Anda di halaman 1dari 20

Konsep Dasar Hemodialisa

A. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien
dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek
(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal
stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi
jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisis adalah untuk
mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan
mengeluarkan air yang berlebihan.
(Suharyanto, 2009)
Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui
dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi
ke dalam tubuh pasien.
(Baradero Mary, dkk., 2009)
Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih ; zat sisa
nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat ; dan elektrolit
seperti kalium, fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal
kronik, khususnya pada gagal ginjal terminal (GGT).
(Hartono, 2008)
B. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk limbah yang
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan kedalam mesin dialysis
Menurut Nurdin (2009), sebagai terapi pengganti, kegiatan
hemodialisa mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan
asamurat.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita

1
C. Prinsip Hemodialisa
Menurut Muttaqin & Sari (2011) disebutkan bahwa ada tiga prinsip yang
mendasari kerja hemodialisa, yaitu :
1. Difusi
Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan
kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah kedialisat.
2. Osmosis
Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi
yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.
3. Ultrafiltrasi
Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat.
D. Akses sirkulasi darah pasien
Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas subklavikula dan
femoralis, fistula, dan tandur .Akses kedalam sirkulasi darah pasien pada
hemodialisis darurat dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk
pemakaian sementara.. Kateter femoralis dapat dimasukkan kedalam
pembuluh darah femoralis untuk pemakaian segera dan sementara.
(Barnett &Pinikaha, 2012)
Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya
dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau
19menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to
side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula tersebut
membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu menjadi matang sebelum siap
digunakan.
(Brruner&Suddart,2011)
Waktu ini diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih
dan segmen vena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima
jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukkan kedalam
pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang akan mengalir melalui
dializer. Segmen vena fistula digunakan untuk memasukkan kembali (reinfus)
darah yang sudah didialisis
(Barnett &Pinikaha, 2012)

2
Tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh darah
arteri atau vena dari materiagore-tex (heterograf) pada saat menyediakan
lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis. T tandur dibuat bila pembuluh
darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula.
(Brunner &Suddart, 2008)
E. Penatalakasanaan pasien yang menjalani hemodialisis
Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai
upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat
menyembuhkan penyakit ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat
meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal.
(Anita, 2012)

3
Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar
tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang 20
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui
ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung,
antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat
dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek
toksik akibat obat harus dipertimbangkan (Hudak & Gallo, 2010). penting
untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Asupan protein
diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein
dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari.
Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium
seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi.
Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah
insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-120 mEq.hari guna
mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium akan
menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum.
Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara dialisis akan
terjadi kenaikan berat badan yang besar (Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia, 2011).

4
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui
ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung,
antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat
dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek
toksik akibat obat harus dipertimbangkan (Hudak & Gallo, 2010). penting
untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Asupan protein
diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein
dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari.
Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium
seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi.
Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah
insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-120 mEq.hari guna
mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium akan
menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum.
Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara dialisis akan
terjadi kenaikan berat badan yang besar (Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia, 2011).
F. Dosis dan Kecukupan Dosis Hemodialisa
1. Dosis hemodialisa
Dosis hemodialisa yang diberikan pada umumnya sebanyak 2 kali
seminggu dengan setiap hemodialisa selama 5 jam atau sebanyak 3 kali
seminggu dengan setiap hemodialisa selama 4 jam.
(Suwitra, 2009)
2. Kecukupan dosis hemodialisa
Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan adekuasi
hemodialisis.Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitung urea
reduction ratio (URR) danurea kinetic modeling (Kt/V).Nilai URR
dihitung dengan mencari nilai rasio antara kadar ureum pradialisis yang
dikurangi kadar ureum pasca dialisis dengan kadar ureum pasca dialisis.
Kemudian, perhitumgan nilai Kt/V juga memerlukan kadar ureum pra
dialisis dan pasca dialisis, berat badan pradialisis dan pasca dialisis dalam
satuan kilogram, dan lama proses hemodialisis dalam satuan jam. Pada

5
hemodialisa dengan dosis 2 kali seminggu, dialisis dianggap cukup bila
nilai URR 65-70% dan nilai Kt/V 1,2-1,4.
(Swartzend ruberet al., 2009)
G. Terapi Hemodialisa
Selama tindakan hemodialisa dilakukan, darah yang kontak dengan
dialyzer dan selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini
dapat mengganggu cara kerja dialyzer dan proses hemodialisis itu sendiri.
Untuk mencegah terjadinya pembekuan darah selama proses hemodialisis,
maka perlu diberikan suatu anti koagulan agar aliran darah dalam dialyzer dan
selang tetap lancar. Terapi yang digunakan selama proses hemodialisis, yaitu:
1. Heparin
Heparin merupakan anti koagulan pilihan untuk hemodialisa, selain
karena mudah diberikan dan efeknya bekerja cepat, juga mudah untuk
disingkirkan oleh tubuh. Ada 3 tehnik pemberian heparin untuk
hemodialisa yang ditentukan oleh faktor kebutuhan pasien dan faktor
prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit yang menyediakan
hemodialisa, yaitu:
a. Routine continuous infusion (heparin rutin)
Tehnik ini sering digunakan sehari-hari.Dengan dosis injeksi tunggal
30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum hemodialisa di mulai. Kemudian
dilanjutkan 750-1250 U/kg/jam selama proses hemodialisis
berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa
selesai.
b. Repeated bolus
Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum
hemodialisa di mulai. Kemudian dilanjutkan dengan dosis injeksi
tunggal 30-50 U/kg berulang-ulang sampai hemodialisa selesai.
c. Tight heparin (heparin minimal)
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan
ringan sampai sedang. Dosis injeksi tunggal dan laju infus diberikan
lebih rendah dari pada routine continuous infusion yaitu 10-20 U/kg, 2-
3 menit sebelum hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan 500
U/kg/jam selama proses hemodialisis berlangsung. Pemberian heparin
dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa selesai.
6
2. Heparin-free dialysis (Saline).
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan
berat atau tidak boleh menggunakan heparin.Untuk mengatasi hal tersebut
diberikan normal saline 100 ml dialirkan dalam selang yang berhubungan
dengan arteri setiap 15-30 menit sebelum hemodialisa. Heparin-free
dialysis sangat sulit untuk dipertahankan karena membutuhkan aliran
darah arteri yang baik (>250 ml/menit), dialyzer yang memiliki koefisien
siultrafiltrasi tinggi dan pengendalian ultrafiltrasi yang baik.
3. Regional Citrate
Regional Citrate diberikan untuk pasien yang sedang mengalami
perdarahan, sedang dalam resiko tinggi perdarahan atau pasien yang tidak
boleh menerima heparin. Kalsium darah adalah faktor yang memudahkan
terjadinya pembekuan, maka dari itu untuk mengencerkan darah tanpa
menggunakan heparin adalah dengan jalan mengurangi kadar kalsium ion
dalam darah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan infus trisodium
