Anda di halaman 1dari 15

A.

RENCANA JUDUL
“PENENTUAN JALUR TERPENDEK PADA KASUS
TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN ALGORITMA
SELF ORGANIZING MAP “

B. BIDANG ILMU
Matematika, Jaringan Syaraf Tiruan, Komputer.

C. PENDAHULUAN

1. Jalur Terpendek ( SHORTEST PATH )

Andaikan diberikan sebuah graph G dalam tiap garis (x,y)


dihubungkan dengan titik a (x,y) mewakili panjang dari garis. Dalam
beberapa hal, panjang sebenarnya mewakili biaya atau beberapa nilai
lainnya. Panjang dari lintasan adalah menentukan panjang jumlah dari
masing-masing garis yang terdiri dari lintasan. Untuk 2 verteks s dan t
dalam G, ada beberapa lintasan dari s ke t . Masalah lintasan terpendek
meliputi pencarian lintasan dari s ke t yang mempunyai lintasan terpendek
dan biaya termurah.

a. Defenisi Jalur Terpendek

Jalur terpendek (Shortest Path) antara dua verteks dari s ke t


dalam jaringan adalah lintasan graph berarah sederhana dari s ke t
dengan sifat dimana tidak ada lintasan lain yang memiliki nilai
terendah. Pada persoalan ini akan terdorong untuk menyelesaikan
suatu persoalan untuk menentukan jalur terpendek dan biaya termurah
dalam suatu jaringan dengan mengimplementasikannya ke dalam
kasus travelling salesman problem yang merupakan salah satu
persoalan dalam Jaringan Syaraf Tiruan.

1
Setiap path dalam digraph mempunyai nilai yang dihubungkan
dengan nilai path tersebut, yang nilainya adalah jumlah dari nilai edge
path tersebut. Dari ukuran dasar ini dapat dirumuskan masalah seperti
“ mencari lintasan terpendek antara dua vertek dan meminimumkan
biaya”.

Banyak bidang penerapan mensyaratkan untuk menentukan


lintasan terpendek berarah dari asal ke tujuan di dalam suatu distribusi
aliran berarah. Algoritma yang diberikan dapat dimodifikasi dengan
mudah untuk menghadapi lintasan berarah pada setiap iterasinya.

Suatu versi yang lebih umum dari masalah lintasan terpendek


adalah menentukan lintasan terpendek dari sembarang verteks menuju
ke setiap verteks lainnya. Pilihan lain adalah membuang kendala tak
negatif bagi “jarak”. Suatu kendala lain dapat juga diberlakukan dalam
suatu masalah lintasan terpendek.

Definisi 1.1. Lintasan terpendek antara dua verteks dari s ke t dalam


jaringan adalah lintasan graph berarah sederhana dari s ke t dengan
sifat dimana tidak ada lintasan lain yang memiliki nilai terendah.
Contoh 1. 2 X1
1 2
2
X2
3 5
X5
X3 X4 X8
3
X7
1
3
4 5
1 X6

Gambar 1.1. Shortest path (garis tebal)

2
Pada gambar 2.7. dapat dilihat bahwa setiap edge terletak

pada path-path dari titik 1 ke titik 5. Edge merepresentasikan

saluran dengan kapasitas tertentu (contohnya, air) dapat dialirkan

melalui saluran. Sedangkan verteks merepresentasikan

persimpangan saluran. Air mengalir melalui verteks pada verteks

yang dilalui

Lintasan terpendek dari verteks pada graph di atas adalah P = {1 –

4, 4 – 5} dengan kapasitas 4.

2. Travelling Salesman Problem

Permasalahan TSP (Traveling Salesman Problem ) adalah


permasalahan dimana seorang salesman harus mengunjungi semua kota
dimana tiap kota hanya dikunjungi sekali, dan dia harus mulai dari dan
kembali ke kota asal. Tujuannya adalah menentukan rute dengan jarak
total atau biaya yang paling minimum. Permasalahan TSP merupakan
permasalahan yang memang mudah untuk diselesaikan dengan algoritma
Brute Force, tetapi hal itu hanya dapat dilakukan dengan jumlah kota atau
simpul yang tidak banyak. Kompleksitas algoritma untuk permasalahan
TSP dengan algoritma Brute Force adalah O(n!) dengan catatan n adalah
jumlah kota atau simpul dan setiap kota atau simpul terhubung dengan
semua kota atau simpul lainnya. Dengan jumlah sebanyak 20 kota, maka
banyak sirkuit Hamilton yang mungkin adalah sebanyak 6 x 1016.

