Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejarah kosmetik menunjukkan bahwa sejak semula kosmetika diramu oleh

para tabib atau dukun yang sekaligus juga menjadi pakar pengobatan di suatu negeri.

Ketika kemudian terjadi kemajuan dalam segala bidang kehidupan termasuk bidang

sains dan teknologi, kosmetik berubah menjadi komoditi yang diproduksi secara luas

dan diatur oleh berbagai peraturan dan persyaratan tertentu untuk memenuhi standar

mutu (kualitas) dan keamanan bagi konsumen. peraturan dan perundang-undangan

yang berlaku untuk pembuatan kosmetika berbeda dari satu Negara dengan Negara

lainnya. Berbagai masalah kosmetika di Indonesia ditangani oleh Direktorat

Kosmetika Ditjen POM Departemen Kesehatan RI.

Maraknya pemakaian kosmetika menyebabkan timbulnya berbagai efek

samping terhadap kosmetika . Kosmetika tidak hanya dibuat oleh pabrik-pabrik

kosmetika yang resmi dan mempunyai legalitas.Berbagai kalangan lain ternyata ikut

membuat produk kosmetika, di rumah, salon kecantikan, maupun di klinik kecantikan

atau kesehatan. Teknologi pembuatan kosmetika sendiri tidak jauh berbeda dengan

teknologi pembuatan obat topical lain, memerlukan pengetahuan dan keahlian teknik

kimia, farmasi, biokimia, mikrobiologi dan dermatologi. Tidak setiap orang mampu

Universitas Sumatera Utara


membuat produk kosmetika yang baik ( memenuhi standart mutu atau kualitas ) dan

aman. Oleh karena itu Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI telah menyusun

berbagai peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan masalah pembuatan

kosmetika. Salah satunya adalah Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

85/Menkes/SK/III/1981 tentang penggunaan Kode Kosmetika Indonesia sebagai Buku

Persyaratan Mutu Bahan Kosmetika. Dengan demikian dapat dilihat bahwa seseorang

yang ingin membuat kosmetika harus mempunyai izin produksi dari Departemen

Perindustrian RI, membuat kosmetikanya dengan baik dan aman ( memenuhi Kode

Etik Kosmetika Indonesia, tidak menggunakan zat yang dilarang atau melebihi batas

maksimum), mendaftarkan produk kosmetikanya untuk diteliti, dan bila lulus akan

diberi nomor registrasi. Distribusi kosmetikanya pun harus memenuhi ketentuan yang

berlaku. Tanggung jawab dan kewajiban sebagai insan Negara hukum adalah

mematuhi hukum yang berlaku di Negara tersebut, dalam hal ini Indonesia. Seiring

dengan meningkatnya pertumbuhan industri kosmetika di Indonesia, telah terjadi

peningkatan produksi kosmetika yang beredar di masyarakat. Pada umumnya dalam

pembuatan kosmetika secara teknologi sering digunakan bahan-bahan kimia yang

kadarnya perlu diperhatikan pada penentuan komposisi produk, khususnya bahan-

bahan aktif (active ingredients). Dimana bahan aktif (active ingredients) merupakan

bahan kosmetika terpenting dan mempunyai daya kerja diunggulkan dalam kosmetika

tersebut sehingga memberikan nama daya kerjanya pada seluruh campuran bahan

tersebut. Konsentrasi bahan aktif kosmetika pada umumnya kecil, namun dapat pula

tinggi apabila bahan aktif kosmetika tersebut sekaligus berperan sebagai bahan

dasarnya, misalnya bahan aktif dalam preparat pembersih muka ( cleansing cream ).

Contoh bahan aktif: PABA, sulful, PPDA, hydrogen peroksida, dan aluminium

klorida.(Wasitaatmadja , 1997).

Universitas Sumatera Utara


Sediaan kosmetik sendiri bukanlah racun. Akan tetapi, karena dibuat dari

bahan-bahan kimia, terutama bagi kulit orang-orang tertentu, dapat menyebabkan

timbul reaksi yang tidak dikehendaki seperti reaksi alergi, iritasi, dan fotosensitisasi,

selain yang disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaannya.(Sartono, 1999).

Maka dari itu, penggunaan serta komposisi zat yang terkandung didalam sediaan suatu

kosmetik perlu diperhatikan dan diwaspadai bagi kesehatan. Karena apabila

digunakan dan dikonsumsi secara berlebihan dikhawatirkan dapat membahayakan

kesehatan. Dengan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membahas masalah

penggunaan bahan-bahan kimia maupun bahan aktif dalam kosmetika serta efeknya

terhadap kesehatan tubuh manusia khususnya pada senyawa kimia asam salisilat yang

terdapat dalam produk kosmetik meco acne lotion yang dikembangkan dan tertuang

menjadi karya ilmiah dengan judul: “ Analisis Kadar Asam Salisilat dalam Produk

Kosmetik Meco Acne Lotion Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”.

1.2. Permasalahan

Permasalahan yang dapat dijumpai adalah :

1. Apakah kadar asam salisilat yang terkandung didalam produk kosmetik meco

acne lotion tersebut sudah memenuhi standart (kadar asam salisilat sebagai zat

aktif dalam sediaan lainnya adalah = 2,0 %) yang telah ditetapkan oleh MA

PPOMN No.10/ KO/ 08.

2. Bagaimana metode yang digunakan dalam analisis kadar asam salisilat dalam

produk kosmetik meco acne lotion.

Universitas Sumatera Utara


1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah :

- Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam analisis kadar asam salisilat

dalam sampel produk kosmetik meco acne lotion secara laboratorium.

- Untuk mengetahui kadar asam salisilat dalam sampel produk kosmetik meco

acne lotion

- Untuk mengetahui apakah kadar asam salisilat dalam sampel produk kosmetik

meco acne lotion sudah memenuhi standart (kadar asam salisilat sebagai zat

aktif dalam sediaan lainnya adalah 2,0 %) yang telah ditetapkan oleh MA

PPOMN No. 10/KO/ 08.

1.4. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah :

- Memberikan informasi kepada pembaca tentang kadar asam salisilat dalam

produk kosmetik meco acne lotion

- Memberikan informasi tentang metode yang digunakan untuk analisis kadar

asam salisilat dalam sampel produk kosmetik meco acne lotion

- Memberikan informasi apakah kadar asam salisilat dalam sampel produk

kosmetik meco acne lotion sudah memenuhi standart yang telah ditetapkan

oleh MA PPOMN No.10/ KO/ 08.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai