Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) merupakan salah satu

indikator keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. UHH tahun 2014 pada

penduduk perempuan adalah 72,6 tahun dan laki-laki adalah 68,7 tahun.

Sasaran rencana strategi Kementrian Kesehatan tahun 2010 – 2014 adalah

meningkatkan UHH dari 70,7 menjadi 72 tahun. Menurut hasil Susenas tahun

2000, jumlah lansia 14,4 juta jiwa atau 7,18 % dari total penduduk, sedangkan

pada tahun 2010 jumlah lanjut usia sudah mencapai 19 juta jiwa atau sekitar

8,5 % jumlah penduduk. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah lanjut

usia(lansia) dan diproyeksikan akan terus meningkat, sehingga diperkirakan

pada tahun 2020 akan menjadi 28,8 juta jiwa (Kemenkes RI, 2012).

Besarnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia di masa

depan membawa dampak positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila

penduduk lansia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Di sisi lain,

besarnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) menjadi beban, jika lanjut usia

(lansia) memiliki masalah penurunan kesehatan yang berakibat pada

peningkatan biaya pelayanan kesehatan, penurunan pendapatan/penghasilan,

peningkatan disabilitas, tidak adanya dukungan sosial dan lingkungan yang

tidak ramah terhadap penduduk lanjut usia (lansia) (Kemenkes, 2017).

Pertambahan jumlah lanjut usia akan menimbulkan berbagai

permasalahan kompleks bagi lanjut usia, keluarga maupun masyarakat,

meliputi aspek fisik, biologis, mental maupun sosial ekonomi. Seiring dengan

1
permasalahan tersebut, akan mempengaruhi asupan makannya yang pada

akhirnya dapat berpengaruh terhadap status gizi (Kemenkes RI, 2012).

Salah satu kelompok masyarakat yang paling membutuhkan pelayanan

kesehatan adalah penduduk lanjut usia. Penduduk lanjut usia secara biologis

akan mengalami proses penuaan secara terus menerus, dengan ditandai

menurunnya daya tahan fisik sehingga rentan terhadap serangan penyakit yang

dapat menyebabkan kematian. Masalah kesehatan yang sering di alami lanjut

usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, dan

lain-lain. Selain itu juga gigi geligi yang tanggal, menyebabkan gangguan

fungsi mengunyah yang mengakibatkan kurangnya asupan makanan pada

lanjut usia (Oenzil, 2012)

Kehilangan gigi merupakan penyebab terbanyak menurunnya fungsi

pengunyahan. Kehilangan gigi juga dapat mempengaruhi rongga mulut dan

kesehatan umum sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang secara

keseluruhan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab

terbanyak kehilangan gigi adalah akibat buruknya status kesehatan rongga

mulut, terutama karies dan penyakit periodontal (Depkes RI, 2003). Lanjut usia

diharapkan minimal mempunyai 20 gigi berfungsi, hal ini berarti bahwa fungsi

pengunyahan mendekati normal, walaupun sedikit berkurang. Demikian halnya

fungsi estetika serta fungsi bicara masih dapat dianggap normal dengan jumlah

gigi minimal 20 buah (Kemenkes RI, 2012).

Status gizi adalah cerminan ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi yang

didapatkan dari asupan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh (Iqbal, 2018).

Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang

2
masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi (Supariasa, 2002).

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi

baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat – zat gizi

yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,

pertumbuhan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat

setinggi mungkin (Almatsier, 2001).

Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat

mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini disebabkan oleh kuantitas dan kualitas

makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat

kesehatan individu dan masyarakat. Gizi optimal sangat penting untuk

pertumbuhan normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan seluruh

kelompok umur. Gizi yang tidak optimal berkaitan dengan kesehatan yang

buruk, yaitu yang memiliki faktor risiko penyakit tidak menular seperti

penyakit kardiovaskular, diabetes serta kanker yang merupakan penyebab

utama kematian di Indonesia (Kemenkes RI, 2014).

Menurut observasi awal yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa

manula yang berada di Panti Werda tersebut berjumlah 120 orang.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana hubungan kondisi gigi lengkap dan pola makan dengan status

gizi manula di Panti Werda Limboto Kabupaten Gorontalo ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui hubungan kondisi gigi lengkap dan pola makan

dengan status gizi manula di Panti Werda Limboto Kabupaten Gorontalo.

3
2. TUJUAN KHUSUS

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui kondisi gigi.

b. Mengetahui pola makan.

c. Mengetahui status gizi.

d. Mengetahui hubungan kondisi gigi lengkap dengan status gizi

e. Mengetahui hubungan pola makan dengan status gizi

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Bagi masyarakat

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kesehatan

masyarakat terutama pentingnya penanganan masalah gizi

2. Bagi bidang pelayanan kesehatan

Memberikan informasi tentang hubungan kondisi gigi lengkap

dan pola makan dengan status gizi manula di Panti Werda Limboto

Kabupaten Gorontalo.

3. Bagi peneliti

Memberikan pengalaman langsung dalam penelitian di bidang

Gizi masyarakat yang memberi latihan cara dan proses berfikir secara

ilmiah.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian teori
1. Definisi Manula (Manusia Usia Lanjut)

Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

tahun keatas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses

yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan

proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari

dalam dan luar tubuh, seperti di dalam Undang-Undang No 13 tahun 1998

yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang

bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila

dan Undang-undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi masyarakat

yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga

jumlah manusia usia lanjut (manula) makin bertambah. Banyak diantara

manusia usia lanjut (manula) yang masih produktif dan mampu berperan

aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya

peningkatan kesejahteraan sosial manusia usia lanjut pada hakekatnya

merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa

(Kholifah, 2016).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak

permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti

5
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak. dewasa dan tua

(Nugroho, 2006).

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia

60 tahun keatas (Hardywinoto, 1999). Dalam Undang – Undang Nomor 13

tahun 1998, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

tahun ke atas.

2. Batasan – batasan Manula

WHO (1999) menjelaskan batasan lanjut usia (lansia) adalah

sebagai berikut : usia lanjut (elderly) antara usia 60 – 74 tahun, usia tua

(old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), menjelaskan bahwa batasan

lanjut usia (lansia) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : Usia lanjut

presenilis yaitu antara usia 45 – 59 tahun, usia lanjut yaitu usia 60 tahun

keatas, usia lanjut berisiko yaitu 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas

dengan masalah kesehatan.

3. Teori Proses Menua

a. Teori – teori biologi yang mencakup :

1). Teori genetik dan mutasi

Menurut teori ini, menua telah terprogram secara genetik untuk

spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari

perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul/DNA

dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.

2). Teori “immunology slow virus”

6
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan

masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ

tubuh.

3). Teori stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel – sel yang biasa digunakan

tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan

lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel –

sel tubuh lelah terpakai.

4). Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya

radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen

bahan – bahan organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas

ini dapat menyebabkan sel – sel tidak dapat regenerasi.

5). Teori rantai silang

Sel – sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan

ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini

menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.

6). Teori program

Kemampuan organism untuk menetapkan jumlah sel yang

membelah setelah sel-sel tersebut mati.

b. Teori kejiwaan sosial yang mencakup :

1). Aktivitas atau kegiatan

7
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat

dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses

adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

2). Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.

Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu

agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.

3). Kepribadian berlanjut

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia.

Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini

menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang

lansia sangat di pengaruhi oleh tipe personality yang di miliki.

4). Teori pembebasan.

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,

seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari

kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial

lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga

sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :

a. Kehilangan kontak

b. Hambatan kontak sosial

c. Berkurangnya kontak komitmen (Kholifah, 2016).

4. Perubahan – perubahan yang terjadi pada Manula

Menurut Oenzil, 2012, proses menua sangat individual dan

berbeda perkembangannya pada tiap individu, karena di pengaruhi oleh

faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi proses

8
menua adalah asupan makanan, pendidikan, sosial budaya, penyakit

infeksi/degeneratif, hygiene sanitasi lingkungan, ekonomi dan dukungan

keluarga. Asupan makanan sangat mempengaruhi proses menua karena

seluruh aktivitas sel atau metabolisme dalam tubuh memerlukan zat-zat

gizi yang cukup.

Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang

terjadi pada tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta

organ tersebut. Ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua, antara

lain :

a. Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah,

mengakibatkan juga jumlah cairan tubuh yang berkurang, sehingga

kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-

garis menetap. Oleh karena itu, pada lansia seringkali terlihat kurus.

b. Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada lansia sehingga

dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam

folat. Sedangkan gangguan pada indera pengecap dihubungkan

dengan kekurangan kadar Zn yang juga menyebabkan menurunnya

nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya

kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.

c. Dengan banyaknya gigi yang sudah tanggal, mengakibatkan

gangguan fungsi mengunyah yang dapat berdampak pada kurangnya

asupan gizi pada usia lanjut.

9
d. Penurunan mobilitas usus, menyebakan gangguan pada saluran

pencernaan seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu

makan, serta susah BAB yang dapat menyebabkan wasir.

e. Kemampuan motorik menurun, selain menyebabkan menjadi lamban,

kurang aktif dan kesulitan menyuap makanan, juga dapat mengganggu

aktivitas kegiatan sehari-hari.

f. Pada usia lanjut, terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan

penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi,

kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan

melakukan aktivitas yang mempunyai tujuan (apraksia) dan gangguan

dalam menyusun rencana, yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut demensia atau pikun.

Gejala pertama adalah pelupa, perubahan pribadi, penurunan

kemampuan untuk pekerjaan sehari-hari dan perilaku yang berulang-

ulang, dapat juga disertai delusi paranoid atau perilaku anti sosial

lainnya.

g. Akibat proses menua, kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam

jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran

natrium sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa

lelah.

h. Incontinentia urine (IU) adalah pengeluaran urin diluar kesadaran

merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering

diabaikan pada kelompok usia lanjut, sehingga usia lanjut yang

10
mengalami IU sering mengurangi minum yang dapat menyebabkan

dehidrasi.

i. Secara psikologis pada usia lanjut juga terjadi ketidakmampuan untuk

mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara

lain sindrom lepas jabatan yang mengakibatkan sedih yang

berkepanjangan.

B. KONDISI GIGI PADA MANULA

Akibat bertambahnya usia secara berangsur – angsur gigi berkurang

karena tanggal. Ketidaklengkapan gigi tentunya akan dapat mengurangi

kenyamanan makan dan membatasi jenis-jenis makanan yang dikonsumsi.

Produksi air liur dengan berbagai enzim yang dikandungnya juga mengalami

penurunan, sebagai akibatnya dapat menimbulkan mulut kering, kemampuan

mengecap makanan berkurang dan kemungkinan mempercepat terjadinya

penimbunan karang gigi. Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi

kesehatan gigi pada lansia di antaranya adalah kurangnya produksi saliva serta

kebiasaan membersihkan gigi dan mulut. Karies gigi dan penyakit periodontal

merupakan penyebab utama kehilangan gigi pada lansia (Depkes RI, 2001).

Kehilangan sebagian maupun seluruh gigi dapat menimbulkan dampak

emosional, sistemik maupun fungsional. Dampak emosional di antaranya :

hilanganya kepercayaan diri, perasaan sedih, depresi, merasa kehilangan

bagian tubuh dan merasa tua. Dampak sistemik yaitu berupa penyakit

kardiovaskular, osteoporosis dan penyakit gastrointestinal, seperti kanker

eusofagus, kanker lambung dan kanker pankreas. Dampak fungsional

11
kehilangan gigi yaitu gangguan bicara dan gangguan pengunyahan (Hendra,

2009).

Gigi memiliki fungsi untuk pengunyahan, berbicara dan estetika. Gigi –

geligi pada manula mungkin sudah banyak yang rusak, bahkan copot sehingga

memberikan kesulitan saat mengunyah makanan. Berkurangnya kemampuan

mencerna makanan akibat kerusakan gigi merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kebutuhan gizi lansia. Kehilangan gigi pada lansia berdampak

pada berbagai persoalan, di antaranya dampak psikologis seperti merasa malu,

tegang, kehilangan selera makan, malnutrisi, tidur terganggu, kesulitan bergaul,

menghindar untuk keluar, tidak memiliki teman, konsentrasi terganggu, hingga

tidak dapat bekerja secara total (Oenzil, 2012)

Penyebab terbanyak kehilangan gigi adalah akibat buruknya status

kesehatan rongga mulut, terutama karies dan penyakit periodontal. manula

diharapkan minimal mempunyai 20 gigi berfungsi, hal ini berarti bahwa fungsi

pengunyahan mendekati normal, walaupun sedikit berkurang. Demikian halnya

fungsi estetika serta fungsi bicara masih dianggap normal dengan jumlah gigi

minimal 20 buah (Oenzil, 2012).

Kondisi gigi lengkap menurut WHO adalah kondisi rongga mulut

minimal seseorang yang memiliki ≥ 20 buah gigi geligi asli yang masih

berfungsi dalam proses mastikasi.

C. POLA MAKAN

Pola makan merupakan kebiasaan sehari-hari yang tidak dapat dihindari

oleh manusia karena setiap manusia memerlukan proses makan. Walaupun

pola makan sudah menjadi rutinitas sehari-hari, namun banyak orang yang

12
masih belum memperhatikan pola makan yang baik dan benar serta

menganggap bahwa proses makan hanya untuk mengenyangkan perut. Masih

banyak orang yang belum mengetahui bahwa pola makan dapat menjadi obat

atau racun bagi tubuh. Pola makan yang dilakukan dengan baik dan benar akan

menjadikan tubuh bugar dan sehat, sedangkan pola makan yang salah akan

menjadikan tubuh lesu, tidak bersemangat akan menjadi akar dari banyak

penyakit kronis. Efek atau manfaat dari pola makan ini adalah meminimalkan

jumlah penumpukan sisa makanan dan metabolisme sehingga fungsi

pencernaan dan penyerapan zat makanan menjadi lancar dan pemakaian energi

tubuh menjadi efisien.

Pola makan menurut Soedioetama (2004), merupakan banyak atau

jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang

atau kelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi keinginan makan (rasa

lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan

psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan

tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga

dan masyarakat.

Pola makan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi

seseorang. Dengan demikian diharapkan pola makan yang beraneka ragam

dapat memperbaiki mutu gizi makanan seseorang. Menurut Pelto (1981) dalam

Suharjo (1989), pola makan merupakan sebagai cara individu memilih pangan

dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis,

sosial dan budaya. Pola makan seseorang dapat dipengaruhi beberapa hal

berikut, yaitu pendapatan, pekerjaan, pendidikan, tempat tinggal (kota/desa),

13
agama/kepercayaan, pengetahuan gizi dan karakteristik fisiologis yang

selanjutnya akan mempengaruhi gaya hidup dan perilaku makannya.

Pola makan merupakan suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah

dan jenis makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi

mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu

kesembuhan penyakit.

Secara umum, pola makan memiliki 3 komponen, yaitu :

a. Jenis makan yakni sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari

b. frekuensi makan yakni beberapa kali makan dalam sehari meliputi makan

pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan

c. jumlah makan yakni banyaknya makanan yang di makan setiap orang atau

setiap individu dalam kelompok.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan, yaitu :

1. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi mencakup dalam peningkatan peluang untuk daya beli

pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan menurunnya

daya beli pangan secara kualitas maupun kuantitas masyarakat.

2. Faktor sosial budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat dipengaruhi oleh

faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah yang

menjadi kebiasaan atau adat.

14
3. Agama

Dalam agama, pola makan ialah suatu cara makan dengan diawali

berdoa sebelum makan, diawali makan dengan menggunakan tangan

kanan.

4. Pendidikan

Dalam pendidikan, pola makan ialah salah satu pengetahuan yang di

pelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan

penentuan kebutuhan gizi.

5. Lingkungan

Dalam lingkungan, pola makan ialah berpengaruh terhadap pembentuk

perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui adanya promosi,

media elektronik dan media cetak.

6. Kebiasaan makan

Kebiasaan makan merupakan suatu cara seseorang yang mempunyai

keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi dan

jenis makanan yang dimakan.

