BAB II
PANDUAN PELAYANAN
BAB I
PENDAHULUAN
MEDIK PAPDI
3
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
2.1
METABOLIK
BAB I
PENDAHULUAN
ENDOKRINOLOGI
4
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
DIABETES MELITUS
Code ICD : E 10
PENGERTIAN
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai
oleh hiperglikemia akibat defek pada:
1. kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa
hepatik) dan di jaringan perifer (otot dan lemak)
2. sekresi insulin oleh sel beta pangkreas
3. atau keduanya
DIAGNOSIS
Terdiri dari :
Diagnosis DM
Diagnosis komplikasi DM
Diagnosis penyakit penyerta
Pemantauan pengendalian DM
Anamnesis :
Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi
ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.
5
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Berat badan lebih: > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh
( IMT ) > 23 kg/m2
Hipertensi ( TD 140/90 mmHg )
Riwayat DM dalam garis keturunan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB bayi > 4.000 gram
Riwayat DM gestasional
Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT)
Penderita penyakit jantung koroner, tuberkolosis, hipertiroidisme
Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL
DIAGNOSIS BANDING
Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium :
Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah
Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
Urinalisis rutin, protenuria 24 jam, CCT ukur, kreatinin
SGPT, Albumin/Globulin
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida
A 1C
Albuminuri mikro
TERAPI
6
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Edukasi meliputi pemahaman tentang :
Penyakit DM, makna perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM,
intervensi farmakologis dan non farmakologis, hipoglikemia, masalh khusus yang
dihadapi, cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan
keterampilan, cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi :
Karbohidart 60 - 70 %, protein 10 -15%, dan lemak 20 – 25%
Jumlah kandungan kolesterol yang disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak
berasal dari asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid). Dan
kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan serat larut.
Rumus Broca :
Berat badan idaman = (tinggi badan-100)-10 %*
Pria < 160 cm dan Wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10 % lagi.
BB kurang : < 90 % BB idaman
BB normal : 90 % -110% BB idaman
BB lebih : 110 -120 % BB idaman
Gemuk : > 120 % BB idaman
Latihan Jasmani
Kegaitan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit). Prinsip : Cintinuous-Rythmical-Interval-Progressive-Endurance
Intervensi farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral (OHO):
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea,glinid
7
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Penambah sensivitas terhadap insuln : metformin, tiazolidindion
Penghambat absorpsi glukosa : Penghambat glukosidase alfa
Insulin
Indaikasi :
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia hiperosmolatr non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, strok)
Kehamilan dengan DM / diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan tau alergi terhadap OHO
DM tipe 1
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Kalau dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu
kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme
kerjanya.
8
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Biguanid + Penghambat glukosidase + Glitazon +
Secretagogue
Atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
9
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Penilaian hasil terapi
1. Pemeriksaan glukosa darah
2. Pemeriksaan A1C
3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri
4. Pemeriksaan glukosa urin
5. Penentuan Benda Kriteria Keton pengendalian DM (Lihat tabel)
KOMPLIKASI
A. Akut :
Ketoasidosis disbetik
Hiperosmolar non ketotik
Hipoglikemia
B. Kronik :
Makroangiopati :
Pembuluh koroner
Vaskular perifer
Vaskular otak
Mikroangiopati :
Kapiler retina
Kapiler renal
Neuropati
Gabungan :
Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati
Rentan infeksi
Kaki diabetik
Disfungsi ereksi
10
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam divisi ginjal-hipertensi,
divisi kardioligi, dan Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.
RS non Pendidikan : Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.
REFERENSI
1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia.
2002.
2. PERKENI. Petunjuk Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. 2002.
3. The Expert Commitee on the Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Report of The Expert Commite on The Diagnosis and Classification
of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, Jan 2003 ; 26(Suppl. 1): S5-20.
4. Suyono S.Type 2 Diabetes Mellitus; is a -Cell Dysfunction. Prosiding Jakarta
Diabetes Meeting 2002 : The Recent Management in Diabetes and Its
Complication : From Molecular to Clinic. Jakarta,2-3 Nov 2002. Simposium
Current Treatment in Internal Medicine 2000. Jakarta,11-12 November 2000 :
185-99.
