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, PISA. Meskipun demikian, hal ini memerlukan
mandiri, dan menjadi warga negara yang demo- kajian lebih lanjut.
kratis serta bertanggung jawab. Permendiknas Untuk menyimpulkan permasalahan yang
No 22 tahun 2006 tentang standar isi (Dep- terjadi maka perlu dilakukan kajian kesesuaian
diknas, 2006, p.346) menyebutkan bahwa mata dengan dasar-dasar alat ukur yang digunakan
pelajaran matematika bertujuan agar siswa me- TIMSS dan PISA dengan proses pembelajaran
miliki kemampuan: (1) memahami konsep ma- matematika yang saat ini berjalan. Keselarasan
tematika, (2) penalaran, (3) memecahkan masa- ditinjau dari keberadaan tujuan pembelajaran
lah, (4) komunikasi matematika, dan (5) meng- matematika dalam kurikulum di Indonesia yang
hargai kegunaan matematika. Disebutkan pula telah dirumuskan dalam standar isi (standar
bahwa matematika perlu diberikan untuk mem- kompetensi dan kompetensi dasar) dengan ke-
bekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, mampuan yang diukur pada TIMSS dan PISA.
analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemam- Secara spesifik fokus kajian adalah seputar
puan bekerjasama. tujuan pengukuran dalam TIMSS maupun PISA
Berdasarkan uraian tujuan pendidikan baik domain isi maupun domain proses.
nasional tersebut, jelas bahwa selain aspek kog- Pertama, ditinjau dari domain isi, soal-
nitif dan psikomotor, aspek afektif juga sangat soal pada TIMSS mengukur kemampuan dalam
menonjol. Demikian pula dalam kurikulum 2013 bilangan, aljabar, geometri, dan data dan pelu-
yang baru saja diberlakukan (Kemdikbud, 2013, ang (Mullis, et. al., 2012, p.30). Sementara pada
p.3), disebutkan bahwa pengembangan sikap PISA (OECD, 2013, p.33), soal-soal yang dibe-
spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, rikan mengukur kemampuan dalam ruang dan
dan kerja sama dilakukan secara seimbang bentuk (space and shape) atau geometri, peru-
dengan pengembangan kemampuan intelektual bahan dan hubungan (change and relationship)
dan psikomotorik. atau aljabar, jumlah (quantity) atau aritmatika,
Masalah dalam pembelajaran matematika dan ketidakpastian dan data (uncertainty and
secara umum berkutat dalam usaha pencapaian data) atau peluang dan statistika. Di Indonesia
tujuan pembelajaran. Dengan demikian maka sendiri, ruang lingkup pelajaran matematika
aspek yang rentan terindikasi bermasalah dalam meliputi bilangan, aljabar, geometri dan pengu-
proses pembelajaran matematika dapat dikatego- kuran, dan statistika dan peluang (Depdiknas,
rikan menjadi dua aspek besar yaitu aspek 2006, p.346). Jika dicermati, kemampuan yang
kognitif dan psikomotor yang berkaitan dengan diukur pada TIMSS maupun PISA pada haki-
kompetensi pengetahuan dan keterampilan, dan katnya sama atau relevan dengan standar isi di
kedua, aspek afektif yang berkaitan dengan Indonesia.
kompetensi sikap dan karakter. Kedua, ditinjau dari domain proses, soal-
soal pada TIMSS mengukur kemampuan kogni-

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 47
Shin’an Musfiqi, Jailani

tif yang tediri dari dari pengetahuan (knowing), lysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evalua-
penerapan (applying), dan penalaran (reason- tion) dalam taksonomi Bloom (Bloom, et. al.,
ing). Sementara pada PISA, soal-soal yang dibe- 1956, p.18) sebagai HOTS, sedangkan penge-
rikan merupakan soal terapan yang mengaitkan tahuan (knowledge), pemahaman (comprehensi-
matematika dengan konteks dunia nyata yang on) dan penerapan (application) sebagai LOTS.
digunakan untuk mengukur kemampuan literasi Demikian juga dalam tingkatan berpikir Krulik
matematika. Literasi matematika diartikan seba- & Rudnick (1999, pp.138-139), berpikir kritis
gai kemampuan seseorang untuk merumuskan, dan kreatif dikategorikan sebagai HOTS,
menerapkan dan menafsirkan matematika dalam sedangkan (recall) dan basic termasuk dalam
berbagai konteks, termasuk kemampuan pena- LOTS. Meskipun definisi HOTS masih banyak
laran matematis dan menggunakan konsep, diperdebatkan, secara umum HOTS dapat diar-
prosedur, fakta, dan alat matematika untuk tikan sebagai proses berpikir yang melibatkan
menggambarkan, menjelaskan atau memperkira- pengolahan informasi secara kritis dan kreatif
kan fenomena (OECD, 2013, p.25). Singkatnya, dalam menghadapi situasi atau menyelesaikan
literasi matematika mencakup bagaimana permasalahan tertentu. Dalam hal ini, penye-
mengaitkan matematika dengan permasalahan lesaian masalah dapat diposisikan sebagai basis
dalam berbagai konteks dunia nyata. Jika dicer- utama dari HOTS yang dibangun dari keteram-
mati, domain proses yang diukur dalam TIMSS pilan berpikir kritis dan kreatif. Dalam standar
maupun PISA juga relevan dengan tujuan mata isi matematika SMP sendiri, teridentifikasi 47%
pelajaran matematika dalam standar isi, yakni standar kompetensi (SK) (8 dari 17) dan 27%
sama-sama menekankan pada penalaran mate- kompetensi dasar (KD) (16 dari 59) memiliki
matis dan penggunaan matematika dalam muatan HOTS.
penyelesaian masalah. Permasalahannya, pada tataran praktis,
Lebih lanjut, berdasarkan hasil analisis banyak guru yang belum menekankan perlunya
terhadap materi yang diujikan dalam soal keterampilan berpikir matematis dalam pembe-
TIMSS 2011 dan PISA 2012, ditemukan bahwa lajaran. Belum semua tujuan mata pelajaran
95,5% soal TIMSS dan 88,5% soal PISA rele- matematika diakomodasi dalam perencanaan,
van dengan kompetensi dasar (KD) matematika pelaksanaan, maupun evaluasi oleh guru mate-
SMP dalam standar isi. Selain itu, dari 59 KD matika. Kondisi tersebut teridentifikasi dalam
matematika SMP, 42% diantaranya diujikan da- survei terbatas yang melibatkan dua puluh guru
lam TIMSS 2011, sedangkan pada PISA 2012 matematika SMP di Kabupaten Jepara. Berda-
mencapai 17%. sarkan hasil survi, 75% responden mengawali
Berdasarkan kajian tentang domain yang pembelajaran matematika mereka dengan pe-
diukur serta analisis materi yang diujikan, ka- ngenalan definisi dan rumus-rumus tanpa meng-
rakteristik soal pada TIMSS dan PISA ternyata hubungkannya dengan penyelesaian masalah
sejalan dengan tujuan mata pembelajaran mate- dalam berbagai konteks. Sementara itu, 90%
matika dalam standar isi. kesesuaiannya adalah responden belum pernah merencanakan maupun
sama-sama menekankan pada aspek penalaran melaksanakan pembelajaran yang menekankan
matematis dan penggunaan konsep matematika keterampilan berpikir. Akibatnya, kemampuan
untuk menyelesaikan masalah. Aspek-aspek ter- berpikir siswa belum diarahkan pada level kete-
sebut berkaitan dengan keterampilan berpikir rampilan berpikir yang lebih tinggi, diantaranya
matematis yang melibatkan proses menganali- adalah kemampuan berpikir kritis dan kreatif
sis, mengevaluasi, dan menerapkan konsep ma- dalam menyelesaikan masalah.
tematika dalam menyelesaikan masalah dengan Permasalahan kedua berkaitan dengan
strategi yang tepat. Berbagai ketrampilan terse- kompetensi sikap dan karakter. Lickona (1991,
but oleh Brookhart (2010, p.3) disebut sebagai p.53) menjelaskan bahwa karakter dibentuk dari
higher order thinking skill (HOTS) atau kete- tiga komponen yang terdiri atas moral knowing,
rampilan berpikir tingkat tinggi. moral feeling, dan moral action. Ketiga kompo-
HOTS seringkali dijabarkan sebagai kete- nen tersebut saling mendukung satu sama lain
rampilan berpikir level tinggi pada berbagai ke- dalam membentuk manusia yang berkarakter.
rangka keterampilan berpikir. Dalam hal ini, is- Sementara itu, banyak dijumpai fenomena yang
tilah HOTS biasanya dikontraskan dengan menunjukkan kurang kuatnya karakter siswa.
LOTS (lower order thinking skill). Diantaranya Sebagai contoh, banyak siswa yang masih men-
Liu (2010, p.54) dan Fisher (2010, p.375) yang contek pada saat ulangan, tidak mengerjakan tu-
mengelompokkan proses kognitif analisis (ana- gas yang diberikan guru, dan kurangnya keper-