D. STATUS GIZI

Tingkat kesehatan seseorang dipengaruhi beberapa faktor diantaranya

bebas dari penyakit atau cacat, keadaan sosial ekonomi yang baik, keadaan

lingkungan yang baik dan status gizi juga baik. Orang yang mempunyai status

gizi baik tidak mudah terkena penyakit, baik penyakit infeksi maupun penyakit

degenerative. Status gizi merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai

derajat kesehatan yang optimal (Harjatmo.T, dkk, 2017).

15
Masalah gizi pada dasarnya merupakan refleksi konsumsi zat gizi yang

belum mencukupi kebutuhan tubuh. Seseorang akan mempunyai status gizi

baik, apabila asupan gizi sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Asupan gizi yang

kurang dalam makanan, dapat menyebabkan kekurangan gizi, sebaliknya orang

yang asupan gizinya berlebih akan menderita gizi lebih. Jadi status gizi adalah

gambaran individu sebagai akibat dari asupan gizi sehari-hari (Harjatmo.T,

dkk, 2017).

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara

asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk

metabolisme tubuh. Setiap individu membutuhkan asupan zat gizi yang

berbeda antar individu, hal ini tergantung pada usia orang tersebut, jenis

kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, berat badan, dan lainnya (Harjatmo.T,

dkk, 2017).

Status Gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang

dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di

dalam tubuh. Status gizi di bagi menjadi 3 kategori, yaitu status gizi kurang,

status gizi normal dan status gizi lebih (Almatsier, 2005).

Status gizi dapat diketahui melalui pengukuran beberapa parameter,

kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar atau

rujukan. Peran penilaian status gizi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

status gizi yang salah. Penilaian status gizi menjadi penting karena dapat

menyebabkan terjadinya kesakitan dan kematian terkait dengan status gizi.

Oleh karena itu dengan diketahuinya status gizi, dapat dilakukan upaya untuk

memperbaiki tingkat kesehatan pada masyarakat (Harjatmo.T, dkk, 2017).

16
Perubahan status gizi pada lansia disebabkan perubahan lingkungan

maupun faali dan status kesehatan mereka. Faktor kesehatan yang berperan

dalam perubahan status gizi antara lain adalah naiknya insiden penyakit

degenerasi maupun non degenerasi yang berakibat dengan perubahan dalam

asupan makanan, perubahan dalam absorbsi dan utilitas zat-zat gizi ditingkat

jaringan (Darmo, 1999).

17
Tabel 1. Kondisi Lanjut Usia Yang Dapat Mempengaruhi status Gizi

KONDISI PERUBAHAN
NO STATUS GIZI
LANJUT USIA POLA MAKAN
1 Metabolisme basal Kebutuhan energi Cenderung
menurun menurun kegemukan/obesitas
2 Aktivitas/kegiatan Energi yang dipakai Cenderung
fisik berkurang sedikit kegemukan/obesitas
3 Ekonomi meningkat Konsumsi berlebih Cenderung
kegemukan/obesitas
4 Fungsi indera Makan tidak enak/nafsu Dapat terjadi
menurun makan menurun kurang gizi
5 Penyakit periodontal Kesulitan makan Dapat terjadi
atau gigi tanggal makanan berserat kurang gizi dan
(sayur, daging), kegemukan/obesitas
cenderung makan
makanan lunak
6 Penurunan sekresi Mengganggu Defisiensi zat gizi
asam lambung dan penyerapan vitamin dan mikro
enzim pencernaan mineral
makanan
7 Mobilitas usus Susah buang air besar Wasir (perdarahan)
menurun & anemia
8 Sering menggunakan Menurunkan nafsu Dapat terjadi
obat-obatan/alkohol makan kurang gizi
9 Gangguan Kesulitan untuk Dapat terjadi
kemampuan motorik menyiapkan makanan kurang gizi
sendiri
10 Kurang bersosialisasi, Nafsu makan menurun Dapat terjadi
kesepian (perubahan kurang gizi
psikologis)
11 Pendapatan menurun Asupan makanan Dapat teradi kurang
menurun gizi
12 Demensia (pikun) Sering makan/lupa Dapat terjadi
makan kurang gizi dan
kegemukan/obesitas

18
Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat

membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan

perubahan-perubahan yang dialaminya selain itu juga dapat menjaga

kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia.

Kebutuhan kalori pada lansia berkurang karena berkurangnya kalori dasar dari

kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan

kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus,

pernafasan dan ginjal (Hasdianah, dkk, 2014).

E. KEBUTUHAN GIZI LANSIA

Masalah gizi yang dihadapi lansia berkaitan erat dengan menurunnya

aktivitas biologis tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan

memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun.

a. Kalori

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan metabolisme basal

pada orang-orang berusia lanjut menurun sekitar 15 – 20 %, disebabkan

berkurangnya massa otot dan aktivitas.Kalori (energi) diperoleh dari lemak

9,4 kal, karbohidrat 4 kal dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia

komposisi energy sebaiknya 20-25 % berasal dari protein, 20 % dari lemak

dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk lansia laki-laki

sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita sebanyak 1700 kal. Bila

jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan

disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas. Sebaliknya, bila

terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan digunakan, sehingga

tubuh akan menjadi kurus.

19
b. Protein

Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa

per hari adalah 1 gram/kg BB. Pada lansia, massa ototnya berkurang.

Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak berkurang, bahkan

harus lebih tinggi dari orang dewasa, karena pada lansia efisiensi

penggunaan senyawa nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang

(disebabkan pencernaan dan penyerapannya kurang efisien).

c. Lemak

Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30 % atau kurang dari total

kalori yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih

dari 40 % dari konsumsi energi), dapat menimbulkan penyakit

atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah ke jantung).

d. Karbohidrat dan serat makanan

Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau

konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus.

Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat karena

dikhawatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat menyebabkan

mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat sehingga tidak dapat diserap

tubuh. Lansia dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-gula sederhana

dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari kacang-

kacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai energi dan sumber serat.

e. Vitamin dan mineral

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang

mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D dan

20
E. Umumnya kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya konsumsi

makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran, kekurangan mineral yang

paling banyak diderita oleh lansia adalah kurang mineral kalsium yang

menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi menyebabkan

anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting utnuk

membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain.

f. Air

Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan

tubuh untuk mengganti yang hilang, membantu perncernaan makanan dan

membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja ginjal).

21
Tabel 2. Angka Kecukupan Energi dan Zat Gizi Yang Dianjurkan Untuk Manula

Dalam Sehari

KOMPOSISI LAKI - LAKI PEREMPUAN

Energi (kal) 1960 1700

Protein (gram) 50 44

Vitamin A (RE) 600 700

Thiamin (mg) 0,8 0,7

Riboflavin (mg) 1,0 0,9

Niasin (mg) 8,6 7,5

Vitamin B12 (mg) 1 1

Asam folat (mcg) 170 150

Vitamin C (mg) 40 30

Kalsium (mg) 500 500

Fosfor (mg) 500 450

Besi (mg) 13 16

Seng (mg) 15 15

Iodium (mcg) 150 150

Faktor – faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi pada lansia :

a. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong

b. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa

manis, asin, asam dan pahit.

c. Kerongkongan mengalami pelebaran.

d. Rasa lapar menurun,asam lambung menurun.

22
e. Gerakan usus melemah dan biasanya menimbulkan konstipasi.

f. Penyerapan makanan di usus menurun.

Masalah gizi pada lansia :

a. Gizi berlebih

Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat dan kota-kota

besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan

berlebih, apalagi pada lansia penggunaan kalori berkurang karena berkurangnya

aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit di ubah walaupun disadari untuk

mengurangi makan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai

penyakit, misalnya : penyakit jantung, kencing manis dan darah tinggi.

b. Gizi kurang

Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah sosial ekonomi dan juga

karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang

dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang dari normal. Apabila hal ini disertai

dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan sel yang tidak

dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun,

kemungkinan akan mudah terkena infeksi.

c. Kekurangan vitamin

Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan ditambah dengan

kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan berkurang,

penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu dan tidak

bersemangat (Hasdianah, dkk , 2014).

23
F. PENILAIAN STATUS GIZI

Menurut Iqbal M, (2018), bahwa Penilaian status gizi pada dewasa usia >

19 tahun dapat dilakukan menggunakan IMT dan rasio pinggang pinggul.

Interpretasi status gizi menggunakan IMT dapat merujuk kepada standar IMT

menurut Asia-pasifik Guidelines atau menurut standar WHO.

Indeks massa tubuh/IMT merupakan antropometri untuk menilai massa

tubuh yang terdiri tulang, otot dan lemak. IMT merupakan cara sederhana untuk

memantau status gizi orang dewasa (usia 18 tahun ke atas), khususnya yang

berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

Rumus menghitung adalah IMT = Berat Badan (kg)


Tinggi Badan (m2)

Tabel 3. Klasifikasi IMT versi WHO

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Kurus (underweight) < 18,5

Kurus berat < 16,0


Kurus sedang 16,0 – 16,9
Kurus ringan 17,0 - < 18,5
Normal 18,5 – 24,9

Gemuk (overweight) ≥ 25,0

Pre-obesitas 25,0 – 29,9


Obesitas ≥ 30,0
Obesitas kelas1 30,0 – 34,9
Obesitas kelas1 35,0 – 39,9
Obesitas kelas1 ≥ 40,0
Sumber : WHO 2006

24
Tabel 4. Klasifikasi IMT untuk Indonesia

IMT
Kategori Klasifikasi
(kg/m2)
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 - < 18,5

Normal 18,5 – 25,0

Kelebihan berat badan tingkat ringan  25,0 – 27,0


Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

Sumber : Kemenkes 2014

Menilai status gizi dapat di lakukan melalui beberapa metode

pengukuran, tergantung pada jenis kekurangan gizi.

Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yakni :

a. Penilaian langsung, yakni :

1). Antropometri

Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Atropometri gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi. Secara umum,

antropometri di gunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan

protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan

jumlah air dalam tubuh (Hasdianah, dkk, 2014).

2). Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk

menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan

25
yang terjadi dihubungkan dengan tidak cukupnya zat gizi. Hal ini dapat

dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral

atau pada organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar

tiroid. Survey ini untuk mendeteksi secara cepat tanda klinis umum dari

kekurangan gizi, selain itu juga merupakan cara untuk mengetahui gejala

dan riwayat gizi (Hasdianah, dkk, 2014).

3). Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia merupakan suatu cara untuk

mendeteksi adanya defisiensi gizi subklinik dan menentukan diagnosa medis

dan intervensi atau penanganan yang tepat (WHO, 2012). Penilaian status

gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang di uji secara

laboratorium yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan tubuh

yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan

tubuh seperti hati dan otot (Hasdianah, dkk, 2014).

b. Penilaian tidak langsung

1). Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan merupakan metode pengukuran status

gizi yang dilakukan dengan mengamati jumlah dan jenis zat gizi yang

dikonsumsi, kaitannya dengan kondisi status gizi dan kesehatan

seseorang. Survei konsumsi makanan dapat digunakan untuk

mengidentifikasi defisiensi zat gizi tahap awal. Seperti diketahui,

defisiensi zat gizi dapat terjadi karena penyebab primer (asupan makan

yang rendah) maupun penyebab sekunder (kejadian penyakit, interaksi

obat dan makanan, gangguan absorbsi, transportasi, penggunaan serta

26
ekskresi zat gizi). Selain dapat mengidentifikasi risiko kekurangan zat

gizi, metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko kelebihan

zat gizi (Iqbal, 2018).

2). Faktor Ekologi Malnutrisi

Faktor ekologi malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai

hasil interaksi antara beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan

budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan

ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain (Supariasa, 2001).

3). Statistik Vital

Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi

melalui data - data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan

dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka

penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan dan

angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi

(Hasdianah, dkk, 2014).

G. Hubungan Kondisi Gigi Lengkap Dengan Status Gizi

Gigi merupakan unsur penting untuk mencapai derajat kesehatan dan gizi

yang baik. Perubahan fisiologis yang terjadi pada jaringan keras gigi sesuai

perubahan pada gigi. Setelah gigi erupsi, morfologi gigi berubah karena

pemakaian kemudin tanggal digantikan gigi permanen. Pada usia lanjut, gigi

permanen menjadi kering, lebih gelap dan bahkan sebagian gigi telah tanggal

(Arisman, 2004). Dengan hilangnya gigi geligi akan mengganggu hubungan

oklusi gigi atas dan bawah, akan mengakibatkan daya kunyah menurun. Pada

27
lansia, saluran pencernaan tidak dapat mengimbangi ketidaksempurnaan fungsi

kunyah sehingga akan mempengaruhi kesehatan umum (Darmojo, 2010).

Akibat kehilangan gigi ditambah lagi dengan adanya penyakit sistemik

seperti jantung, hipertensi, ginjal sangat dirasakan oleh manula serta

memberikan dampak pada status gizinya yang meliputi berbagai kondisi seperti

mengunyah, makan dan berbicara. Selanjutnya dapat memberikan dampak

berupa terjadinya malnutrisi atau gangguan gizi (Wangsarahardja K, 2007).

H. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi

Pola makan merupakan suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah

dan jenis makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi

mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu

kesembuhan penyakit. Waktu makan utama bagi lansia seperti pagi, siang dan

malam. Sedangkan untuk makan selingan dapat disisipkan dalam waktu makan

utama. Seperti contoh, lansia sarapan pukul 06.00, kemudian pukul 08.30

makan selingan, selanjutnya pukul 11.00 atau 12.00 makan siang, kemudian

diselingi dengan makanan ringan. Hal tersebut dilakukan terus - menerus

untuk memberikan asupan yang adekuat bagi lansia (Maryam, SR,dkk, 2008).

Pola makan lansia yang diterapkan sangat erat kaitannya dengan

kebiasaan makan lansia tersebut. Kebiasaan makan menentukan intake nutrisi

yang akan masuk ke dalam tubuh dan memperbaiki mutu status nutrisi

makanan lansia. Keseimbangan antara jumlah makanan yang dimakan dan

dibutuhkan tubuh akan berdampak pada status gizi seseorang tergolong baik.

Susunan hidangan atau menu makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

macam bahan makanan dan berkualitas dalam jumlah dan proporsi yang tepat

28
dapat dijadikan seseorang untuk mempertahankan kesehatan dan kebugaran

tubuhnya, sehingga diperlukannya pola makan dan kebiasaan makan yang baik,

untuk memenuhi kebutuhan gizi tubuh (Suhardjo, 2003).

I. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat kerangka konsep

penelitian sebagaimana pada gambar berikut :

Life style/Gaya
Hidup

Status Gizi
Manula

Penyakit Infeksi
Asupan Gizi

Kondisi Gigi Pola Makan

Gambar 1. Kerangka Konsep

J. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesa penelitian ini adalah, terdapat hubungan kondisi gigi

lengkap dan pola makan dengan status gizi manula di Panti Werda Limboto

Kabupaten Gorontalo.

29
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis metode kuantitatif dengan pendekatan

cross sectional study.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Panti Werda Limboto

Kabupaten Gorontalo

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan .dilaksanakan pada bulan November tahun

2018 sampai dengan bulan Januari tahun 2019 di Panti Werda Limboto

Kabupaten Gorontalo

C. VARIABEL PENELITIAN

Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yakni :

a. Variabel independen : kondisi gigi lengkap dan pola makan

b. Variabel dependen: status gizi manula.

30
D. DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 5. Definisi Operasional

Definisi Cara Alat Hasil


Variabel
Operasional Ukur Ukur Ukur
Gigi Kondisi rongga mulut Menanyakan Wawancara 1. Baik, jika
lengkap minimal seseorang langsung jumlah gigi ≥
yang memiliki ≥ kepada 20 buah
20 buah gigi geligi responden 2. Kurang baik,
asli yang masih jika jumlah
berfungsi dalam gigi ≤
proses mastikasi 19 buah
Pola Suatu cara atau usaha Menanyakan Kuesioner 1. Baik , jika
makan dalam pengaturan langsung jumlah dan
jumlah dan jenis kepada frekuensi
makanan dengan responden memenuhi
informasi gambaran kriteria baik
dengan meliputi 2. Kurang, jika
mempertahankan jumlah dan
kesehatan, status frekuensi tidak
nutrisi, mencegah atau memenuhi
membantu kriteria baik
kesembuhan penyakit
Status Gizi Keadaan yang Dengan 1. Berat badan 1. Kurus, jika IMT
diakibatkan oleh menggunaka –> < 17,0 kg/m2
keseimbangan antara n indeks menggunaka 2. Normal, jika
asupan zat gizi dari massa tubuh n timbangan IMT 18,5 – 25,0
makanan dengan (IMT) injak kg/m2
kebutuhan zat gizi 2. Tinggi 3. Gemuk, jika
yang diperlukan untuk badan –> IMT > 25,0 –
metabolisme tubuh menggunaka 27,0 kg/m2
n microtoice

