1, Maret 2017
ABSTRAK
Salah satu faktor yang dapat digunakan untuk memperkirakan bahaya gempa bumi terhadap suatu bangunan
adalah mengetahui nilai resonansi bangunan. Nilai resonansi bangunan dapat ditentukan dengan cara
melakukan pengukuran mikrotremor untuk mendapatkan nilai frekuensi natural bangunan dan tanah di
bawahnya yang kemudian dapat dihitung nilai resonansinya. Pengukuran mikrotremor telah dilakukan pada
4 bangunan di Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG). Bangunan yang diteliti
memiliki ketinggian yang bervariasi antara 2 hingga 3 lantai, yang terdiri dari bangunan B1, B2, B3, dan
B4. Pengukuran dilakukan pada bagian struktur bangunan yang berbeda (struktur pojok dan tengah).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik resonansi antara bangunan dengan tanah di
bawahnya. Peralatan yang digunakan adalah seperangkat seismometer Lennartz Mark 3D dengan durasi
rekaman selama 1 jam. Metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) digunakan untuk mengolah dan
menganalisis data mikrotremor pada tanah dan selanjutnya dilakukan analisis spektrum untuk mendapatkan
karakteristik nilai frekuensi natural tiap komponen pada masing-masing bangunan. Secara umum, nilai
resonansi paling tinggi diperoleh pada bangunan B2. Resonansi rendah hingga sedang terdapat pada
bangunan B1. Sedangkan bangunan B3 dan B4 memiliki karakteristik yang hampir sama dengan nilai
resonansi rendah dan tinggi.
ABSTRACT
One of the factors that can be used to estimate the earthquake hazard to a building is knowing the resonance
value of the building. The resonance value of the building can be determined by performing microtremor
measurements to obtain the natural frequency value of the building and the ground and then it be calculated
to get resonance value between the building and the ground beneath it. Microtremor measurements were
performed on four buildings at State Collage of Meteorology Climatology and Geophysics (STMKG). The
investigated buildings have varying in height between 2 to 3 floors. Which consists of B1, B2, B3, and B4
buildings. It be measured on the different parts of the building structure (corners and center of the
structures). The research was conducted to find out the resonance characteristic between the ground and the
building. The equipment consist of a set of Lennartz Mark 3D seismometer with the duration of recording for
1 hour. HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) method used to process and analyze microtremor data
of the ground and then spectrum analysis applied to get the general characteristics of each component in
each building. In general, the highest resonance value is obtained in B2 building. Low to moderate
resonance is found in B1 building. While the B3 and B4 buildings have the same characteristics. It have low
and high resonance value.
1
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 4 No.1, Maret 2017
2
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 4 No.1, Maret 2017
B
Gambar 2.4 Diagram alir pengolahan data
mikrotremor pada tanah
A
Pengolahan data mikrotremor pada tanah
diawali dengan pemilihan window stasioner
Gambar 2.3 Desain titik pengukuran di setiap lantai pada masing-masing komponen spektrum,
untuk bangunan berbentuk persegi dan persegi kemudian dilakukan analisis spektrum Fourier.
panjang Untuk menghaluskan hasil FFT, digunakan
filter smoothing Konno Ohmachi koefisien
Keterangan: bandwith 40. Terakhir, dilakukan
penggabungan komponen spektrum dari hasil
= lokasi kolom pada bangunan FFT tersebut menggunakan analisis HVSR,
sehingga didapatkan nilai f0 hasil rata-rata
A = lokasi pemasangan sensor pada
HVSR dari keseluruhan window.
kolom pinggir (sudut bangunan)
B = lokasi pemasangan sensor pada titik 2.2. Pengolahan data mikrotremor pada
tengah bangunan (non kolom) bangunan
Pengukuran pada bangunan dan tanah (titik Gambar 2.5 berikut ini merupakan diagram alir
referensi) menggunakan seismometer Lennartz pengolahan data mikrotremor pada bangunan.
Mark 3D yang direkam dengan durasi sekitar +
1 jam.
3
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 4 No.1, Maret 2017
Tabel 3.4 Nilai resonansi antara tanah dengan bangunan B1 Tabel 3.6 Nilai resonansi antara tanah dengan bangunan
B3
fo fo
Penem- Bangunan
% Pene Bangunan % Resonansi
Nama fo Resonansi Klasifikasi
Lantai (Hz) (Hz)
Bangu- Tanah Tingkat
ke-
nan Utara- Timur- (Hz) Utara- Timur- Kerentanan
patan
Sensor
Selatan Barat Selatan Barat m-
1 3,21 2,77 5,48 41,50 49,52 Rendah
or
Klasifikasi tingkat kerentanan bangunan
dengan tanah jika dilihat dari nilai prosentase 1 4,75 2,73 5,26 9,77 48,09 Rendah
resonansi pada bangunan B1 adalah rendah- Pojok
2 4,92 4,73 5,37 8,27 11,97 Tinggi
sedang (Tabel 3.4). Resonansi yang sedang B3
terdapat pada lantai ke-2 dan ke-3. Hal ini Tenga
1 2,70 2,74 5,26 48,72 47,98 Rendah
h
disebabkan karena lantai ke-2 dan ke-3 2 4,75 4,93 5,37 11,43 8,23 Tinggi
Penem- fo %
Bangunan Resona
Tabel 3.5 Nilai resonansi antara tanah dengan (Hz) nsi
bangunan B2
Na
P
Pene fo Bangunan
%
m
a Lant
fo
Tan a Klasifikasi
ah Utara Ti
Nam Resonan
m- Ba ai Tingkat
a
Ban
pata
n
Lan
tai
(Hz) fo
Tanah
si Klasifikasi Tingkat
Kerentanan
ng
u-
ke- Utara- Timur- (Hz
Selatan Barat )
-
Selat
t m
Kerentanan
u
gu- ke- (Hz) r
nan
Sens
or
Utara-
Selatan
Timur-
Barat
Utara- Timur-
Selatan Barat
nan an
a -
5, 3,
n
Barat
antara tanah dengan bangunan juga semakin membantu melakukan pengukuran, juga kepada
besar. Sebaliknya, jika nilai frekuensi natural seluruh pihak yang telah membantu dan
tanah dengan bangunan di atasnya memiliki mendukung penelitian ini.
perbedaan nilai yang semakin besar, maka nilai
prosentase resonansi semakin besar, artinya DAFTAR PUSTAKA
tingkat kerentanan bangunan terhadap tanah
semakin rendah dan kemungkinan terjadinya Ayi, V. W. dan S. Bahri, 2012, Analisis
resonansi antara tanah dengan bangunan juga Mikrotremor untuk Evaluasi Kekuatan
semakin kecil. Bangunan Studi Kasus Gedung
Perpustakaan ITS, Jurnal Sains dan Seni
Resonansi antara tanah dengan bangunan di ITS, 1, 1.
atasnya yang semakin tinggi menandakan Gosar, A., 2010, Site Effects and Soil-Structure
tingkat bahaya atau resiko guncangan yang Resonance Study in the Kobarid Basin
semakin besar ketika terjadi gempa bumi. (NW Slovenia) Using Microtremors,
Apabila frekuensi atau periode natural Natural Hazard and Earth System
bangunan sama dengan frekuensi atau periode Science, 10, 761-772.
natural gempa bumi yang sampai di Gunawan, A. dan P. Khadiyanto, 2012, Kajian
permukaan, maka akan terjadi resonansi dan Aspek Bentuk Lahan dan Geologi
interferensi getaran sehingga meningkatkan Berdasarkan Mikrotremor dalam
intensitas kerusakan akibat kejadian gempa Perencanaan Ruang Kawasan Rawan
bumi. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam Gempa di Kabupaten Bantul Daerah
melakukan pembangunan gedung-gedung atau Istimewa Yogyakarta (Studi Kasus:
bangunan sangatlah penting untuk Kecamatan Bantul, Jetis, Imogiri, dan
memperhatikan faktor karakteristik tanah yang Kretek, Biro Penerbit Undip-Jurnal
meliputi jenis tanah permukaan, salah satunya Pembangunan Wilayah Kota, 2, 8, 178-
dengan mengetahui periode dominan tanah 190.
permukaan yang bersangkutan (Ibrahim dan Ibrahim, G. dan Subardjo, 2004, Pengetahuan
Subardjo, 2004). Seismologi, Puslitbang BMKG, Jakarta.
Pradita, J. S., 2016, Penyelidikan Kondisi
Bawah Permukaan Tanah di Wilayah
4. KESIMPULAN Jakarta Menggunakan Multi-Channel
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh Analysis of Surface Wave (MASW),
kesimpulan bahwa setiap bangunan memiliki Skripsi, Program Sarjana Terapan
nilai resonansi yang berbeda-beda. Resonansi Geofisika, Sekolah Tinggi Meteorologi
antara tanah dengan bangunan semakin besar Klimatologi dan Geofisika, Tangerang
nilainya jika frekuensi natural antara tanah Selatan.
dengan bangunan memiliki nilai yang sama SESAME, 2004, Guidelines for The
atau hampir mendekati. Bangunan B2 memiliki Implementation of The H/V Spectral
klasifikasi tingkat kerentanan resonansi dengan Ratio Thecnique On Ambient Vibrations
tanah paling tinggi. Bangunan B1 memiliki Measurentments, Processing and
klasifikasi tingkat kerentanan bangunan rendah Interpretations. Europan Comission,
hingga sedang, sedangkan bangunan B3 dan B4 Eropa.
memiliki karakteristik resonansi yang hampir Sriwijaya Post, Gempa Pidie Jaya-Aceh,
sama, dengan klasifikasi resonansi rendah dan http://palembang.tribunnews.com
tinggi. /2016/12/07/foto-foto-kondisi-terakhir-
pasca-gempa-di-pidie-jaya-aceh, diakses
pada tanggal 22 Desember 2016.
5. UCAPAN TERIMA KASIH Wibowo, B. A., 2015, Studi Awal Mikrozonasi
Daerah Kota Tangerang Selatan Melalui
Tanpa bantuan dari berbagai pihak, penelitian Analisis Nilai Vs-30 dan Periode
ini tidak mungkin dapat terselesaikan. Oleh Dominan, Skripsi, Program Sarjana
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima Terapan Geofisika, Sekolah Tinggi
kasih kepada Allah Subhanahu Wata’ala, Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,
Kedua orang tua, dan Dosen Pembimbing Tangerang Selatan.
Bapak Ariska Rudyanto yang telah
membimbing, memotivasi, memberi saran serta
6
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 4 No.1, Maret 2017