Disusun oleh :
Widya Agustiani
P1337420616004
A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
maupun lingkungan (Fitria, 2010). Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk
dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005). Perilaku kekerasan juga dapat bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
B. Etiologi
Gangguan jiwa pada perilaku kekerasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
faktor predisposisi dan faktor presipitasi antara lain sebagai berikut (Yosep, 2009):
1. Faktor predisposisi
a. Faktor psikologi
Psychoanalytical Theory merupakan teori pendukung bahwa perilaku agresif
merupakan naluri. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh
dua insting. Pertama insting hidup yang diekpresikan dengan seksualitas, dan
kedua insting kematian yang diekpresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory adalah teori yang dikembangkan oleh pengikut
Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu
tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau
obyek yang menyebabkan frustasi.
b. Faktor sosial budaya
Social-Learning Theory memgemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Agresi dapat dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajari. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima, sehingga dapat membantu individu untuk mengekpresikan
marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Neorobilogical Factor bahwa dalam susunan persyarafan ada juga yang
berubah pada saat orang agresif. Sistem limbik berperan penting dalam
meningkatkan dan menurunkan agresifitas. Neurotransmitter yang sering
dikaitkan dengan perilaku agresif yaitu; serotonin, dopamim, norepinephrin,
acetikolin, dan asam amino GABA (gamma aminobutiric acid). GABA dapat
menurunkan agresifitas, norepinephrin dapat meningkatkan agresifitas,
serotonin dapat menurunkan agresifitas dan orang yang epilepsi.
2. Faktor presipitasi
Secara umum, sesorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal
dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang marasa
terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahanya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh stressor
internal adalah tidak berprestasi kerja, kehilangan orang yang dicintai, respon
terhadap penyakit kronis. Contoh stressor ekternal adalah serangan fisik, putus
hubungan, dikritik orang lain. Marah juga bisa disebabkan perasaan jengkel yang
menumpuk di hati atau kehilangan kontrol terhadap situasi. Marah juga bisa timbul
pada orang yang dirawat inap.
RESUME KASUS
PADA Ny. A (39 TAHUN) DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG RAWAT INAP ONGKO WIJOYO
RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH
1. Identitas Klien
a. Nama : Ny. A
b. Umur : 37 Tahun 10 Bulan
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SLTA
e. Tanggal masuk : 9 April 2019
f. Tanggal pengkajian : 10 April 2019
2. Alasan masuk RS
Keluarga klien mengatakan bahwa klien mudah marah, dan sering marah-marah tanpa
sebab. Klien mengatakan mendengar bisikan, klien tidak bisa tidur 3 minggu, keluarga
klien mengatakan klien tidak mau mandi.
DO :
-Klien tampak bingung dan
mengeluh mendengar suara
ke istrinya
5. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
6. Rencana Tindakan Keperawatan
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan
gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan napas dalam)
SP 2 : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
kedua (evaluasi latihan napas dalam, latihan mengendalikan dengan caara fisik kedua
[pukul kasur dan bantal], menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua)
SP 3 : Melatih klien minum obat secara teratur.
7. Catatan Perawatan
Tgl/Jam Diagnosis/ TUK/ SP Implementasi Evaluasi
1 April Resiko Perilaku Kekerasan -Memberi salam, S: Klien
2019 /Membina hubungan saling menyebutkan nama mengatakan kalau
percaya/Berinteraksi panggilan sebelum dirinya tidak sakit,
dengan menyapa dan berinteraksi klien mengatakan
berkenalan bingung dan
-Menanyakan nama marah-marah
panggilan kesukaan sebelum masuk
klien rumah sakit