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 48
Shin’an Musfiqi, Jailani

cayaan diri dalam mengikuti pembelajaran Thiagarajan, Semmel, & Semmel (1974,
matematika. p.68) menyebutkan bahwa diperlukan media
Solusi permasalahan tersebut sebenar-nya yang tepat agar sesuai dengan materi dan tujuan
telah digulirkan oleh pemerintah melalui pen- pembelajaran. Media dapat berupa video, gam-
didikan karakter. Kemdiknas (2011, p.26) me- bar, audio, teks, dan benda nyata atau model
nyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan (Newby, et al., 2000, p.101). Dalam hal ini,
karakter di SMP dapat dilakukan secara terpadu pemilihan media dikaitkan pada atribut/sifat
melalui tiga jalur, yaitu: pembelajaran, manaje- yang dimiliki oleh media tersebut. Atribut terse-
men sekolah, dan kegiatan pembinaan kesiswa- but antara lain warna, dimensi, gerak, penggu-
an. Integrasi pendidikan karakter pada mata naan, akses, dan indra.
pelajaran mengarah pada internalisasi nilai-nilai Dalam kaitannya dengan HOTS dan
di dalam tingkah laku sehari-hari melalui proses karakter, jenis media yang dipilih adalah yang
pembelajaran dari tahapan perencanaan, mungkin untuk menyajikan masalah dan me-
pelaksanaan, dan penilaian. mandu siswa menyelesaikan masalah tersebut.
Namun, fakta menunjukan bahwa guru Selain itu, perlu dipertimbangkan jenis media
masih mengalami kesulitan dalam melaksana- yang dapat digunakan secara fleksibel dan ber-
kan pembelajaran matematika yang terintegrasi potensi untuk mendukung terciptanya kegiatan
dengan karakter. Berdasarkan hasil survei ter- positif siswa seperti kerjasama, tanggung jawab,
batas guru-guru matematika di Kabupaten dan kemandirian. Salah satu bentuk media yang
Jepara Jawa Tengah, penyebab masalah terse- sesuai dengan kriteria tersebut adalah teks atau
but sangat variatif, diantaranya adalah karena media cetak (print).
lemahnya pengetahuan dan kemampuan untuk Diantara bahan ajar yang berbentuk teks
merencanakan, melaksanakan, dan mengevalu- adalah student worksheet atau lembar kerja sis-
asi pendidikan karakter dalam pembelajaran wa (LKS). LKS memuat langkah-langkah yang
matematika. Mereka juga sulit memilih metode disusun secara runtut untuk memandu siswa
pembelajaran dan bahan ajar yang sesuai de- melakukan kegiatan-kegiatan dalam menyele-
ngan pengembangan karakter, ditambah lagi saikan masalah yang berkaitan dengan materi
dengan sulitnya melakukan penilaian karakter pelajaran yang sedang dipelajari. Melalui peng-
dalam pembelajaran matematika. gunaan LKS, siswa dapat dibiasakan untuk
Berdasarkan uraian dua permasalahan berpikir kritis dan kreatif dalam menyelesaikan
pokok di atas, diperlukan adanya inovasi untuk masalah. Selain itu, LKS juga memungkinkan
mengembangkan pembelajaran yang berorien- siswa untuk saling bekerja sama satu sama lain
tasi pada karakter dan HOTS. Bahan ajar dalam mengkonstruksi ide dan solusi permasa-
(instructional material) merupakan salah satu lahan sehingga berpotensi besar untuk mening-
aspek penting dan ruang potensial untuk berino- katkan karakter siswa. Hal itu sesuai dengan
vasi dalam upaya menyelesaikan berbagai per- pendapat Dimermen (2009, p.70) yang menge-
masalah yang terjadi. mukakan bahwa cara terbaik untuk menumbuh-
Bahan ajar setidaknya mencakup empat kan (nilai-nilai) karakter pada seseorang adalah
unsur, yaitu (1) adanya konten/materi pelajaran, melalui pengalaman langsung.
(2) adanya media yang digunakan, (3) disusun Setelah menentukan media, selanjutnya
untuk membantu siswa belajar dan mencapai perlu dikembangkan strategi atau metode pem-
tujuan pembelajaran, dan (4) adanya petunjuk belajaran yang sesuai untuk menggunakan ba-
penggunaan (Dick, Carey, & Carey, 2001, han ajar agar mendukung tercapainya tujuan
p.245; Newby, et al., 2000, p.117). Petunjuk pembelajaran. Di antara strategi pembelajaran
penggunaan tersebut dapat berupa rencana yang mendukung pengembangan karakter siswa
pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk mem- yang dikemukakan oleh Lickona (1991, pp.68-
beri panduan bagi guru dalam menggunakan 70) adalah menerapkan pembelajaran koope-
bahan ajar. Hal ini berkaitan erat dengan meto- ratif. Berkenaan dengan HOTS, Arends (2012,
de atau strategi pembelajaran yang tepat untuk p.397) mengemukakan bahwa salah satu stra-
menggunakan bahan ajar. Dengan demikian, tegi pembelajaran yang dapat membantu siswa
jelas bahwa dalam menyusun bahan ajar, selain mengembangkan keterampilan berpikir dan
menyiapkan materi pelajaran, kita juga perlu penyelesaian masalah adalah model problem
memilih media yang tepat dan strategi pembe- based learning (PBL) atau pembelajaran berba-
lajaran yang sesuai. sis masalah. Esensi dari PBL adalah menyaji-
kan masalah autentik dan bermakna kepada sis-

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 49
Shin’an Musfiqi, Jailani

wa sebagai titik tolak untuk melakukan investi- HOTS dan belum optimalnya fungsi pembela-
gasi dan penemuan (Arends, 2012, p.396). jaran matematika sebagai wahana pembentukan
Sebagaimana dalam pembelajaran koope- karakter siswa. Terkait dengan permasalahan
ratif, dalam PBL siswa bekerja dalam kelom- tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengha-
pok-kelompok kecil dan berbagi tanggung jawab silkan bahan ajar matematika SMP yang valid,
untuk belajar bersama. Proses ini dapat praktis, dan efektif untuk meningkatkan karak-
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan ter dan HOTS siswa.
pemecahan masalah serta kemampuan berkola-
METODE
borasi dan mengatur tugas (Arends & Kilcher,
2010, p.326). Dengan melihat karakteristik PBL Penelitian ini merupakan penelitian pe-
tersebut, jelas bahwa PBL sangat relevan untuk ngembangan. Produk pengembangan adalah
diterapkan dalam pembelajaran yang berorien- bahan ajar berupa RPP dan LKS. Model pe-
tasi pada karakter dan HOTS. Hal itu diperkuat ngembangan yang digunakan diadaptasi dari
oleh Arends (2012, 397) yang menyatakan beberapa model pengembangan pembelajaran,
bahwa selain mengembangkan keterampilan diantaranya model Dick, Carey, & Carey (2001,
berpikir, PBL juga berpotensi untuk p.2), model Thiagarajan, Semmel, & Semmel
mengembangkan keterampilan sosial melalui (1974, p.5), model Smaldino, et al. (2010, p.48),
kolaborasi yang terjadi antar siswa dalam me- dan model Nieveen, McKenney & van den
nyelesaikan masalah. Akker (dalam Plomp, 2010, p.25). Model pe-
Bahan ajar dapat dipilih, dimodifikasi, ngembangan tersebut terdiri atas tiga tahap,
atau dikembangkan sendiri agar sesuai dengan yakni tahap pendahuluan, tahap pembuatan, dan
kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Sementara tahap pengembangan.
itu, bahan ajar yang berientasi pada karakter dan Pada tahap pendahuluan, peneliti meng-
HOTS sulit sekali ditemukan. Di kabupaten analisis konteks dan masalah, melakukan kajian
Jepara misalnya, kebanyakan guru hanya meng- pustaka, dan merumuskan tujuan pembelajaran.
gunakan LKS buatan MGMP yang cenderung Tahap pembuatan terdiri atas penyusunan
berisi ringkasan materi dan kumpulan soal-soal instrumen tes, penentuan strategi, media, dan
rutin yang tidak berorientasi pada karakter dan materi pembelajaran, dan penyusunan desain
HOTS. Dengan demikian, pengembangan ba- awal produk. Selanjutnya, pada tahap pengem-
han ajar yang berorientasi karakter dan HOTS bangan, dilakukan tiga siklus evaluasi formatif.
sangat penting untuk dilakukan. Pengembangan Evaluasi formatif bertujuan untuk meningkatkan
bahan ajar tersebut dapat dilakukan melalui kualitas produk. Nieveen (1997, p.61) menyata-
penelitian pengembangan agar dapat dihasilkan kan bahwa kualitas produk pengembangan dapat
produk yang valid, praktis dan efektif. dilihat dari tiga aspek: kevalidan (validity), ke-
Sementara itu, literatur yang ditemukan praktisan (practicality) and keefektifan
mayoritas berupa studi terpisah antara karakter (effectiveness).
dan HOTS, misalnya penelitian Wenglinsky Setiap siklus evaluasi formatif terdiri atas
(Brookhart, 2010, p.10) yang mengkaji peng- uji coba produk, evaluasi, dan revisi produk.
aruh pembelajaran yang menekankan HOTS Pada siklus pertama, produk dinilai oleh dua
terhadap prestasi siswa. Penelitian lainnya dila- orang pakar pendidikan matematika dan satu
kukan oleh McMahon (2007, p.ii) yang meran- orang pakar karakter. Hasil penilaian digunakan
cang pembelajaran untuk meningkatkan HOTS. untuk mengevaluasi kevalidan bahan ajar seba-
Berkaitan dengan karakter, salah satu penelitian gai dasar dalam melakukan revisi pertama. Pada
dilakukan oleh Berkowitz & Bier (2005, p.23) siklus kedua, produk yang telah direvisi diuji-
bertajuk “what works in character education” cobakan pada kelompok terbatas yang melibat-
yang mengidentifikasi dan menguji program- kan satu guru dan enam siswa SMPN 1 Muntil-
program yang efektif dalam mendukung pendi- an Kabupaten Magelang. Evaluasi yang dilaku-
dikan karakter. Dengan demikian, perlu dilaku- kan pada siklus ini adalah keterbacaan dan
kan penelitian untuk mengembangkan bahan kepraktisan bahan ajar. Hasil evaluasi digunakan
ajar yang berientasi pada karakter HOTS. untuk melakukan revisi kedua. Pada siklus
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang ketiga, produk hasil revisi diujicobakan kembali
terjadi adalah belum semua tujuan pembe- pada uji coba lapangan yang melibatkan satu
lajaran matematika telah terakomodasi terutama guru dan 23 siswa pada sekolah yang sama.
penekanan terhadap pola pikir matematis yang Evaluasi dilakukan terhadap kepraktisan dan
dalam kajian ini merupakan representasi dari keefektifan bahan ajar.

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 50
Shin’an Musfiqi, Jailani

Data yang dihasilkan dalam penelitian ini tingkat kriteria kevalidan bahan ajar. Tabel 1
meliputi data tentang kevalidan, kepraktisan, menyajikan metode penghitungan konversi ter-
dan keefektifan bahan ajar. Instrumen yang sebut yang diadaptasi dari Azwar (2013, p.149).
digunakan untuk mengukur kevalidan bahan ajar
Tabel 1. Konversi Data Hasil Penilaian Pakar
adalah lembar validasi yang digunakan oleh
pakar untuk menilai RPP dan LKS. Lembar Interval Kriteria
validasi berisi butir-butir penilaian dengan lima X> ̅ i + 1,5 SBi Sangat valid
skala penilaian, yakni tidak baik (nilai 1), ̅ i+ SBi X ̅ i+1,5 SBi Valid
kurang baik (nilai 2), cukup baik (nilai 3), baik ̅ i - 0,5 SBi X ̅ i + SBi Cukup valid
(nilai 4), dan sangat baik (nilai 5). Instrumen ̅ i - 1,5 SBi X ̅ i - 0,5 SBi Kurang valid
X ̅ i - 1,5 SBi Tidak valid
untuk mengukur kepraktisan terdiri atas lembar
uji keterbacaan, angket kepraktisan untuk guru Keterangan:
dan siswa, dan lembar observasi pembelajaran. X = Total skor aktual
Selanjutnya, untuk mengukur keefektifan bahan ̅ i = Rata-rata teoretik
ajar, instrumen yang digunakan adalah angket = ½ (skor maksimal + skor minimal)
karakter dan tes HOTS. Angket karakter terdiri SBi = Simpangan baku teoretik
atas 68 butir pernyataan yang mengukur dua = (skor maksimal - skor minimal)
nilai karakter fundamental, yaitu rasa hormat
(respect) dan tanggungjawab (responsibility) se- Berdasarkan Tabel 1, interval yang di-
suai dengan pendapat Lickona (1991, p.43). gunakan untuk menentukan kriteria kevalidan
Butir angket juga dapat dikelompokkan berda- tergantung pada skor maksimum dan minimum.
sarkan tiga komponen karakter, yakni moral Skor maksimum dan minimum tersebut tergan-
knowing, moral feeling, dan moral action tung pada banyaknya butir penilaian. Selanjut-
(Lickona, 1991, p.53). Angket karakter diisi dua nya, formula pada Tabel 1 digunakan untuk
kali, yakni sebelum uji coba lapangan sebagai mengukur tingkat kevalidan bahan ajar berupa
pengukuran awal dan setelah uji coba lapangan RPP dan LKS.
sebagai pengukuran akhir. Analisis kepraktisan bahan ajar dilaku-
Tes HOTS berisi soal pilihan ganda dan kan terhadap hasil pengisian angket kepraktisan
uraian disusun berdasarkan indikator HOTS dan yang diisi guru dan siswa serta hasil pengama-
indikator pencapaian kompetensi dasar (KD). tan pembelajaran pada uji coba terbatas dan uji
Indikator HOTS disintesis dari indikator berpikir coba lapangan. Skor hasil pengisian angket
kritis dan kreatif menurut Ennis (1985, p.54), dikonversi menjadi lima kriteria kepraktisan,
Eggen & Kauchak (2012, p.111), Krulik & yakni sangat praktis, praktis, cukup praktis, ku-
Rudnick (1999, p.139), dan Pressesisen (1985, rang praktis, dan tidak praktis. Penghitungan
p.45). Adapun indikator yang dimaksud antara konversi tersebut dilakukan dengan mengguna-
lain (1) mengidentifikasi dan mengaitkan data/ kan formula pada Tabel 1.
informasi yang relevan dari situasi atau masalah, Keefektifan bahan ajar dalam peneliti-an
(2) membuat simpulan yang tepat dari sekum- ini ditinjau dari dua aspek, yakni karakter dan
pulan data/informasi, (3) menilai kualitas/kete- HOTS. Ditinjau dari aspek karakter, ke-efektifan
patan suatu peryataan atau argumen, (4) men- bahan ajar diukur dengan memban-dingkan hasil
deteksi konsistensi dan inkonsistensi dalam pengukuran awal dan pengukuran akhir karakter
suatu proses/produk disertai bukti, (5) meng- pada uji coba lapangan. Skor yang diperoleh
konstruksi gagasan/strategi dan menggunakan- dari pengisian angket karakter dikonversi ke
nya untuk menyelesaikan masalah, dan (6) me- dalam lima kategori karakter, yakni sangat baik,
ngembangkan dugaan dan alternatif baru dalam baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak baik.
menyelesaikan masalah. Sementara indikator Pengkategorian karakter menggunakan formula
pencapaian KD dibatasi pada topik teorema pada Tabel 1. Langkah selanjutnya adalah
Pythagoras. Selanjutnya, tes HOTS tersebut menghitung persentase siswa yang berada dalam
diberikan sebanyak dua kali sebagai pretest dan tiap kategori karakter. Bahan ajar dikatakan
posttest. efektif jika pada pengukuran akhir, persentase
Kevalidan bahan ajar yang berupa RPP siswa yang memiliki karakter minimal baik
dan LKS dianalisis secara deskriptif kualitatif. meningkat minimal 13% dibandingkan pada
Data berupa skor tiap butir penilaian dijum- pengukuran awal. Analisis lanjutan dapat
lahkan menjadi total skor aktual. Total skor dilakukan dengan membuat kategori karakter
tersebut kemudian dikonversi menjadi lima siswa berdasarkan komponen karakter (moral

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 51
Shin’an Musfiqi, Jailani

knowing, feeling, dan action) dan juga berdasar- ditunjukkan dengan kegiatan-kegiatan yang
kan indikator karakter (respect dan respon- mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam me-
sibility) berdasarkan banyaknya butir angket nyelesaikan suatu masalah atau menghadapi
pada tiap komponen atau indikator. suatu situasi secara kritis dan kreatif. Dianta-
Untuk memperkuat bukti keefektifan ba- ranya adalah kegiatan mengidentifikasi dan
han ajar ditinjau dari aspek karakter, dilakukan mengaitkan informasi yang relevan, menyelidi-
pengamatan terhadap kegiatan siswa yang me- ki kebenaran suatu pernyataan, membuat duga-
nunjukkan karakter positif selama pembelajaran an, dan mengkonstruksi gagasan untuk menye-
berlangsung. Pengamatan dilakukan terhadap lesaikan masalah.
enam kegiatan yang menunjukkan karakter Produk hasil pengembangan kemudian
positif pada enam pertemuan. Skor yang dipero- dievaluasi untuk mengetahui tingkat kevalidan,
leh dikonvesi menjadi lima kriteria karakter keefektivan dan kepraktisan. Kevalidan bahan
menggunakan formula pada Tabel 1. ajar diukur dari hasil penilaian oleh tiga pakar.
Ditinjau dari aspek HOTS, keefektifan Dua pakar pendidikan matematika masing-
bahan ajar diukur menggunakan tes HOTS. Tes masing sebagai penilai 1 dan penilai 2, sedang-
dilaksanakan sebanyak dua kali, yakni pretest kan pakar karakter sebagai penilai 3. Hasil peni-
dan posttest dengan instrumen yang sama. Se- laian oleh pakar terhadap RPP dan LKS dapat
lanjutnya, bahan ajar dikatakan efektif jika per- dilihat pada Tabel 3 berikut.
sentase siswa yang tuntas minimal 70%. Seo-
Tabel 3. Hasil Penilaian Pakar Terhadap RPP
rang siswa dikatakan tuntas memperoleh nilai
dan LKS
lebih dari atau sama dengan kriteria ketuntasan
minimal (KKM). KKM untuk mata pelajaran Kriteria
Penilai
matematika kelas VIII yang berlaku di sekolah RPP LKS
tempat uji coba adalah 80. Dengan demikian, Penilai 1 Sangat valid Sangat valid
pada akhir uji coba diharapkan persentase Penilai 2 Sangat valid Sangat valid
banyaknya siswa yang mendapat nilai posttest Penilai 3 Valid Valid
Kesimpulan Sangat valid Sangat valid
lebih dari atau sama dengan 80 miminal 70%.
Berdasarkan Tabel 3, RPP dan LKS yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
dihasilkan termasuk dalam kriteria sangat valid.
Hasil pengembangan dalam penelitian ini Salah satu penyebabnya adalah karena penyu-
adalah bahan ajar matematika SMP yang sunan bahan ajar tersebut telah dilakukan ber-
berorientasi pada karakter dan HOTS. Bahan dasarkan kajian teori dan analisis konteks. Mes-
ajar yang dihasilkan terdiri atas rencana pelak- kipun demikian, pada kesimpulan akhir penilai-
sanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja an, semua penilai menyatakan bahwa ba-han
siswa (LKS) mata pelajaran matematika SMP ajar masih memerlukan revisi berdasarkan saran
kelas 8 semester 1, khususnya pada standar dan masukan yang diberikan.
kompetensi 2 dan standar kompetensi 3 (SK 2 Analisis kevalidan pada tiap indikator
dan SK 3) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel menunjukkan bahwa dari sembilan indikator
2. RPP yang dinilai, tujuh diantaranya dinyatakan
Tabel 2. Rincian Bahan Ajar yang Dihasilkan sangat valid. Adapun dua yang lain dinyatakan
valid, yakni pada indikator orientasi HOTS dan
Bahan Ajar karakter. Meskipun kedua indikator tersebut di-
SK/KD
RPP LKS nyatakan valid, keduanya perlu mendapat per-
2.1 RPP 2.1 LKS 2.1, LKS 2.2, LKS 2.3, LKS 2.4
2.2 RPP 2.2 LKS 2.5
hatian khusus karena itu merupakan indikator
2.3 RPP 2.3 LKS 2.6 kunci yang menjadi ciri khas dalam bahan ajar
2.4 RPP 3.1 LKS 3.1, LKS 3.2, LKS 3.3, LKS 3.4 yang sedang dikembangkan. Hal serupa juga
2.5 RPP 3.2 LKS 3.5, LKS 3.6 terlihat pada LKS dimana pada aspek orientasi
RPP dan LKS yang dimaksud memiliki HOTS dan orientasi karakter dalam LKS yang
karakteristik khusus, yakni berorientasi pada merupakan indikator kunci juga termasuk dalam
karakter dan HOTS. Secara umum, orientasi kriteria valid.
karakter ditunjukkan dengan menyediakan akti- Beberapa catatan yang dapat dirangkum
vitas yang mendukung upaya peningkatan ka- dalam temuan tersebut antara lain (1) tata tulis
rakter seperti diskusi kelompok, bekerja sama, perlu diperbaiki, (2) perlu diperhatikan keruntut-
presentasi kelas, dan refleksi. orientasi HOTS an sajian materi dan kegiatan dalam LKS,
termasuk dalam hal pengenalan istilah baru dan

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 52
Shin’an Musfiqi, Jailani

