Anda di halaman 1dari 3

Membiasakan Anak Sholat

Oleh: Samsul Bahri, Praktisi Pendidikan Karakter, Penulis Buku dan Trainer
Pada Griya Parenting Indonesia

Terpaan angin laut membuatku terbangun. Tidur di dek atas kapal barang
terbuka tanpa sekat memberi pandangan yang menakjubkan. Saya bisa
melihat langit subuh mulai terkuak, merasakan hembusan angin, dan
mendengar hantaman ombak di badan kapal bagian depan. Sesaat
kemudian mataku tertuju pada sosok yang sedang melakukan sholat subuh.

Tubuhnya yang kurus mengikuti gerak kapal naik turun, kadang kapal oleng
ke kiri dan kanan tubuhnya pun ikut. Terbesit dalam hatiku betapa taatnya
bapak ini, yang semua penumpang mengenalnya sebagai nahkoda kapal.
Dalam kondisi yang tidak nyaman Ia masih sempat melaksanakan sholat
menghadap Rabb-nya. Tidak ada yang bisa menghalanginya untuk menemui
Tuhannya. Angin, debur ombak, goyangan kapal, tak membuat Ia berhenti
dari sholatnya.

Saya pun tenggelam dalam asyik melihatnya menyelesaikan semua gerakan


sholat secara teratur dan sempurna. Berdiri, rukuk, sujud, hingga Ia
mengucapkan salam. Saya kagum padanya, disaat semua penumpang dan
sebagian awak kapal masih terlelap dalam tidur, sang Kapten kapal bangkit
menunaikan sholat.

Cerita ini adalah memori masa kecil yang saya masih ingat sampai sekarang.
Demonstrasi sholat yang sang Kapten kapal peragakan menggoreskan
kebajikan yang menginspirasi saya pada saat usia anak-anak untuk
melaksanakan sholat.

Sosok lain yang membingkai kesungguhanku dalam melaksanakan sholat


adalah Ayah angkat. Sewaktu kecil kerap kali melihatnya melaksanakan
sholat yang lama, dengan kekhasannya ketika berdiri. Saat beliau berdiri
menegakan sholat Ia nampak tak menghiraukan dunia ini dan seisinya.
Seperti tiang yang menancap dalam tanah, tak bergeming sedikit pun.

Kedua orang ini telah menginspirasi saya dalam menegakan sholat.


Keduanya telah memberi bekas kebaikan pada diri saya. Informasi
pengalaman ini telah mengendap di dalam alam bawah sadar saya sejak
kecil, sehingga tiba saatnya kewajiban sholat datang menjadi mudah untuk
dilaksanakan.

Anak-anak kita pun demikian, perlu diberi kesempatan untuk mendapatkan


pengalaman melihat contoh sosok pecinta sholat, merasakan, dan melibatkan
diri dalam sholat. Sehingga mereka akan memiliki memori kuat tentang
sholat. Ditambah lagi, jika hal itu mereka lakukan dengan bahagia maka akan
muncul kesan positif terhadap sholat, hingga pada suatu saat nanti mereka
tumbuh dan berkembang memasuki masa yang mewajibkan sholat, insha
Allah mereka akan mampu mengemban syariat sholat tersebut.
Seperti ketika kita mengajak anak menikmati sholat dimasjid, mungkin kita
sebagai orang dewasa mengganggpa hal itu remeh, tetapi ingat bahwa
pengalaman baik mereka berada dalam masjid saat usia dini akan
mempengaruhi kesannya terhadap tempat ibadah, orang yang datang,
kegiatan yang dilakukan, dan lebih luas lagi adalah kesan terhadap islam itu
sendiri. Dalam aspeks psikologi pun anak akan merasakan ketenangan,
kedamaian ketiak berada di masjid. Dan semoga hal tersebut akan
mengokohkan jiwanya, ketika ia dewasa nanti dan menghadapi masalah,
maka Ia akan mencari ketenangan di masjid, bukan hingar bingar dan
gemerlapnya dunia malam.

Dalam konsep pendidikan usia pra sekolah uraian diatas mewakili


filosofi belajar anak usia dini dengan contoh atau model. Namun seiring
dengan waktu mereka akan beranjak memasuki usia sekolah, nah pada usia
sekolah, filosofi mendidik mereka pun akan berubah yakni dengan
membangun kebiasaan. Sehingga menjadi penting untuk membangun
kebiasaan sholat pada mereka.

Tahapan Membangun Kebiasaan Sholat Anak

1. Membangun Komitmen Bersama

Pada tahap ini, ayah bunda mengajak ananda berdialog dan menyampaikan
kepadanya tentang kewajiban sholat yang akan Ia emban. Sampaikan apa
adanya, perintah Nabi tentang sholat, dan firman Allah dalam Al Quran.
Setelah ia paham, mintalah komitmen padanya sebagai kesimpulan dari
dialog tersebut.

Setelah bersama-sama telah menyepakati untuk menunaikan sholat, maka


langkah berikutnya adalah memberi skill dan kompetensi sholat padanya,
yakni dengan mengajarkan bagaimana mengerjakan sholat, dan
menyempurnakan wudhu. Latih anak sampai Ia bisa dan benar dalam
melakukan rukun wudhu dan sholat secara sempurna.

Selain hal tersebut juga harus disepakati bersama-sama dengan anak hal-hal
teknis, seperti cara membangunkan sholat pada subuh hari, pelaksanaan
sholat diawal waktu, dan cara ayah bunda mengingatkan tentang sholat. Hal
ini penting dilakukan agar orang tua memiliki perjanjian dengan anak, shingga
waktu dalam proses pembangunan pembiasaan sholat terjadi resistensi,
orang tua tinggal meningingatkan kembali tentang kesepakatan bersama.

2. Simulasi

Dalam tahap ini, orang tua harus melakukan simulasi bersama buah hatinya.
Ayah atau bunda mempraktekan cara berwudhu, sholat tahap demi tahap,
terperinci, dan detail. Kemudian meminta anak melakukan seperti apa yang
kita lakukan, sehingga standard cara, gerakan wudhu dan sholat sama.
Lakukan ini secara berulang hingga sempurna.

3. Menyiapkan Lingkungan yang Mendukung

Pastikan lingkungan fisik seperti tempat mengambil air wudhu mudah


dijangkau, tempat sholat, dan perlengkapannya mudah digapai oleh anak.
lingkungan sosial pun harus bisa mendukung kebiasaan ini dengan
menerimanya, bukan menyepelehkan, meremehkan atau bahkan mengejek.
Sampaikan kepada mereka yang terlibat dalam lingkungan interaski sosial
anak, bahwa si kecil sedang membangun kebiasaan sholat, jadi tolong
memberi dukungan dan motivasi padanya.

4. Memeberi Penghargaan

Pada saat awal pembangunan kebiasaan sholat, anak sangat membutuhkan


perhatian dan doronga berupa penghargaan. Dengan memberikan
penghargaan kepadanya setiap kali melakukan kebiasaan sholat, maka anak
akan termotivasi mengulanginya kembali tersebut.

5. Konsistensi

Target kita bukan hanya sebatas melakukan sholat, mengulanginya beberapa kali
atau saat ia ingat kemudian melakukannya, tapi pembiasaan sholat harus sampai
pada anak melakukannya secara otomatis dan merasa tidak nyaman jika tidak
melakukan kebiasaan tersebut. Hal itu bisa terjadi jika dilakukan dengan
kontinyu dan konsisten. Karena konsistensi adalah kunci utama dalam
membangun habit.

6. Evaluasi

Tahapan, proses, dan pelaksanaan telah dilakukan, sekarang saatnya


melakukan evaluasi terhadap hasil yang dituai. Lakukan evaluasi secara
berkala terhadap pembiasaan sholat yang sedang dilakukan. Jika dalam
pelaksanaan ada keberhasilan sesuai dengan harapan, syukuri. Namun jika
dalam proses belum sempurna, evaluasi dan lakukan perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai