TIMUR 1947-1950
menjadi simbol bahwa NST serius dalam menangani masalah keamanan di wilayahnya.
Barisan Pengawal dipandang oleh Wali Negara dan sebagian “penduduk asli” sebagai simbol
Sesungguhnya Barisan Pengawal tidak diciptakan untuk menjadi tentara seperti KL,
KNIL, ataupun TNI.2 BP mempunyai tugas untuk menjaga keamanan wilayah NST dan
membantu pasukan Belanda seperti mensuplai logistik serta menjaga pos-pos milik Belanda.
BP adalah tentara milik NST, namun dalam prakteknya terjadi perbedaan pemahaman
mengenai fungsi BP antara pihak Belanda di Sumatera Timur dan para pemimpin NST.
Masa eksistensi Barisan Pengawal tidak berumur panjang, korps militer ini berakhir
seiring dengan hasil perjanjian KMB atas Republik Indonesia Serikat. Walaupun umurnya
yang singkat, keberadaan BP dan dan segala pencapaiannya telah memainkan perang penting
Proses terbentuknya korps ini bukanlah sesuatu yang instan, melainkan efek dari
berbagai peristiwa yang terjadi sejak masa konsesi perkebunan di Sumatera Timur.
1
Hasil wawancara oleh Suprayitno dengan Tengku Bachri, Binjai, 1994, dalam
Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Dari Federalisme ke Unitarisme : Studi
Tentang Negara Sumatera Timur 1947 – 1950, Yogyakarta : Yayasan Untuk Indonesia, 2001,
hlm. 112
2
Koninklijk Leger (KL), Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL), Tentara
Nasional Indonesia (TNI)
1. SUMATERA TIMUR MASA PERKEBUNAN HINGGA BERDIRINYA
1.1.Masa Perkebunan
Antara tahun 1870 sampai 1942 wilayah dan populasi dari empat puluh satu
kepemerintahan lokal yang berada di pantai timur bagian utara Sumatera digabungkan
kedalam kepemerintahan Hindia Belanda. 3 Wilayah ini merupakan wilayah dari etnis
Melayu, Karo, dan Simalungun. Perjanjian kontrak antara penguasa lokal dan pemerintah
diberikan batas wilayah yang jelas, dan dihubungkan bersama sebagai Residen Sumatera
Timur. Orang-orang Melayu, Karo, dan Simalungun ini dianggap oleh pemerintah kolonial
sebagai penduduk lokal/asli dengan hak khusus atas tanah dan kuasa untuk menjalankan
hukum adat.4
Kesultanan Deli memberikan konsesi (kontrak) tanah kepada J. Nienhuys, seorang pengusaha
swasta asal Belanda untuk perkebunan tembakau.5 Dengan dibukanya konsesi tanah oleh
Kesultanan Deli, banyak pengusaha swasta asing datang untuk membuka usaha sejenis di
Sumatera Timur. Selain Kesultanan Deli, Kesultanan terbesar lainnya seperti langkat,
Serdang, dan Asahan memainkan peran penting dalam konsesi tanah untuk perkebunan.
Konsesi tersebut mengatur luas tanah, bagi hasil, durasi kontrak, dan kesepakatan lainnya.
3
Dari empat puluh satu kepemerintahan lokal, lima diantaranya merupakan yang
terbesar yaitu Langkat, Deli , Serdang, Asahan, dan Siak.
4
Michael Van Langenberg, "Class and ethnic conflict in Indonesian's decolonization
process: A study of East Sumatra. “Indonesia” No. 33 1982hlm. 3
5
T. Lukman Sinar Basarshah, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera
Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hlm. 207
Selain tembakau, konsesi tersebut juga meliputi komoditas bernilai tinggi lainnya seperti
Dengan dibukanya konsesi perkebunan oleh para Sultan di Sumatera Timur, maka
dibutuhkan tenaga kerja perkebunan. Akan tetapi hal itu tidak dapat dipenuhi di Sumatera
Timur. Hanya sedikit penduduk asli melayu yang bersedia menjadi buruh. 6 Sebagian besar
dari mereka lebih senang menjadi peladang bebas yang tidak terikat oleh perjanjian kerja
seperti menjadi buruh di perkebunan. 7 Hal ini mengharuskan para pengusaha swasta asing
Akan tetapi hal itu tidak dialami oleh para buruh perkebunan (kuli). Buruh – buruh
perkebunan seringkali mendapat perlakuan buruk dari majikannya dan mereka kebanyakan
tidak mengetahui isi kontrak yang mereka tandatangani dengan pihak perkebunan. 8
Seluruh daerah ini diliputi rasialisme dan kesukuan yang tebal. Sistem kolonial secara
keseluruhan didominasi oleh ekonomi perkebunan yang dikuasai bangsa asing dan hubungan
khusus antara kaum bangsawan Melayu dengan para penguasa kolonial. Kebudayaan Melayu
memiliki keunggulan politis. Oleh karena itu mayoritas kaum non-Melayu mempunyai alasan
6
Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987 hlm. 80
7
Andi Suwirta, "Buruh Perkebunan di Sumatera Timur: Sebuah Tinjauan
Sejarah."Historia: Jurnal Pendidikan Sejarah 5.3 (2002): hlm. 24
8
Suprayitno, op. cit, hlm. 27
politik maupun alasan kultural untuk merasa didiskriminasikan dalam apa yang mereka lihat
Pada masa pendukukan Jepang terjadi krisis pangan yang diakibatkan hancurnya
fasilitas publik dan transportasi akibat pertempuran perebutan Sumatera Maret 1942.
Pemerintah Jepang mengambil tindakan mengambil alih seluruh tanah perkebunan menjadi
milik Kekaisaran Jepang dan di bawah kontrol Pemerintah Militer Jepang.10 Ini berarti bahwa
setiap hak istimewa yang dimiliki penguasa tradisional dan hak sewa tanah dihapuskan.
Akibat masalah kekurangan pangan yang semakin parah Pemerintah Jepang terpaksa
agar tanah kosong di area perkebunan digunakan untuk menanam padi, jagung, dan bahan
pangan lainnya.11 Pada tahun 1944, badan pengurusan pertanian Jepang mengumumkan
semua tanah kosong di perkebunan diserahkan kepada para petani penyewa. 12 Kebijakan
Jepang ini tentu ditangapi dengan hangat oleh buruh-buruh perkebunan, petani Karo, dan
Batak Toba yang membuat mereka segera berdatangan ke Sumatera Timur membuka tanah-
tanah kosong dan hutan untuk dijadikan persawahan. Sebagian orang Jawa, Karo, Toba,
9
Michael Van Langenberg dalam Auderey R. Kahin, op. cit, hlm. 122
10
Suprayitno, op. cit, hlm. 46
11
Ibid
12
Michael Van Langenberg, National Revolution in North Sumatera : Sumatera Timur
and Tapanuli 1942-1950, University of Sydney, 1976 hlm. 232
bahkan Cina menduduki tanah-tanah perkebunan tersebut dan menganggap sebagai miliknya
sendiri. 13
Jepang memasukkan sejumlah besar nasionalis, baik yang radikal maupun moderat ke
dalam sistem administrasinya dan memperbolehkan mereka menggunakan fasilitas yang ada
untuk propaganda politik dan mobilisasi massa. 14 Bagi para tokoh anti kerajaan di Sumatera
Timur, mereka sangat berharap Jepang dapat menghapuskan kekuasaan feodal. Namun
peperangan yang sedang mereka hadapi. Pemerintah militer Jepang dibawah Tentara ke 25,
tidak banyak ikut campur dengan perpolitikan di Sumatera Timur, sangat berbeda dengan di
Jawa. Jepang di Sumatera lebih fokus akan kemungkinan serangan dari pihak sekutu.
Pemerintah Republik Indonesia menunjuk Teuku Hasan untuk menjadi Gubernur Sumatera
dan pasukannya mendarat di Padang. Dalam rombongan itu terdapat perwira Belanda Mayor
Jenderal Spits yang merupakan kepala NICA. Kedatangan Sekutu dan NICA disambut baik
membangun kembali keadaan seperti sebelum perang dunia ke II. Sebaliknya pendukung
13
Michael Van Langenberg, op. cit, 1976 hlm 233
14
Michael Van Langenberg dalam Auderey R. Kahin, op. cit, hlm. 125
15
Michael Van Langenberg "Class and ethnic conflict in Indonesian's decolonization
process: A study of East Sumatra."Indonesia No. 33 1982 hlm.4
republik memandang hal ini sebagai ancaman terhadap republik. Akibatnya berkobarlah
persatuan di Sumatera Timur saat itu. Ditambah, sikap para sultan Melayu, raja Simalungun,
dan para pemimpin Karo yang cenderung lebih percaya kepada Belanda memilih menunggu
kedatangan Belanda agar dapat memulihkan kondisi pasca perang dunia ke II. Hal ini
menyebabkan tensi sentimen terhadap kelompok pemuda nasionalis dan militan semakin
meningkat.17
Tanggal 3 Maret 1946 meletuslah sebuah Revolusi Sosial di Sumatera Timur. Masa
bergerak atas instruksi dari pemimpin-pemimpin Pesindo, PKI, dan PNI yang bekerja sama
Pemuda Indonesia), Barisan Harimau Liar, Barisan Merah (PKI), dan Hizbullah, yang
didukung oleh kaum buruh jawa di semua perkebunan mengamuk di seluruh Sumatera
Timur.19 Di Asahan, istana kesultanan dikepung pada malam hari, dan diketahui kemudian
bahwa lebih dari 100 aristrokat dibunuh dalam beberapa hari. Yang terparah terjadi di
Langkat dimana keluarga Sultan Langkat dibunuh, 7 aristrokrat terkemuka terbunuh, dan
yang paling parah terjadi pemerkosaan 2 putri sultan. 20 Perwakilan Republik Indonesia untuk
16
Suprayitno, op. cit, hlm. 59
17
Ibid
18
Anthony Reid, Op Cit, 2011 hlm. 328
19
Michael Van Langenberg dalam Auderey R. Kahin, op. cit, hlm. 130
20
Ibid, hlm 330
Di sisi lain, beberapa pemimpin gerakan revolusi tersebut menganggap gerakan
tersebut sebagai alat untuk merebut kekuasaan. 21 Banyak dari serbuan itu digerakan oleh
keinginan untuk mengambil alih hak milik. Dalam beberapa peristiwa tindakan itu hanya
untuk memenuhi kepentingan suatu kelompok laskar, kadang hanya merupakan perampokan
tanpa pandang bulu. 22 Namun Langenberg menjelaskan bahwa revolusi sosial tersebut
merupakan lebih dari sekedar ledakan kekejaman setempat yang didalangi oleh segelintir
merupakan ungkapan dari ketegangan golongan, ideologi, dan kesukuan yang sudah tercipta
Pasca Revolusi Sosial dan Agresi Militer Belanda, berbagai golongan rakyat
Sumatera Timur menilai mereka butuh keamanan yang terjamin. Bagi para korban Revolusi
Sosial tentu tidak mau lagi diserang oleh kelompok perusuh tersebut. Karena yang menjadi
korban atas peristiwa tersebut tidak hanya dari kalangan bangsawan, namun banyak rakyat
biasa dan beberapa etnis minoritas yang juga menjadi korban penyerangan tanpa adanya
alasan yang jelas. Atas dasar kebutuhan akan terjaminnya stabilitas keamanan di Sumatera
(DIST). Tanggal 2 Oktober 1947 H.J Van Mook mengadakan pertemuan dengan komite
21
George Mc. Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, Jakarta : Komunitas
Bambu 2013 hlm. 354
22
Michael Van Langenberg dalam Auderey R. Kahin, op. cit, hlm. 131
23
Ibid
24
T. Lukman Sinar Basarshah, Op Cit, hlm. 565
swapraja atau kerajaan bumiputera di Sumatera Timur dan sepakat akan dibentuk status
Pada tanggal 15-17 November 1947 Dewan Sementara Sumatera Timur mengadakan
sidang dan memilih Tengku Mansoer sebagai Wali Negara Sumatera Timur dan Raja
Kaliamsyah Sinaga sebagai Wakil Wali Negara. Berdasarkan Staatsblad no. 14 tahun 1948
2. BARISAN PENGAWAL
Barisan Pengawal yang juga memiliki sebutan Blaupijpers, dan oleh pihak Belanda
disebut sebagai Veileigheidscorps (korps keamanan), secara resmi dibentuk pada 1 November
1947 oleh NST atas izin dari Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. 26 Berdasarkan
tanggalnya, Barisan Pengawal mulai dibentuk sejak NST masih berupa Daerah Istimewa
Sumatera Timur. Korps Barisan Pengawal lebih dikenal sebagai Blaupijpers karena warna
NST membuka rekrutmen untuk membentuk tentara Barisan Pengawal. Rekrutmen ini
disebarkan dalam berita di koran lokal, selebaran, dan secara lisan di seluruh wilayah
Sumatera Timur. Dalam rekrutmen ini tidak ada seleksi khusus, namun yang boleh mendaftar
25
Ibid, hlm. 566
26
Pembentukan Barisan Pengawal secara resmi pada tanggal 1 November 1947, tetapi
baru disahkan pada tahun 1948 dalam Staatsblad van Nederlandsch-India No. 41
1948.Suprayitno, op. cit, hlm. 112-113
27
Het Dagblad, 28 Oktober 1948, “Blaupijpers” En Jarig, hlm 2
hanya yang berasal dari 3 suku yaitu Melayu, Karo, dan Simalungun. 28 Depot pendaftaran
pertama dibuka di Pematang Siantar oleh Tuanku Saibun yang merupakan Kepala
Departemen Keamanan NST. Kemudian disusul di Tebing Tinggi dan Lubuk Pakam oleh
Datuk Baharuddin, Berastagi dan Kabanjahe oleh Ngerajai Melaka, serta Tanjung Pura dan
dari para pendaftar yang hadir merupakan orang Sumatera Timur yang keluarganya ataupun
dirinya langsung menjadi korban dari Revolusi Sosial Sumatera Timur tahun 1946. Motivasi
dari para pendaftar ini untuk mencari perlindungan juga sebagai sarana untuk balas dendam.
Selain itu terdapat sejumlah mantan TNI ataupun Laskar Rakyat yang ikut mendaftar. 30
Pertama para calon harus melewati tahap awal yaitu pengukuran fisik dan batas umur.
Bagi yang lolos tahap pertama, para calon melewati semacam tahap wawancara yang pada
tahap tersebut turut dihadiri oleh Tuanku Saibun, Kepala Departemen Keamanan NST dan
Kolonel Djomat Purba, Komandan Barisan Pengawal. Terakhir para calon harus lulus tes
Para calon yang tidak lolos diberikan rokok dan sejumlah uang saku sebagai apresiasi
atas jerih payah nya untuk datang mendaftar. Bagi calon yang lolos, mereka dibawa ke
28
Wawancara dengan T. M. Yasir, Medan, 2018
29
T. Lukman Sinar Basarshah, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera
Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hlm. 578
30
Ibid ; Suprayitno, op. cit, hlm. 114
31
Pengawal, Edisi Tahun ke 2 No. 8, 20 April 1949, hlm 2
sepatu, dan senjata.32 Disini mereka mendapatkan pelatihan baris-berbaris sebelum
Para peserta dilatih dasar-dasar militer oleh instruktur dari KNIL dibawah pimpinan
Letkol T.J.W.F.M Suphert.33 Kader pertama dari Prins Bernhard Infanterieschool terdiri dari
27 orang sersan dan 23 orang kopral. Dari lulusan kader pertama, terpilih 9 orang yang
Infanteriedi Bandung. 34 Oleh karena banyaknya keinginan penduduk Sumatera Timur untuk
menjadi anggota BP, akhirnya dibentuk lagi 2 batalyon yaitu Batalyon II dan III, kemudian
Markas Batalyon Barisan Pengawal dibentuk di Medan, Binjai, Siantar, Labuhan Batu
(Rantau Prapat), dan Tebing Tinggi. Markas di Tebing Tinggi dipimpin oleh Binsara Sinaga,
dan di Langkat (Tanjung Pura) dipimpin oleh T. Jafar. Sementara Markas Besar BP berada di
Dalam proses pembentukan Barisan Pengawal terdapat perdebatan antara pihak NST
dengan pemerintah Hindia Belanda. Departemen Peperangan Hindia Belanda menilai bahwa
BP tidak dimaksudkan untuk berperang membela wilayah, tetapi sebagai korps keamanan
yang dibebani tugas kepolisian. Pemberian wewenang untuk ikut campur dalam peperangan
32
Ibid
33
M.A. Loderichs, et.al, Medan : Beeld van een Stad, Nederland : Asia Minor, 1997
hlm. 73; Durasi diklatsar untuk posisi bintara selama 6 bulan dan untuk tingkatan diatas
bintara diatas 1 tahun. Wawancara dengan T. M. Yasir, Medan, Juni 2018
34
Pengawal, Edisi Tahun ke 2 No 1, 3 Januari 1949, hlm 4
35
Hasil wawancara oleh Suprayitno dengan Datuk Anwaruddin,Lubuk Pakam, 28
April 1994 dan Tengku Bachri, Binjai, 19 April 1994, Suprayitno, op. cit, hlm. 115
akan menimbuklan ancaman pemberontakan regional. 36 Pemerintah Hindia Belanda
menyatakan bahwa di Sumatera Timur dalam keadaan darurat perang, untuk itu wewenang
yang berkaitan dengan keamanan harus diambil alih oleh pemerintah federal (pusat). 37 Di sisi
lain para pemimpin NST menginginkan Barisan Pengawal menjadi kesatuan militer yang
mandiri atas Negara Sumatera Timur, terpisah dari komando KNIL. BP tidak dibentuk untuk
berperang, akan tetapi korps ini bertanggung jawab atas keamanan di NST.
Kekuatan korps Barisan Pengawal hanya pada tingkat batalyon, tidak sampai pada
tingkatan brigade ataupun diatasnya. Setiap batalyon di isi kurang lebih 1000 prajurit. Tiap
batalyon mengisi pos-pos keamanan NST menempatkan 1 pleton yang terdiri dari 25
prajurit.38 Dalam sub bab sebelumnya disebutkan bahwa BP memiliki 3 batalyon dan terdapat
tambahan 2 batalyon lainnya. Namun dalam struktur organisasi dan pernyataan dari Alex
Kemungkinan besar 1 batalyon sisanya tidak sempat diresmikan karena masa eksistensi BP
Dalam struktur komando korps Barisan Pengawal tidak ada istilah panglima.
Pemimpin tertinggi dalam korps adalah Kolonel Djomat Purba dengan gelar Komandan
36
Ontwerp Ordonantie Houdende Bevoegheid-Sregeling Negara Sumatera Timur, 6
Februari 1948, Koleksi ANRI, Ra. 3a (Algemene Secretarie) No. 1281
37
Memorandum De Erste Gouvernement Secretaris, 18 Juli 1948, Koleksi ANRI, Ra.
3a (Algemene Secretarie) No. 1281
38
Wawancara dengan T. M. Yasir, Medan, 2018
Barisan Pengawal. Pemimpin tertinggi Barisan Pengawal adalah Wali Negara NST, yang
Letnan I Silitonga
Persenjataan
Barisan Pengawal merupakan tentara infanteri. Oleh karena itu dalam menjalankan
tugasnya di lapangan, korps ini menggunakan persenjataan khas pasukan infanteri seperti
Sten Gun, Lee Enfild, Bayonet, dan Bren Gun MK III.41 Setelah diadakan reorganisasi korps
39
Ketetapan Wali Negara Sumatera Timur No. 2/1948 Pasal 7, 2 April 1948, Koleksi
ANRI, Ra. 3a (Algemene Secretarie) No. 1282
40
T. Lukman Sinar Basarshah, op. cit, hlm. 576
41
Wawancara dengan T. M. Yasir, Medan, 2018
pada pertengahan 1949,42 BP juga dibekali senapan mesin kaliber 12,7 mm dan Ordnance
ML 3 Inch Mortar, serta radio komunikasi yang biasanya ditempatkan pada pos-pos besar
Barisan Pengawal. Selain yang telah disebutkan, juga dilengkapi dengan pistol, granat, pisau,
Senjata-senjata ini didapat dari pihak KNIL. Para anggota Barisan Pengawal
Cimahi. Barisan Pengawal tidak menggunakan senjata Jepang karena BP tidak mempunyai
Penugasan
Korps Barisan Pengawal berpusat pada kota-kota besar di Sumatera Timur. Setiap
kota besar berada dibawah tanggung jawab 1 batalyon. Markas Batalyon Barisan Pengawal
berada di Medan, Binjai, Siantar, Labuhan Batu (Rantau Prapat), dan Tebing Tinggi. Korps
BP juga disebar pada pos-pos kecil dan perbatasan wilayah sesuai dengan wilayah
batalyonnya masing-masing. Pos paling besar dibangun di daerah Telaga (Namu Ukur,
Langkat). Dari pos-pos inilah Barisan Pengawal memonitor dan mencegai infiltrasi pasukan
gerilya TNI dan laskar, khususnya di Tanah Karo, Langkat, dan Labuan Batu. Selain di dalam
kota, korps Barisan Pengawal lebih banyak ditempatkan di wilayah-wilayah perkebunan dan
pos-pos Belanda, sangat jarang dijumpai pada zona perang antara Belanda dan gerilyawan
42
Pada pertengahan tahun 1949, para pimpinan BP bermusyawarah untuk melakukan
reorganisasi membentuk BP yang tadinya hanya sebagai “Batalyon Pengawal” menjadi
“Batalyon Pejuang”. Hal ini berdasarkan pada evaluasi bahwa apa yang telah dilakukan oleh
BP telah lebih dari sekedar “pengawalan”, bahkan sama dengan yang dilakukan oleh
Koninklijk Leger (KL).Pengawal, Edisi Tahun ke 2 No. 16, 25 Agustus 1949, hlm 5
43
Wawancara dengan T. M. Yasir, Medan, 2018
Korps Barisan Pengawal ditugaskan untuk mengamankan wilayah Sumatera Timur,
bukan untuk berperang. 44 Tugas keamanan yang dimaksud diantaranya mencegah infiltrasi
gerilyawan, pencurian bahan pangan, hingga hal-hal yang dapat menyebabkan kekacauan
besar. Para pemimpin NST berusaha mencegah terjadinya kekacauan seperti yang terjadi
terjadi perdebatan antara pemimpin NST dan Belanda. Persoalan itu terus berlanjut, pada
bulan Juli 1948 muncul perbedaan pendapat antara inspektur batalyon keamanan dan polisi
Sumatera Timur, Kolonel H.J. de Vries dengan departemen keamanan NST.45 Menurut de
Vries, panglima militer Belanda otomatis menjadi komandan Barisan Pengawal NST. Oleh
karena itu panglima militer berhak memberikan perintah kepada batalyon BP, dan instruksi-
Menurut pemerintah NST, BP dikendalikan oleh Wali Negara, bukan panglima militer
Pengawal NST harus melalui departemen keamanan NST yang diberi wewenang oleh Wali
Negara. Namun dalam mengatur berbagai persoalan diperlukan kerjasama dengan panglima
Sengketa komando atas BP ini yang menyebabkan pihak TNI menganggap bahwa BP
adalah bagian dari Belanda. Menurut TNI, BP adalah organisasi yang berdiri sendiri di
internal NST, tetapi diluar itu tetap dibawah tentara Belanda. Maka pada setiap pos yang
44
Wawancara dengan Suprayitno, Medan, 2018
45
Nota Betreffende de Behandeling van Aangelegenheden van het Veiligheidscorps
van Sumatera Timur, Medan, 13 Juni 1949, Koleksi ANRI, Ra. 3a (Algemene Secretarie) No.
1289
46
Suprayitno, op. cit, hlm. 117
diduduki Belanda terdapat anggota-anggota Barisan Pengawal. Terkadang ada pos-pos
tersebut yang dipimpin oleh orang Indonesia dari Barisan Pengawal. Seperti pos di Kuta
Asrama
Pada 14 Agustus 1948 di Binjai, dibangun sebuah asrama untuk anggota BP. Asrama
tersebut memiliki fasilitas lengkap seperti kantin, rumah sakit, tempat rekreasi, dan lain
lain. 48 Asrama ini juga dapat menampung keluarga dari anggota BP. Bagi kadet-kadet yang
lolos seleksi, mereka ditempatkan di asrama ini dahulu sebelum berangkat ke Cimahi untuk
pendidikan militer.
Gaji
Anggota Barisan Pengawal mendapat gaji pokok berdasarkan pangkat sebagai berikut:
sebesar f. 900,-.50
47
Sjahnan, H.R, Dari Medan Area Ke Pedalaman dan Kembali Ke Kota Medan, Dinas
Sejarah Kodam II/Bukit Barisan, 1982 hlm 338
48
T. Lukman Sinar Basarshah, op. cit, hlm. 577
49
Ketetapan mengenai gaji serdadu ini baru ditetapkan pada awal Januari 1949,
merupakan penyempurnaan atas ketetapan sebelumnya;Pengawal, Edisi Tahun ke 2 No 1, 3
Januari 1949, hlm 6-7
Setelah bertugas selama 2 tahun, anggota akan mendapat kenaikan gaji pokok seperti
yang tertera diatas setiap bulannya. Selain gaji pokok, setiap anggota mendapat tunjangan
duurtetoelage. Yaitu tunjangan atas kenaikan harga barang di pasar. Ini dimaksudkan agar
banyak jumlah anggota keluarga yang ditanggung maka semakin besar pula jumlah yang
didapat. Tunjangan ini masih ditambah dengan tunjangan anak yang disebut kindertoelage,
yang besarnya 3% dari gaji pokok untuk tiap-tiap anak yang berumur 6 sampai 21 tahun.
Dari total gaji yang diperoleh terdapat pemotongan untuk biaya pemondokan, air,
penerangan, dan makan. Selain itu juga terdapat pemotongan dari semacam pajak
penghasilan (Belasting).
50
Ketetapan Wali Negara Sumatera Timur Tentang Status Gaji, 29 Januari 1948,
Koleksi ANRI, Ra. 3a (Algemene Secretarie) No. 1283
Menikah + Menikah + Menikah + Menikah +
Serdadu kelas 1 Lajang Menikah
1 anak 2 anak 3 anak 4 anak
Gaji Pokok 41.5 41.5 41.5 41.5 41.5 41.5
Tunjangan
73.15 73.15 73.15 73.15 73.15 73.15
duurtetoelage
Tunjangan Keluarga
24.9 37.35 49.8 62.25 74.7
(gezinstoelage)
Tunjangan Anak
1.25 2.5 3.75 5
(Kindertoelage)
Total Gaji
88.85 116.68 132.4 148.19 164.15 180.21
Diterima (f)
Potongan 64 64 64 64 64 64
Pajak (Belasting) 22.17 26.67 30.05 33.15 34.76 37.35
Total Gaji
119.83 172.33 200.3 228.55 258.29 287.05
Diterima (f)
Tabel : Pengawal, Edisi Tahun ke 2 No 1, 3 Januari 1949, hlm 6-7
Jika dilihat dari sisi beban kerja dan tanggung jawab, nilai gaji yang didapat oleh
setiap personel sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya di lapangan. Pangkat
serdadu yang merupakan freshman tidak memiliki fungsi komando dan hanya menjalankan
tugas-tugas yang lebih ringan seperti membawa suplai logistik dan menjaga pos. Pangkat
kopral memiliki beban tugas sedikit lebih berat. Kopral dapat dikatakan memiliki
kemampuan tempur yang baik juga memiliki pengalaman militer yang melebihi serdadu,
sehingga biasanya ditempatkan pada lokasi-lokasi penting. Pangkat sersan memiliki fungsi
komando sebagai komandan pleton. Memiliki beban tanggung jawab atas tugas yang
Walaupun biaya hidup dan kebutuhan pokok personel lajang dengan yang sudah
berkeluarga tentu sangat berbeda, akan tetapi nilai pendapatan bersih yang diperoleh dapat
dikatakan cukup timpang. Berdasarkan pada gaji yang diperoleh, personel BP dapat hidup
lebih makmur jika telah berkeluarga dan mempunyai anak, khususnya pada pangkat sersan.
Nilai tunjangan yang cukup besar pada kategori personel berkeluarga, membuat setiap
mendaftar menjadi personel BP. Banyak masyarakat yang beralih profesi, bahkan dari TNI
sekalipun masuk ke BP karena alasan gaji. Nilai gaji yang cukup besar menjadikan BP
sebagai mata pencaharian atau profesi karier yang sangat menjanjikan bagi para
personelnya. 51
BARISAN PENGAWAL
dibentuk dengan campur tangan Belanda. Belanda memfasilitasi pelatihan kader BP dari
pelatihan dasar di asrama sampai Prins Bernhard Infanterieschool, bahkan beberapa kader
terbaik diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan militer di School Reserve Officieren
Infanteriedan lulus menjadi Vaandrig bagi BP. Belanda mensuplai senjata-senjata untuk BP.
