Anda di halaman 1dari 34

PENDIDIKAN PROFESI GURU

Disusun Oleh :

Abdur Rafi (C1L017031)


Seftiandik Sifanur Lishar (C1L017038)
Sasi Destiana (C1L017041)
Melisa Puspadewi (C1L017043)
Zulfi Rahmawati (C1L017049)

KEMETRIAN RISET TEKHNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KONOMI DAN BISNIS
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas
mata kuliah Etika dan Profesi Keguruan yang membahas tentang “Pendidikan Profesi
Guru”. Terimakasih pula kami ucapkan kepada Dosen yang telah memberikan
kepercayaan kepada kami dalam menyelesaikan tugas Etika dan Profesi Keguruan.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini pada akhirnya. Akhir kata, kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya. Aamiin.

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG ......................................................................................... 1
1.2. RUMUSAN MASALAH .................................................................................... 2
1.3. TUJUAN PENULISAN ...................................................................................... 3
BAB 2. PEMBAHASAN ............................................................................................. 4
2.1. Pengertian Pendidikan Profesi Guru .................................................................. 4
2.2. Tujuan Program Pendidikan Profesi Guru ........................................................ 5
2.3. Kualifikasi Akademik Calon Pesera Didik Pendidikan Profesi Guru Profesi
Guru ....................................................................................................................... 6
2.4. Kurikulum Pendidikan Profesi Guru ................................................................. 7
2.5. Sistem Pembelajaran dan Uji Kompetensi Program Pendidikan Profesi
Guru ....................................................................................................................... 8
2.6. Landasan Pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru (PPG) ................................. 9
2.7. Manfaat Pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru (PPG) ................................. 11
2.8. Standar yang Dipersyaratkan Menjadi Guru yang Professional dan Sikap
Profesional Keguruan ........................................................................................ 12
2.9. Hambatan – Hambatan Menjadi Guru Professional dan Upaya - Upaya
Pemecahannya .................................................................................................... 20
2.10. Permasalahan yang Muncul dari Implementasi PPG dan Solusinya serta
Implikasi Pendidikan Profesi Guru dalam Pendidikan. ................................ 23
BAB 3. PENUTUP ................................................................................................................ 29
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 29
3.2. Saran ..................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 30

iii
iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pendidikan merupakan sarana untuk memajukan kehidupan masyarakat.
Peranan pendidikan sangat penting dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan.
Seringkali permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
diupayakan pemecahannya melalui jalur pendidikan yang ada, namun kualitas
pendidikan juga menuntut tanggung jawab dan peran dari semua pihak, agar dapat
dicapai kualitas seperti yang diharapkan, maka pendidikan harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan ditentukan banyak
komponen. Komponen pendidikan tersebut antara lain : guru, peserta didik,
kurikulum atau program pendidikan, tujuan, fasilitas, dan manajemen pendidikan.
Masing-masing faktor itu saling berhubungan erat. Setiap faktor harus dapat
melaksanakan fungsi dan tugasnya.

Salah satu bagian dari komponen pendidikan dewasa ini yang penting adalah
guru yang profesional. Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005 (pasal
1 ayat 1) dinyatakan bahwa : guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing,mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
dan menengah. Guru profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan
tugas-tugas yang ditandai oleh keahlian baik dalam materi maupun metode, rasa
tanggung jawab, pribadi, sosial, intelektual moral dan spiritual, dan rasa kesejawatan
yaitu rasa kebersamaan di antara sesama guru. Perwujudan unjuk kerja profesional
guru ditunjang dengan jiwa profesionalisme. Jiwa profesionalisme yaitu sikap mental
yang senantiasa mendorong untuk mewujudkan diri sebagai guru yang profesional.
Kualitas profesionalisme dapat ditunjukkan melalui pola pikir dan perilaku kerja
sebagai berikut : (1) Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati
standar ideal. (2) Meningkatkan dan memelihara citra profesi. (3) Keinginan untuk

1
senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat
meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya. (4)
Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi. (5) Memiliki kebanggaan terhadap
profesinya.

Pola pikir dan perilaku kerja tersebut semestinya menginternal dalam diri
seorang guru, namun realita dan fakta berbicara lain. Kompas tanggal 20 September
2010 dalam salah satu pemberitaannya mengatakan guru-guru di jenjang sekolah
dasar/madrasah ibtidaiyah yang berperan besar untuk mendukung pendidikan dasar
berkualitas justru tertinggal secara akademik, bahkan dari sekitar 1,48 juta guru SD
yang ada saat ini, sekitar 25 % berpendidikan SMA. Kondisi guru yang masih jauh
dari kualifikasi profesional tersebut berdampak pada proses pembelajaran yang
seharusnya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, dan menyenangkan masih
jauh dari harapan. Begitu pun suasana pendidikan yang menantang dan memotivasi
siswa kreatif belum dapat diterapkan.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang masalah yang sudah dikemukakan, dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut :
1.2.1. Apa itu pendidikan profesi guru?
1.2.2. Apakah makna dari pendidikan profesi guru?
1.2.3. Bagaimana Standar yang dipersyaratkan untuk menjadi Guru yang
Professional?
1.2.4. Bagaimana Sikap Professional Keguruan?
1.2.5. Bagaimanakah hambatan-hambatan menjadi guru professional dan
pemecahannya?
1.2.6. Apa perbedaan pendidikan profesi guru dari masa kemasa?
1.2.7. Permasalahan yang muncul dari implementasi PPG dan Solusinya?

2
1.3. TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan permasalahan dan fokus pembahasan yang ada, maka tujuan


penulisan ini adalah untuk mengetahui :

1.3.1. Gambaran guru yang profesional dalam meningkatkan kualitas


pendidikan.
1.3.2. Hambatan-hambatan menjadi guru yang profesional dan upaya
pemecahannya.
1.3.3. Mengetahui perbedaan pendidikan profesi guru dari masa kemasa.

3
BAB 2. PEMBAHASAN
2.

2.1. Pengertian Pendidikan Profesi Guru

Pendidikan profesi guru (PPG) merupakan suatu program pendidikan yang


diberikan untuk para sarjana pendidikan atau diploma 4 yang berminat untuk menjadi
guru yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan serta standar nasional dalam masalah
pendidikan dan untuk memperoleh sertifikat sebagai pendidik yang profesional.
Terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam segala aspek
kehidupan akibat dari gelombang globalisasi serta perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi memunculkan serangkaian tantangan baru yang perlu disikapi dengan
cermat dan sistematis. Perubahan tersebut secara khusus berdampak terhadap
tuntutan akan kualitas pendidikan secara umum, dan kualitas pendidikan guru secara
khusus untuk menghasilkan guru yang profesional melalui Pendidikan Profesi Guru
(PPG).
Guru profesional adalah guru yang dalam melaksanakan tugasnya mampu
menunjukkan kemampuannya yang ditandai dengan penguasaan kompetensi
akademik kependidikan dan kompetensi substansi dan/atau bidang studi sesuai
bidang ilmunya. Calon guru harus disiapkan menjadi guru profesional
melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG). Menurut Undang-Undang No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan profesi adalah pendidikan
tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan mahasiswa didik untuk memiliki
pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
Pendidikan profesi guru harus ditempuh selama 1-2 tahun setelah seorang calon
lulus dari program sarjana kependidikan maupun non sarjana kependidikan. PPG
(Program Pendidikan Profesi Guru) merupakan program pengganti akta IV yang tidak
berlaku mulai tahun 2005. Lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) akan
mendapatkan gelar Gr di belakang nama guru tersebut.

4
2.2. Tujuan Program Pendidikan Profesi Guru

2.2.1. Tujuan umum

Tujuan umum PPG tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, yaitu
menghasilkan calon guru yang memiliki kemampuan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

2.2.2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dilaksanakannya pendidikan profesi guru tercantum dalam


Permendiknas No 8 Tahun 2009 Pasal 2 yaitu untuk menghasilkan calon guru
yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai
pembelajaran, menindaklanjuti hasil penilaian, melakukan pembimbingan,
pelatihan peserta didik, dan melakukan penelitian, serta mampu
mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan.

Menurut Oemar Hamalik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan
mengadakan pelatihan antara lain:

a. Pelatihan berfungsi memperbaiki perilaku atau performance kerja. Sangat


diperlukan agar pendidik lebih mampu melaksanakan tugas-tugasnya dan
diharapkan berhasil dalam upaya pelaksanaan program kerja organisasi
atau lembaga.
b. Pelatihan berfungsi mempersiapkan promo ketenagaan untuk jabatan yang
lebih rumit dan sulit.
c. Pelatihan berfungsi untuk mempersiapkan tenaga kerja pada jabatan yang
lebih tinggi.

5
Penguasaan dan kemampuan melaksanakan kompetensi secara prima
dalam arti efektif dan efesien, menempatkan profesi guru sebagai sebuah
profesi. Djojonegoro (1998) menyatakan bahwa profesionalisme dalam suatu
jabatan ditentukan oleh tiga faktor penting. Faktor tersebut dapat disajikan
sebagai berikut :

1. Memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan


keahlian atau spesialisasi.
2. Kemampuan untuk memperbaiki kemampuan (keterampilan dan keahlian
khusus yang dikuasai).
3. Penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian khusus yang
dimilikinya

2.3. Kualifikasi Akademik Calon Pesera Didik Pendidikan Profesi Guru


Profesi Guru

Beberapa kualifikasi akademik bagi calon peserta didik Pendidikan Profesi


Guru (PPG) yaitu sebagai berikut :
1. S1 Kependidikan yang sesuai dengan program pendidikan profesi yang akan di
tempuh.
2. S1 Kependidikan yang serumpun dengan program pendidikan profesi yang
akan di tempuh dengan menempuh materikulasi.
3. S1/DIV Non kependidikan yang sesuai dengan program pendidikan profesi
yang akan di tempuh dengan menempuh materikulasi mata kuliah akademik
kependidikan.
4. S1/DIV Non kependidikan serumpun dengan program pendidikan profesi yang
akan di tempuh dengan menempuh materikulasi.
5. S1 Psikologi untuk program PPG pada PAUD SD, dengan menempuh
materikulasi.

6
2.4. Kurikulum Pendidikan Profesi Guru

Dikemukakan pada landasan konseptual dan yang tertuang dalam Pasal 1 (13)
PP No. 19/2005 tentang SNP, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelengaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pasal 9 PP No. 19/2005 tentang SNP mengemukakan bahwa kerangka dasar dan
struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan sendiri untuk setiap program
studi. Masing-masing LPTK yang akan menyelenggarakan PPG, dan dapat menyusun
sendiri kurikulumnya, baik kurikulum PPG pasca S1/D-IV Non Kependidikan. LPTK
penyelenggara melakukan kerjasama dalam pengembangan kurikulum dengan
difasilitasi Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, dengan kerjasama ini deharapkan
terwujudnya kurikulum PPG yang setara dalam menjaga mutu LPTK penyelenggara
dan akan memudahkan mahasiswa pindah dari satu PPG ke PPG lainnya serta
memudahkan dalam penilain jika terjadi mobilitas guru dari satu daerah ke daerah
lain.

Dalam menyusun kurikulum PPG perlu diperhatikan kompetensi guru


sebagaiman di maksud dalam pasal 10 UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen,
yakni kompetensi kepribadian, kompeten sisosial dan kompetensi professional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi. Pengelompokkan kompetensi ini tidak dapat
dijadikan sebagai pengelompokkan mata kuliah, oleh karena itu merupakan hasil
akhir dari proses pendidikan, dan kompetensi-kompetensi itu dapat tertampung dalam
beberapa mata kuliah, misalnya mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia dan Bahasa Ingris dapat menampung
kompetensi kepribadian dan sosial. Dalam penyusun kurikulum PPG kompetensi
yang ingin di capai dapat disederhanakan menjadi kompetensi akademik dan
kompetensi professional.

7
Kompetensi akademik adalah seluruh bekal yang bersifat basis keilmuan dari
kegiatan mendidik yang akan di aplikasikan secara otentik dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan di lapangan.

Kompetensi profesional adalah seluruh kemampuan mengaplikasikan prinsip-


prinsip keilmuan dalam praktik nyata di sekolah yang memiliki stuktur, yang terdiri
atas orientasi, latiahan terbimbing, latihan mandiri, mengatasi masalah-masalah
belajar siswa dan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan non mengajar yang terjadi di
sekolah.

Sebelum menetapkan kurikulum yang akan di berlakuakan untuk PPG, perlu


dianalisa terlebih dahulu apa saja kompetensi yang telah diperoleh mahasiswa lulusan
S-1 kependidikan dan S-1/D-IV non kependidikan. Analisis ini akan menentukan apa
saja kegiatan perkuliahan yang perlu ditambahkan untuk kedua program tersebut.
Program PPG pasca S1 pendidikan diperuntukkan bagi peserta didik yang
sebelumnya berasal dari S1 kependidikan.

2.5. Sistem Pembelajaran dan Uji Kompetensi Program Pendidikan Profesi


Guru

2.5.1. Sistem Pembelajaran Program Pendidikan Profesi Guru

Ada 2 sistem pembelajaran pada program Pendidikan Profesi Guru yaitu :


a. Sistem pembelajaran mencakup perkuliahan, partikum dan praktek
penggalaman lapangan yang diselengarakan dengan pemantauan
langsung secara insentif oleh dosen yang ditugaskan khusus untuk
kegiatan tersebut, dinilai secara objektif dan transparan.
b. Perkuliahan praktikum dan praktek pengalaman lapangan
dilaksanakan secara tatap muka dan berorientasi pada pencapaian
kompetensi merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

8
menulis hasil pembelajaran, menindak lanjuti hasil pembelajaran,
serta melakukan pembembingan pada pelatih.

2.5.2. Uji Kompetensi Program Pendidikan Profesi Guru

a. Uji kompetensi sebagai ujian akhir terdiri dari ujian tulis ujian
kinerja, ditempuh setelah peserta lulus semua program PPG.
b. Ujian tulis di laksanakan oleh program studi/jurusan penyelenggara,
xedangkan ujian kinerja dilaksanakan oleh program studi/jurusan
dengan melibatkan organisasi profesi atau pihak eksternal yang
professional dan relevan.
c. Peserta yang lulus uji kompetensi yang memperoleh sertifikat
pendidik bernomor registrasi yang di keluarkan oleh PPG.

2.6. Landasan Pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru (PPG)

Pelaksanaan pendidikan profesi guru tentunya memiliki landasan yang


digunakan sebagai acuan yang mengatur keseluruhan bagian program tersebut.
Landasan tersebut adalah :

2.6.1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan


Nasional.
Dalam Undang-undang tersebut terdapat beberapa pasal yang terkait
dengan penyelenggaraan pelaksanaan pendidikan profesi guru, yaitu:
a. Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan
jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani serta memiliki
kemampuan untuk meujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dihasilkan
oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.

9
c. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, Selanjutnya
dikatakan pula bahwa:
1.) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan
mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
2.) Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban dan
mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakannya.
3.) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan
pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal
yang diselenggarakan oleh masyarkat.
2.6.2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang guru dan dosen
Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan mengenai pendidikan profesi
guru dinyatakan bahwa:
a. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasamani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tunggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan
ditetapkan oleh pemerintah.
c. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan dan
akuntabel.
d. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru
dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.[26]

10
2.7. Manfaat Pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru (PPG)

Kegiatan Pendidikan Profesi guru (PPG) dapat memberikan manfaat sebagai


berikut yaitu:

1. Bagi guru dapat menambah pengalaman dan penghayatan guru tentang


proses pendidikan dan proses pembelajaran disekolah.
2. Dapat menciptakan guru profesional dibidangnya.
3. Dapat meningkatkan kesejahteraan bagi guru.
4. Memperoleh pengalaman tentang cara berpikir dan bekerja secara
interdisipliner sehingga dapat memahami keterkaitan ilmu dalam
mengatasi permasalahan pendidikan yang ada disekolah. Mempertajam
daya nalar dalam penelaahan perumusan dan pemecahan masalah
pendidikan yang ada di sekolah.
5. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat berperan
sabagai motivator, dinamisator dalam pembelajaran.
6. Bagi sekolah menemukan penyegaran serta ide baru dalam proses
pembelajaran baik sistem pengajarannya maupun tugas kependidikan,
sehingga diharapkan model pembelajaran akan menjadi lebih baik.
7. Bagi masyarakat tersedianya calon tenaga pendidik (guru) yang memiliki
kualitas yang baik dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk percaya
bahwa dunia pendidikan mampu memberikan pelayanan yang cukup
memuaskan.

Guru sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan
kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing. Pelatihan yang dilakukan,
disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus
mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik, serta lingkungannya.

11
Jabatan guru dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan
ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru
untuk menghasilkan guru yang professional, walaupun jabatan profesi guru belum
dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan
penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan
lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru
melalui Akta Mengajar.

Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi


dan untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya, hal ini sesuai dengan PP
No. 19 Tahun 2005 akan jelas bahwa untuk menjadi seorang tenaga pendidik yang
professional tidaklah mudah, mereka harus benar-benar teruji dan memenuhi
persyaratan. Setelah diberlakukannya uji sertifikasi yang diikuti dengan mendapatkan
tunjangan profesi bagi guru, diharapkan ada peningkatan kesejahteraan yang diikuti
dengan peningkatan kinerja.

2.8. Standar yang Dipersyaratkan Menjadi Guru yang Professional dan Sikap
Profesional Keguruan

2.8.1. Standar yang Dipersyaratkan Menjadi Guru yang Professional

Profesi guru masih dihadapkan pada banyak permasalahan, karena profesi


guru merupakan suatu profesi yang sedang tumbuh, semua permasalahannya
masih relevan untuk dibicarakan, salah satu diantaranya profesi harus melalui
pendidikan tinggi keguruan. Hal ini sejalan dengan UU No. 14 Tahun 2005
Pasal 8 menyatakan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal 9 menyatakan kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan
tinggi program sarjana atau program diploma empat. Penegasan dari UU ini

12
menyatakan secara jelas bahwa kualifikasi guru setidak - tidaknya
berpendidikan sarjana atau program diploma empat.

a. Tugas dan Tanggung jawab Guru

Guru sebagai pekerjaan profesi, secara holistik adalah berada pada


tingkatan tertinggi dalam sistem pendidikan nasional karena guru dalam
melaksanakan tugas profesionalnya memiliki otonomi yang kuat. Tugas
guru sangat banyak baik yang terkait dengan kedinasan dan profesinya di
sekolah, seperti mengajar dan membimbing para muridnya, memberikan
penilaian hasil belajar peserta didiknya, mempersiapkan administrasi
pembelajaran yang diperlukan, dan kegiatan lain yang berkaitan dengan
pembelajaran. Guru juga harus senantiasa berupaya meningkatkan dan
mengembangkan ilmu yang menjadi bidang studinya agar tidak
ketinggalan zaman, ataupun keluar kedinasan yang terkait dengan tugas
kemanusiaan dan kemasyarakatan secara umum di luar sekolah.

Guru berperan dalam membentuk karakteristik anak didik atau lulusan


yang beriman, berakhlak mulia, cakap mandiri, berguna bagi agama, nusa
dan bangsa, terutama untuk kehidupannya yang akan datang, sehingga
disebut dengan manusia seutuhnya yaitu berpengetahuan, berakhlak, dan
berkepribadian. Guru bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku,
dan amalannya dalam rangka membina dan membimbing anak didik. Tugas
guru sangat berat, baik yang berkaitan dengan dirinya, dengan para
muridnya, dengan teman sekerjanya, dengan kepala sekolahnya, dengan
orang tua murid, maupun dengan lainnya. Artinya guru adalah figur
pemimpin yang dalam batas - batas tertentu dapat mengendalikan para
muridnya. Guru seorang arsitek yang berusaha membentuk jiwa dan watak
anak didiknya. Guru juga mempunyai peluang menentukan untuk
membangun sikap hidup atau kepribadian anak didiknya sehingga dapat

13
berguna bagi diri dan keluarganya kelak. Guru bekerja melaksanakan tugas
profesionalnya kependidikan tidak karena takut pada pimpinannya, tetapi
karena panggilan tugas profesionalnya dan juga ibadahnya.

b. Guru Profesional Senantiasa Meningkatkan Kualitasnya

Tugas dan kewajiban guru baik yang terkait langsung dengan proses
belajar mengajar maupun tidak terkait langsung, sangatlah banyak dan
berpengaruh pada hasil belajar mengajar. Perlu diperhatikan secara
sungguh – sungguh bagaimana memberikan prioritas yang tinggi kepada
guru, sehingga mereka dapat memperoeh kesempatan untuk selalu
meningkatkan kemampuan melaksanakan tugas sebagai guru. Guru harus
diberikan kepercayaan untuk melaksanakan tugasnya melakukan proses
belajar mengajar yang baik. Guru perlu diberi dorongan dan suasana
kondusif untuk menemukan berbagai alternatif metode dan cara
mengembangkan proses pembelajaran sesuai perkembangan zaman.

c. Standar Profesional Guru di Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, standar berarti sesuatu yang


dipakai sebagai contoh atau dasar yang sah bagi ukuran, takaran, dan
timbangan. Standar dapat juga dipahami sebagai kreteria minimal yang
harus dipenuhi. Standar profesional guru mempunyai kriteria minimal
berpendidikan sarjana atau diploma empat serta dilengkapi dengan
sertifikat profesi.

Guru yang memenuhi standar adalah guru yang memenuhi kualifikasi


yang dipersyaratkan dan memahami benar apa yang harus dilakukan, baik
ketika di dalam maupun di luar kelas. Mengajar merupakan tugas pokok
seorang guru, ada juga beberapa persoalan atau tugas prinsip semua guru
harus mengetahui dan menguasainya sebagai bagian dari tugas seorang

14
guru yang professional, yaitu : tugas administrasi kurikulum dan
pengembangannya, pengelolaan peserta didik, personel, prasarana dan
sarana, keuangan, layanan khusus, dan hubungan sekolah masyarakat.
Dilihat dari segi pembebanan, persoalan di atas merupakan yang sangat
memberatkan tugas guru karena tidak terkait langsung dengan tugas
mengajarnya. Tugas - tugas tersebut ternyata ada kaitannya dengan
ketertiban dan kerapian tugas guru.

2.8.2. Sikap Profesional Keguruan

a. Pengertian Sikap Profesional Keguruan

Guru sebagai professional mempunyai citra yang baik di masyarakat


apabila dapat menunjukkan bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan
masyarakat sekelilingnya. Segala prilaku guru selalu diperhatikan
masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus
prilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Berhubungan dengan
bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta
mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah
laku guru yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan
sasarannya, yakni sikap professional keguruan terhadap:
1) Peraturan perundang-undangan,
2) Organisasi profesi,
3) Teman sejawat,
4) Anak didik,
5) Tempat kerja,
6) Pekerjaan.

15
b. Sikap - Sikap Proffesional Keguruan

1) Sikap Pada Peraturan

Butir sembilan Kode Etik Guru Indonsia disebutkan bahwa : ” Guru


melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”
(PGRI,1973). Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui ketentuan-ketentuan dan
peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh aparatur dan abdi negara.
Guru mutlak merupakan unsur aparatur dan abdi negara. Guru
harus`mengetahui dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan.
Setiap Guru di Indonesia wajib tunduk dan taat terhadap kebijaksanaan dan
peraturan yang ditetapkan dalam bidang pendidikan, baik yang dikeluarkan
oleh Depdikbud maupun departemen lainnya yang berwenang mengatur
pendidikan. Kode Etik Guru Indonesia memiliki peranan penting agar hal
ini dapat terlaksana.

2) Sikap Terhadap Organisasi Profesi

UU. No 14 Tahun 2005 pasal 7.1.i disebutkan bahwa ” guru harus


memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-
hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.”

Pasal 41.3 menyebutkan ” Guru wajib menjadi anggota organisasi


profesi” Ini berarti setiap guru di Indonesia harus tergabung dalam suatu
organisasi yang berfungsi sebagai wadah usaha untuk membawakan misi
dan memantapkan profesi guru. Di Indonesia organisasi ini disebut dengan
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Kode `Etik Guru Indonesia
butir delapan disebutkan : Guru secara bersama-sama memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdian. Menegaskan bahwa setiap guru di Idonesia harus tergabung

16
dalam PGRI dan berkewajiban serta bertanggung jawab untuk
menjalankan, membina, memelihara dan memajukan PGRI sebagai
organisasi profesi. Baik sebagai pengurus ataupun sebagai anggota. Hal ini
dipertegas dalam dasar keenam kode etik guru bahwa Guru secara pribadi
dan bersama-sama mengembangkan, dan meningkatkan martabat
profesinya. Peningkatan mutu profesi dapat dilakukan dengan berbagai
cara seperti penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam
jabatan, studi perbandingan dan berbagai kegiatan akademik lainnya, jadi
kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan
prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan
dapat juga dilakukan setelah lulus dari pendidikan prajabatan ataupun
dalam melaksanakan jabatan.

3) Sikap Terhadap Teman Sejawat

Ayat Kode Etik Guru disebutkan bahwa ” Guru memelihara hubungan


seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.” Ini berarti
bahwa:
a) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama
guru dalam lingkungan kerjanya.
b) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar
lingkungan kerjanya.

Hal ini ditunjukkan bahwa betapa pentingnya hubungan yang harmonis


untuk menciptakan rasa persaudaraan yang kuat di antara sesama anggota
profesi. Di lingkungan kerja, yaitu sekolah, guru hendaknya menunjukkan
suatu sikap yang ingin bekerja sama, menghargai, pengertian, dan rasa
tanggung jawab kepada sesama personel sekolah. Sikap ini diharapkan
akan memunculkan suatu rasa senasib sepenanggungan, menyadari

17
kepentingan bersama, dan tidak mementingkan kepentingan sendiri dengan
mengorbankan kepentingan orang lain, sehingga kemajuan sekolah pada
khususnya dan kemajuan pendidikan pada umumnya dapat terlaksana.
Sikap ini hendaknya juga dilaksanakan dalam pergaulan yang lebih luas
yaitu sesama guru dadri sekolah lain.

4) Sikap Terhadap Anak Didik

Dalam Kode Etik Guru Indonesia disebutkan : ”Guru berbakti


membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
berjiwa Pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus
dipahami seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni:
tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan
manusia Indonesia yang seutuhnya.

Tujuan Pendidikan Nasional sesuai dengan UU. No. 2/1989 yaitu


membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila. Prinsip yang
lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik
saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara yaitu Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut
wuri handayani. Kalimat ini mengindikasikan bahwa pendidikkan harus
memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat
mengendalikan peserta didik.

Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia


sebagai kesatuan yang bulat, utuh baik jasmani maupun rohani, tidak hanya
berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Dalam mendidik guru tidak
hanya mengutamakan aspek intelektual saja, tetapi juga harus
memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani,
rohani, sosial, maupun yang lainnya sesuai dengan hakikat pendidikan.

18
5) Sikap Tempat Kerja

Untuk menyukseskan proses pembelajaran guru harus bisa


menciptakan suasana kerja yang baik, dalam hal ini adalah suasana
sekolah. Dalam kode etik dituliskan: ”Guru menciptakan suasana sekolah
sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.”
Oleh sebab itu guru harus aktif mengusahakan suasana baik itu dengan
berbagai cara, baik dengan penggunaan metode yang sesuai, maupun
dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi
kelas yang mantap, ataupun pendekatan yang lainnya yang diperlukan.

Untuk mencapai keberhasilan proses pembelajaran guru juga harus


mampu menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama perangkat
sekolah, orang tua siswa dan juga masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan
dengan mengundang orang tua sewaktu pengambilan rapor, membentuk
BP3 dan lain- lain.

6) Sikap Terhadap pekerjaan

Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami


mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang
beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi,
terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang masih kecil,
barangkali tidak semua orang dikarunia sifat seperti itu, namun bila
seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk
belajar dan berlaku seperti itu.

Guru harus selalu dapat menysuaikan kemampuan dan


pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal
ini peserta didik dan para orang tuanya. Keinginan dan permintaan ini
selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya

19
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Guru selalu dituntut
untuk secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan
meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir yang
keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi: Guru secara
pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.

Peningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat


melakukannya secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru
mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan
bidang tugas, keinginan, waktu, dan kemampuannya. Secara informal guru
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui media masa
seperti televisi, radio, majalah ilmiah, Koran, dan sebagainya, ataupun
membaca buku teks dan pengetahuan lainnya yang cocok dengan
bidangnya.

2.9. Hambatan – Hambatan Menjadi Guru Professional dan Upaya - Upaya


Pemecahannya

2.9.1. Hambatan – Hambatan Menjadi Guru Professional

Hambatan menjadi guru yang profesional antara lain :


a. Gaji yang gajinya “terlalu pas-pasan” bahkan mungkin “kurang”. Hal ini
memaksa seorang guru mencari nafkah tambahan seusai jam kerja.
Kebiasaan ini berjalan sampai sekarang, akibatnya guru tidak memiliki
kesempatan untuk membuat persiapan mengajar dengan baik dan matang
untuk pembelajaran di kelas, sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi
tidak efektif.

20
b. Tugas – tugas administrasi guru yang dianggap memberatkan. Guru
beranggapan bahwa merasa cukup lama dan berpengalaman menjadi
guru, semuanya sudah dimengerti dan hapal di “luar kepala”, sehingga
akibatnya, sebagian besar tugas administrasi dibuat dengan setengah
terpaksa hanya untuk menyenangkan hati atasan.
c. Minimnya niat guru untuk menjadi guru yang profesional (pasrah dengan
kemampuan dan keadaan). Anggapan bahwa guru berprestasi
maupun tidak berprestasi pun gajinya sama, inilah yang membuat
sebagian guru kurang termotivasi untuk meningkatkan kompetensi dan
kualitas pendidikannya.
d. Kurangnya memanfaatkan waktu di sekolah untuk bertukar pengalaman
dengan guru sejawat tentang pengalaman – pengalaman proses belajar
mengajar (PBM) yang baik. Guru beranggapan kewajiban atau
tugasnya hanya sekadar mengajar di kelas, tanpa mau mengembangkan
aspek lainnya yang berkaitan dengan peningkatan atau pengembangan
kualitas akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan tanpa malu-
malu, kecenderungan guru kini ada kebiasaan yang kurang produktif di
ruang guru yaitu pada saat PBM di kelas berakhir sebagian
guru membahas atau bertukar pikiran tentang hal-hal yang tidak ada
kaitannya dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran melainkan
membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pola – pola kehidupan
materialistis, konsumtif, ngegosip, membicarakan kelemahan orang lain,
dan sejenisnya.
e. Kurangnya minat guru untuk berinovasi. Guru beranggapan bahwa apa
yang sudah dilakukan pada PBM di nilai masih baik dan tidak ada
kendala. Hal inilah yang membuat merasa nyaman dan tidak perlu “aneh-
aneh” dalam memberikan pendidikan pada siswa.

21
f. Kurang tersedianya fasilitas pendidikan yang menunjang PBM.
Pelaksanaan PBM berjalan tidak efektif dan cenderung penyampaian
materi bahan ajar dari guru tidak berkembang dengan semestinya, yaitu
dengan strategi pembelajarn yang inovati, bervariasi dalam alat dan
media, namun cenderung monoton.

2.9.2. Upaya - Upaya Pemecahanya

1. Pemberian kesejahteraan guru melalaui peran serta pemerintah terus


ditingkatkan. Hal ini sudah terealisir dengan adanya pemberian tunjangan
profesi guru dan tunjangan fungsional seperti Sertifakasi Guru.
Diharapkan upaya ini mampu meningkatkan kesejahteraan dan
profesionalisme guru dalam bekerja.
2. Pemenuhan kebutuhan fasilitas pendidikan yang memadai dan relevan
dengan tuntutan dan situasi pembelajaran terkini diharapkan mampu
ditingkatkan melalui perencanaan, pengeloalaan dan pemanfaatan dana
yang tersedia baik dari swadaya, subsidi pemerintah misalnya Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Pendidikaan
(BOP), Block Grand Pendidikan, dan donasi pendidikan lainnya yang
sejenis. Proses kegiatan pembelajaran diharapkan dapat berlangsung
dengan efektif dan tujuan dapat tercapai.
3. Secara “individu maupun kelompok” harus berani memahami bahwa
profesi guru itu suatu pilihan, ketika sudah memutuskan menjadi guru
harus siap dengan segala konsekuensinya, oleh karena itu guru harus
memiliki pola pikir dan perilaku kerja yang maju .
4. Memiliki kebanggaan terhadap profesinya (memiliki rasa syukur dan
memaknai guru sebagai panggilan hidupnya). Semua keinginan itu dapat
direalisasikan apabila ada niat dan keamauan untuk berkembang melalui

22
berbagai kegiatan, antara lain : pendidikan dan pelatihan sertifikasi guru,
kursus, seminar pendidikan dan pengembangan profesi guru lainnya.
5. Guru harus diberi ruang untuk berprestasi dan diberi apresiasi apabila
dapat menunjukkan kualitas dan kompetensi di atas ketentuan standar.
Ruang tersebut, misalnya pemilihan guru berprestasi, Kompetisi Simulasi
pembelajaran kelas yang efektif, dan lainnya. Hal ini penting untuk
memotivasi kerja dan budaya kompetisi dalam tugas dan fungsinya dalam
pendidikan. Pemberian ini dapat dilakukan oleh Pemerintah atau
Yayasan, Sebaliknya apabila guru kurang berprestasi dan tidak
mencerminkan seorang guru perlu juga diberi pembinaan dan “hukuman”
dengan maksud memotivasi kembali tugas dan perannya dalam dunia
pendidikan.

2.10. Permasalahan yang Muncul dari Implementasi PPG dan Solusinya serta
Implikasi Pendidikan Profesi Guru dalam Pendidikan.

2.10.1. Permasalahan yang Muncul dari Implementasi PPG dan Solusinya

a. Masalah pertama

Masalah pertamayang muncul adalah kaitan PPG dengan sertifikasi guru


dalam jabatan, sebagaimana diketahui, guru dalam jabatan mendapatkan
sertifikat pendidik salah satunya melalui program sertifikasi guru ( dalam
jabatan ). Sekitar 3 juta guru, sampai saat ini baru sekitar 1,6 yang sudah ikut
sertifikasi, sehingga masih sekitar 1,4 juta yang belum, jika PPG menerima
mahasiswa baru dan saat lulus mendapatkan sertifikat pendidik, sehingga
memperoleh tunjangan profesi saat yang bersangkutan sebagai guru baru,
akan menimbulkan kecemburuan sosial bagi guru yang sudah lama
mengajar. Mereka yang masih harus menunggu giliran ikut sertifikasi akan
cemburu ketika ada guru baru langsung memperoleh tunjangan karena sudah

23
memiliki sertifikat pendidik, namun kalau PPG ditunda, akan berdampak
kurang baik bagi upaya peningkatan mutu guru.

Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah PPG bagi guru dalam jabatan.
Artinya, guru dalam jabatan, khususnya yang masih muda sehingga urutan
untuk mengikuti sertifikasi masih lama namun berprestasi, diberi peluang
untuk mengikuti PPG. Pola ini sekaligus untuk mendorong guru untuk
berprestasi agar memperoleh peluang ikut PPG, walaupun usianya masih
muda.
Adanya koordinasi yang baik antara LPTK pelaksana PPG dengan
Kemdikbud dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, jika pola tersebut di atas
diterapkan. Mengapa? Ketika peserta lulus dan mendapatkan sertifikat
pendidik, berarti pada 1 Januari tahun berikutnya yang bersangkutan berhak
mendapatkan tunjangan profesi, dengan demikian jumlah peserta harus
diperhitungkan sebagai bagian dari program sertifikasi guru, khususnya
dalam menghitung jumlah guru yang mendaptkan tunjangan profesi.
Koordinasi akan menjadi semakin kompleks karena harus
mempertimbangkan proporsi antar kabupaten / kota dan juga antara jenjang
dan jenis sekolah.
Beriringan dengan pola tersebut, PPG untuk guru pra jabatan tetap dapat
dimulai, namun hanya untuk mereka yang nantinya ditempatkan di sekolah-
sekolah daerah terpencil, pedalaman dan perbatasan. Pola ini sekaligus untuk
mendorong guru yang “bermutu” untuk bertugas didaerah yang selama ini
selalu kekurangan guru. Pola ini sebaiknya dikaitkan juga dengan pola
pembinaan karier guru. Tentu tidak bijak mempertahankan guru bertugas
disuatu daerah, apalagi daerah terpencil selamalamanya, sebagaimana
profesi atau bahkan manusia biasa, seseorang memerlukan penyegaraan
dalam bekerja dan salah satu caranya dengan berpindah tempat atau pindah
bagian agar tidak jenuh.

24
Perpindahan tugas guru sebaiknya merupakan bagian dari pembinaan
karier. Sangat ideal jika kedua pola tersebut dapat dicari interseksinya.
Dibuka pintu bagi guru dalam jabatan untuk mengikuti PPG, tetapi setelah
lulus tidak kembali ke sekolah tempat semula mengajar, tetapi
dipindahtugaskan ke sekolah “terpencil” yang pada umumnya kekurangan
guru. Apabila pola ini dapat dilakukan, sekaligus akan mengurangi
penumpukan guru di daerah/sekolah tertentu.
b. Masalah kedua

Masalah kedua dalam pelaksanaan PPG adalah nasib lulusan S1 LPTK


yang tidak dapat atau tidak mau menempuh PPG. Lulusan mahasiswa S1
LPTK yang dididik dengan kurikulum yang sekarang berlaku ( disebut
kurikulum lama ), seharusnya memiliki “hak” untuk langsung menjadi guru
tanpa harus menempuh PPG, karena selama kuliah memperoleh mata kuliah
PPL yang intinya untuk berlatih menjadi guru. Ketika PPG dilaksanakan,
kemudian mereka “dilarang” untuk langsung menjadi guru akan dapat
menimbulkan masalah sosial. Bukankah saat masuk kuliah, kurikulum “
menjanjikan” setelah lulus dapat langsung menjadi guru.

Mengapa kemudian tidak boleh? Mengapa ketika PPG diberlakukan,


semestinya kurikulum S1 LPTK perlu ditinjau kembali, karena hal-hal yang
bersifat sudah dipindah ke PPG. Kurikulum di S1 lebih diarahkan kepada
hal-hal yang latihan teoritik konseptual, bukan berarti, selama menempuh
S1 mahasiswa tidak “bersentuhan” dengan sekolah/siswa, namun program
seperti itu merupakan bagian untuk memperkuat pembelajaran teori suatu
mata kuliah, dengan demikan mahasiswa yang menempuh kuliah S1 dengan
“kurikulum baru” harus menempuh PPG ( sebagai wahana latihan penerapan
teori ) untuk menjadi guru.

25
Bagaimana dengan mahasiswa yang telah lulus S1 dengan “kurikulum
lama”? Tentunya mereka memilki “hak” untuk langsung menjadi guru (
tanpa harus melalui PPG ), karena selama kuliah telah menempuh mata
kuliah PPL yang merupakan wahana belajar “menjadi guru”. Nah, jika
'kurikulum baru” S1 LPTK baru diterapkan tahun akademik 2013/2014,
berarti mahasiswa angkatan 2012/2013 masih berhak langsung menjadi guru
saat mereka lulus nanti. Mereka akan lulus sekitar tahun 2016, jika
diasumsikan mereka memerlukan waktu tiga tahun untuk mendapatkan
pekerjaan, berarti sampai tahun 2019, masih harus diberikan peluang
pengangkatan guru baru lulusan S1 LPTK ( tanpa harus menempuh PPG ).
Bertolak dari uraian diatas, diperlukan “ exit strategy “ pelaksanaan PPG
agar tidak menimbulkan masalah sosial, khususnya dari ketidakpuasan
lulusan S1 LPTK “ kurikulum lama”. Dengan asumsi PPG mulai
dilaksanakan tahun 2013, maka biarkan antara tahun 2013 s.d 2019, baik
lulusan PPG maupun lulusan S1 LPTK dengan kurikulum lama “ sama-sama
diberi peluang langsung menjadi guru. Silahkan lapangan yang melakukan
saringan. Baru pada tahun 2020 semua guru harus lulusan PPG, setelah
lulusan terahkir S1 LPTK dengan 'kurikulum lama” diberi waktu tiga tahun
untuk mendapatkan tempat bekerja.
c. Masalah ketiga

Masalah ketiga adalah ketidakseimbangan lulusan LPTK dengan alokasi


mahasiswa PPG. Meningkatnya jumlah pendaftar masuk LPTK, seperti
mendorong berbagai pihak untuk membuka LPTK baru, Baik itu berupa
penambahan program studi kependidikan di universitas yang sebelumnya
bukan LPTK maupun membuka LPTK baru. Data pada bulan April 2013
jumlah LPTK telah menjadi 415 buah ( dibandingkan pada akhir tahun
akademik 2009/2010 baru 324 buah ) dari 415 LPTK yang negeri hanya 38,
sedangkan siasanya 377 berstatus swasta. Jumlah mahasiswa kini menjadi

26
833.346 orang ( Ditnaga, 2013 ). Dengan asumsi jumlah lulusan sekitar 1/5
dari populasi mahasiswa, berarti jumlah lulusan akan mencapai sekitar
190.000 orang pertahun. Dengan jumlah guru sekitar 3 juta, maka dengan
asumsi penyebaran usia mereka merata untuk pengganti pensiun akan
diperlukan guru baru sekitar 60.000 orang pertahun. Padahal dengan jumlah
guru 3 juta orang, secara agregat nasional Indoneisa sudah kelebihan guru.
Terbukti, ketika program sertifikasi dilaksanakan dan guru “terpaksa”
memenuhi kewajiban jam mengajar 24 jam /minggu banyak sekolah yang
mengeluarkan guru honorer, karena jam mengajarnya “diminta” guru
PNS/guru tetap, jadi angka kebutuhan guru baru pengganti pensiun sekitar
60.000 orang/tahun terrsebut secara rasional. PP 74/2008, pasal 9 ayat ( 1 )
menyebutkan bahwa jumlah mahasiswa PPG ditentukan pertahun oleh
Mendikbud. Maksudnya agar jumlah lulusan nanti sesuai dengan kebutuhan
guru dilapangan. Pola pikir tersebut, tentunya penerimaan mahasiswa PPG
per tahun juga sekitar 60.000 orang, sementara itu lulusan LPTK yang tentu
nantinya akan ingin masuk PPG sekitar 190.000 orang. Bukankah
kesenjangan yang sangat besar.

Kesenjangan tersebut harus dicarikan jalan keluar, agar tidak menjadi


maslah sosial di lapangan. Salah satu cara adalah dengan mengharuskan
LPTK yang ditugasi melaksanakan PPG mengurangi jumlah mahasiswa baru
program S1 agar jumlah lulusannya nanti sebanding dengan mahasiswa
PPG. Bagaimana dengan LPTK yang memperoleh penugasan melaksanakan
PPG? Apakah tidak dapat diatur? Memang agak sulit karena saat LPTK
memperoleh ijin penyelenggaraan program studi, tidak ada aturan tentang
jumlah mahasiswa. Di peraturan lain juga tidak ada pembatasan jumlah
mahasiswa namun, jika LPTK tidak mendapatkan ijin untuk melaksanakan
PPG diduga pelan-pelan akan tidak diminati oleh calon mahasiswa, sehingga
pada akhirnya “tutup”.

27
2.10.2. Implikasi Pendidikan Profesi Guru dalam Pendidikan.

Pendidikan Profesi Guru sebagai program pemerintah yang sudah


mempunyai payung hukum sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru
membawa konsekuensi terhadap pemerintah dan LPTK penyelenggara, untuk
memiliki komitmen yang tinggi dan serius untuk dapat menyelenggarakan
Pendidikan Profesi Guru secara baik.

Calon guru (lulusan S1 LPTK) sebagai sasaran yang akan mengikuti


Pendidikan Profesi Guru sudah seharusnya untuk mensikapi dan menyiapkan
diri secara akademik dan non akademik, sehingga pada saatnya akan memiliki
mental dan karakter yang kuat sebagai seorang guru.

LPTK harus taat asas dalam menyelenggarakan PPG, sehinnga


penerimaan jumlah mahasiswa harus di batasi sesuai dengan data kebutuhan
guru secara nasional, sehingga tidak menimbulkan kelebihan jumlah guru.
LPTK yang masuk kategori dibawah standar yang tidak mendapatkan ijin untuk
menyelanggarakan PPG dari Kementrian Pendidikan dan kebudayaan lambat
laun akan tidak diminati calon mahasiswa, dan akhirnya akan tutup.

28
BAB 3. PENUTUP
3. B

3.1. Kesimpulan

Pendidikan Profesi Guru (PPG) merupakan suatu program pendidikan yang


diberikan untuk para sarjana pendidikan atau diploma 4 yang berminat untuk menjadi
guru yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan serta standar nasional dalam masalah
pendidikan dan untuk memperoleh sertifikat sebagai pendidik yang profesional.

Tujuan yaitu menghasilkan calon guru yang memiliki kemampuan mewujudkan


tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.

Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,


sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Guru yang memenuhi standar adalah guru yang memenuhi
kualifikasi yang dipersyaratkan dan memahami benar apa yang harus dilakukan, baik
ketika di dalam maupun diluar kelas. Pendidikan Profesi Guru (PPG) diharapkan
dapat mengatasi hambatan-hambatan pendidikan nasional saat ini dan dijadikan
sebagai acuan dari pengimplementasian sikap saat mengajar.

3.2. Saran

Pendidikan Profesi Guru (PPG) diharapkan dapat diratakan untuk seluruh


penjuru di Indonesia demi tercapainya pendidikan nasional yang lebih baik dan benar
daripada tahun sebelumnya. Pemerintah masih berpegangangan terhadap Pendidikan
Profesi Guru (PPG) sebagai acuan bahwa guru tersebut sudah profesional
dibidangnya, jadi diharapkan untuk menempuh Pendidikan Profesi Guru (PPG)
sendiri menjadi lebih mudah dan tidak dipersulit.

29
DAFTAR PUSTAKA

Koento Wibisono Siswomihardjo. (1993). Pokok-pokok Tentang kebijaksanaan

Pengembangan Tenaga Edukatif UNS. Historika No 6. Surakarta

Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang RI No. 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Peraturan Pemerintah RI No. 74 tahun 2008 Tentang Guru

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 8 tahun 2009 Tentang Pendidikan Profesi

Guru Prajabatan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 9 tahun 2010 tentang Pendidikan

Profesi guru Dalam Jabatan Muchlas Samani, Pendidikan Profesi Guru.

disampaikan pada seminar Nasional Jakarta : 4 nopember 2010

WWW.Timlo. Net/baca/68719503001/60 persen. LPTK di Indonesia

dibawah standar.

30

Anda mungkin juga menyukai