EPIDEMIOLOGI
Tingkat prevalensi skabies setinggi 43% di beberapa komunitas, merupakan
penyakit yang umum terutama di negara-negara dengan tingkat ekonomi yang rendah.
Rata-rata prevalensi skabies di Amerika Serikat selama 9 tahun terakhir (1997-2005)
dari 1000 orang sebanyak 2.81 perempuan terkena skabies dan 2.27 pada laki-laki.
Keadaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk juga merupakan merupakan faktor
resiko tingginya angka kejadian scabies.1 Menurut WHO (World Health Organization)
terdapat sekitar 300 juta kasus skabies di dunia setiap tahunnya.2 Skabies termasuk
penyakit kulit yang endemis di wilayah beriklim tropis dan subtropis, seperti Afrika,
Mesir, Amerika tengah, Amerika selatan, Australia utara, Australia tengah, Kepulauan
karabia, India, dan Asia tenggara. Skabies masih menjadi maslah utama di banyak
komunitas Aborigin di Australia, dimana berkaitan dengan tingkat kemiskinan dan
kepadatan penduduk. Hasil survei didapatkan prevalensi skabies 25% pada orang
dewasa, sedangkan prevalenssi tertinggi terjadi pada anak sekolah yaitu 30-65%.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penegakan diagnosis definitif hanya dapat dilakukan menggunakan pemeriksaan
penunjang yaitu berupa identifikasi telur atau hewan skabies menggunakan pemeriksaan
mikroskop. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sedikit sayatan pada daerah
predileksi skabies secara longitudinal lalu diletakkan diatas objek glass dengan KOH,
hati – hati agar tidak menyebabkan perdarahan. Objek glass lalu diperiksa dibawah
mikroskop. Pemeriksaan penunjang selanjutnya yaitu dermoscopy untuk melakukan
pemeriksaan hewan scabies secara in vivo. Pemeriksaan DNA berbasis reaksi rantai
polymerase scabies baru – bari ini telah dikembangkan sebagai salah satu metode
penegakkan diagnosis skabies.3
Tujuan dari diagnosis ini adalah visualisasi secara langsung tungau atau telur
penyebab skabies. Visualisasi langsung dapat dilakukan dengan preparasi KOH atau
dengan biopsi terowongan yang menunjukkan adanya tungau. Test KOH ini cukup
spesifik namun kurang sensitif. Biopsi hanya menunjukkan inflamasi sel dengan adanya
sejumlah eosinofil, edema, dan spongiosis epidermal.4
TATALAKSANA
Pengobatan skabies dapat dilakukan secara oral maupun topikal. Pengobatan
topikal diantaranya permetrin, lindane, benzyl benzoate, crotamiton dan sulfur yang
diendapkan. Obat skabies topikal memiliki efek neurotoksik pada tungau dan larva.
Obat skabies oral diantaranya ivermektin yang bekerja dengan cara mengganggu
neurotransmisi asam gamma-aminobutyric yang disebabkan oleh banyak parasit 4
2. Yunita S., Gustia R., Anas E. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Skabies di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang
Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018 : 7 (1) 51 – 58
3. Stone SP., Golfarb B., Bacelerie R. . 2008. Scabies, Other Mites, and
Peiculosis in Firtz Patrick Dermatology in General Medicine 7th Edition
Chapter 208. New York : Mc Graw Hill Companies : 2029 – 2031