sitrat dalam selang yang berhubungan dengan arteri dan menggunakan
cairan dialisat yang bebas kalsium. Namun demikian, akan sangat
berbahaya apabila darah yang telah mengalami proses hemodialisis dan
kembali ketubuh pasien dengan kadar kalsium yang rendah. Sehingga pada
saat pemberian trisodium sitrat dalam selang yang berhubungan dengan
arteri sebaiknya juga diimbangi dengan pemberian kalsium klorida dalam
selang yang berhubungan dengan vena.(Swartzendruber et al., 2008).
H. Diet Pasien Hemodialisa
Menurut Suwitra 2006, diet pasien hemodialisa mengacu pada tingkat
perburukan fungsi ginjalnya. Sehingga, ada beberapa unsur yang harus
dibatasi konsumsinya yaitu :
1. Asupan protein dibatasi 1-1,2 g/kgBB/hari,
2. Asupan kalium dibatasi 40-70 meq/hari, mengingat adanya penurunan
fungsi sekresi kalium dan ekskresi urea nitrogen oleh ginjal.
3. Jumlah kalori yang diberikan 30-35 kkal/kgBB/hari.
4. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada
ditambah dengan insensible water loss, sekitar 200-250 cc/hari.
5. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan tekanan
darah dan edema.
7
Menurut Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan (2011), hal
yang harus diperhatikan pada diet pasien hemodialisis :
1. Diet Rendah Kalium (Potassium) Dan Natrium (Sodium)
Natrium banyak terkandung dalam garam dapur (natrium klorida).Bagi
penderita gagal ginjal, hindari makanan yang mengandung natrium
tinggi.Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi
natrium menyebabkan kita menjadi banyak minum, padahal asupan cairan
pada pasien penyakit ginjal kronik perlu dibatasi. Asupan garam yang
dianjurkan sebelum dialysis antara 2,5-5 gr garam/hari. Nilai normal
natrium adalah 135-145 mmol/L.
Pantangan besar :
a. Makanan dan minuman kaleng (Na Benzoat)
b. Manisan dan asinan
c. MSG/ Vetsin/ Moto
d. Ikan asin dan daging asap
e. Garam (makanan tidak boleh terlalu asin).
Kalium adalah mineral yang ada dalam makanan dengan nilai
normalnya adalah 3.5-5.5 mmol/L. Kalium banyak pada buah dan sayur.
Kalium memiliki peran penting dalam aktivitas otot polos (terutama otot
jantung) dan sel saraf. Ginjal normal akan membuang kelebihan kalium,
namun pada pasien, kemampuan tersebut menurun, sehingga dapat terjadi
akumulasi/ penimbunan kalium dalam darah. Biasanya konsentrasi kalium
yang tinggi adalah lebih berbahaya daripada konsentrasi kalium yang
rendah.
Asupan kalium yang dianjurkan adalah 40 mg/kgBB/hari. Konsentrasi
kalium darah yang lebih dari 5.5 mEq/L akan mempengaruhi sistem
konduksi listrik jantung. Kadar kalium yang sangat tinggi akan membuat
otot melemah, mengganggu irama jantung dan dapat menyebabkan
kematian. Pilih buah/sayur yang rendah kalium.
Makanan Yang Tinggi Kalium
a. Buah : pisang, alpukat, kurma, duku, pepaya, apricot, kismis, prune.
b. Sayuran : petersell, daun papaya muda, kapri, seledri batang, kembang
kol.

8
2. Fosfor Dan Kalsium
Tubuh memerlukan keseimbangan fosfor dan kalsium, terutama untuk
membangun massa tulang. Jika ginjal sudah tidak berfungsi dengan baik
maka kadar fosfor naik sehingga kalsium menjadi turun. Agar aliran darah
tetap stabil, pasokan kalsium diambil dari tulang sehingga massa kalsium
dalam tulang menjadi berkurang. Hal ini yang menyebabkan tulang mudah
retak atau patah. Jumlah fosfor yang dibutuhkan sehari 800-1.200 mg,
sedangkan kalsium 1.000 mg. Agar dapat menyeimbangkan jumlah
keduanya, sebaiknya perhatikan kandungannya dalam bahan makanan.
Dalam darah, nilai normal fosfor : 2,5-4,5 mg/dl, sedangkan kalsium :
8,4-10,2 mg/dl.Fosfor adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk
tulang.Jika ginjal tidak berfungsi baik, kelebihan fosfor tidak bisa dibuang.
Kadar fosfor yang tinggi dapat menurunkan kadar kalsium di tulang,
melepaskannya ke darah, sehingga kadar kalsium dalam darah meningkat.
Ini akan menyebabkan tulang rapuh, gatal2, tulang nyeri dan mata merah.
Makanan Tinggi fosfor :
a. Produk susu : susu, keju, yoghurt, es krim.
b. Produk sereal : oatmeal, coklat, waffle, roti gandum.
c. Sayuran : kacang-kacanganan, biji bunga matahari, kedelai.
d. Daging, Ikan dan telur : hati, seafood (udang, kepiting), kuning telur,
sarden, ikan bilis.
Tips Untuk Diet Fosfor :
a. Batasi makanan yang banyak mengandung fosfor.
b. Mengkonsumsi obat pengikat fosfor/fosfat binder, seperti kalsium
karbonat (CaCO3) dan Aluminium hidroksida. Obat ini dikonsumsi di
pertengahan makan agar efektif.
3. Cairan
Pada pasien hemodialisis mudah terjadi penumpukan cairan yang berlebih
karena fungsi ekskresi ginjal yang terganggu. Asupan cairan dalam 24 jam
setara dengan urin yang dikeluarkan 24 jam ditambah 500 cc (berasal dari
pengeluaran cairan dari keringat dan BAB). Ingat juga bahwa makanan
berkuah tetap dihitung sebagai cairan.
Pantangan besar : Air kelapa dan minuman isotonic
9
Dengan perhatian khusus : kopi, susu, teh, lemon tea.
Tips mengurangi rasa haus :
a. Kurangi konsumsi garam.
b. Mengisap/mengkulum es batu.
c. Mengunyah permen karet
Menurut KEMKES RI (2011), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pasien
gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa :
a. Makanlah secara teratur,porsi kecil sering.
b. Diet Hemodialisis ini harus direncanakan perorangan, karena nafsu
makan pasien umumnya rendah sehingga perlu diperhatikan makanan
kesukaan pasien.
c. Untuk membatasi banyaknya jumlah cairan , masakan lebih baik dibuat
dalam bentuk tidak berkuah misalnya: ditumis, dikukus, dipanggang,
dibakar, digoreng.
d. Bila ada edema (bengkak di kaki), tekanan darah tinggi, perlu
mengurangi garam dan menghindari bahan makanan sumber natrium
lainnya, seperti minuman bersoda, kaldu instan, ikan asin, telur asin,
makanan yang diawetkan, vetsin, bumbu instan.
e. Hidangkan makanan dalam bentuk yang menarik sehingga
menimbulkan selera.
f. Makanan tinggi kalori seperti sirup, madu, permen, dianjurkan sebagai
penambah kalori, tetapi hendaknya tidak diberikan dekat waktu makan,
karena mengurangi nafsu makan.
g. Agar meningkatkan cita rasa, gunakanlah lebih banyak bumbu-bumbu
seperti bawang, jahe, kunyit, salam, dll
h. Cara untuk mengurangi kalium dari bahan makanan : cucilah sayuran,
buah, dan bahan makanan lain yang telah dikupas dan dipotong-potong
kemudian rendamlah bahan makanan dalam air pada suhu 50-60
derajat celcius (air hangat) selama 2 jam, banyaknya air 10 kali bahan
makanan. Air dibuang dan bahan makanan dicuci dalam air mengalir
selama beberapa menit. Setelah itu masaklah. Lebih baik lagi jika air
yang digunakan untuk memasak banyaknya 5 kali bahan makanan.

10
I. Komplikasi Tindakan Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) dalam Havens dan Terra (2005) selama
tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara
lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa.Kram otot
seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan
volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat
berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat
diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang
cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik
diantara kompartemen-kompartemen ini.Gradien osmotik ini
menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem
serebri.Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit.Fungsi trombosit dapat
dinilai dengan mengukur waktu perdarahan.Penggunaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7. Ganguan pencernaan

11
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia.Gangguan pencernaan sering disertai
dengan sakit kepala.
8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
9. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang
tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
Menurut Rendy dan Margareth (2012), komplikasi dalam pelaksanaan
hemodialisa yang sering terjadi pada saat terapi seperti: hipotensi, kram otot,
mual atau muntah, sakit kepala, sakit dada, gatal-gatal, demam dan menggigil,
kejang.
J. Prosedur
1. Persiapan sebelum hemodialisa
a. Persiapan pasien
1) Surat dari dokter penanggungjawab Ruang HD untuk tindakan HD
(instruksi dokter)
2) Apabila dokter penanggung jawab HD tidak berada ditempat atau
tidak bisa dihubungi, surat permintaan tindakan hemodialisa
diberikan oleh dokter spesialis penyakit dalam yang diberi delegasi
oleh dokter penanggung jawab HD.
3) Apabila pasien berasal dari luar RS ( traveling ) disertai dengan
surat traveling dari RS asal.
4) Identitas pasien dan surat persetujuan tindakan HD
5) Riwayat penyakit yang pernah diderita (penyakit lain)
6) Keadaan umum pasien
7) Keadaan psikososial
8) Keadaan fisik (ukur TTV, BB, warna kulit, extremitas edema +/-)
9) Data laboratorium: darah rutin,GDS,ureum, creatinin, HBsAg,
HCV, HIV, CT, BT
10) Pastikan bahwa pasien benar-benar siap untuk dilakukan HD
b. Persiapan mesin
1) Listrik
2) Air yang sudah diubah dengan cara:
a) Filtrasi
b) Softening
12
c) Deionisasi
d) Reverse osmosis
3) Sistem sirkulasi dialisat
a) Sistem proporsioning
b) Acetate / bicarbonate
4) Sirkulasi darah
a) Dializer / hollow fiber
b) Priming
c. Persiapan alat
1) Dialyzer
2) Transfusi set
3) Normal saline 0.9%
4) AV blood line
5) AV fistula
6) Spuit
7) Heparin
8) Lidocain
9) Kassa steril
10) Duk
11) Sarung tangan
12) Mangkok kecil
13) Desinfektan (alkohol/betadin)
14) Klem
15) Matkan
16) Timbangan
17) Tensimeter
18) Termometer
19) Plastik
20) Perlak kecil
d. Langkah-langkah
1) Setting dan priming
a) Mesin dihidupkan

13
b) Lakukan setting dengan cara: keluarkan dialyzer dan AV blood
line dari bungkusnya, juga slang infus / transfusi set dan NaCl
(perhatikan sterilitasnya)
c) Sambungkan normal saline dengan seti infus, set infus dengan
selang arteri, selang darah arteri dengan dialyzer, dialyzer
dengan selang darah venous
d) Masukkan selang segmen ke dalam pompa darah, putarlah
pump dengan menekan tombol tanda V atau Λ (pompa akan
otomatis berputar sesuai arah jarum jam)
e) Bukalah klem pada set infus, alirkan normal saline ke selang
darah arteri, tampung cairan ke dalam gelas ukur
f) Setelah selang arteri terisi normal saline, selang arteri diklem
2) Lakukan priming dengan posisi dialyzer biru (outlet) di atas dan
merah (inlet) di bawah
a) Tekan tombol start pada pompa darah, tekan tombol V atau Λ
untuk menentukan angka yang diinginkan (dalam posisi
priming sebaiknya kecepatan aliran darah 100 rpm)
b) Setelah selang darah dan dialyzer terisi semua dengan normal
saline, habiskan cairan normal sebanyak 500 cc
c) Lanjutkan priming dengan normal saline sebanyak 1000 cc.
Putarlah Qb dan rpm
d) Sambungkan ujung selang darah arteri dan ujung selang darah
venous
e) Semua klem dibuka kecuali klem heparin
f) Setelah priming, mesin akan ke posisi dialysis, start layar
menunjukkan “preparation”, artinya: consentrate dan RO telah
tercampur dengan melihat petunjuk conductivity telah
mencapai (normal: 13.8 – 14.2). Pada keadaan “preparation”,
selang concentrate boleh disambung ke dialyzer
g) Lakukan sirkulasi dalam. Caranya: sambung ujung blood line
arteri vena
1. Ganti cairan normal saline dengan yang baru 500 cc
2. Tekan tombol UFG 500 dan time life 10 menit
3. Putarlah kecepatan aliran darah (pump) 350 rpm
14
4. Hidupkan tombol UF ke posisi “on” mesin akan otomatis
melakukan ultrafiltrasi (cairan normal saline akan
berkurang sebanyak 500 cc dalam waktu 10 menit
5. Setelah UV mencapai 500 cc, akan muncul pada layar
“UFG reached” artinya UFG sudah tercapai

h) Pemberian heparin pada selang arteri


Berikan heparin sebanyak 1500 unit sampai 2000 unit pada
selang arteri. Lakukan sirkulasi selama 5 menit agar heparin
mengisi ke seluruh selang darah dan dialyzer, berikan
kecepatan 100 rpm
3) Dialyzer siap pakai ke pasien
Sambil menunggu pasien, matikan flow dialisat agar concentrate
tidak boros
Catatan: jika dialyzer reuse, priming 500 cc dengan Qb 100 rpm
sirkulasi untuk membuang formalin (UFG: 500, time life 20 menit
dengan Qb 350 rpm). Bilaslah selang darah dan dialyzer dengan
normal saline sebanyak 2000 cc
2. Punksi Akses Vaskuler
a. Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shunt
b. Alasi dengan perlak kecil dan atur posisi
c. Bawa alat-alat dekat dengan tempat tidur pasien (alat-alat steril
dimasukkan ke dalam bak steril)
d. Cuci tangan, bak steril dibuka, memakai handscoen
e. Beritahu pasien bila akan dilakukan punksi
f. Pasang duk steril, sebelumnya desinfeksi daerah yang akan dipunksi
dengan betadine dan alcohol
g. Ambil fistula dan puncti outlet terlebih dahulu. Bila perlu lakukan
anestesi lokal, kemudian desinfeksi
h. Punksi inlet dengan cara yang sama, kemudian difiksasi

3. Memulai Hemodialisa
Sebelum dilakukan punksi dan memulai hemodialisa, ukur tanda-tanda
vital dan berat badan pre hemodialisa
15
a. Setelah selesai punksi, sirkulasi dihentikan, pompa dimatikan, ujung
AV blood line diklem
b. Lakukan reset data untuk menghapus program yang telah dibuat,
mesin otomatis menunjukkan angka nol (0) pada UV, UFR, UFG dan
time left
c. Tentukan program pasien dengan menghitung BB datang – BB
standar + jumlah makan saat hemodialisa
d. Tekan tombol UFG = target cairan yang akan ditarik
e. Tekan tombol time left = waktu yang akan deprogram
f. Atur concentrate sesuai kebutuhan pasien (jangan merubah Base Na +
karena teknisi sudah mengatur sesuai dengan angka yang berada di
gallon. Na = 140 mmol)
g. Tekan tombol temperatur (suhu mesin = 360C – 370C)
h. Buatlah profil yang sesuai dengan keadaan pasien
i. Berikan kecepatan aliran darah 100 rpm
j. Menyambung selang fistula inlet dengan selang darah arteri
1) Matikan (klem) selang infuse
2) Sambungkan selang arteri dengan fistula arteri (inlet)
3) Masing-masing kedua ujung selang darah arteri dan fistula di-
swab dengan kassa betadine sebagai desinfektan
4) Ujung selang darah venous masukkan dalam gelas ukur
5) Hidupkan pompa darah dan tekan tombol V atau Λ 100 rpm
6) Perhatikan aliran cimino apakah lancar, fixasi dengan micropore.
Jika aliran tidak lancar, rubahlah posisi jarum fistula
7) Perhatikan darah, buble trap tidak boleh penuh (kosong),
sebaiknya terisi ¾ bagian
8) Cairan normal saline yang tersisa ditampung dalam gelas ukur
namanya cairan sisa priming
9) Setelah darah mengisi semua selang darah dan dialyzer, matikan
pompa darah
k. Menyambung selang darah venous dengan fistula outlet
1) Sambung selang darah venous ke ujung AV fistula outlet (kedua
ujungnya diberi kassa betadine sebagai desinfektan). Masing-
masing sambungan dikencangkan)
16
2) Klem pada selang arteri dan venous dibuka, sedangkan klem infus
ditutup
3) Pastikan pada selang venous tidak ada udara, lalu hidupkan pompa
darah dari 100 rpm sampai dengan yang diinginkan
4) Tekan tombol UF pada layar monitor terbaca “dialysis”
5) Selama proses hemodialisa ada 7 lampu hijau yang menyala
(lampu monitor, on, dialysis start, pompa, heparin, UF dan Flow)
6) Rapikan peralatan

4. Penatalaksanaan Selama Hemodialisa


a. Memprogram dan memonitor mesin hemodialisa
1) Lamanya HD
2) QB (kecepatan aliran darah) 150 – 250 cc/menit
3) QD (kecepatan aliran dialisa) 500 cc/menit
4) Temperatur dialisat 370C
5) UFR dan TMP otomatis
6) Heparinisasi
a) Dosis awal: 25 – 50 unit/kgBB
1. Diberikan pada waktu punksi
2. Sirkulasi extra corporeal 1500 unit
3. Dosis maintenance 500 – 2000 unit/jam diberikan pada
waktu HD berlangsung
b) Dosis maintenance 500 – 2000 u/jam Diberikan pada waktu
HD berlangsung Cara pemberian dosis maintenance:
1. Kontinyu: diberikan secara terus menerus dengan bantuan
pompa dari awal HD sampai dengan 1 jam sebelum HD
berakhir
2. Intermitten: diberikan 1 jam setelah HD berlangsung dan
pemberian selanjutnya dimasukkan tiap selang waktu 1
jam, untuk 1 jam terakhir tidak berakhir
3. Minimal heparin: heparin dosis awal kurang lebih 200
unit, selanjutnya diberikan kalau perlu
7) Pemeriksaan (laboratorium, ECG, dll)
8) Pemberian obat-obatan, transfusi, dll
17
9) Monitor tekanan
a) Fistula pressure
b) Arterial pressure
c) Venous pressure
d) Dialisat pressure
e) Detektor (udara blood leak detektor)
b. Observasi pasien
1) Tanda-tanda vital (T, N, S, R, kesadaran)
2) Fisik
3) Perdarahan
4) Sarana hubungan sirkulasi
5) Posisi dan aktivitas
6) Keluhan dan komplikasi hemosialisa
5. Mengakhiri Hemodialisa
a. Persiapan alat
1) Piala ginjal
2) Kassa steril
3) Betadine solution
4) Sarung tangan tidak steril
5) Perban gulung
6) Band aid (pelekat)
7) Gunting
8) Nebacetin powder antibiotic
9) Thermometer
10) Micropore
b. Pelaksanaan
1) Perawat mencuci tangan
2) Perawat memakai sarung tangan
3) Mesin menggunakan UFG reached = UFG sudah tercapai (angka
UV = angka UF)
4) Jika proses hemodialisa sudah selesai, posisi mesin akan terbaca
“Reinfusion”
5) Sebelum 5 menit selesai, pasien diobservasi tanda-tanda vital

18
6) Kecilkan kecepatan aliran darah (pompa darah) sampai 100 rpm
lalu matikan
7) Klem pada fistula arteri dan selang darah arteri
8) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan
kassa betadine, tutuplah bekas tusukan dengan kassa betadine
9) Bilaslah fistula, selang darah dan dializer dengan normal saline
secukupnya sampai bersih dan gunakan kecepatan aliran darah
100 rpm
10) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan
kassa betadine
11) Jika tidak ada darah bekas tusukan, maka berilah nebacetin
powder dan tutuplah bekas tusukan dengan Band Aid (K/p dibalut
dengan perban gulung)
12) Berilah fixasi dengan micropore pada perban gulung
13) Observasi tanda-tanda vital pasien
14) Kembalikan alat-alat ke tempat semula
15) Perawat melepas sarung tangan
16) Perawat mencuci tangan

19
DAFTAR PUSTAKA

Barnet, Pinikaha, Y.T.2012. Medical Surgical Nursing Clinical Management For


Posisison outcome
Hamka.(2009). Gambaran Mekanisme Koping pada Pasien
Hemodialisis.http://perawatberseni.blogspot.com/2009/11/gambaran-
mekanisme-koping-pada pasien.html/ Diakses 23 Agustus 2014
Havens & Terra.(2005). Hemodialisa. Jakarta: EGC.
Swartzendrubber, dkk (2008) .Hemodialysis Procedures and Complications
http://www.emedicine.com/med/topic683.html. diakses 23 Agustus 2014.

20

Anda mungkin juga menyukai