perumusan simpulan, (3) orientasi HOTS dalam pertanyaan atau menyelesaikan masalah. De-
RPP maupun LKS perlu ditajamkan, diantaranya ngan adanya temuan tersebut, peneliti sebagai
kegiatan yang dapat mendorong siswa berpikir pengembang perlu kembali memeriksa setiap
kreatif dalam pemecahan masalah sehingga kegiatan dan perintah dalam LKS serta menam-
langkah-langkah yang terlalu menuntun dapat bahkan penjelasan tentang istilah-istilah yang
dikurangi, dan (4) orientasi karakter dalam RPP mungkin relatif baru bagi sebagian siswa.
dan LKS masih tampak sebagai tempelan se- Pada sesi simulasi pembelajaran, guru
hingga perlu tambahan narasi dalam LKS yang mitra mempraktikkan salah satu LKS dan RPP
memperkuat pemikiran tentang urgensi karakter untuk satu pertemuan. LKS dan RPP yang dipi-
yang dikembangkan bagi siswa. lih yaitu LKS 3.1 pada topik teorema Pytha-
Berdasarkan berbagai paparan tersebut goras. Simulasi dilakukan dalam beberapa pe-
dapat disimpulkan bahwa secara umum bahan nyesuaian, misalnya dalam pengelompokan,
ajar telah memenuhi kriteria sangat valid dan enam siswa hanya dibagi tiga kelompok secara
layak digunakan. Beberapa temuan dan masukan berpasangan. Selama simulasi, peneliti bertin-
dari ahli dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk dak sebagai pengamat. Setelah simulasi selesai
proses pengembangan selanjutnya. dilaksanakan, siswa dan guru mengisi angket
Pengukuran kepraktisan bahan ajar dila- untuk mengetahui kepraktisan bahan ajar. Hasil
kukan melalui dua tahap, yakni pada uji coba pengisian angket kepraktisan menunjukkan
terbatas dan uji coba lapangan. Uji coba terbatas bahwa baik RPP maupun LKS berada dalam
melibatkan satu orang guru dan enam orang kriteria praktis. Meskipun demikian, kriteria
siswa yang terdiri atas tiga siswa dengan ke- tersebut masih dapat ditingkatkan. Satu siswa
mampuan di bawah rata-rata, dua siswa dengan (17%) menyatakan LKS sangat praktis, empat
kemampuan rata-rata, dan satu siswa dengan siswa (66%) menyatakan LKS praktis, dan satu
kemampuan di atas rata-rata. Uji coba terbatas siswa (17%) menyatakan LKS cukup praktis.
dilakukan dalam dua sesi, yakni uji coba keter- Ditinjau dari indikatornya, respon siswa hampir
bacaan LKS dan simulasi pelaksanaan sama dengan hasil pada uji keterbacaan. Skor
pembelajaran. terendah dicapai pada indikator tentang kejelas-
Uji coba keterbacaan dilakukan dengan an kalimat yang digunakan dalam LKS. Perma-
pertemuan secara langsung antara peneliti seba- salahan tersebut kembali menjadi catatan pen-
gai pengembang dan siswa sebagai calon peng- ting untuk perbaikan LKS pada tahap berikut-
guna. Siswa diminta untuk mencermati dua nya. Sementara itu, indikator-indikator yang lain
belas LKS yang diberikan. Selanjutya, siswa memiliki skor yang hampir seragam dengan
mengisi angket untuk menilai apakah setiap dominasi skor 4 (praktis). Sementara itu, hasil
LKS yang diberikan memiliki tampilan yang observasi pada simulasi pembelajaran menun-
menarik, tulisan yang mudah dibaca, dan kali- jukkan bahwa keterlaksanaan kegiatan pembel-
mat yang mudah dipahami. Selain mengisi ajaran mencapai 81,25% sehingga masuk dalam
angket, siswa diajak untuk mendiskusikan bagi- kriteria sangat praktis.
an mana dalam LKS yang sulit dipahami baik Berdasarkan hasil uji coba terbatas, bahan
dalam hal istilah maupun struktur kalimat yang ajar yang dikembangkan sudah memenuhi
digunakan. Hasil uji keterbacaan menunjukkan kriteria praktis baik untuk RPP maupun LKS.
bahwa 100% siswa menyatakan tampilan setiap Meskipun demikian, kepraktisan produk tersebut
LKS yang diberikan menarik dan tulisan mudah masih dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, se-
dibaca. Selanjutnya, dalam hal struktur bahasa lanjutnya bahan ajar direvisi berdasarkan bebe-
dan kalimat, tanggapan siswa sangat beragam. rapa catatan lapangan dan diuji cobakan kembali
Sebagian siswa mengeluhkan sulitnya mema- pada tahap uji coba lapangan untuk meningkat-
hami kalimat dalam beberapa LKS. Dari dua kan kepraktisan bahan ajar.
belas LKS, enam diantaranya dinyatakan mudah Uji coba lapangan melibatkan satu guru
dipahami oleh 100% siswa, sedangkan pada dan 23 orang siswa. Mengingat keterbatasan
enam LKS lainnya, banyaknya siswa yang me- waktu penelitian, bahan dalam uji coba lapang-
nyatakan kalimat dalam LKS jelas dan mudah an ini dibatasi hanya pada SK 3 mengenai teo-
dipahami berkisar antara 50%-100%. Diantara rema Pythagoras yang terdiri atas enam per-
faktor yang menyebabkan hal tersebut antara temuan. Pembatasan ini didasari asumsi bahwa
lain (1) siswa menjumpai istilah-istilah baru atau karena struktur penyusunan LKS maupun RPP
kurang familiar, (2) adanya perintah yang dalam SK 2 dan SK 3 relatif sama, walaupun
kurang jelas dalam langkah-langkah menjawab hanya sebagian bahan ajar yang diuji cobakan,

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 53
Shin’an Musfiqi, Jailani

hasilnya dapat digunakan sebagai dasar untuk digunakan sebagai alternatif sehingga biaya
mengevaluasi produk secara keseluruhan. Seba- penggandaan dapat dibebankan kepada siswa.
gaimana pada uji coba terbatas, kepraktisan Proses selanjutnya adalah penilaian
bahan ajar pada uji coba lapangan diukur mela- kepraktisan LKS. Penilaian kepraktisan LKS di-
lui pengisian angket oleh guru dan siswa. Guru laksanakan dengan melibatkan siswa, rata-rata
menilai kepraktisan LKS dan RPP, sementara skor yang diberikan oleh 23 orang siswa adalah
siswa hanya menilai kepraktisan LKS. Hasil 25,5 dari skor maksimal 30 sehingga turut
analisis menunjukkan bahwa baik guru maupun memasukkan LKS ke dalam kriteria sangat
siswa memberikan penilaian terhadap RPP dan praktis. Jika dikaji lebih lanjut hasil penilaian
LKS ke dalam kriteria sangat praktis. Jika pada tiap indikator, rata-rata siswa memberikan
dibandingkan dengan hasil uji coba terbatas, skor antara 3,87 hingga 4,52. Jika dlihat dari
skor yang diberikan siswa maupun guru menga- persentasenya, 61% siswa menyatakan bahwa
lami kenaikan. Bahkan, skor yang diberikan LKS sangat praktis, 30% siswa menyatakan
guru mendekati sempurna. LKS praktis, dan 9% siswa menyatakan LKS
Hasil Penilaian guru terhadap keprak- cukup praktis. Persentase tersebut meningkat
tisan RPP memperlihatkan bahwa diantara enam dibandingkan dengan hasil pada uji coba
indikator penilaian, guru memberikan nilai sem- sebelumnya.
purna (5: sangat baik) pada lima indikator, yakni Bukti lain dari kepraktisan bahan ajar
(1) kemudahan untuk diterapkan, (2) kemudahan dapat dilihat dari keterlaksanaan kegiatan pem-
dalam mendapatkan sumber belajar dan media belajaran. Guru berhasil melaksanakan rencana
pendukung, (3) kejelasan setiap tahap pembel- pembelajaran pada setiap pertemuan dengan
ajaran, (4) fleksibilitas dalam penerapan RPP, persentase keterlaksanaan antara 87,5% hingga
dan (5) potensi RPP untuk dapat digunakan oleh 100%. Pencapaian tersebut meningkat diban-
guru lain dalam pembelajaran. Sedangkan satu dingkan dengan persentase keterlaksanaan pada
indikator lainnya mendapat skor 4 (baik), yakni uji coba terbatas yang hanya mencapai 81,25%.
pada indikator kesesuaian kegiatan terhadap alo- Hasil observasi menunjukkan bahwa bahan ajar
kasi waktu. Hal ini berarti bahwa dalam mene- termasuk dalam kriteria sangat praktis. Hal ini
rapkan RPP, diperlukan kecermatan guru dalam sekaligus menguatkan bukti sebelumnya, yakni
mengatur waktu pembelajaran. Pengaturan wak- hasil pengisian angket kepraktisan oleh guru dan
tu tersebut juga terkait dengan kemampuan siswa yang menunjukkan hasil serupa. Dengan
siswa yang beragam dalam menyelesaikan tugas demikian, bahan ajar yang dikembang-kan telah
yang diberikan guru. memenuhi kriteria sangat praktis.
Selanjutnya, penilaian guru terhadap LKS Kriterian terakhir yang harus dipenuhi
menunjukkan hasil yang hampir sama. Diantara oleh suatu bahan ajar adalah keefektifa. Evalua-
enam indikator penilaian LKS, guru memberi- si tentang keefektifan bahan ajar dilakukan ber-
kan skor sempurna pada lima indikator, yakni: dasarkan hasil uji coba lapangan. Keefektifan
(1) kemudahan penggunaan LKS untuk men- bahan ajar dalam penelitian ini ditinjau dari dua
dukung pembelajaran, (2) kemudahan untuk aspek, yakni karakter dan higher order thinking
menggandakan LKS, (3) kejelasan setiap kegiat- skill (HOTS). Pengukuran keefektifan bahan
an maupun pertanyaan dalam LKS, (4) fleksibi- ajar dari aspek karakter dilakukan dengan mem-
litas dalam penggunaan LKS, dan (5) potensi bandingkan hasil pengukuran karakter awal dan
LKS untuk dapat digunakan oleh guru lain akhir pada uji coba lapangan. Hasilnya ditun-
dalam pembelajaran. Satu indikator lainnya jukkan pada Tabel 4.
mendapat nilai 4 (baik), yakni pada indikator
Tabel 4. Hasil Pengukuran Karakter Siswa
keterjangkauan biaya yang diperlukan untuk
menggunakan LKS. Alasan pemberian skor 4 Awal Akhir
Kategori
tersebut memang dapat diduga sebelumnya, Banyak Banyak
Karakter % %
yakni karena tidak murah untuk menggandakan Siswa Siswa
setiap LKS pada tiap pertemuan, apalagi jika Sangat baik 9 39 13 57
sekolah tidak memiliki cukup anggaran untuk Baik 9 39 10 43
Cukup baik 5 22 0 4
itu. Solusi yang dapat diambil diantaranya
Kurang Baik 0 0 0 0
adalah menggunakan satu LKS untuk satu Tidak Baik 0 0 0 0
kelompok atau satu LKS secara berpasangan. Jumlah 23 100 23 100
Bagi sekolah yang biasa menggunakan LKS dari
pihak luar, LKS hasil pengembangan ini dapat

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 54
Shin’an Musfiqi, Jailani

Berdasarkan Tabel 4, persentase siswa ter secara klasikal dan kategorinya pada setiap
dengan karakter minimal baik (baik dan sangat komponen karakter.
baik) pada pengukuran awal adalah 78%, se-
Tabel 5. Karakter Klasikal Tiap Komponen pada
dangkan pada pengukuran akhir naik menjadi
Pengukuran Awal dan Akhir
100%. Artinya, ditinjau dari aspek karakter,
bahan ajar hasil pengembangan dapat dinyata- Komponen Awal Akhir
kan efektif. Peningkatan sebesar 22% (5 siswa) Rerata Rerata
Karakter Skor
Kategori
Skor
Kategori
tersebut target peneliti yaitu peningkatan sebe-
Moral Sangat Sangat
sar 13% (3 siswa). Peningkatan tersebut didu- 79 baik
84 baik
knowing
kung oleh beberapa faktor, diantaranya faktor Moral Sangat
kondisi awal dan desain pembelajaran. Pertama, 71 Baik 78 baik
feeling
faktor kondisi karakter awal siswa (pengukuran Moral action 112 Baik 117 Baik
awal) yang memang sudah cukup baik sehingga Keseluruhan 262 Baik 279
Sangat
berpotensi besar untuk ditingkatkan dan relatif baik
mudah untuk diarahkan. Kedua, selama pembe-
lajaran, siswa terlibat langsung dalam aktivitas Tabel 5 menunjukan data bahwa secara
yang mendukung peningkatan karakter seperti klasikal terjadi peningkatan skor karakter pada
kerja kelompok, dikusi, dan presentasi. Hal itu setiap komponen. Sebelum menggunakan ba-
sesuai dengan pendapat Dimermen (2009, p.70) han ajar, karakter siswa termasuk dalam katego-
yang menyatakan bahwa cara terbaik untuk me- ri baik dengan rata-rata skor 262. Setelah meng-
numbuhkan dan memahamkan (nilai-nilai) ka- gunakan bahan ajar, rata-rata tersebut mening-
rakter pada seseorang adalah melalui pengala- kat 6% menjadi 279 sehingga masuk dalam
man langsung. kategori sangat baik. Lebih lanjut, peningkatan
Ditinjau dari komponen karakter, terdapat terbesar terjadi pada komponen moral feeling
peningkatan pada moral knowing, moral feeling, yakni sebesar 9% dari kategori baik menjadi
dan moral action. Kebanyakan siswa berada pa- sangat baik. Sementara itu, komponen moral
da kategori sangat baik pada komponen moral knowing dan moral action sama-sama
knowing dan moral feeling, sementara pada meningkat 6%.
komponen moral action, kategori baik paling Selain dari hasil pengisian angket, bukti
mendominasi. Hal itu terjadi pada pengukuran lain keefektifan bahan ajar ditinjau dari aspek
awal maupun akhir. Temuan tersebut menguat- karakter nampak pada data hasil pengamatan
kan bukti bahwa pembentukan karakter membu- terhadap siswa selama proses uji coba berlang-
tuhkan pembiasaan (dalam konteks ini diartikan sung. Pengamatan fokus pada enam kegiatan
sebagai moral action), sesuai dengan pendapat yang dapat mencerminkan karakter respect dan
Hutcheon (1999, p.98). responsibility, yakni: (1) memperhatikan penje-
Jika ditinjau dari tiap indikator karakter lasan guru, (2) menggunakan kalimat yang
yang diukur, yakni hormat (respect) dan rasa sopan saat berbicara atau menyampaikan pen-
tanggung jawab (responsibility), hasil penguku- dapat, (3) aktif bertanya atau menyampaikan
ran menunjukkan adanya peningkatan. Banyak- pendapat saat berdiskusi, (4) mengerjakan LKS
nya siswa dengan karakter minimal baik pada hingga tuntas, (5) mendengarkan teman yang
indikator respect meningkat 13%, yakni dari sedang presentasi, dan (6) mengerjakan soal
87% menjadi 100%, sedangkan pada indikator latihan secara mandiri. Skor hasil pengamatan
responsibility, peningkatan yang terjadi adalah kemudian ditransformasikan ke dalam lima kate-
sebesar 22%, yakni dari 78% menjadi 100%. gori karakter, yakni tidak baik, kurang baik, cu-
Adanya peningkatan tersebut dapat dijelaskan kup baik, baik, dan sangat baik. Hasil peng-
dengan alasan yang hampir sama dengan yang amatan menunjukkan bahwa 100% siswa memi-
telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya liki karakter baik atau sangat baik. Hasil tersebut
yaitu siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan bahkan lebih baik dari hasil pengisian angket
pembelajaran, kerja kelompok, diskusi, dan pe- walaupun kegiatan yang diamati sangat terbatas.
nyelesaian tugas mandiri maupun kelompok. Selain itu, persentase keterlaksanaan kegiatan
Paparan data selanjutnya akan menun- positif pada setiap pertemuan juga sangat tinggi
jukan peningkatan yang terjadi jika dilihat dari sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.
rata-rata skor karakter secara klasikal. Tabel 5
menyajikan perbandingan rata-rata skor karak-

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 55
Shin’an Musfiqi, Jailani

Tabel 7. Daya Serap Siswa Berdasarkan


95% Indikator HOTS
93% 92%
Daya
88% 89% Indikator HOTS Serap
85% Pre Post
Mengidentifikasi dan mengaitkan
data/informasi yang relevan dari 20% 72%
situasi atau masalah
Membuat simpulan yang tepat dari
36% 81%
Pert 1 Pert 2 Pert 3 Pert 4 Pert 5 Pert 6
sekumpulan data/informasi
Menilai kualitas/ketepatan suatu
39% 80%
peryataan atau argument
Gambar 1. Keterlaksanaan Kegiatan Positif Mendeteksi konsistensi dan
Siswa Tiap Pertemuan inkonsistensi dalam suatu 46% 78%
proses/produk disertai bukti
Berdasarkan beberapa bukti yang telah Mengkonstruksi gagasan/ strategi dan
diuraikan, dapat disimpulkan bahwa ditinjau da- menggunakannya untuk 19% 84%
ri aspek karakter, produk pengembangan telah menyelesaikan masalah
memenuhi kriteria efektif sebagai bahan ajar. Mengembangkan dugaan dan alternatif
39% 92%
Keefektifan bahan ajar juga ditinjau dari baru dalam menyelesaikan masalah
aspek higher order thinking skill (HOTS). Ke-
efektifan bahan ajar diukur dengan memanfaat- Berdasarkan Tabel 7, daya serap siswa
kan data hasil tes HOTS yang meliputi pretest meningkat pada setiap indikator HOTS. Berda-
dan posttest. Berdasarkan analisis hasil pretest sarkan evaluasi yang dilakukan, didapatkan be-
dan posttest HOTS, diperoleh informasi yang berapa temuan antara lain (1) kemampuan siswa
terpapar pada Tabel 6. dalam mengaitkan informasi pada soal yang
diberikan masih perlu ditingkatkan, salah satu
Tabel 6. Hasil Analisis Deskriptif Pretest dan penyebab masalah tersebut adalah siswa merasa
Posttest HOTS bingung saat konsep diaplikasikan pada konteks
Deskripsi Pre Post yang berbeda, (2) kesalahan yang terjadi pada
Rata-rata 32 83 umumnya adalah karena siswa kurang cermat
Nilai tertinggi 50 97 dalam menemukan inkonsistensi pada situasi
Nilai terendah 14 74 yang diberikan, (3) kemampuan siswa dalam
Simpangan Baku 11 7 menyelesaikan masalah meningkat pesat setelah
Banyak siswa yang tuntas 0 17 siswa menggunakan bahan ajar yang dikem-
Banyak siswa yang tidak tuntas 23 6 bangkan, hal ini dikarenakan siswa telah terlatih
Persentase siswa yang tuntas 0% 74 % dalam menyelesaikan berbagai masalah yang di-
sajikan dalam LKS. Dalam pembelajaran, siswa
Berdasarkan Tabel 6, persentase siswa dibiasakan untuk mengkonstruksi gagasan untuk
yang tuntas pada posttest adalah 74%, sedang- menyelesaikan masalah melalui proses analisis
kan pada pretest hanya 0%. Artinya, ditinjau informasi dan diskusi kelompok
dari aspek HOTS, bahan ajar yang dikembang- Kedua, jika ditinjau dari indikator pen-
kan telah memenuhi kriteria efektif. capaian kompetensi dasar, daya serap siswa pa-
Analisis lebih lanjut mengenai keefek- da seluruh indikator juga mengalami peningka-
tifan tersebut dapat dilakukan terhadap daya tan. Perbandingan daya serap siswa untuk setiap
serap siswa pada setiap indikator, baik pada indikator pencapaian kompetensi pada pretest
indikator HOTS maupun indikator pencapaian dan posttest dapat diihat pada Gambar 2.
kompetensi. Pertama, jika ditinjau dari indika-
tor HOTS, daya serap siswa pada posttest
berkisar antara 72% hingga 92% sebagaimana
dapat dilihat pada Tabel 7.

