Anda di halaman 1dari 8

RESUME KASUS

PADA Ny. A DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


DI RUANG RAWAT INAP ONGKO WIJOYO
RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun oleh :
Widya Agustiani
P1337420616004

PRODI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2019
I. Tinjauan Teori dan Kerangka berfikir

A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
maupun lingkungan (Fitria, 2010). Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk
dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005). Perilaku kekerasan juga dapat bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
B. Etiologi
Gangguan jiwa pada perilaku kekerasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
faktor predisposisi dan faktor presipitasi antara lain sebagai berikut (Yosep, 2009):
1. Faktor predisposisi
a. Faktor psikologi
Psychoanalytical Theory merupakan teori pendukung bahwa perilaku agresif
merupakan naluri. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh
dua insting. Pertama insting hidup yang diekpresikan dengan seksualitas, dan
kedua insting kematian yang diekpresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory adalah teori yang dikembangkan oleh pengikut
Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu
tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau
obyek yang menyebabkan frustasi.
b. Faktor sosial budaya
Social-Learning Theory memgemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Agresi dapat dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajari. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima, sehingga dapat membantu individu untuk mengekpresikan
marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Neorobilogical Factor bahwa dalam susunan persyarafan ada juga yang
berubah pada saat orang agresif. Sistem limbik berperan penting dalam
meningkatkan dan menurunkan agresifitas. Neurotransmitter yang sering
dikaitkan dengan perilaku agresif yaitu; serotonin, dopamim, norepinephrin,
acetikolin, dan asam amino GABA (gamma aminobutiric acid). GABA dapat
menurunkan agresifitas, norepinephrin dapat meningkatkan agresifitas,
serotonin dapat menurunkan agresifitas dan orang yang epilepsi.
2. Faktor presipitasi
Secara umum, sesorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal
dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang marasa
terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahanya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh stressor
internal adalah tidak berprestasi kerja, kehilangan orang yang dicintai, respon
terhadap penyakit kronis. Contoh stressor ekternal adalah serangan fisik, putus
hubungan, dikritik orang lain. Marah juga bisa disebabkan perasaan jengkel yang
menumpuk di hati atau kehilangan kontrol terhadap situasi. Marah juga bisa timbul
pada orang yang dirawat inap.
RESUME KASUS
PADA Ny. A (39 TAHUN) DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG RAWAT INAP ONGKO WIJOYO
RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

1. Identitas Klien
a. Nama : Ny. A
b. Umur : 37 Tahun 10 Bulan
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SLTA
e. Tanggal masuk : 9 April 2019
f. Tanggal pengkajian : 10 April 2019

2. Alasan masuk RS
Keluarga klien mengatakan bahwa klien mudah marah, dan sering marah-marah tanpa
sebab. Klien mengatakan mendengar bisikan, klien tidak bisa tidur 3 minggu, keluarga
klien mengatakan klien tidak mau mandi.

3. Predisposisi dan Presipitasi


1 minggu terakhir klien berhenti minum obat dengan alasan kalua dirinya tidak sakit.
Tanggal 7 April 2019 saat keluarga pasien menyuruh pasien mandi klien marah-
marah,berteriak keras dan berbicara kacau. Klien pernah di rawat inap 2x di RSJ Slawi
dengan diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran.
4. Analisa Data
Tgl/Jam Data Diagnosa Paraf
1 April DS: Keluarga klien Resiko perilaku
2019 mengatakan klien marah- kekerasan
marah dan berteriak keras
serta berbicara kacau
setelah menonton debat
presiden

DO: klien marah-marah


setelah menonton debat
1 April DS : Klien mengatakan Halusinasi
2019 sering mendengar suara pendengaran
asing seperti kokok ayam
yang tidak biasanya selama
beberapa menit dan
berfirasat bahwa
kampungnya akan dilanda
bencana.

DO :
-Klien tampak bingung dan
mengeluh mendengar suara
ke istrinya

5. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
6. Rencana Tindakan Keperawatan
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan
gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan napas dalam)
SP 2 : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
kedua (evaluasi latihan napas dalam, latihan mengendalikan dengan caara fisik kedua
[pukul kasur dan bantal], menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua)
SP 3 : Melatih klien minum obat secara teratur.

7. Catatan Perawatan
Tgl/Jam Diagnosis/ TUK/ SP Implementasi Evaluasi
1 April Resiko Perilaku Kekerasan -Memberi salam, S: Klien
2019 /Membina hubungan saling menyebutkan nama mengatakan kalau
percaya/Berinteraksi panggilan sebelum dirinya tidak sakit,
dengan menyapa dan berinteraksi klien mengatakan
berkenalan bingung dan
-Menanyakan nama marah-marah
panggilan kesukaan sebelum masuk
klien rumah sakit

-Menunjukkan O: klien stabil


sikap empati, jujur, kooperatif, ramah
dan menepati janji dan terbuka. klien
setiap kali bersedia
berinteraksi. menceritakan
semua yang
-Menanyakan dirasakan sebelum
perasaan klien dan masuk rumah sakit
masalah yang
dihadapi klien. A: Klien mampu
mengungkapkan
-Membuat kontrak perasaannya
interaksi yang jelas.
P: lanjutkan
intervensi untuk
-Mendengarkan interaksi terapeutik
dengan penuh
perhatian ungkapan
perasaan klien

Senin, 1 Resiko Perilaku -Mengidentifikasi S: Klien


April 2019 Kekerasan/Membantu penyebab, tanda mengatakan ia
/Membantu pasien latihan perilaku kekerasan paham dengan
mengendalikan perilaku instruksi yang
kekerasan dengan latihan -Menyebutkan jenis diajarkan
napas dalam perilaku kekerasan
yang dilakukanan O: Klien bisa
mengulang cara
-Menyebutkan latih fisik pertama
akibat dari perilaku untuk mencegah
kekerasan yang perilaku kekerasan
dilakukan
A: Resiko Perilaku
-Menyebutkan cara Kekerasan
mencegah/
mengendalikan P: Lanjutkan
perilaku intervensi,
kekerasannya memasukkan
intervensi dalam
-Mempraktikkan jadwal kegiatan
cara latih fisik harian
pertama (latihan
nafas dalam) untuk
mengendalikan
perilaku kekerasan
-Membuat kontrak
secara sering,
singkat dan
bertahap

Anda mungkin juga menyukai