12.1. Pendahuluan

Selain masalah sarana transportasi, efisiensi pengiriman surat atau


barang ditentukan pula oleh lintasan yang diambil untuk mengirimkan
surat atau barang tersebut. Oleh karena itu solusi optimal dari
permasalahan TSP ini, akan sangat membantu perusahaan pegiriman surat

3
atau barang untuk mengefisienkan proses pengiriman barang, baik dari
segi waktu maupun dana.

Hingga kini kompleksitas algoritma permasalahan TSP masih tidak


dapat diketahui pasti, bahkan setelah 50 tahun lebih pencarian. Hal
tersebut menjadikan TSP menjadi salah satu permasalahan yang hingga
kini belum terselesaikan dalam banyak permasalahan optimasi matematis.

12.2 Sejarah Permasalahan TSP

Permasalahan matematika tentang Traveling Salesman Problem


dikemukakan pada tahun 1800 oleh matematikawan Irlandia William
Rowan Hamilton1 dan matematikawan Inggris Thomas Penyngton2.
Gambar dibawah ini adalah foto dari permainan Icosian Hamilton yang
membutuhkan pemain untuk menyelesaikan perjalanan dari 20 titik
menggunakan hanya jalur-jalur tertentu.

Diskusi mengenai awal studi dari Hamilton dan Kirkman dapat


ditemukan di Graph Theory 1736-19363 oleh N. L. Biggs, E. K. LLoyd,
dan R. J. Wilson, Clarendon Press, Oxford, 1976.

Bentuk umum dari TSP pertama dipelajari oleh para


matematikawan mulai tahun 1930. Diawali oleh Karl Menger4 di Vienna
dan Harvard. Setelah itu permasalahan TSP dipublikasikan oleh Hassler
Whitney5 dan Merrill Flood6 di Princeton. Penelitian secara detail dari
hubungan antara Menger dan Whitney, dan perkembangan TSP sebagai
sebuah topik studi dapat ditemukan di makalah Alexander Schrijver’s7
“On the history of combinatorial optimization (till 1960)”8 .

4
3. Algoritma Self Organizing Map

3.1 Pendahuluan

Jaringan saraf tiruan Self Organizing Maps (SOM) atau disebut


juga dengan jaringan Kohonen telah banyak dimanfaatkan untuk
pengenalan pola baik berupa citra, suara, dan lain-lain [1,2]. Jaringan
SOM sering pula digunakan untuk ekstraksi ciri (feature) pada proses awal
pengenalan pola. Ia mampu mereduksi dimensi input pola ke jumlah yang
lebih sedikit sehingga pemrosesan komputer menjadi lebih hemat.

Dalam paper ini akan dicoba memanfaatkan jaringan saraf tiruan


SOM/Kohonen untuk pengenalan citra dengan kehadiran noise dan juga
pergeseran serta pengecilan bentuk. Jaringan dilatih untuk mengenali pola
sebanyak lima belas macam yang meliputi tiga bentuk (kubus, tabung, dan
kerucut) dengan masing-masing lima posisi berbeda. Jaringan dilatih terus
menerus sampai diperoleh error tertentu. Pada proyek ini diteliti pula
struktur dan parameter jaringan SOM yang optimal untuk kebutuhan
pengenalan citra ini. Dengan didapatnya struktur yang optimal, maka
diharapkan jaringan akan cepat belajar dan dapat mengenali citra dengan
error yang minimum. Pada proses percobaan didapat beberapa parameter
yang optimal yaitu jumlah Kohonen map, nilai neighborhood, dan
alpha/learning rate adalah 90, 10, 0.9. Jaringan diuji untuk mengenali citra
dengan deformasi, yaitu pemberian variasi noise pada input citra. Juga
diuji seberapa jauh jaringan dapat menangani pergeseran bentuk. Untuk
pengenalan citra bernoise dengan memakai bobot-bobot optimal maka
jaringan Kohonen ini mempunyai tingkat keberhasilan sekitar 98 % untuk
semua level noise.

3.2 Deskripsi Sistem

Jaringan SOM/Kohonen yang digunakan di sini


digambarkan pada gambar 1. Dimensi input citra yang digunakan

5
di sini adalah 10 x 10 pixel. Node input dihubungakan dengan node
output dengan koneksi bobot, yang mana bobot ini selalu
diperbaiki pada proses iterasi pelatihan jaringan.

GAMBAR 1.2
STRUKTUR JARINGAN SARAF TIRUAN KOHONEN

Prinsip kerja dari algoritma SOM adalah pengurangan


node-node tetangganya (neighbor), sehingga pada akhirnya hanya
ada satu node output yang terpilih (winner node). Pertama kali
yang dilakukan adalah melakukan inisialisasi bobot untuk tiap-tiap
node dengan nilai random. Setelah diberikan bobot random, maka
jaringan diberi input sejumlah dimensi node/neuron input (10x10).
Setelah input diterima jaringan, maka jaringan mulai melakukan
perhitungan jarak vektor yang didapatkan dengan menjumlah
selisih/jarak antara vektor input dengan vektor bobot. Secara
matematis dirumuskan

n −1
dj = ∑
i =0
(xI (t) -wij (t))2 (1)

Setelah diketahui tiap-tiap jarak antara node output dengan


input maka dilakukan perhitungan jumlah jarak selisih minimum.
Dimana node yang terpilih (winner) berjarak minimum diberi tanda
khusus, yaitu diberikan angka satu dan node yang lain nol. Tahap
akhir algoritma ini adalah melakukan perubahan bobot pada node
output yang terpilih beserta tetangga sekitarnya (misal node terpilih

6
adalah node ke-20 dan jumlah neighborhood=5, maka bobot pada
node ke-15 sampai ke-25 akan diubah), yang dirumuskan sebagai
berikut :

wij (t+1) = wij (t) + ∝(t)(xI (t) - wij(t), j ε Ne (2)

dimana 0 < α(t) < 1


x = input pixel
w = bobot
Ne = nilai neighborhood
t = waktu
i = index node input
j = index node output

α(t) merupakan alpha/learning rate yaitu faktor pengali


pada perubahan bobot yang berubah terhadap perubahan error.
Perubahan alpha ini sesuai dengan banyaknya input yang masuk.
Faktor pengali alpha/learning rate ini akan selalu berkurang bila
tidak ada perubahan error.

Pada metode ini hasil pengenalan pola/citra ada pada bobot-


bobot yang terdapat pada node winner output. Dibandingkan
dengan bobot-bobot yang lain, bobot pada winner output ini paling
mendekati dengan pola yang dilatihkan pada jaringan. Pada proses
pelatihan bobot pada winner output beserta dengan tetangganya
selalu diupdate, dilakukan iterasi terus menerus sampai mencapai
error yang diinginkan. Jikalau belum mencapai error tertentu maka
proses kembali pada penginputan citra untuk dilatih kembali.

Dalam perubahan bobot ini hal yang paling menentukan


adalah alpha/learning rate α(t). Faktor pengali ini menentukan
kecepatan belajar jaringan dan diset dengan nilai antara nol sampai
satu. Untuk faktor pengali yang cukup besar akan didapatkan hasil

7
belajar yang cepat, tetapi dengan pemetaan yang kasar. Dan untuk
faktor pengali yang kecil akan didapatkan pemetaan yang bagus
dengan waktu belajar yang lebih lama. Bobot yang didapatkan
bukan hanya didasarkan pada besarnya vektor tapi arah vektor itu
sendiri.

Inisialisasi bobot dilakukan dengan cara memberikan bobot


random antara -1 sampai 1. Jika hal ini dilakukan maka vektor
bobot akan benar-benar menyebar dengan random. Konsekuesi dari
penyebaran yang random memungkinkan jaringan tidak dapat
belajar secara konvergen dan akhirnya jaringan akan memiliki
orientasi yang sangat berbeda dengan orientasi awal. Karena
kesalahan orientasi ini akan dapat menyebabkan jaringan tidak
terlatih dan pada akhirnya menghasilkan sedikit node yang dapat
membedakan input.

Salah satu metode untuk mencegah terjadinya non-


konvergen adalah menginisialisasi bobot awal dengan pola-pola
yang sangat mirip dengan pola-pola yang akan dilatihkan (input
pattern). Dengan cara ini maka jaringan akan dapat belajar secara
perlahan mengikuti perubahan input yang ada, yang pada akhirnya
didapatkan bentuk pemetaan yang sesuai dengan yang diperlukan
oleh jaringan untuk pengenalan pola.

Pada algoritma Kohonen didapatkan node output yang


saling berhubungan antara satu node dengan node yang lain, dari
hubungan ini maka node yang satu akan mempengaruhi node-node
yang lain. Sebelum diberikan input maka daerah keputusan
memiliki area yang sangat lebar. Setelah melewati tahapan
pelatihan maka luas area dari vektor keputusan akan semakin kecil.