belanda untuk membantu opersional. Oleh karena itu wajar saja jika terjadi perbedaan
pendapat terkait komando BP antara Panglima Militer Belanda dan pimpinan NST. 52
Keterlibatan Belanda yang paling besar terhadap BP selain pada bidang militer adalah
ekonomi. Pada awal berdirinya NST, Wali Negara mengajukan kredit biaya pembentukan
51
Nilai gaji yang didapatkan serta kepastian pendapatan bulanan membuat banyak
orang untuk mendaftar. Tanpa memandang ideologi masing-masing individu, banyak
masyarakat Sumatera Timur yang sepakat bahwa Barisan Pengawal adalah profesi yang
makmur. Wawancara dengan T. M. Yasir, Medan, 2018
52
Tentang perbedaan pendapat lihat Bab 3
NST kepada Letnan Gubernur General Hindia Belanda pada Februari 1948. 53 Pada lampiran
tersebut berisi tentang biaya-biaya yang dibutuhkan oleh setiap departemen dan kelengkapan
Dalam lampiran tersebut NST membutuhkan biaya untuk personel sebesar f 25.000,-,
biaya materil sebesar f 370.000,-, serta biaya modal sebesar f 550.000,-.54 Biaya tersebut
merupakan dana yang dibutuhkan untuk operasional BP pada awal berdiri. Dari data ini dapat
membuktikan bahwa pada awal terbentuk dana untuk gaji para personel berasal dari Belanda,
Pada masa itu, BP hanya memiliki pasukan 1 batalyon. Itupun sebagian besar kader
masih dalam masa pelatihan. Biaya yang dibutuhkan untuk menggaji personel tentu berbeda
pada tahun 1949 dimana BP sudah memiliki 4 batalyon. Jika dihitung, 1 batalyon berisi
sekitar 1000 orang. Jadi, untuk hitungan kasar kita hitung dengan menggunakan nilai yang
sama. Kita ambil dari nilai gaji pangkat kopral kategori menikah + 4 anak yaitu f 180,21
dikali 4000 (4 batalyon), hasilnya adalah f 720.840,-. Paling tidak NST membutuhkan dana
sebesar f 720.840,- untuk gaji personel BP pada tahun 1949 setiap bulannya, untuk 1 tahun
sebesar f 8.650.080. Ini adalah hitungan kasar dengan pukul rata menganggap setiap personel
mendapat gaji f 180,21 per bulan. Pada kenyataannya mayoritas personel BP adalah pria
lajang berusia muda sekitar 17-25, juga personel yang berpangkat sersan keatas tidak lebih
53
Onderwerp Aanvrag Crediet, Specificatie van Het Aangevraagd Crediet, Lampiran
surat Wali Negara NST kepada Letnan Governoor General, 19 Februari 1948, Koleksi ANRI,
Ra. 3a (Algemene Secretarie) No. 1285
54
Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Dari Federalisme ke Unitarisme :
Studi Tentang Negara Sumatera Timur 1947 – 1950, Yogyakarta : Yayasan Untuk Indonesia,
2001, hlm. 282-283
55
Wawancara dengan T. Yasir, Medan, 2018
Lalu apakah NST sudah sanggup membiayai BP secara mandiri pada tahun 1949?
Total ekspor NST pada tahun 1949 sebesar 166,544 juta gulden, 56 dengan ekspor terbesarnya
pada sektor agraria. Sedangkan dalam kredit biaya pembentukan NST yang disebutkan diatas,
total keseluruhan yang dibutuhkan untuk membangun pemerintahan sebesar 3,5 juta gulden (f
kehidupan negara secara mandiri dari sisi ekonomi. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Belanda
memberikan modal kepada NST untuk pembangunan pada awalnya, termasuk untuk BP.
Tetapi seiring tumbuhnya ekonomi, NST dapat membiayai kebutuhannya sendiri, termasuk
Banyak pihak yang beranggapan bahwa BP adalah pasukan Belanda hanya saja terdiri
dari orang lokal. Dan atas dasar itu BP dianggap sebagai musuh dari TNI. Akan tetapi yang
terjadi di lapangan, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar. Secara ideologi, kedua pihak
penjajah Belanda dari wilayah Indonesia. Sementara BP adalah tentara dari NST,
tersebut sesungguhnya hanya ada di permukaan saja, tidak bagi para personel dari BP
maupun TNI.
Apa yang diinginkan masyarakat Sumatera Timur saat itu, yang pertama adalah
keamanan. Motivasi untuk mencari keamanan bagi diri sendiri dan orang terdekat membawa
56
Suprayitno, op. cit,hlm. 143
57
Daftar Biaya Pembentukan NST Specificatie van Het Aangevraad Crediet, Lampiran
surat Wali Negara NST kepada Letnan Governoor General, 19 Februari 1948, Suprayitno, op.
cit, hlm. 284
mereka masuk kedalam TNI maupun BP. Pada awal terbentuknya BP, banyak kader yang
mendaftar bertujuan untuk mencari aman juga berperan dalam menciptakan stabilitas di
Sumatera Timur. Pola ini juga terjadi pada Personel TNI yang sebelumnya bernama TKR.
Bagi para laskar, dengan ikut serta dalam kelompok laskar tertentu mereka mendapatkan
jaminan keamanan dari kelompok tersebut. Selain itu sosok para jagoan laskar juga memiliki
Yang kedua adalah kesejahteraan. Gaji dan fasilitas yang didapat personel BP
merupakan daya tarik yang sangat menggiurkan bagi masyarakat Sumatera Timur. Gaji yang
diperoleh setiap bulannya yang terhitung besar pada masa itu dianggap sebagai mata
pencaharian atau profesi karier yang sangat menjanjikan. Pada saat TNI melakukan RERA
tahun 1948,58 banyak anggota TNI yang dibebastugaskan karena RERA memilih bergabung
dengan BP.59 Hal tersebut terjadi bukan karena mengkhianati RI, tapi mereka mencari
jaminan kesejahteraan.60
Berdasarkan kedua alasan itu saja pasukan BP dan TNI tidak pernah benar-benar
bermusuhan. Memang jarang terjadi clash antara TNI dan BP, jika itu terjadi keduanya tidak
bertarung dengan serius. Kadang terjadi sandiwara antara anggota BP dengan TNI/laskar
yang akan menyerang pos-pos Belanda. Mereka “main mata” menginfokan jika akan
menyerang. Hal ini lumrah terjadi karena baik BP maupun laskar adalah sama-sama orang
pribumi. Memang berbeda jalan hidup tapi diantara mereka saling menghargai. Jika terjadi
58
Tentang RERA, Ulf Sudhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967 : Menuju
Dwifungsi ABRI, LP3ES, 1986
59
T. Lukman Sinar Basarshah, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera
Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006, hlm. 578
60
Wawancara dengan T. M. Yasir, Medan, 2018
penyerangan maka anggota BP yang “Angkat tangan” tidak akan ditembak, dijamin
Contohnya seperti yang terjadi pada pertempuran di Kuta Buluh, Karo. Pasukan TNI
dari Batalyon-XVIII yang dipimpin oleh Letnan Dua Hamzah Lubis dan Pasukan Gelatik
(Kompi III Batalyon XV) dipimpin oleh Sjahnan menyerang pos Belanda di Kuta Buluh pada
tanggal 24 April 1949.61 Dalam pertempuran tersebut terdapat 1 orang tentara yang berasal
dari BP ditawan oleh TNI. Tawanan dari BP ini diketahui bernama Syahrul. Tawanan
tersebut diperlakukan dengan sangat ramah oleh TNI, diajak berbincang dan dirangkul. 62
Menurut Sjahnan, hal ini dikarenakan tawanan tersebut adalah orang Indonesia juga jadi para
tentara merasa bersaudara dengan tentara BP tersebut. Sangat berbeda perlakuannya jika yang
ditawan adalah orang Belanda, sudah pasti dipukuli oleh TNI. 63 Dari tawanan tersebut TNI
mendapat informasi bahwa pos di Kuta Baluh sudah tidak ada lagi orang Belanda. Dan pos
tersebut dipimpin oleh T. Razli. Pada pos Kuta Baluh disebut memiliki beberapa pucuk
senjata otomatis dan dilengkapi beberapa buah mortar. Selain itu ada radio untuk
Jahe.64
Hal lainnya adalah banyak dijumpai personel BP yang memiliki saudara seorang
TNI.65 Hal ini bukan sesuatu yang mengejutkan, contoh lain hubungan antara NST dan RI
61
Sjahnan, H.R, Dari Medan Area Ke Pedalaman dan Kembali Ke Kota Medan, Dinas
Sejarah Kodam II/Bukit Barisan, 1982, hlm. 343-344
62
Sjahnan, H.R, op. cit,hlm. 345
63
Sjahnan, H.R, op. cit,hlm. 345
64
Sjahnan, H.R, op. cit,hlm 346
65
Wawancara dengan T. M. Yasir, Medan, 2018
seperti ini salah satunya saudara dari Panglima BP, Djomat Purba adalah Djaidin Purba yang
Dalam kehidupan sosial pasca bubarnya NST, bagi mereka yang memilih keluar dari
ketentaraan, mereka menjalani hidup seperti masyarakat Sumatera Timur lainnya seperti
bertani, menjadi nelayan, berbisnis, hingga menjadi pegawai pemerintahan RI. Mantan
personel BP banyak yang menyembunyikan ceritanya selama menjadi BP. Hal ini
dikarenakan mereka menjadi minoritas di masyarakat dan takut jika terjadi hal yang
Perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag antara Belanda dengan
Republik Indonesia Serikat menghasilkan keputusan yang salah satunya meleburkan KNIL
kedalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Di Sumatera Timur hal itu
juga terjadi pada BP. Pada tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan timbang terima antara
TNI, KNIL, dan BP yang dileburkan kedalam APRIS. BP menjadi bagian dari Angkatan
Pasukan BP yang sudah masuk kedalam APRIS kemudian berada dibawah pimpinan
Kolonel Alex Kawilarang, Komandan Tentara dan Teritorium Sumatera Utara (TTSU).
Komandan BP, Kolonel Djomat Purba, diangkat menjadi Komandan Pasukan Sumatera
66
Wawancara dengan Drs. H. Muhammad T.W.H, Medan, 2018
67
Ramadhan K.H, Alex Kawilarang : Untuk Sang Merah Putih, Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2008, hlm. 177
Timur dan Mayor Nasir dari TNI sebagai wakilnya. Sementara Wakil Komandan BP, Mayor
Proses timbang terima tersebut dapat berjalan dengan baik walaupun ada upaya
mempersulit situasi oleh pihak NST terhadap APRIS pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. 69
Walaupun pasukan TNI berkekuatan sekitar 9000 orang yang mulai menguasai Kota Medan
beberapa hari sebelum KMB dan timbang terima, mereka tidak bisa menganggap remeh
situasi karena disana masih ada tentara BP berkekuatan sekitar 4000 orang yang jika terjadi
Sama seperti personel KNIL, personel BP dapat memilih untuk menjadi APRIS atau
mengundurkan diri dari ketentaraan. Bagi personel BP yang bergabung ke APRIS, mereka
dinaikkan pangkatnya satu tingkat, sementara dari TNI diturunkan pangkatnya satu tingkat
dari sebelumnya.71 Sementara bagi yang memilih untuk mengundurkan diri, diberikan
sejumlah pesangon dari pihak NST. Tengku Yasir, seorang mantan personel BP,
mengundurkan diri dari ketentaraan pada tahun 1950 setelah beberapa bulan menjadi bagian
dari APRIS, dengan pangkat terakhir sebagai sersan. Ia menyerahkan surat pengunduran diri
kepada Kolonel Djomat Purba sebagai Komandan Pasukan Sumatera Timur dan Kolonel
68
Ramadhan K.H, op. cit, hlm 178
69
Ramadhan K.H, op. cit, hlm 177
70
Suprayitno, op. cit,hlm. 190
71
Wawancara dengan T. M. Yasir, Medan, 2018
72
Pada masa itu Kolonel Alex Kawilarang sudah dimutasi ke Indonesia Timur,
digantikan posisinya oleh Kolonel Simbolon.Wawancara dengan T. M. Yasir, Medan, 2018
4. KESIMPULAN
Saat sistem politik dan institusi tradisional yang telah ada sebelum masa kolonial,
tergabung dengan sistem kolonial, terjadi perubahan yang sangat besar pada demografi,
budaya, dan kelas sosial di Sumatera Timur. Kebutuhan perusahan perkebunan atas tenaga
manusia menyebabkan imigrasi skala besar yang kemudian menjadikan penduduk asli
menjadi minoritas di tanahnya sendiri. Seluruh daerah ini diliputi rasialisme dan kesukuan
yang tebal. Sistem kolonial secara keseluruhan didominasi oleh ekonomi perkebunan yang
dikuasai bangsa asing dan hubungan khusus antara kaum bangsawan Melayu dengan para
penguasa kolonial. Oleh karena itu mayoritas kaum non-Melayu mempunyai alasan politik
maupun alasan kultural untuk merasa didiskriminasikan. Sentimen antara penduduk asli
khususnya Melayu dengan non-melayu dan imigran semakin meningkat dan menyebabkan
terjadinya Revolusi Sosial 1946. Di pihak penduduk asli, menuntut pendirian daerah otonom
agar mereka dapat menjaga stabilitas wilayah dan menjamin kehidupannya. Tokoh-tokoh
Sumatera Timur kemudian mendirikan Negara Sumatera Timur dengan persetujuan Belanda,
dan salah satu program NST dalam menjaga stabilitas wilayah adalah membentuk Korps
Barisan Pengawal.
Barisan Pengawal (BP) atau Blaupijpers, adalah Korps Militer dari Negara Sumatera
Timur, secara resmi dibentuk pada 1 November 1947 oleh Negara Sumatera Timur atas izin
dari Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. BP dibentuk untuk menjaga stabilitas di
wilayah NST. BP mempunyai tugas keamanan untuk wilayah NST serta membantu pasukan
Belanda seperti mensuplai logistik dan menjaga pos-pos milik Belanda. Korps Barisan
Pengawal ditugaskan untuk mengamankan wilayah Sumatera Timur, bukan untuk berperang.
bahan pangan, hingga hal-hal yang dapat menyebabkan kekacauan besar seperti yang terjadi
departemen keamanan NST. Bagi pihak Belanda, mereka berpendapat bahwa Panglima
Militer Belanda otomatis menjadi komandan Barisan Pengawal NST. Oleh karena itu
panglima militer berhak memberikan perintah kepada batalyon BP, dan instruksi-instruksi
Menurut pemerintah NST, BP dikendalikan oleh Wali Negara, bukan panglima militer
Pengawal NST harus melalui departemen keamanan NST yang diberi wewenang oleh wali
negara. Namun dalam mengatur berbagai persoalan diperlukan kerjasama dengan panglima
Sengketa komando atas BP ini yang menyebabkan pihak TNI menganggap bahwa BP
adalah bagian dari Belanda. Menurut TNI, BP adalah organisasi yang berdiri sendiri di
internal NST, tetapi di lapangan berada dibawah komando Belanda. Selama masa berdirinya,
Korps BP turut andil dalam menjaga stabilitas dan keamanan di Sumatera Timur. Logikanya,
tanpa terjaminnya hal itu, maka ekspor NST tidak akan bisa berjalan dengan baik. Pada tahun
1949, total nilai ekspor NST mencapai 166,544 juta gulden. Akan tetapi hal itu terjadi karena
masih adanya pengaruh Belanda di Sumatera Timur yang kekuatan militernya jauh lebih
Setiap personel mendapat gaji berdasarkan pangkat serta jumlah anggota keluarga
yang ditanggung. Nilai gaji yang diperoleh lebih dari cukup untuk menghidupi kebutuhan
personel beserta keluarganya. Gaji tersebut juga menjadi daya tarik bagi masyarakat
Sumatera Timur untuk mendaftar menjadi personel BP. Banyak masyarakat yang beralih
profesi, bahkan dari TNI sekalipun masuk ke BP karena alasan gaji. Nilai gaji yang cukup
besar menjadikan BP sebagai mata pencaharian atau profesi karier yang sangat menjanjikan
bagi para personelnya. Bahkan, pada saat TNI melakukan RERA tahun 1948, banyak anggota
Anggota BP dan TNI tidak sepenuhnya bermusuhan walaupun ideologi dan tujuan
keduanya berbeda. Hal ini lumrah terjadi karena baik BP maupun laskar adalah sama-sama
orang pribumi. Memang berbeda jalan hidup tetapi diantara mereka saling menghargai.
Selama BP berdiri, jarang terjadi pertempuran besar yang dihadapi BP secara langsung. Jika
ada maka sesungguhnya itu adalah pertempuran antara TNI dengan Belanda, dimana
sebagian personel BP itu adalah pasukan yang ditugaskan bersama tentara Belanda. Akan
tetapi perlu diperhatikan bahwa BP sejak awal memang tidak bisa digunakan oleh NST untuk
memerangi musuh NST, karena tingginya sentimen sosial yang ada tentu akan terjadi perang
skala besar yang akan membunuh banyak jiwa dari berbagai pihak.
Masa eksistensi Korps Barisan Pengawal berakhir setelah dilebur kedalam Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat pada akhir tahun 1949, dan delapan bulan kemudian
Negara Sumatera Timur melebur dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Umur dari korps ini sangat singkat, hanya 2 tahun. Namun keberadaannya memiliki peran
vital bagi Sumatera Timur. Korps Barisan Pengawal yang diciptakan menjadi simbol
kekuatan NST, oleh masyarakat Sumatera Timur menjadi mata pencaharian atau karier yang
dapat menjamin kesejahteraan. Terjadi pergeseran fungsi dari ideologis dan politik menjadi
ekonomi. Walaupun bergeser fungsi bukan berarti BP menjadi tentara yang tidak berkualitas,
Arsip
Ketetapan Wali Negara Sumatera Timur No. 2/1948 Pasal 7, 2 April 1948, Koleksi ANRI,
Ra. 3a (Algemene Secretarie) No. 1282
Ketetapan Wali Negara Sumatera Timur Tentang Status Gaji, 29 Januari 1948, Koleksi
ANRI, Ra. 3a (Algemene Secretarie) No. 1283
Buku
Dinas Sejarah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Sejarah TNI-AD 1945-1973 jilid
6, 1982
Forum Komunikasi Ex Sub Teritorium VII Komando Sumatera, Perjuangan Rakyat Semesta
Sumatera Utara, Jakarta : Forum Komunikasi Ex Sub Teritorium VII Komando
Sumatera, 1979
Kahin, George Mc., Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, Jakarta : Komunitas Bambu,
2013
Kahin, Auderey R, Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan, Jakarta : Pustaka Utama
Grafiti, 1990
Surat Kabar
Het Dagblad, 28 Oktober 1948, “Blaupijpers” En Jarig, hlm 2
Pengawal, Edisi Tahun ke 2 No 1, 3 Januari 1949
Pengawal, Edisi Tahun ke 2 No. 8, 20 April 1949
Pengawal, Edisi Tahun ke 2 No. 16, 25 Agustus 1949