31
E. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

a. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah 120 orang manula yang ada

di Panti Werda Limboto Kabupaten Gorontalo.

b. Sampel Penelitian

Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah sampel yang

memenuhi kriteria inklusi yaitu sebanyak 30 orang manula.

1). Inklusi

a. Manula yang berusia ≥ 60 tahun

b. Bersedia menjadi subyek penelitian.

c. Sehat jasmani dan rohani

d. Mampu berkomunikasi dengan baik

2). Ekslusi

a. Manula yang berusia ≤ 59 tahun

b. Menolak menjadi subyek penelitian

c. Manula yang sedang sakit (manula yang menderita cacat fisik,

gangguan mental dan demensia)

d. Tidak dapat berkomunikasi dengan baik.

e. Selama penelitian dilaksanakan, manula tidak berada di tempat.

f. Manula yang sudah meninggal dunia

c. Responden

Total responden adalah sebanyak 30 orang manula yang berada di

Panti Werda Limboto Kabupaten Gorontalo.

32
F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah :

1. Menggunakan kuesioner untuk mengetahui data umum mengenai

karakteristik manula berupa identitas.

2. Melakukan survey dengan menggunakan metode food recall 24 jam

yang lalu (selama 2 hari) untuk mengetahui data mengenai asupan manula.

3. Melakukan pengukuran antropometri yaitu pengukuran Tinggi Badan dan

Berat Badan.

4. Untuk mengetahui status gizi responden menggunakan rumus Indeks


massa Tubuh (IMT) : IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan2 (m)
G. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dilakukan melalui Uji Chi-Square, dimana Uji Chi-Square ini merupakan

salah satu uji statistik non parametris yang dilakukan pada dua variabel,

dimana skala data kedua variabel adalah nominal atau untuk menguji

perbedaan dua atau lebih proporsi sampel. Uji ini sangat bermanfaat dalam

melakukan analisis statistik jika kita tidak memiliki informasi tentang

populasi.

Analisis satu variabel (Univariat Analisis) adalah merupakan analisa

yang dilakukan menganalisa tiap variabel dari hasil penelitian, yang bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian, sedangkan Analisis dua variabel (Bivariat Analisis) dilakukan

terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.

33
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Nasir, dkk, 2011, Buku Ajar : Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit

Muha Medika, Yogyakarta

Barasi ME, 2009, At a Glance Ilmu Gizi, Penerbit Erlangga, Jakarta

Budiman, 2011, Penelitian Kesehatan Buku Pertama, Penerbit PT Refika

Aditama, Jakarta

Cascarini L, dkk, 2013, Buku Saku Bedah Mulut & maksilofasial, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta

Gandy-JW, dkk, 2014, Gizi & Dietetika edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta

Gibney M.J et all, 2008, Gizi Kesehatan Masyarakat, Penerbit Buku Kedokteran,
2008)

Harjatmo.T, dkk, 2017. Penilaian Status Gizi, Jakarta

Hasdianah. H.R, dkk, 2014, Gizi Pemanfaatan Gizi, Diet dan Obesitas, Penerbit
Nusa Medika, Yogyakarta

Iqbal M & Puspaningtyas DE, 2018, Penilaian Status Gizi ABCD, Penerbit
Salemba Medika, Jakarta

Jauhari A, 2015, Dasar – dasar Ilmu Gizi, Penerbit jaya Ilmu, Yogyakarta

Kementerian Kesehatan RI, 2017, Analisis Lansia Di Indonesia, Pusat Data dan
Informasi, Jakarta (Di akses tanggal 20 Oktober 2018)

____________, 2012, Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut Usia, Jakarta (Di akses
tanggal 19 Oktober 2018)

Kartasapoetra G, dkk, 2012, Ilmu Gizi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta

Kholifah, S.N, 2016, Keperawatan Gerontik, Jakarta. (Di akses tanggal 20


Oktober 2018)

34
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2014, Situasi dan Analisis Lanjut Usia,
Jakarta (Di akses tanggal 20 Oktober 2018)

Oenzil,F. 2012, Gizi Meningkatkan Kualitas Manula, Jakarta.

Raditya, BK, dkk, Perancang Buku Visual Grafis Tentang Pola Makan Food
Cobining, Yogyakarta (Di akses tanggal 18 Oktober 2018)

Rahmadhan GA, 2010, Kesehatan Gigi & Mulut, Jakarta

Wangidjaja, I, 2014, Anantomi Gigi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

35
Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN KONDISI GIGI LENGKAP DAN POLA MAKAN
DENGAN STATUS GIZI MANULA DI PANTI WERDA
LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO
No Sampel : ………………
Tanggal : ………………

A. Identitas Lansia
1. Nama : …………………
2. Alamat : …………………
3. Umur : …… …. tahun
4. Pekerjaan : ………………….
5. Jenis kelamin :
1. Laki-laki
2. Perempuan
B. Pola Konsumsi Lansia
1). Jenis konsumsi
1. Apa saja jenis makanan yang bapak/ibu konsumsi setiap hari ?
a. Nasi, lauk-pauk
b. Nasi, lauk-pauk dan sayur
c. Nasi, lauk-pauk, sayur dan buah
d. Nasi, lauk-pauk, sayur, buah dan susu

2. Diantara waktu makan, apakah bapak/ibu mengkonsumsi makanan


selingan ?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
Jika tidak, langsung ke pertanyaan no. 4

3. Apakah jenis makanan selingan yang bapak/ibu konsumsi ?


a. Kue
b. Buah
c. Bubur kacang hijau
d. Lain-lain

36
4. Bagaimana bentuk olahan nasi yang bapak/ibu konsumsi ?
a. Nasi biasa
b. Nasi tim
c. Bubur
d. Di saring

5. Apakah bapak/ibu mengkonsumsi suplemen ?


a. Ya
b. Tidak pernah

6. Suplemen apa yang bapak/ibu konsumsi ?


a. Suplemen vitamin C
b. Suplemen penambah darah
c. Suplemen vitamin B kompleks
d. Tidak tahu.

2). Jumlah konsumsi

1. Berapa kali bapak/ibu minum susu dalam satu hari ?


a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. Tidak ada

2. Apakah bapak/ibu mengkonsumsi minuman (kopi, teh, jus buah)


setiap hari ?
a. Ya
b. Tidak

3. Berapa kali bapak/ibu mengkonsumsi minuman tersebut dalam satu


hari ?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. > 3 kali

4. Berapa banyak gula yang bapak/ibu tambahkan dalam satu gelas


minuman ?
a. 1 sdt
b. 1 sdm
c. > 1 sdms
d. Tidak ada

37
3). Frekuensi makanan
1. Berapa kali bapak/ibu makan dalam satu hari ?
a. 2 kali
b. 3 kali
c. > 3 kali
2. Apakah bapak/ibu selalu makan pagi ?
a. Ya
b. Tidak pernah
c. Kadang-kadang

1. Apakah bapak/ibu mengkonsumsi alkohol ?


a. Ya
b. Tidak pernah

38
Lampiran 2

DATA KONSUMSI MAKANAN (FOOD RECALL)


No. Sampel : …………….
Nama : …………….
Alamat : ……………
Umur : …….. tahun
Hari ke :
Tanggal :

Waktu Makan Jumlah


Teknik Bahan
No dan Konsumsi Ket
Pengolahan Makanan
NamaMasakan URT Gram
1 Makan Pagi

2 Selingan Pagi

3 Makan Siang

4 Selingan sore

5 Makan Malam

6 Selingan Malam

Pewawancara

(…………………..)

39
Lampiran 3
FORMULIR QUALITATIVE FOOD FRQUENCY

Nama Responden :
Tanggal Pelaksanaan :
Pertanyaan : Berapa sering anda mengonsumsi makanan dibawah ini?
Berilah tanda centang (√) pada kolom yang tersedia

Frekuensi
Daftar BM Makanan Hari Mingguan Bul
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2
Makanan Pokok
a. Nasi
b. Jagung
c. Mie
d. Bihun
e. Singkong
f.………..
Lauk Hewani
a. ayam
b. Ikan
c. Telur
d. Daging
e. . ………..
Lauk nabati
a. Tahu
b. Tempe
c. Kacang tanah
d. Kacang hijau
e. …………
Sayur
a. Bayam
b. Kangkung
c. Terong
d. Campur
e. ………..
Buah
a. Pisang

40
b. Pepaya
c. Semangka
d. Mangga
e. Alpokat
f.………..
Lain – lain
a. Gula pasir
b. Gula merah
c. Sirup
d. ………..

Pewawancara

(……………………………)

41
Lampiran 4.
FORMULIR SEMI-QUANTITATIVE FOOD FREQUENSI
Nama Responden :
Tanggal Pelaksanaan :
Pertanyaan : Berapa sering anda mengonsumsi makanan di
bawah ini ?
Daftar Bahan Ukuran Porsi Frekuensi Ket
Makanan/Makanan URT Gram Hari Minggu Bulan Tahun Porsi
Makanan Pokok
a. Nasi ¾ gls 100
b. Mi basah ½ gls 100
c. Bihun ½ gls 100
d. Singkong 1 ptg 100
e. Ubi 2 bh sdg 150
f. ………
Lauk Hewani
a. Ayam 1 ptg 50
b. Ikan 1 ptg 50
c. Telur 1 btr 60
d. Bakso 10 bj 100
e. Daging 1 ptg
50
f. ………
Lauk Nabati
a. Tahu 1 bj bsr 100
b. Tempe 2 ptg sdg 50
c. Kacang tanah 5 sdm 25
d. Kacang hijau 5 sdm
25
e. ………
Sayur
a. Bayam 1 gls 100
b. Kangkung 1 gls 100
c. Kol 1 gls 100
d. Sawi 1 gls 100
e. Wortel 1 gls 100
f. Kentang 1 gls 100
g. ………
Buah
a. Mangga 1 ptg 50
b. Jeruk 1 ptg 100
c. Semangka 1 ptg 100
d. Pepaya 1 ptg 100
e. Pisang 1 ptg 100
f. ………
Lain-lain
a. Gula 1 sdm 10
b. Minyak kelapa ½ sdm 5
c. ………

Pewawancara
(…………………..)

42
43

Anda mungkin juga menyukai