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 56
Shin’an Musfiqi, Jailani

bermaksud untuk menekankan karakter hormat


Pre Test Post Test pada lingkungan. Pada kegiatan inti, terdapat
kegiatan yang dihilangkan, yakni kegiatan re-
96%
89% 85% 89% fleksi kelompok. Kegiatan tersebut dihilangkan
77% 74%
67% karena pada saat uji coba terbatas, kegiatan
57%
43% tersebut memakan banyak waktu sehingga tidak
25% 26% 22%
29% 25% maksimal. Selain itu, pada kegiatan penutup
sudah ada kegiatan refleksi secara klasikal.
Pengurangan kegiatan ini berimplikasi pada
3.1.1 3.1.2 3.1.3 3.1.4 3.2.1 3.2.2 3.2.3 pengurangan materi refleksi di Lembar Kegiatan
Siswa (LKS).
Gambar 2. Daya Serap Siswa Berdasarkan Berdasarkan hasil evaluasi, RPP yang
Indikator Pencapaian Komptensi dikembangkan membutuhkan revisi. Pertama,
revisi dalam hal tata tulis, umumnya berupa
Berdasarkan Gambar 2, dapat diketahui penggunaan huruf kapital pada nama orang atau
bahwa daya serap terendah dicapai oleh indika- tempat. Kedua, revisi dilakukan pada perma-
tor 3.2.1 tentang penentuan jenis segitiga, yakni salahan awal LKS. Permasalahan yang disaji-
hanya 67%. Berkaitan dengan hal ini, peneliti kan pada awal LKS berupa soal cerita yang
menemukan bahwa sebagian besar siswa terba- dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.
lik dalam memahami ciri-ciri segitiga tumpul Berdasarkan saran dari pakar karakter, konteks
dan segitiga lancip. Selanjutnya, daya serap sis- permasalahan dikembangkan untuk memuncul-
wa pada indikator lainnya relatif lebih baik, kan nilai karakter dengan menambahkan narasi.
yakni berkisar antara 74% hingga 96%. Dengan Dalam perkembangannya, berdasarkan hasil uji
demikian, dapat disimpulkan bahwa secara coba terbatas, narasi permasalahan tersebut jus-
umum siswa mampu menguasai kompetensi tru mengganggu fokus siswa terhadap masalah
yang diharapkan. utama. Selain itu, waktu yang diperlukan untuk
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disim- membacanya juga relatif lama, sedangkan waktu
pulkan bahwa ditinjau dari aspek higher order yang disediakan terbatas. Dengan demikian
thinking skill (HOTS), bahan ajar yang dikem- maka dilakukan penyederhanaan sajian per-
bangkan telah memenuhi kriteria efektif. Bukti masalahan awal. Revisi kedua dilakukan dalam
keefektifan adalah ketuntasan hasil tes HOTS hal urutan LKS. Hal ini merupakan dampak dari
secara klasikal mencapai 74%. Namun, berbagai adanya perubahan urutan indikator pencapaian
catatan lapangan menunjukan bahwa produk kompetensi.
pengembangan masih memiliki potensi untuk Ketiga, revisi LKS terkait dengan kerun-
disempurnakan melalui berbagai pembe-nahan. tutan penyajian materi. Masalah tersebut meru-
Revisi dilakukan terhadap RPP dan LKS pakan salah satu hal pokok yang ditekankan oleh
berdasarkan hasil evaluasi pada setiap tahap pakar. Versi awal sebelum dilakukan revisi,
evaluasi formatif. penilai menemukan beberapa istilah baru yang
Berdasarkan hasil evaluasi setelah pe- muncul secara tiba-tiba. Untuk mengatasinya,
nilaian pakar, uji coba terbatas, dan uji coba la- ditambahkan kotak informasi tentang informasi
pangan, RPP yang dikembangkan mengalami baru tersebut.
beberapa revisi. Pertama, revisi indikator pen- Keempat, revisi yang dilakukan adalah
capaian kompetensi dasar. Berdasarkan hasil berupa perubahan kalimat dan instruksi yang
penilaian pakar, dilakukan revisi terhadap indi- kurang jelas. Hal ini dikarenakan berdasarkan
kator pencapaian kompetensi antara lain berupa hasil evaluasi setelah uji coba terbatas, peneliti
penambahan, pengurangan, perbaikan redaksi, menemukan beberapa kalimat dan instruksi
dan perubahan urutan indikator. Revisi ini ber- dalam LKS yang kurang jelas.
implikasi pada revisi tujuan pembelajaran dan Selanjutnya, revisi kelima dilakukan
revisi penilaian hasil belajar. dalam hal orientasi karakter, diantaranya dengan
Kedua, revisi RPP dilakukan terhadap melakukan penambahan kalimat yang dapat
kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan pendahu- mendorong siswa untuk melakukan kegiatan
luan, ditambahkan kegiatan “Guru menyiapkan yang mendukung upaya meningkatkan karakter,
kelas dan siswa dengan meminta siswa mem- seperti diskusikan, coba lagi, cocokkan dengan
bersihkan papan tulis, sampah di kelas, dan temanmu, dll. Selain itu revisi juga dilakukan
menyiapkan buku pelajaran”. Kegiatan tersebut dengan memperbaiki pojok karakter. Pada versi

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 57
Shin’an Musfiqi, Jailani

awal sebelum direvisi, LKS telah memuat per- siswa yang memiliki karakter minimal baik
tanyaan khusus yang memuat refleksi karakter meningkat minimal 13% antara pengukuran
Berdasarkan evaluasi setelah dilakukan penilai- awal dan pengukuran akhir, dan persentase sis-
an pakar, bentuk pertanyaan tersebut dinilai wa yang tuntas dalam tes HOTS minimal 70%.
muncul dengan tiba-tiba dan bahasa yang digu- Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh per-
nakan kurang tepat bagi siswa SMP. Penilai sentase siswa yang memiliki karakter minimal
menyarankan agar ditambah narasi yang lebih baik meningkat 22%, yakni dari 78% pada peng-
terarah. Berdasarkan masukan tersebut, perta- ukuran awal menjadi 100% pada pengukuran
nyaan yang diajukan pada pojok karakter lebih akhir, sedangkan persentase siswa yang tuntas
ditekankan pada studi kasus yang dapat meng- dalam tes HOTS adalah 74%. Dengan demikian,
gali pendapat siswa secara jujur. bahan ajar hasil pengem-bangan dinyatakan
Terakhir, revisi LKS dilakukan terkait efektif ditinjau dari karakter dan HOTS.
orientasi HOTS yang juga menjadi ciri khusus
SIMPULAN DAN SARAN
dari bahan ajar yang dikembangkan. Bentuk
orientasi HOTS dalam LKS ditunjukkan dengan Simpulan
kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa untuk Simpulan yang dapat diambil antara lain:
terlibat secara aktif dalam menyelesaikan suatu (1) bahan ajar matematika SMP kelas VIII se-
masalah yang disajikan. Diantaranya adalah ke- mester 1 yang berupa RPP dan LKS termasuk
giatan mengidentifikasi dan mengaitkan infor- dalam kriteria sangat valid, (2) bahan ajar mate-
masi yang relevan, menyelidiki kebenaran suatu matika SMP kelas VIII semester 1 yang berupa
pernyataan, membuat dugaan, dan mengkons- RPP dan LKS termasuk dalam kriteria sangat
truksi gagasan untuk menyelesaikan masalah. praktis, dan (3) bahan ajar matematika SMP Ke-
Terkait dengan orientasi HOTS, pakar pendi- las VIII semester 1 yang berupa RPP dan LKS
dikan matematika yang menilai LKS menyaran- termasuk dalam kriteria efektif untuk mening-
kan agar mengurangi petunjuk yang berlebihan katkan karakter dan higher order thinking skill
bagi siswa dalam menjawab pertanyaan. Hal itu (HOTS)
dimaksudkan untuk merangsang siswa berpikir
secara kreatif. Saran
Berdasarkan hasil evaluasi formatif dan Terdapat beberapa saran yang dapat
revisi yang telah dilakukan, produk akhir bahan dipertimbangkan untuk meningkatan kualitas
ajar telah memenuhi kriteri kevalidan, keprak- pembelajaran matematika, yakni: (1) pada pem-
tisan, dan keefektifan. Kevalidan bahan ajar ha- belajaran, guru perlu memberikan penekanan
sil pengembangan ditentukan dari hasil penilai- terhadap kesimpulan hasil diskusi kelas, (2) agar
an oleh pakar terkait. Pakar yang dimaksud da- proses penyelesaian masalah efektif, guru perlu
lam penelitian ini adalah pakar pendidikan mengetahui pengetahuan awal siswa tentang
matematika dan pakar karakter. Berdasarkan materi prasyarat yang diperlukan, (3) untuk me-
hasil penilaian tersebut, dapat disimpulkan bah- ningkatkan HOTS siswa, peran guru sebagai
wa baik bahan ajar hasil pengembangan, baik fasilitator perlu diperhatikan, (4) guru dapat
RPP maupun LKS, termasuk dalam kriteria menggunakan bahan ajar hasil pengembangan
sangat valid. yang berupa RPP dan LKS matemaatika kelas 8
Kepraktisan bahan ajar dibuktikan dari semester 1 sebagai acuan dalam mengembang-
hasil pengisian angket oleh guru dan siswa, ser- kan bahan ajar matematika pada standar kom-
ta hasil observasi pelaksanaan pembelajaran petensi lainnya, dan (5) bagi peneliti lain, perlu
menggunakan bahan ajar yang dikembangkan. dilakukan penelitian lanjutan terhadap bahan
Berdasarkan analisis data yang diperoleh, dida- ajar hasil pengembangan ini untuk mengetahui
pati bahwa bahan ajar hasil pengembangan, baik keefektifan bahan ajar yang telah dikembangkan
RPP maupun LKS, termasuk dalam kriteria dalam konteks yang lebih luas.
sangat praktis. Demikian pula hasil observasi
pembelajaran yang menyatakan bahwa bahan DAFTAR PUSTAKA
ajar sangat praktis. Arends, R. I., & Kilcher, A. (2010). Teaching
Keefektifan bahan ajar hasil pengembang- for student learning: Becoming an
an ditinjau dari dua aspek, yakni karakter dan accomplished teacher. New York: Taylor
HOTS. Bahan ajar hasil pengembangan dinyata- & Francis.
kan efektif jika setelah menggunakan bahan ajar
yang yang dikembangkan, persentase bayaknya

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 58
Shin’an Musfiqi, Jailani

Anderson, L., & Krathwohl, D. A. (2001). 68, Tahun 2013, tentang Kerangka Dasar
Taxonomy for Learning, Teaching and dan Struktur Kurikulum SMP/MTs
Assessing: A Revision of Bloom's Kemdiknas. (2011). Panduan Pendidikan
Taxonomy of Educational Objectives. Karakter di Sekolah Menengah Pertama.
New York: Longman Jakarta: Kemdiknas
Arends, R. I. (2012). Learning to teach (9th ed.). Krulik, S., & Rudnick. J. A. (1999). Innovative
New York, NY: McGraw-Hill Task to Improve Critical and Creative
Azwar, S. (2013). Penyusunan skala psikologi Thinking Skill. Dalam Stiff, Lee V. &
(Edisi 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Curcio, Frances R.(Eds). Developing
Berkowitz, M. W., & Bier, M. C. (2005). What Mathematical reasoning in Grades K-12
works in character education: A (p. 138). Reston, VA: NCTM
research-driven guide for educators. Lickona, T. (1991). Education for character:
Washington, DC: Character Education How our schools can teach respect and
Partnership responbility. New York: Bantam Books
Bloom, et al. (1956). Taxonomy of educational Liu, X. (2010). Essentials of science classroom
objectives, the classification of assessment. Los Angeles: Sage
educational goals – handbook I: cognitive Publication Ltd.
domain. London: Longmans McMahon, G. P. (2007). Getting the HOTS with
Brookhart, S. M. (2010). How to assess higjer what’s in the box: developing higher
order thinking skills in your classroom. order thinking skills within technology-
Alexandria, VA: ASCD rich learning environment. Doctoral
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri dissertation, Curtin University of
Pendidikan Nasional Nomor 22, Tahun Technology, Bentley, West Australia
2006, tentang Standar Isi Mullis, I. V. S., et al.. (2012). TIMSS 2011
Dick, W., Carey, L., & Carey, J. O. (2001). The international result in mathematics.
systematic design of instruction (5th ed.). Chestnut hill, MA: TIMSS & PIRLS
New York: Addison-Wesley Educational International Study Center
Publisher Inc. Newby, T. J., et al. (2000). Instructional
Dimermen, S. (2009). Character is the key : technology for teaching and learning:
How to unlock the best in our children designing instruction, integrating
and ourselves. Ontario: John Wiley & computers, and using media. Upper
Sons Canada, Ltd. Saddle River: Prentice-Hall, Inc
Eggen, P., & Kauchak, D. (2012). Strategi dan Nieveen, N. (1997). Computer support for
model pembelajaran: mengajarkan curriculum developers: A study on the
konten dan keterampilan berpikir. potential of computer support in the
(Terjemahan Satrio Wahono). Jakarta: PT domain of formative evaluation. Doctoral
Indeks dissertation, University of Twente,
Enschede, The Netherlands.
Ennis, R. H., (1985). Goals for a critical
thinking curriculum. Dalam Costa, A. L. Nitko, A. J., & Brookhart, S. M. (2011).
(Ed), Developing minds: a resource book Educational assessment of student (6th
for teaching thinking (pp. 54-57). ed.). Boston: Pearson Education
Alexandria: ASCD _____. (2013). PISA 2012 Assessment and
Fisher, R. (2010). Thinking Skill. Dalam Arthur, Analytical Framework: Mathematics,
J. & Cremin, T. (Eds.), Learning to teach Reading, Science, Problem Solving and
in the primary school (2nd ed.). New Financial Literacy. Diambil pada 30
York, NY: Routledge Agustus 2013, dari http://dx.doi.org/
10.1787/9789264190511-en
Hutcheon, P. D. (1999). Building character and
culture. Westport, CT: Greenwood OECD. (2013). PISA 2012 results infocus: what
Publishing Group, Inc 15-year-olds know and what they can do
with what they know. Diambil pada
Kemdikbud. (2013). Peraturan Menteri
tanggal 25 Desember 2013, dari
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor
http://www.oecd.org/A/

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538


Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 59
Shin’an Musfiqi, Jailani

Plomp, Tjeerd. (2010). Educational design Smaldino, S., et al. (2004). Instructional
research: an introduction. Dalam Plomp, technology and media for learning (8th
Tjeerd & Nieveen, Nienke (Eds), An ed.). Upper Saddle River, NJ: Merrill,
introduction to educational design Prentice-Hall.
research (9-35). Enschede: SLO Thiangarajan S., Semmel D., & Semmel M. I.
Pressesisen, B. Z. (1985). Thinking skill: (1974). Intructional development for
meanings and models. Dalam Costa, A. L. training teachers of exceptional children:
(Ed), Developing minds: a resource book A Sourcebook. Minnesota: Central for
for teaching thinking (pp. 43-48). Innovation on Teaching the Handicaped
Alexandria: ASCD

Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538

Anda mungkin juga menyukai