Virus merusak sel pejamu dengan masuk ke dalm sel dan berreplikasi atas ‘biaya’ sel pejamu. Virus memiliki protein permukaan spesifik (ligan) yang berkaitan dengan protein pejamu tertentu (reseptor), yang banyak di antaranya diketahui fungsinya. Sebagai contoh, HIV berkaitan dengan CD4 yang berperan dalam aktivasi sel T, dan ke reseptor kemokin ; EBV berikatan dengan reseptor komplemen di makrofag; dan rinovirus berikatan dengan intercellular adhesion molecule 1 (ICAM- 1;molekul perekat antara sel 1) pada sel mukosa. Untuk beberapa virus, pemeriksaan kristalografi sinar X dapat mengidentifikasi bagian spesifik protein perlekatan virus yang berkaitan dengan segmen tertentu reseptor sel pejamu. Ada tidaknya sel pejamu yang memungkinkan virus melekat adalah salah satu penyebab tropisme virus, atau kecenderungan virus tertentu untuk menginfeksi sel tertentu dan tidak sel yang lain. Sebagai contoh, virus influenza bereplikasi di sel epitel saluran napas, yang mengekspresikan suatu protase yang penting untuk memecah dan mengaktifkan hemaglutinin pada permukaan virus. Penyebab utama kedua tropisme virus adalah kemampuan virus memperbanyak diri di beberapa sel, tetapi tidak di sel yang lain. Sebagai contoh, papovavirus JC, yang menyebabkan leukoensafalopati, terbatas pada oligodendroglia pada susunan saraf pusat karena skuensi promotor dan enhancer DNA yang terletak di hulu gen virus JC aktif di sel glia, tetapi tidak aktif di neuron atau sel endotel. Setelah melekat, seluruh virion atau suatu bagian yang mengandung genom dan polimerase esensial, masuk ke dalam sitoplasma sel melalui (1) translokasi virus utuh menembus membran plasma, (2) fusi selubung protein dengan membran sel, dan (3) endositosis yang diperantarai oleh reseptor serta fusi dengan membran endosom. Di dalam sel, virus melepaskan selubungnya, memisahan genom dari komponen strukturalnya, dan kehilangan daya infektivitasnya. Virus kemudian memperbanyak diri, menggunakan enzim yang khas untuk setiap famili virus. Sebagai contoh, RNA polimerase digunakan oleh virus RNA negative-sense untuk menghasilkan RNA messenger (mRNA) positive sense, sedangkan reverse trascriptase digunakan oleh retrovirus untuk menghasilkan DNA dari cetakan RNA. Enzim spesifik-virus ini merupakan titik yang dapat digunakan oleh obat untuk menghambat replikasi virus. Virus juga menggunakan enzim pejamu untuk sintesis dirinya. Dan enzim semacam ini mungkin terdapat disebagian tetapi tidak semua jaringan. Genom virus dan protein kapsid yang baru di bentuk kemudian di susun menjadi virion dalam inti sel atau sitoplasma dn dibebaskan secara langsung (virus tidak berkapsul) atau menonjol melalui membran plasma (virus berkapsul). Virus mematikan sel pejamu dan menyebabkan kerusakan jaringan melalui beberapa cara. - Virus mungkin menghambat sintesis DNA, RNA, atau protein sel pejamu. Sebagai contoh, virus polio menginaktifkan “cap-binding protein”, yang esensial untuk translasi mRNA sel pejamu, tetapi tidak mengutak-atik translasi mRNA virus polio. - Protein virus mungkin menembus membran plasma sel pejamu dan secara langsung merusak integritasnya atau mendorong fusi sel ( HIV, campak, virus herpes). - Virus bereplikasi secara efisien dan melisiskan sel pejamu. Sebagai contoh, sel epitel pernapasan mati oleh multiplikasi besar-besaran rinovirus atau virus influenz, sel hati oleh virus demam kuning, dan neuron oleh virus polio atau virus rabies. - Protei virus di permukaan sel pejamu mungkin dikenali oleh sistem imun, dan limfosit pejamu menyerang sel yang terinfeksi virus. Sebagai contoh, gagal hati akut sewaktu infeksi HBV mungkin di percepat oleh ligan Fas di limfosit T sitotoksik, yyang mengikat reseptor Fas di permukaan hepatosit dan memicu apoptosis (kematian sel terprogram) pada sel sasaran. Respiratory synctitial virus, penyebab utama infeksi saluran napas bawah pada bayi, menyebabka pelepasan sitokin interleukin-4 (IL-4) dan IL-5 dari sel T helper tipe TH12, yang masing- masing mengaktifkan sel mast dan eosinofil, serta memicu mengi dan asma. - Virus juga dapat merusak sel yang terlibat dalam pertahanan antimikroba pejamu sehingga terjadi infeksi sekunder. Sebagai contoh, kerusakan epitel pernapasan akibat virus mempermudah timbulnya pneumonia yang disebabkan oleh pneumokokus atau organisme haemophilus, sedangkan HIV menurunkan limfosit T helper CD4+ dan membuka gerbang untuk membanjirinya beragai infeksi oportunistik. - Kematian satu jenis sel oleh virus dapat merusak sel lai yang bergantung pada integritas sel tersebut. Denervasi akibat serangan virus polio pada neuron motorik menyebabkan atrofi, dan kadang-kadang kematian sel otot rangka sebelah distal. - Infeksi virus lambat (misal, panensefalitis sklerotikans subakut yang disebabkan oleh virus campak) memuncak paa penyakit progresif berat setelah masa laten yang panjang. Gambar : Mekanisme virus mencederai sel
b. Mekanisme Cidera Akibat Bakteri : Adhesin dan Toksin Bakteri
Kerusakan jaringan pejamu oleh bakteri bergantung pda kemampuan bakteri melekat mdann masuk ke sel pejamu dan mengeluarkan toksin. Koordinasi antara perlekatan bakteri dan pengeluaran toksin merupakan hal yang sangat pentig bagi virulensi bakteri sehingga gen yang mengkode protein perekat dan toksin sering dikendalikan bersama oleh sinyal lingkungan spesifik. Sebagai contoh, poerubahan suhu, osmolaritas atau PH memicu sintesis 20 protein yang berbeda oleh sinyal oleh bordetella pertusiss, termasuk hemaglutini8n filamentosa, protein fimbrie,dan toksin pertusis. Demikian juga, virulensi E.coli enterotoksik begantung pada ekspresi protein perekat yang memungkinkan bakteri melekat ke sel epitel usus serta membentuk dan mengeluarkan toksin lebih panas atau stabil yang menyebabkan sel usus mengeluarkan cairan isotonis. Adhesin Bakteri. Adhesin bakteri adalah molekul yang mengikatkan bakteri ke sel pejamu. Jenis adhesin terbatas tetapi rentang spesifisitas sel pejamunya luas. Permukaan kokus gram-positif misalnya streptokokus ditutupi oleh dua jenis molekul yang mungkin memperantarai perlekatan bakteri ke sel pejamu. Pertama, asam lipoteikoat merupakan molekul hidrofobik yang berkaitan dengan permukaan semua sel eukariot, tetapi memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor tertentu di sel darah dan sel epitel mulut. Kedua, suatu adhesin nonfibrilar yang di sebut protein F berikatan dengan fibronektin, suatu protein matriks ekstrasel yang di temukan di senagian sel. Protein M, yang membentuk fibril di permukaan bakteri gram-positif dan kapsul kabohidratnya mencegah fagositosis oleh makrofag pejamu. Endotoksin Bakteri. Endotoksin bakteri adalah suatu lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen strukturan diding luar sel pada bakteri gram-negatif. Lipopolisakarida terdiri atas suatu jangkar asam lemak rantai-panjang (lipid A) yang berhubungan dengan suatu rantai gula (sebagai inti); keduanya sama untuk semua bakteri gram-negatif. Pada gula inti ini melekat beragam rantai karbohidrat (antigen O), yang digunakan untuk menentukan serotipe dan membedakan berbagai bakteri. Semua aktivitas biologis endotoksin berasal dari lipid A dan gula inti. Aktivitas tersebut diperantarai oleh efek langsung endotoksin dan melalui induksi sitokin pejamu seperti IL-1, TNF, dan lainnya.
Gambar : molekul di permukaan gram-negatif dan gram-positif yang
berperan pada patogenesis penyakit bakteri
Eksotoksin Bakteri. Eksotoksin bakteri adalah protein yang dikeluarkan dan
secara langsung menyebabkan cidera sel serta menentukan manifestasi penyakit. Sebagai contoh, faktor letal, yaitu eksotoksin bacillus anthracis, kemungkinan besar merupakan penyebab pes kelima dan keenam. Toksin mengikat glikoprotein di permukaan sel sasaran via ujung karboksilnya dan masuk endosom dan masuk endosom dan masuk ke sitoplasma sel. Di dalam sitoplasma, ikatan disulfida toksin difteri mengalami reduksi dan putus, membebaskan fragmen A amino yang secara enzimatis aktif. (Robbin & Kumar, 2007) Cara miroba menghindari dari sistem imun Respon imun humoral dan selular yang melindungi pejamu dari sebagian besar infeksi dan mekanisme kerusakan jaringan pejamu yang diperantarai oleh sistem imun dan di picu oleh mikroba. Mikroba yang berkembang biak dalam lumen usus (clostridium difficile) atau kandung empedu (S.typhi) tidak dapat diakses oleh pertahanan imun pejamu, termasuk IgA sekretorik. Virus yang dikeluarkan dari permukaan luminal sel epitel (CMV dalam urine atau susu dan virus polio di tinja) atau yang mengifeksi epitel berkeratin (virus pox yang menyebabkan moluskum kontagiosum) juga tidak dapat diakses oleh sistem imun humoral pejamu. Sebagian organisme menimbulkan infeksi melalui invasi sel pejamu secara cepat sebelum respon humoral pejamu efektif (sporozoit malaria masuk ke sel hati; trichinella dan T.cruzi masuk ke otot rangka dan jantung). Sebagian parasi yang besar (larva cacing pita) membentuk kista di jaringan pejamu yang di bungkus oleh kapsul fibrosa padat yang membentangi kista tersebut dari respons imun pejamu. Kapsul karohidrat di permukaan semua patogen utama yang menyebabkan pneumonia dan meningitis ( streptococcus pneumoniae, neisseria meningitidis, haemophilus, klebsiella, dan E.coli) menyebabkan patogen tersebut lebih viirulen karena membungkus antigen bakteri dan mencegah fagositosis organisme oleh neutrofil. Bakteri pseudomonas mengeluarkan suatu leukotoksin yang mematikan neutrofil. Beberapa E.coli memiliki antigen K yang mencegah aktivasi komplemen melalui jalur alternatif dan lisis sel. Sebaliknya, beberapa bakteri gram-negatif memiliki antigen O polosakarida yang sangat panjang yang mengikat antibodi dan mengaktifkan komplemen pada jarak yang cukup jauh dari bakteri sehingga bakteri tesebut tidak mengalami lisis. Stafilokokus di bungkus oleh molekul protein A yang mengikat bagia Fc antibodi sehingga fagositosis terhambat. Neisseria, haemophilus, dan streptococcus mengeluarkan protase yang menguraikan antibodi. (Robbin & Cotran, 2009)