11
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
TIROKSIKOSIS
Code ICD : E 05
PENGERTIAN
Tirotoksikokis merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon
tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi
yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan
mengancam jiwa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar
penyakit Graves atau struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor
pencetus infeksi,operasi,trauma,zat kontras beriodium,hipoglikemia,partus,stres
emosi, penghentian obat anti-tiroid,terapi I 131 , ketoasidosis diabetikum,
tromboemboli paru,penyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda tirotoksikosis: hiperaktivitas,palpitasi,berat badan turun,nafsu
makan meningkat, tidak tahan panas, banyak keringat, mudah lelah,sering buang
air besar, oligomenore / amenore dan libido turun, takikardia, fibrilasi atrial,tremor
halus, refleks meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok, bruit.
Laboratorium : TsHs rendah, T4 atau fT4 tinggi. Pada T3 toksikosis: T3 atau fT3
meningkat
DIAGNOSIS BANDING
Hipertiroidisme primer : penyakit Graves, struma multinodosa toksik,adenoma
toksik,metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor
TSH, obat:kelebihan iodium (Fenomena Jod Basedow)
Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme : tiroiditis subakut, tiroiditis silent,
destruksi tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon
tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia)
Hipertiroidisme sekunder : adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom
resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis
gestasional
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : TSHs, T4 atau FT4, T3, atau FT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila
timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
Sidaik Tiroid / thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari
penyakit Graves dengan komponen nodosa
EKG
Foto toraks
TERAPI
Tata laksana Penyakit Graves :
Obat Antitiroid
Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000
mg/hari.
Metimazol dosis awal 20 – 30 mg/hari.
Indikasi :
Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada
pasien muda dengan struma ringan – sedang dan tirotoksikosis
Untuk mengejndalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan
atau sesudah pengobatan yodium radioaktif
Persiapan tiroidektomi
Pasien hamil, lanjut usia
Krisis tiroid
13
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Penyekat adrenergik pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien
menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40-200
mg dalam 4 dosis.
Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah eutiroid,
pemantauan setiap 3-6 bulan sekali : memantau gejala dan tanda klinis, serta lab.
FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikurangi dosisnya
dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama
12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi.
Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih
dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi
relaps.
Tindakan bedah
Indikasi :
Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroid
Wanita hamil kedua yang memerlukan obat dosis tinggi
Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radioktif
Ademo toksik, struma multinodosa toksik
Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Radioblasi
Indikasi :
Pasein berusia 35 tahun
Hipertiroidisme yang kambuh setelah diopearasi
Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid
Tidak mampu atau tadak mau terapi obat antitiroid
Ademo toksik, struma multinodosa toksik
Tatalaksana Krisis tiroid : (terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid)
1. Perawatan suportif :
Kompers dingin, antipiretik (asetaminofen)
Mempebaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : infus
Dextrose 5% dan NaCL 0,9%
Mengatasi gagal jantung : O2, diuretik, digitalis
2. Antagonis aktivitas hormon tiroid :
Bloakade produksi hormon tiroid : PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO.
Alternatif : Metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO.
Pada keadaan sangat berat : dapat diberikan melalui pipa nasogastrik
(NGT) PTU 600-1.000 mg atau metimazol 60-100 mg.
Blakade eskresi hormon tiroid : Solutio Lugol (sturated solution of
potasium iodida) 8 tetes tiap 6 jam
Penyekat : Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam.
Bila refrakter terhadap terapi di atas : plasmaferesis, dislis peritoneal.
3. Pengobatan terhadap faktor persipitasi : antibiotik, dll.
KOMPLIKASI
14
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Penyakit Graves : penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati
Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat
antitiroid.
Krisis tiroid : mortalitas
PROGNOSIS
Dubia ad bonam.
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10 – 15%.
WEWENANG
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi ginjal – hipertensi,
divisi kardiologi, dan Departemen Neurologi, Radiologi/Kedokteran nuklir,
Patologi Klinik, Bedah/tumor.
RS non pendidikan : Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Radiologi, dan Bedah.
REFERENSI
1. Sumual A, Pandelaki K. Hiepertiroidisme. In : Waspadji S, et al, eds. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.p. 766-72.
2. Jameson JL, Weetman AP. Disorders of the Thyroid Gland. In Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison ‘s
Principle of Internal Medicine.15th ed. New York : McGraw-Hil;2001.p. 2060-
84.
3. Suyono S, Subekti I. Krisis Tiroid. Dalam Prosiding Simposium
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16
April 2000:78-82.
4. Suyono S, Subekti I. Patogenesis dan Gambaran Klinis Penyakit Graves.
Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
5. Waspadji S. Pengelolaan medis Penyakit Graves. Makalah Jakarta
Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
15
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM
DIAGNOSIS
Klinis :
Keluhan poliuri, polidipsi
Riwayat berhenti menyuntik insulin
Demam / infeksi
Muntah
Nyeri perut
Keasadaran : kompos mentis, delirium, koma
Pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul)
Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)
Dapat disertai syok hipovolemik
Kriteria diagnosis :
Kadar glukosa : >250 mg/dL
pH : <7,35
HCO3- : rendah
Anion gap : tinggi
Keton serum : positif dan atau ketonuria
DIAGNOSIS BANDING
Ketosis diabetik, hiperglikemi hieprosmolar non ketotik / hyperglikemic
hyperosmolar state, ensefalopati uremikum, asidosis starvasi, asidosis laktat,
asidosis hiperkloremik, kelebihan salisilat, drug-induced acidosis, ensefalopati
karena infeksi, trauma kapitis.
PEMERIKASAAN PENUNJANG
Pemeriksaan cito : gula darah, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin, analis
gas darah, EKG
16
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Pemantauan :
Gula darah : tiap jam,
Na+, K+, CL- : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan.
Analis gas darah : bila PH < 7 saat mauk diperiksa setiap 6 jam s.d. Ph >
7,1. Selanjutnya setiap hari sampai stabil.
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) : kultur darah, kultur urin, kultur pus
TERAPI
Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way :
I. Cairan
NaCL 0,9% diberikan 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu 1 L pada jam
kedua, lalu 0,5 L pada jam ketiga dan keempat, dan 0,25 L pada jam
kelima dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.
Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L.
Jika Na+ > 155 mEq/L ganti cairan dengan NaCL 0.45%.
Jika GD < 200 mg/dL ganti cairan dengan Dextrose 5%.
III. Kalium
Kalium (K CL) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, degan dosis 50
mEq/ 6 jam. Syarat : tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang
T yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.
Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :
< 3,5 drip KCL 75 mEq/6 jam
3,0-4,5 drip KCL 50 mEq/6 jam
4,5-6,0 drip KCL 25 mEq/6 jam
> 6,0 drip dihentikan
17
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu.
KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut,
hipoglikemia, hipokalemia, hipekloremia, edema otak, hipokalsemia
PROGNOSIS
Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut,
sepsis, syok.
WEWENANG
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit
Dalam dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam
RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
RS pendidikan : Departemen Patologi Klinik
RS non pendidikan : Bagian Patologi Klinik
REFERENSI
1. PERKENI. Petunjuk Prktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. 2002.
2. Waspadji S. Kegawatan pada Diabetes Melitus. In : Prosiding
Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000 : 83-8.
18
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
3. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In : Prosiding Simposium
Penatalaksanaan Kedaruratan di bidang Ilmu Penyakit dalam. Jakarta,
15-16 April 2000 : 89-96.
4. Kitabchi AE, Umpierrez GE,Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA,
Malone JL, et al. Management of Hyperglicemic Crises in Patiens With
diabetes Care, Jan 2001 ; 24(1) :131-51.
HIPOGLIKEMIA
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis :
Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun
Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan
menghitung sementara
Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar
Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang
Anamnesis :
Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terkhir, waktu
pemakaian terkhir, perubahan dosis.
Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
Lama menderita DM, komplikasi DM
Penyakit penyerta : ginjal, hati,dll
Penggunaan obat sistematik lainnya : penghambat adrenergik , dll.
DIAGNOSIS BANDING
19
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Hipoglikemia karena
Obat :
(sering) : insulin, sulfonilurea, alkohol,
(kadang) : kinin, pentamidine
(jarang) : salisilat, sulfonamid
Hieperinsulinisme endogen : insulinimo, kelainan sel jenis lain,
sekretagogue (sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik
Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis, starvasi dan
inanisi
Tumor non-sel : sarkoma, tumor adrenokortikal, leukimia, limfoma,
melanoma
Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide
TERAPI
Stadium permulaan (sadar)
Berikan guka murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni
(bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan
yang mengandung karbohidrat
Hentikan obat hipoglikemik sementara,
Pantau glukos darah sewaktu tiap 1-2 jam
Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar)
Cari penyebab
20
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6
jam :
GD RI
(mg/dL) (Unit, subkutan)
< 200 0
200 – 250 5
250 – 300 10
300 – 350 15
> 350 20
8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis
insulin, seperti : adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5 – 1 mg IV /
IM (bila penyebabnya insulin)
9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dL : Hidrokortison 100 mg per 4
jam selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap
6 jam dan Manitol 1,5 – 2 g/kgBB IV setiap 6 – 8 kam. Cari penyebab lain
penurunan kesadaran menurun
KOMPLIKASI
Kerusakan otak, koma, kematian
PROGNOSIS
Dubia.
WEWENANG
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Pe4nyakit
Dalam dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam
RS non pendidikan : Dokter Spesial Penyakit Dalam
REFERENSI :
1. PERKENI. Petunjuk praktis pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2002.
Waspadji S.
Kegawatan pada Diabetes Melitus.Dalam Prosiding Simposium
Penatalaksanaan.
2. Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15 – 16 April 2000: 83 –
8.
3. Cryer PE. Hypoglycemia. In Braundwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,
Longo Dl, Jameson JL. Harryison’s Principles of Internal Medicine. 15 th ed.
New York : McGraw-Hill; 2001.p. 2138-43.
21
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
22
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
DISPLIDEMIA
Code ICD : E 66
PENGERTIAN
Displidemia merupakan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan
(peningkatan atau penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Kelainan Fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar trigliserid serta
penurunan kadar kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya
mempunyai peran penting dan berkaitan, sehingga dikenal sebagai tirad lipid.
Secara klinis dislipidemia disklasifikasikan menjadi 3, yaitu : Hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia, dan campuran hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia
DIAGNOSIS
Klasifikasi kadar kolesterol : Klasifikasi :
Kolesterol LDL : < 100 mg/dL Optimall
100 – 129 mg/dL Hampir optimal
130 – 159 mg/dL Borderline tinggi
160 – 189 mg/dL Tinggi
190 mg/dL Sangat tinggi
ATP III menggunakan Framingham Risk Score ( FRS ) untuk menghitung besarnya
risiko penyakit jantung koroner ( PJK ) pada pasien dengan 2 faktor, meliputi :
umur, kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi.
Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK
dalam 10 tahun.
23
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding
dengan kejadian PJK, yakni > 20% dalam 10 tahun, terdiri dari :
Bentuk klinis lain dari aterosklerosis : penyakit arteri perifer, aneurisma aorta
abdominalis, penyakit arteri karotis yang simptomatis,
Diabetes
Faktor risiko multipel yang mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun > 20%.