8
3.3 Algoritma Self Organizing Map

Algoritma SOM adalah sbb.

1. Inisialisasi random reference vector untuk tiap neuron. Misalnya


struktur yang dipakai adalah two-dimensional array SOM, diatur
pada array n x n. Tiap vektor berdimensi d, sama dengan dimensi
data.
2. Untuk tiap input vector training data x, tentukan best-matching
neuron. Yaitu neuron yang memiliki jarak terdekat dengan input
vector x, diukur memakai Euclidean distance. Neuron ini disebut
winner.
3. Update-lah reference vector dari winner neuron ini dan
neighboring neuron. Neighboring neuron ini didefinisikan sebagai
neuron yang topographically berada pada posisi yang dekat dengan
winner neuron di array n x n. Misalnya pada gambar di bawah
(klik-lah untuk memperbesar), jika neuron yang berwarna merah
adalah winner neuron untuk suatu input vector, maka neighboring
neuron untuk winner neuron ini adalah mereka yang terletak di
dalam lingkaran area, yang didefinisikan dengan Nc(t1), Nc(t2), …
dst. Nc(t1) adalah batas area pada iterasi ke-1, Nc(t2) adalah batas
area pada iterasi ke-2, dst. Radius area semakin lama semakin
menyempit, misalnya sebagaimana didefinisikan oleh persamaan
(3). Reference vector diupdate berdasarkan persamaan (1),
sedangkan neuron yang secara topografi terletak jauh dari winner
neuron tidak diupdate (persamaan (2) ). Persamaan (3)
mendefinisikan learning rate yang dipakai studi saya.

Step ke-3 ini yang membedakan SOM dengan algoritma


vector quantization yang lain, karena proses mapping dilakukan
secara terurut (ordered mapping) dan merefleksikan distribusi
vektor x. Konsekuensinya data yang dipetakan pada suatu neuron
S, akan memiliki kemiripan karakteristik dengan data yang

9
dipetakan ke neuron yang secara topografi terletak didekat neuron
S. Dengan kata lain, data yang pada ruang vektor dimensi tinggi
terletak berdekatan, akan dipetakan ke neuron pada two-
dimensional-array yang berdekatan juga.

Gambar 1.3 Neighbouring Neuron

Reference vector diupdate berdasarkan persamaan (1)

neuron yang secara topografi terletak jauh dari winner neuron tidak
diupdate (persamaan (2) )

Learning Rate dari Algoritma ini diperlihatkan pada persamaan (3).

10
D. PERUMUSAN MASALAH
1. Analisa Jaringan Syaraf Tiruan untuk menyelesaikan permasalahan
Travelling Salesman Problem yang dipergunakan untuk penentuan jalur
terpendek.
2. Melakukan analisa pada traveling salesman problem dengan mencari jalur
terpendek untuk 25 titik.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Jaringan Syaraf Tiruan yang selanjutnya dikenal dengan nama JST


merupakan cabang ilmu multidisiplin yang relative masih baru. Pada
dasarnya JST mencoba meniru cara kerja otak makhluk hidup. Salah sau
struktur yang ingin ditiru adalah bentuk neuron-nya (Sel Syaraf).

Sel Syaraf (neuron) dalam banyak hal sama dengan sel-sel tubuh
yang lain, hanya bedanya sel neuron tidak dapat berkembang biak. Faktor
kecerdasan dari syaraf tidak ditentukan di dalam sel tetapi terletak pada
bentuk dan topologi jaringannya.

Jaringan syaraf tiruan didefenisikan sebagai system pemrosesan


informasi yang mempunyai karakteristik menyerupai jaringan syaraf
manusia. Jaringan syaraf tiruan tercipta sebagai suatu generalisasi model
matematis dari pemahaman manusia (human cognition) yang didasarkan
atas asumsi sebagai berikut :

2. Pemrosesan informasi terjadi pada elemen sederhana yang disebut


neuron.

3. Isyarat mengalir diantara sel syaraf (neuron) melalui suatu sambungan


penghubung.

4. Setiap sambungan penghubung memiliki bobot yang bersesuaian.


Bobot ini akan digunakan untuk mengandakan/mengalikan isyarat
yang dikirim melaluinya.

11
5. Setiap sel syaraf akan menerapkan fungsi aktivasi terhadap isyarat
hasil penjumlahan berbobot yang masuk kepadanya untuk menentukan
isyarat keluarannya.