DIAGNOSIS BANDING
Hiperkolesterolemia sekunder, karena hipotiroidisme, penyakit hati obstruksi,
sindrom nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria intermiten akut, obat (progestin,
siklosporin, thiazide)
Hipertrigliseridemia sekunder, karena obesitas, DM, penyakit ginjal kronik,
lipodistrofi, glycogen storage disease, alkohol, bedah bypass ileal, sres,
sepsis, kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin, penghambat beta,
glukokortikoid, resin pengikat bile-acid, Thizide), hepatitis akut, lupus
eritematosus sistemik,gammopati monoklonal : myeloma multipel, limfoma
AIDS : inhibitor protease
HDL rendah sekunder, karena malnutrisi, obesitas, merokok, penghambat
betasteroid anabolik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia 20 tahun, setiap 5 tahun sekali :
Kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida, glukosa darah, tes fungsi hati, urin
lengkap, tes fungsi ginjal, TSH, EKG
TERAPI
Untuk hiperkolesterolemia :
Penatalaksanaan Non-farmakologis (Perubhan Gaya Hidup) :
Diet, dengan komposisi :
24
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Lemak jenuh < 7% kalori total
PUFA hingga 10% kalori total
MUFA hingga 10% kalori total
Lemak total 25 – 35% kalori total
Karbohidrat 50 – 60% kalori total
Protein hingga 15% kalori total
Serat 20 – 30 g / hari
Kolesterol < 200 mg / hari
Latihan jasmani
Penurunan berat badan bagi yang gemuk
Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alkohol
Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tecapai ( lihat
tabel target dibawah ini ), pemantauan setiap 4-6 bulan.
Bila setekah 6 minggu PGH, target be,um tercapai : intensifkan penurunan
lemak jenuh dan kolesterol, tambahkan stanol/steroid nabati, tingkatkan
komsumsi serat dan kerjasama dengan dietisien.
Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil
menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan,
dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihan jasmani.
Terapi Farmakologis :
Golongan statin :
Simvastatin 5 – 40 mg
Lovastatin 10 – 80 mg
Pravastatin 10 – 40 mg
Fluvastatin 20 – 80 mg
Atorvastatin 10 – 80 mg
Golongan bile acid sequestrant :
Kolestiramin 4 – 16 g
Golongan nicitinic acid :
Nicotinic acid (immediate release) 2 x 100 mg s.d 1,5 – 3 g
25
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat
tabel target di atas), Pemantauan setiap 4 – 6 bulan. Bila setaelah 6 minggu terapi,
target belum tercapai : intensifkan/ naikkan dosis statin atau kombinasi dengan
yang lain. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil
menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis diintensifkan. Pasien
dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner, diberi
terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL > 100 mg/ dL.
KOMPLIKASI
Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, strok, pankreatis akut
PROGNOSIS
Dubia ad bonan
WEWENANG
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan peserta PPDS Penyakit
Dalam
RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
RS pendidikan : Divisi Kardiologi, Departemen Patologi Klinik, Gizi
RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Gizi
REFERENSI
1. Perkeni. Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pada Diabetes Melitus di
Indonesia. 1995.
26
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
2. Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Cholesterol in Adults. Executive Summary of the Third Report of the National
Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult
Treatment Panel III). JAMA, May 16, 2001;285(19):2486-97.
3. Semiardji G. National Cholesterol Education Program - Adult Treatment Panel
III (NCEP-ATP III): Adakah hal yang baru? Makalah Siang Klinik Bagian
Metabolik Endokrinologi Bagian ilmu Penyakit Dalam, 2002.
4. Ginsberg HN, Goldberg ij. Disorders of Lipoprotein Metabolism. In Braunwald
E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 15th ed. New York: McGraw-Hill; 200I.p. 2245-
57.
5. Suyono S. Terapi Dislipidemia, Bagaimana Memilihnya dan Sampai Kapan?
Prosiding Simposium Current Treatment in Internal Medicine 2000. Jakarta,
11-12 November 2000:185-99.
27
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Code ICD : E 04
PENGERTIAN
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba
sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.Berdasarkan
jumlah nodul, dibagi :
Struma mononodosa non toksik
Struma multinodosa non toksik
DIAGNOSIS
Anamnesis :
Sejak kapan benjolan timbul
Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap
Cara membesarnya : cepat, atau lambat
Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa
benjolan
atau hanya pembesaran leher saja
Riwayat keluarga
Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
Perubahan suara
Gangguan menelan, sesak napas
Penurunan berat badan
Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik:
Umum
Lokal:
- Nodul tunggal atau majemuk, atau difus
- Nyeri tekan
- Konsistensi
- Permukaan
- Perlekatan pada jaringan sekitamya
- Pendesakan atau pendorongan trakea
- Pembesaran kelenjar getah bening regional
- Pemberton ‘s sign
-
Penilaian risiko keganasan :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid
jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :
Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak
28
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
Riwayat këluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau peayakit tiroid autoimun.
Gejala hipo atau hipertiroidisme.
Nyeri berhubungan dengan nodul.
Nodul lunak, mudah digerakkan.
Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.
DIAGNOSIS BANDING
Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin
saat masa pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan,
menopause, infeksi, stres lain.
Tiroiditis akut
Tiroiditis subakut
Tiroiditis kronis: limfositik (Hashimoto), fibrous-invasif(Riedel)
Simple goiter
Struma endemik
Kista tiroid, kista degenerasi
Adenoma
Karsinoma tiroid primer, metastatik
Limfoma
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: T4 atau fT4, T3, dan TSHs
Biosi aspirasi jarum halus ( BAJAH ) nodul tiroid:
- Bila hasil laboratorjum: non-toksik
29
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
- Bila hasil lab. (awal) toksik, tetapi hasil scan : cold nodule. — syarat :
sudah menjadi eutiroid,
USG tiroid:
- pemantau kasus nodul yang tidak dioperasi
- Pemandu pada BAJAH
Sidik tiroid:
- Bila klinis: ganas, tetapi hasil sitologi dengan BAJAH (2 kali) : jinak,
- Hasil sitologi dengan BAJAH: curiga ganas
Petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid
medular, diperiksakan kalsitonin)
Pemeriksaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat,curiga penyakit Hashimoto.
TERAPI
Sesuai hasil BAJAH, maka terapi:
A. Ganas
Operasi Tiroidektomi near-total
B. Curiga
Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku (VC):
Bila hasil = ganas -> Operasi Tiroidektomi near-total.
Bila hasil = jinak -> Operasi Lobektomi, atau Tiroidektomi near-total.
Alternatif : Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule —> Operasi
C.Tak cukup/sediaan tak representatif
Jika nodul Solid (saat BAJAH): ulang BAJAH.
Bila klinis curiga ganas tinggi —> Operasi Lobektomi
Bila klinis curiga ganas rendah — > Observasi
Jika nodul Kistik (saat BAJAH): aspirasi.
Bila kista regresi —> Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah —> Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi — >Operasi Lobektomi Jinak
D. TERAPI
—> terapi dengan Levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis.
dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari),
dilanjutkan 3 x 25 ug (3-4 hari),
bila tidak ada efek samping atau tanda toksis: dosis - menjadi 2 x 100 ug
sampai 4-6 minggu, kemudian evaluasi TSH (target 0,1 - 0,3 u1U/L)
supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan
evaluasi dengan USG: apakah nodul berhasil mengecil atau tidak (berhasil
bila mengecil> 50% dan volume awal)
- Bila nodul mengecil atau tetap -> L-tiroksin dihentikan dan diobservasi:
- Bila setelah itu struma membesar lagi, maka L-tiroksin dimulai lagi
(target TSH 0,1-0,3 uIU/L).
- Bila setelah L-tiroksin dihentikan, struma tidak berubah, diobservasi
saja.
- Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi — obat
dihentikan dan operasi Tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan
histopatologi — > hasil PA:
- Jinak: terapi dengan L-tiroksin: target TSH 0,5 — 3,0 uIU/L
- Ganas: terapi dengan L-tiroksin
- Individu dengan risiko ganas tinggi :
30
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
target TSH <0,01-0,05 uIU/L
- Individu dengan risiko ganas rendah :
target TSH 0,05-0,1 uIU/L
KOMPLIKASI
Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut / subakut
PROGNOSIS
Tergantung jenis nodul, tipe histopatologis.
WEWENANG
• RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
• RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• RS pendidikan : Departemen Patologi Klinik, Radiologi / Radiodiagnostik!
Kedokteran nuldir, Bedah Tumor, PatologiAnatomik
• RS non pendidikan : Bagian Radiologi, Bedah, Patologi klinik, PatologiAnatomik
REFERENSI
1. Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik. In: Waspadji S. et al, eds. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;.p. 757-65.
2. Suyono S. Pendekatan Pasien dengan Struma. Dalam Markum HMS,
Sudoyo HAW Effendy S, Setiati S. Gani RA, Alwi I, eds. Naskah Lengkap
Pertemuan ilmiah Tahunan ilmu Penyakit Dalam 1997. Jakarta: Departemen
ilmu Penyakit Dalam; l997.p. 207- 13.
3. Subekti I. Struma Nodosa Non-Toksik (SNNT). In Simadibrata M Setiati S,
AIwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A ,eds. Pedoman Diagnosis dan
Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999. 187-9.
4. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnostik Nodul Tiroid. Makalah Jakarta
Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
5. Jameson JL, Weetman AR Disorders of the Thyroid Gland. In Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 15th ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p.
2060-84.
31
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
KISTA TIROID
Code ICD : E 06
PENGERTIAN
Kista tiroid adalah nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan 10—25% dari
seluruh nodul tiroid.Insidens keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan
nodul solid. nodul kistik kompleks masih mungkin merupakan suatu
keganasan.Sebagian nodul kistik mempunyai bagian yang solid.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Sejak kapan benjolan timbul
Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap
Cara membesamya: cepat, atau lambat
Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa
benjolan atau hanya pembesaran leher saja
Riwayat keluarga
Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
Perubahan suara
Gangguan menelan
Sesak napas
Penurunan berat badan
Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik :
Umum
Lokal
- Nodus tunggal atau majemuk, atau difus
- Nyeri tekan
- Konsistensi : kistik
- Permukaan
- Perlekatan pada jaringan sekitamya
- Pendesakan atau pendorongan trakea
- Pembesaran kelenjar getah bening regional
- Pemberton ‘s sign
Penilaian risiko keganasan :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid
jinak tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :
Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak
Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun.
Gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme.
Nyeri berhubungan dengan nodul.
Nodul lunak, mudah digerakkan.
Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.
32
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
DIAGNOSIS BANDING
Kista tiroid, kista degenerasi, karsinoma tiroid
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG tiroid:
- dapat membedakan bagian padat dan cair,
- dapat untuk memandu BAJAH: menemukan bagian solid.
- gambaran USG kista = kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik
sonolusen, dinding tipis
Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin.
Biopsi aspirasijarum halus (BAJAH): pada bagian yang solid.
TERAPI
Pungsi aspirasi seluruh cairan kista :
Bila kista regresi —> Observasi
Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah —> pungsi aspirasi dan
observasi
Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas tinggi —> operasi lobektomi
KOMPLIKASI
Tidak ada.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam, tergantung tipe dan jenis histopatologinya.
WEWENANG
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
33
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Metabolik Endokrinologi
UNIT TERKAIT
RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Bedah tumor
RS non pendidikan : Bagian Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Bedah
REFERENSI
1. Kariadi SHKS. Struma Nadosa Non-Toksik. Dalam Waspadji S. et a!,eds.
Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta:Balai Penerbit FKUI;.p.757-
65.
2. Suyono S. Pendekatan Pasien dengan Struma. Dalam Markum HMS, Sudoyo
HAW, Effendy S. Setiati 5, Gani RA, Alwi I ,editors. Naskah Lengkap
Pertemuan Ilmiah Tahunan ilmu Penyakit Dalam 1997. Jakarta:Departemen
ilmu Penyakit Dalam; 1997.p. 20 7-13.
3. Subekti I. Struma Nodosa Non-Toksik (SNNT). In Simadibrata M Setiati S,
Alwi I,Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,editors. Pedoman Diagnosis dan
Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.P. 18 7-9.
4. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnostik Nodul flroid. Makalah Jakarta
Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
34