Sistem jaringan syaraf tiruan disebut juga brain metaphor,


computional neuroscience atau parallel distributed processing serta
connection. Jaringan syaraf tiruan tersusun dari sejumlah besar elemen
yang melakukan kegiatan analog dengan fungsi-fungsi biologis neuron
yang paling elementer. Elemen – elemen ini terorganisasi sebagaimana
layaknya anatomi otak, walaupun tidak persis. Jaringan syaraf tiruan dapat
belajar dari pengalaman, melakukan generalisasi atas contoh – contoh
yang diperoleh dan mengabtarksi karakteristik essensial input bahkan
untuk data yang tidak relevan.

Jaringan syaraf tiruan memiliki sejumlah besar kelebihan


dibandingkan dengan metode perhitungan lainnya, yaitu :

1. Kemampuan mengakusisi pengetahuan walaupun dalam kondisi ada


gangguan dan ketidakpastian. Hal ini karena jaringan syaraf tiruan
mampu melakukan generalisasi, abtraksi, dan ekstraksi terhadap
property statistic dari data.

2. Kemampuan merepresentasikan pengetahuan secara fleksibel.


Jaringan syaraf tiruan dapat menciptakan sendiri representasi melalui
pengaturan diri sendiri atau kemampuan belajar (Self Organizing).

3. Kemampuan untuk memberikan toleransi atas suatu distorsi


(error/fault), dimana gangguan kecil pada data dapat dianggap hanya
sebagai noise (guncanngan) belaka.

4. Kemampuan memproses pengetahuan secara efisien karena memakai


system parallel, sehingga waktu yang diperlukan untuk
mengoperasikan menjadi lebih singkat.

12
Dengan tingkat kemampuan yang sangat baik, beberapa aplikasi
jaringan syaraf tiruan sangat cocok untuk diterapkan pada :

1. Klasifkasi, memilih suatu input data kedalam satu katagori tertentu


yang diterapkan

2. Asosiasi, mengambarkan suatu objek secara keseluruhan hanya dengan


sebuah bagian dari objek lain.

3. Self Organizing, kemampuan untuk mengelola data-data input tanpa


harus memiliki data sebagai target.

4. Optimasi, menemukan suatu jawaban atau solusi yang paling baik


sehingga seringkali dengan meminimalisasikan suatu fungsi biaya
(optimizer).

Karakteristik jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh :

1. Pola hubungan antar neuron (disebut dengan arsitektur jaringan)

2. Metode penentuan bobot-bobot sambungan (disebut dengan pelatihan


atau proses belajar jaringan)

3. Fungsi aktivasi.

F. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penulisan tugas akhir adalah :
1. Menganalisa kasus traveling salesman problem (tsp) dengan menggunakan
algoritma self organizing map untuk mendapatkan jalur terpendek atau
sikular.
2. Hasil simulasi dari arsitektur yang dipilih memiliki kemampuan belajar
yang cepat dan akurat.

G. KONTRIBUSI PENELITIAN
Dengan mengimplementasikan arsitektur jaringan Self Oragnizing Map
pada Travelling Salesman Problem dapat bermanfaat dalam
pengembangan Artificial Neural Network lebih lanjut dengan penerapan
komputerisasi dalam bidang simulasi pengenalan lainnya.

13
H. METODE PENELITIAN
Metode penelitan dalam tulisan ini adalah :

1. Pembahasan mengenai Shortest Path, Travelling Salesman Problem dan


Algoritma Self-Organizing.
2. Menerjemahkan permasalahan Travelling Salesman Problem dengan
algoritma Self-Organizing Map ke model matematis dan komputerisasi.
3. Menganalisa algoritma Self-Organizing Map dalam kajian kasus
Travelling Salesman Problem.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Andri Kristanto, 2004, Jaringan Saraf Tiruan (Konsep Dasar, Algoritma

dan Aplikasinya ), Gava Media Yogyakarta.

2. Arief Hermawan, 2006, Jaringan Syaraf Tiruan Teori dan Aplikasi,

Penerbit ANDI Yogyakarta.

3. Diyah Puspitaningrum , 2006 , Pengan Jaringan Syaraf Tiruan, Penerbit


ANDI Yogyakarta.

4. Jong Jek Siang, Drs, M.Sc, 2005, Jaringan Syaraf Tiruan &
Pemrogramannya Menggunakan Matlab, Penerbit ANDI Yogyakarta.

5. Sri Kusumadewi, 2004, Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunkan


MATLAB & EXCEL LINK, Penerbit GRAHA ILMU Yogyakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai