Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kesehatan di dalam hidup seseorang merupakan hal yang penting, namun
banyak orang masih belum menyadari bahwa begitu pentingnya kesehatan di
dalam kehidupannya.Masyarakat memiliki hak di dalam memperoleh
pelayanan kesehatan hal ini berdasarkan undang-undang dasar1945 yang
tercantum didalam pasal 28 ayat I.Untuk itu diperlukan suatu tindakan yang
harus diambil dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Tindakan yang perlu bagi masyarakat adalah salah satunya dengan promosi
kesehatan. (Kholid, Ahmad 2012)
Sejauh ini bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang dikenal masyarakat
dalam sistem pelayanan kesehatan adalah pelayanan rawat inap dan rawat
jalan. Pada sisi lain banyak anggota masyarakat yang menderita sakit karena
berbagai pertimbangan terpaksa dirawat di rumah dan tidak dirawat inap di
institusi pelayanan kesehatan, Seiiring dengan terjadinya hal tersebut
masyarakat menuntut pelayanan kesehatan yang lebih mudah hingga ke
rumah. Masyarakat beranggapan bahwa layanan kesehatan di rumah lebih
efektif dan praktis. (Bukit Evi Karota 2008)
Upaya promosi kesehatan merupakan salah satu strategi atau langkah yang
ditempuh untuk meningkatkan kemampuan masyarakat khususnya
pengetahuan, sikap dan praktek untuk berperilaku sehat melalui proses
pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat. Selain itu tujuan
promosi kesehatan dimaksudkan supaya masyarakat dapat dapat menolong
dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. (Natoadmodjo, 2007).

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Makalah ini dibuat sebagai pedoman atau acuan saya untuk
Mengajak masyarakat melakukan hidup sehat baik di rumah maupun
di sekolah dengan cara memberikan promosi kesehatan.
1.2.2. Tujuan khusus
1. Mampu menjelaskan definisi dari promosi kesehatan
2. Mampu menjelaskan visi dan misi promosi kesehatan
3. Mampu menjelaskan sasaran promoso kesehatan
4. Mampu menjelaskan strategi promosi kesehatan
5. Mampu menjelaskan metode promosi kesehatan
6. Mampu menjelaskan ruang lingkup promosi kesehatan
7. Mampu menjelaskan media promosi kesehatan
8. Mampu menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan promosi
kesehatan
9. Mampu menjelaskan definisi dari perawatan di rumah (Home
Care)
10. Mampu menjelaskan tujuan home care
11. Mampu menjelaskan prinsip-prinsip Home Care
12. Mampu menjelaskan bentuk – bentuk Home Care
13. Mampu menjelaskan Aspek legal dan etik dalam Home Care
14. Mampu menjelaskan Kebijakan dalam Home Care
15. Mampu menjelaskan Faktor – faktor yang mempengaruhi
Home Care
16. Mampu menjelaskan Jenis pelayanan Home Care
17. Mampu menjelaskan Pro dan kontra Home Care di Indonesia
18. Mampu menjelaskan Standar Alat Home Care
19. Mampu menjelaskan Pendekatan Interdisiplin dalam
Pelayanan Home Care
20. Mampu menjelaskan definisi perawatan di rumah
21. Mampu menjelaskan tujuan perawatan di rumah

2
22. Mampu menjelaskan fungsi perawatan di sekolah
23. Mampu menjelaskan program perawatan kesehatan di sekolah
24. Mampu menjelaskan peran sekolah dalam meningkatkan
kesehatan
25. Mampu menjelaskan penerapan konsep dasar perawatan di
sekolah

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Promosi kesehatan
2.1.1 Definisi promosi kesehatan
Upaya promosi kesehatan merupakan salah satu strategi atau
langkah yang ditempuh untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
khususnya pengetahuan, sikap dan praktek untuk berperilaku sehat
melalui proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama
masyarakat. Selain itu tujuan promosi kesehatan dimaksudkan supaya
masyarakat dapat dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri tersebut
artinya bahwa masyarakat mampu berperilaku mencegah timbulnya
masalah-masalah dan gangguan kesehatan, memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan serta mampu pula berperilaku
mengatasi apabila masalah gangguan kesehatan tersebut terlanjur
terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat (Natoadmodjo, 2007).
Definisi lain menurut Depkes RI (2008) menyatakan bahwa
promosi kesehatan adalah serangkaian proses pemberdayaan
masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Proses pemberdayaan dilakukan dari oleh masyarakat yang artinya
proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui kelompok-
kelompok potensial di masyarakat bahkan semua komponen
masyarakat.
Depkes RI (2008) menitiberatkan bahwa promosi kesehatan bukan
hanya sekedar proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, tetapi
juga disertai upaya-upaya menfasilitasi perubahan perilaku.

4
2.1.2 Visi dan misi promosi kesehatan
Perhatian utama dalam promosi kesehatan adalah mengetahui visi
serta misi yang jelas. Dalam konteks promosi kesehatan “ Visi “
merupakan sesuatu atau apa yang ingin dicapai dalam promosi
kesehatan sebagai salah satu bentuk penunjang program-program
kesehatan lainnya. Tentunya akan mudah dipahami bahwa visi dari
promosi kesehatan tidak akan terlepas dari koridor Undang-Undang
Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 serta organisasi kesehatan dunia
WHO (World Health Organization).
Adapun visi dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan
sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial.
2. Pendidikan kesehatan disemua program kesehatan, baik
pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi
masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan
lainnya dan bermuara pada kemampuan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan individu, kelompok, maupun
masyarakat.
Dalam mencapai visi dari promosi kesehatan diperlukan adanya suatu
upaya yang harus dilakukan dan lebih dikenal dengan istilah “ Misi ”.
Misi promosi kesehatan merupakan upaya yang harus dilakukan dan
mempunyai keterkaitan dalam pencapaian suatu visi.
Secara umum Misi dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Advokasi (Advocation)
Advokasi merupakan perangkat kegiatan yang terencana yang
ditujukan kepada para penentu kebijakan dalam rangka
mendukung suatu isyu kebijakan yang spesifik. Dalam hal ini
kegiatan advokasi merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi
para pembuat keputusan (decission maker) agar dapat
mempercayai dan meyakini bahwa program kesehatan yang

5
ditawarkan perlu mendapat dukungan melalui kebijakan atau
keputusan-keputusan.
2. Menjembatani (Mediate)
Kegiatan pelaksanaan program-program kesehatan perlu adanya
suatu kerjasama dengan program lain di lingkungan kesehatan,
maupun lintas sektor yang terkait. Untuk itu perlu adanya suatu
jembatan dan menjalin suatu kemitraan (partnership) dengan
berbagai program dan sektor-sektor yang memiliki kaitannya
dengan kesehatan. Karenanya masalah kesehatan tidak hanya
dapat diatasi oleh sektor kesehatan sendiri, melainkan semua
pihak juga perlu peduli terhadap masalah kesehatan tersebut.
Oleh karena itu promosi kesehatan memiliki peran yang penting
dalam mewujudkan kerjasama atau kemitraan ini.
3. Kemampuan/Keterampilan (Enable)
Masyarakat diberikan suatu keterampilan agar mereka mampu
dan memelihara serta meningkatkan kesehatannya secara
mandiri. Adapun tujuan dari pemberian keterampilan kepada
masyarakat adalah dalam rangka meningkatkan pendapatan
keluarga sehingga diharapkan dengan peningkatan ekonomi
keluarga, maka kemapuan dalam pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan keluarga akan meningkat.
2.1.3 Sasaran promosi kesehatan
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya tiga jenis
sasaran, yaitu :
1. Sasaran Primer
Sasaran umumnya adalah masyarakat yang dapat dikelompokkan
menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, Ibu
hamil dan menyusui anak untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan
Anak) serta anak sekolah untuk kesehatan remaja dan lain
sebagianya. Sasaran promosi ini sejalan dengan strategi
pemberdayaan masyarakat (empowerment).

6
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder dalam promosi kesehatan adalah tokoh-tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, serta orang-orang yang
memiliki kaitan serta berpengaruh penting dalam kegiatan
promosi kesehatan, dengan harapan setelah diberikan promosi
kesehatan maka masyarakat tersebut akan dapat kembali
memberikan atau kembali menyampaikan promosi kesehatan
pada lingkungan masyarakat sekitarnya.
Tokoh masyarakat yang telah mendapatkan promosi kesehatan
diharapkan pula agar dapat menjadi model dalam perilaku hidup
sehat untuk masyarakat sekitarnya.
3. Sasaran Tersier
Adapun yang menjadi sasaran tersier dalam promosi kesehatan
adalah pembuat keputusan (decission maker) atau penentu
kebijakan (policy maker). Hal ini dilakukan dengan suatu harapan
agar kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh
kelompok tersebut akan memiliki efek/dampak serta pengaruh
bagi sasaran sekunder maupun sasaran primer dan usaha ini
sejalan dengan strategi advokasi. (Kholid, Ahmad, 2012)
2.1.4 Strategi promosi kesehatan
Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu di laksanakan
strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari (1)
pemberdayaan, yang didukung oleh (2) bina suasana dan (3) advokasi,
serta dilandasi oleh semangat (4) kemitraan.
Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu
individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani
tahap-tahap tahu,mau dan mampu mempraktikkan PHBS.
Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang
kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan
panutan-panutan dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya.

7
Sedangkan advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-
pihak tertentu yang di perhitungkan dapat mendukung keberhasilan
pembinaan PHBS baik dari segi materi maupun non materi. (Kholid,
Ahmad, 2012)

Gambar 1. Strategi Promosi Kesehatan


1. Pemberdayaan
Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat
merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan
sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberi
aninformasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara
terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembanganklien,
serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak
tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi
mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan
perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab itu, sesuai
dengan sasaran (klien)nya dapat dibedakan adanya (a) pemberdayaan
individu, (b) pemberdayaan keluarga dan (c)pemberdayaan
kelompok/masyarakat.
2. Bina Suasana
Bina Suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan
perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau

8
melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada
(keluarga di rumah, organisasi siswa/mahasiswa, serikat
pekerja/karyawan, orang-orang yang menjadi panutan/idola, kelompok
arisan, majelis agama dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum)
menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu,untuk
memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam upaya
meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu
dilakukan bina suasana.Terdapat tiga kategori proses bina suasana,
yaitu (a) bina suasana individu, (b) bina suasana kelompok dan (c) bina
suasana publik.
3. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencanauntuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh
masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai
narasumber (opinion leader), atau penentu kebijakan (norma) atau
penyandang dana. Juga berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat
dan media massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana
kondusif, opini publik dan dorongan (pressure) bagi terciptanya PHBS
masyarakat. Advokasi merupakan upaya untuk menyukseskan bina
suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan PHBS secara
umum.
4. Kemitraan
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun
bina suasana dan advokasi guna membangun kerja sama dan
mendapatkan dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu di galang
antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait
dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh
masyarakat, media massa dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan
pada tiga prinsip dasar, yaitu (a) kesetaraan, (b)keterbukaan dan (c)
saling menguntungkan.

9
2.1.5 Metode promosi kesehatan
Metode Promosi Kesehatan dapat digolongkan berdasarkan Teknik
Komunikasi, Sasaran yang dicapai dan Indera penerima dari sasaran
promosi.
1. Berdasarkan Teknik Komunikasi
a. Metode penyuluhan langsung.
Dalam hal ini para penyuluh langsung berhadapan atau
bertatap muka dengan sasaran. Termasuk di sini antara lain
: kunjungan rumah, pertemuan diskusi (FGD),pertemuan di
balai desa, pertemuan di Posyandu, dll.
b. Metode yang tidak langsung.
Dalam hal ini para penyuluh tidak langsung berhadapan
secara tatap muka dengan sasaran, tetapi ia menyampaikan
pesannya dengan perantara (media). Umpamanya publikasi
dalam bentuk media cetak, melaluipertunjukan film, dsb
2. Berdasarkan Jumlah Sasaran Yang Dicapai
a. Pendekatan Perorangan
Dalam hal ini para penyuluh berhubungan secara
langsung maupun tidak langsung dengan sasaran secara
perorangan, antara lain : kunjungan rumah, hubungan
telepon dan lain-lain
b. Pendekatan Kelompok
Dalam pendekatan ini petugas promosi berhubungan
dengan sekolompok sasaran. Beberapa metode
penyuluhan yang masuk dalam ketegori ini antara lain :
Pertemuan, Demostrasi, Diskusi kelompok, Pertemuan
FGD, dan lain-lain
c. Pendekatan Masal
Petugas Promosi Kesehatan menyampaikan pesannya
secara sekaligus kepada sasaran yang jumlahnya
banyak. Beberapa metode yang masuk dalam golongan

10
ini adalah :Pertemuan umum, pertunjukan kesenian,
Penyebaran tulisan/poster/media cetak lainnya,
Pemutaran film, dll.
3. Berdasarkan Indera Penerima
a. Metode melihat/memperhatikan. Dalam hal ini pesan
diterima sasaran melalui indera penglihatan, seperti :
penempelan poster, pemasangan gambar/photo,
pemasangan koran dinding, pemutaran film
b. Metode pendengaran. Dalam hal ini pesan diterima oleh
sasaran melalui inderapendengar, umpamanya :
penyuluhan lewat radio, pidato, ceramah, dll
c. Metode kombinasi dalam hal ini termasuk :
demonstrasi cara (dilihat, didengar,dicium, diraba dan
dicoba) (Kholid, Ahmad, 2012)
2.1.6 Ruang lingkup promosi kesehatan
Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan
kesehatan, secara garis besar terdapat 4 jenis pelayanan kesehatan,
yakni :
a. Promosi kesehatan pada tingkat promotif
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif
adalah pada kelompok orang yang sehat, dengan tujuan agar
mereka mampu meningkatkan kesehatannya. Apabila kelompok
ini tidak memperoleh promosi kesehatan bagaimana memelihara
kesehata, maka kelompok ini akan menurun jumlahnya, dan
kelompok orang yang sakit akan meningkat. (Kholid, Ahmad,
2012)
b. Promosi kesehatan pada tingkat preventif
Disamping kelompok orang yang sehat, sasaran promosi
kesehatan pada tingkat ini adalah kelompok yang beresiko tinggi.
Tujuan utama promosi kesehatan pada tingkat ini adalah untuk

11
mencegah kelompok-kelompok tersebut agar tidak jatuh atau
menjadi terkena sakit (primary prevention)
c. Promosi kesehatan pada tingkat kuratif
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita
penyakit (pasien). Tujuan promosi kesehatan pada tingkat ini agar
kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak menjadi
lebih parah (secondary prevention). (Kholid, Ahmad, 2012)
d. Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif
Promosi kesehtana pada tingkat ini mempunyai sasaran pokok
kelompok penderita atau pasien yang baru sembuh (recovery)
dari suatu penyakit. Tujuan utama promosi kesehatan pada
tingkat ini adalah agar mereka segera pulih kembali kesehatnnya,
dan atau mengurangi kecacactan seminimal mungkin.
Denganperkataan lain, promosi kesehatan pada tahap ini adalah
pemulihan dan mencegah kecacatan akibat penyakitnya (tertiary
prevention). (Kholid, Ahmad, 2012)
2.1.7 Media promosi kesehatan
Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartikan
sebagai alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat,
didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk memperlancar
komunikasi dan penyebarluasan informasi. Media promosi kesehatan
adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau
informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui
media cetak, elektronik (TV, radio, komputer, dan lain-lain) dan
media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya
yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif
terhadap kesehatannya.
Adapun tujuan media promosi kesehatan diantaranya (Notoatmodjo,
2005) :
a. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.

12
b. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.Dapat
memperjelas informasi
c. Media dapat mempermudah pengertian.
d. Mengurangi komunikasi yang verbalistik
e. Dapat menampilkan obyek yang tidak bisa ditangkap dengan
mata.
f. Memperlancar komunikasi.
2.1.8 Langkah langkah pelaksaan promosi kesehatan
Langkah-langkah pelaksanaaan promosi kesehatan dibedakan atas
dua kelompok, yaitu (1) langkah-langkah promosi kesehatan di
Puskesmas, dan (2) langkah-langkah promosi kesehatan di
masyarakat.
1. Pelaksanaan promosi kesehatan di Puskesmas pada dasarnya
adalah penerapan strategi promosi kesehatan,yaitu
pemberdayaan, bina suasana, danadvokasi di tatanan sarana
kesehatan,khususnya Puskesmas. Oleh karena itu, langkah
awalnya adalah berupa penggerakan dan pengorganisasian
untuk memberdayakan para petugas Puskesmas agar mampu
mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang disandang
pasien/klien Puskesmas dan menyusun rencana untuk
menanggulanginya dari sisi promosi kesehatan. Setelah itu,
barulah dilaksanakan promosi kesehatan sesuai dengan peluang-
peluang yang ada, yaitu peluang peluang di dalam gedung
Puskesmas dan peluang-peluang di luar gedung Puskesmas.
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dari dinas
kesehatan kabupaten/kota Oleh karena itu, keberhasilan
pelaksanaan promosi kesehatan di Puskesmas juga merupakan
tanggung jawabdari dinas kesehatan kabupaten/kota. Dengan
demikian, sangat diperlukan keterlibatan dinas kesehatan
kabupaten/kota dalam pelaksanaan promosi kesehatan di
Puskesmas, khususnya dalam langkah penggerakan dan

13
pengorganisasian untuk memberdayakan para petugas
Puskesmas. Petugas Puskesmas harus mendapat pendampingan
oleh fasilitator dari dinas kesehatan kabupaten/kota agar mampu
melaksanakan: (1) Pengenalan Kondisi Puskesmas, (2)
Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS di Puskesmas, (3)
Musyawarah Kerja, (4) Perencanaan Partisipatif, (5)
Pelaksanaan Kegiatan dan (6) Pembinaan Kelestarian.
1) Pengenalan Kondisi Masyarakat
Pengenalan kondisi institusi kesehatan untuk memperoleh
data dan informasi tentang PHBS di Puskesmas tersebut,
sebagai data dasar (baseline data). Yang digunakan
sebagai standar adalah persyaratan Puskesmas yang Ber-
PHBS (8 indikator proksi). Pengenalan kondisi Puskesmas
ini dilakukan oleh fasilitator dengan dukungan dariKepala
dan seluruh petugas Puskesmas.Pengenalan kondisi
Puskesmas dilakukan melalui pengamatan (observasi),
penggunaan daftar periksa (check list), wawancara,
pemeriksaan lapangan atau pengkajian terhadap dokumen-
dokumen yang ada.
2) Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS di Puskesmas
Pengenalan kondisi Puskesmas dilanjutkan dengan
identifikasi masalah, yaitu masalah-masalah kesehatan
yang saat ini diderita oleh pasien/pengunjung dan
masalah-masalah kesehatan yang mungkin akan terjadi
(potensial terjadi) jika tidak diambil tindakan
pencegahan.Masalah-masalah kesehatan yang sudah
diidentifikasi kemudian diurutkan berdasarkan prioritas
untuk penanganannya.
3) Musyawarah Kerja
Musyawarah Kerja yang diikuti oleh seluruh
petugas/karyawan Puskesmas, diselenggarakan sebagai

14
tindak lanjut Survai MawasDiri, sehingga masih menjadi
tugas fasilitator untuk mengawalnya.
4) Perencanaan Partisipatif
Setelah diperolehnya kesepakatan, fasilitator mengadakan
pertemuan-pertemuan secara intensif dengan petugas
kesehatan guna menyusun rencana pemberdayaan pasien
dalam tugas masing-masing.Pembuatan rencana dengan
menggunakan tabel berikut:

Di luar itu, fasilitator juga menyusun rencana bina suasana


yang akan dilakukannya di Puskesmas, baik dengan
pemanfaatan media maupun dengan memanfaatkan
pemuka/tokoh. Untuk bina suasana dengan memanfaatkan
pemuka/tokoh digunakan tabel berikut.

5) Pelaksana Kegiatan
setelah itu, kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan biaya
operasional seperti pemberdayaan pasien/pengunjung dan
advokasi dapat dilaksanakan. Sedangkan kegiatan-kegiatan
lain yang memerlukan dana dilakukan jika sudah tersedia
dana, apakah itu dana dari Puskesmas, dari pihak donatur
atau dari pemerintah.Pembinaan PHBS di Puskesmas
dilaksanakan dengan pemberdayaan,yang didukung oleh
bina suasana dan advokasi.

15
2. Langkah Promosi Kesehatan Di Masyarakat
Langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat mencakup:
(1) Pengenalan Kondisi Wilayah, (2) Identifikasi Masalah
Kesehatan, (3) Survai Mawas Diri, (4) Musyawarah Desa atau
Kelurahan, (5) Perencanaan Partisipatif, (6) Pelaksanaan
Kegiatan dan (7) Pembinaan Kelestarian.
1) Pengenalan Kondisi Wilayah
Pengenalan kondisi wilayah dilakukan oleh fasilitator dan
petugas Puskesmas dengan mengkaji data Profil Desa atau
Profil Kelurahan dan hasil analisis situasi perkembangan
desa/kelurahan. Data dasaryang perlu dikaji berkaitan
dengan pengenalan kondisi wilayah adalah : Data geografi
dan demografi (jumlah RT/RW, Tingkat pendidikan,
Jumlah desa, wilayah dsb), Data Kesehatan (Jumlah
kematian bayi, jumlah ibu hamil, menyusui dan bersalin,
jumlah penyakit ISPA, TBC dsb),
2) Survei Mawas Diri
Sebagai langkah pertama dalam upaya membina peran serta
masyarakat, perlu diselenggarakan Survai Mawas Diri,
yaitu sebuah survai sederhana oleh para pemuka masyarakat
dan perangkat desa/kelurahan, yang dibimbing oleh
fasilitator dan petugas Puskesmas.Selain untuk mendata
ulang masalah kesehatan, mendiagnosis penyebabnya dari
segi perilaku dan menggali latar belakang perilaku
masyarakat, survai ini juga bermanfaat untuk menciptakan
kesadaran dan kepedulian para pemuka masyarakat terhadap
kesehatan masyarakat desa/kelurahan, khususnya dari segi
PHBS. Dalam survai ini akan diidentifikasi dan dirumuskan
bersama hal-hal seperti: Masalah-masalah kesehatan yang
masih diderita/dihadapi dan mungkin (potensial) dihadapi
masyarakat serta urutan prioritas penanganannya, Hal-hal

16
yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan,
baik dari sisi teknis kesehatan maupun dari sisi perilaku
masyarakat. Dari sisi perilaku, setiap perilaku digali faktor-
faktor yang menjadi latar belakang timbulnya perilakut
ersebut.
3) Muswarah Desa/Kelurahan
Musyawarah Desa/Kelurahan diselenggarakan sebagai
tindak lanjut Survai Mawas Diri, sehingga masih menjadi
tugas fasilitator dan petugas Puskesmas untuk
mengawalnya. Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan:
a. Menyosialisasikan tentang adanya masalah-masalah
kesehatanyang masih diderita/dihadapi masyarakat.
b. Mencapai kesepakatan tentang urutan prioritas masalah
masalahkesehatan yang hendak ditangani.
c. Mencapai kesepakatan tentang UKBM-UKBM yang
hendakdibentuk baru atau diaktifkan kembali.
d. Memantapkan data/informasi potensi desa atau potensi
kelurahan serta bantuan/dukungan yang diperlukan
dana lternatif sumber bantuan/dukungan tersebut.
e. Menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau
kelurahan untuk mendukung pengembangan kesehatan
masyarakat desa/kelurahan.
f. Musyawarah Desa/Kelurahan diakhiri dengan
dibentuknya Forum Desa, yaitu sebuah lembaga
kemasyarakatan di mana para pemuka masyarakat
desa/kelurahan berkumpul secara rutin untuk membahas
perkembangan dan pengembangan kesehatan
masyarakat desa/kelurahan.
g. Dari segi PHBS, Musyawarah Desa/Kelurahan
bertujuan menjadikan masyarakat desa/kelurahan
menyadari adanya sejumlah perilaku yang

17
menyebabkan terjadinya berbagai masalah kesehatan
yang saat ini dan yang mungkin (potensial) mereka
hadapi.
4) Perencanaan
Setelah diperolehnya kesepakatan dari warga desa atau
kelurahan,Forum Desa mengadakan pertemuan-pertemuan
secara intensif guna menyusun rencana pengembangan
kesehatan masyarakat desa/kelurahan untuk dimasukkan ke
dalam Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan
5) Pelaksana Kegiatan
Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan kegiatan
promosi kesehatan, petugas Puskesmas dan fasilitator
mengajak ForumDesa merekrut atau memanggil kembali
kader-kader kesehatan yang ada. Selain itu, juga untuk
mengupayakan sedikit dana (danadesa/kelurahan atau
swadaya masyarakat) guna keperluan pelatihan kader
kesehatan. Selanjutnya, pelatihan kader kesehatan oleh
fasilitator dan petugas Puskesmas dapat dilaksanakan.
Segera setelah itu, kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan
biaya operasional seperti penyuluhan dan advokasi dapat
dilaksanakan. Sedangkan kegiatan-kegiatan lain yang
memerlukan dana dilakukan jika sudah tersedia dana, apakah
itu dana dari swadaya masyarakat,dari donatur (misalnya
pengusaha), atau dari pemerintah, termasuk dari desa
/kelurahan.
Promosi kesehatan dilaksanakan dengan pemberdayaan
keluarga melalui Dasawisma, yang didukung oleh bina
suasana dan advokasi.
6) Evaluasi dan Pembinaan Kelestarian
Evaluasi dan pembinaan kelestarian merupakan tugas dari
KepalaDesa/Lurah dan perangkat desa/kelurahan dengan

18
dukungan dari berbagai pihak, utamanya pemerintah daerah
dan pemerintah.Kehadiran fasilitator di desa dan kelurahan
sudah sangat minimal, karena perannya sudah dapat
sepenuhnya digantikan oleh kader-kader kesehatan, dengan
supervisi dari Puskesmas.
Perencanaan partisipatif dalam rangka pembinaan
kesehatanmasyarakat desa/kelurahan, sudah berjalan baik dan
rutin sertaterintegrasi dalam proses perencanaan
pembangunan desa ataukelurahan dan me kanisme
Musrenbang. Kemitraan dan dukungan sumber daya serta
sarana dari pihak di luar pemerintah juga sudaht ergalang
dengan baik dan melembaga. Pada tahap ini, selain
pertemuan-pertemuan berkala serta kursus-kursus penyegar
bagi para kader kesehatan, juga di kembangkan cara-cara
lain untuk memelihara dan meningkatkan pengetahuandan
keterampilan para kader tersebut.
Pembinaan kelestarian juga dilaksanakan terintegrasi dengan
penyelenggaraan Lomba Desa dan Kelurahan yang
diselenggarakan setiap tahun secara berjenjang sejak dari
tingkat desa/kelurahan sampai ke tingkat nasional.
Dalam rangka pembinaan kelestarian juga
diselenggarakanpencatatan dan pelaporan perkembangan
kesehatan masyarakatdesa/kelurahan, termasuk PHBS di
Rumah Tangga, yang berjalansecara berjenjang dan
terintegrasi dengan Sistem InformasiPembangunan Desa yang
di selenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri. (Kholid,
Ahmad, 2012)
2.2 Perawatan di rumah (Home care)
2.2.1 Definisi perawatan di rumah
Home care adalah komponen dari pelayan kesehatan yang
disediakan untuk individu dan keluarga ditempat tinggal mereka

19
dengan tujuan mempromosikan, mempertahankan, atau
memaksimalkan level kemandirian serta meminimalkan efek
ketidakmampuan dan kesakitan termasuk di dalamnya penyakitnya
terminal. Defenisi ini menggabungkan komponen dari home care
yang meliputi pasien, keluarga, pemberian pelayanan yang
professional (multidisiplin) dan tujuannya, yaitu untuk membantu
pasien kembali pada level kesehatan optimum dan kemandirian
(Bukit, 2008).
Neis dan Mc. Ewen (2010) menyatakan home care adalah system
dimana pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial diberikan di rumah
kepada orang-orang cacat atau orang-orang yang bagus harus tinggal
di rumah kerena kondisi kesehatannya.
Menurut Amerika Medicine Associatin, Home care merupakan
penyedian peralatan dan jasa pelayanan keperawatan kepada pasien
di rumah yang bertujuan untuk memulihkan dan mempertahankan
secara maksimal tingkat kenyamanan dan kesehatan. Dalam kasus
apapun efektifitas perawatan berbasis rumah membutuhkan upaya
kolaboratif pasien, keluarga, dan professional .
Sedangkan Dapertemen Kesehatan (2002) menyebutkan bahwa
home care adalah pelayanan kesehatan yang berkesinabungan dan
komperhensif yang diberikan kepada individu dan keluarga ditempat
tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan,
mempertahankan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan
meminimalkan akibat dari penyakit.
Menurut Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Depertemen
Kesehatan RI dalam makalahnya pada seminar Nasional 2007
tentang Home Care: “Bukti Kemandirian Perawat” menyebutkan
bahwa pelayanan keperawatan kesehatan di rumah sebagai salah satu
bentuk praktik mandiri perawat. Pelayanan keperawatan di rumah
merupakan sintesis dari pelayanan keperawatan kesehatan komunitas
dan ketrampilan teknis keperawatan klinik yang berasal dari

20
spesialisasasi keperawatan tertentu. Pelayanan keperawatan
kesehatan, memelihara ,dan meningkatkan kesehatan fisik, mental,
atau emosi pasien. Pelayanan diberikan di rumah dengan melibatkan
pasien dan keluarganya atau pemberi pelayanan yang lain.
Dari beberapa literature yang didapatkan home care dapat
didefenisikan sebagai berikut:
1. Perawatan di rumah merupakan lanjutan asuhan keperawatan
dari rumah sakit yang sudah termasuk rencana pemulangan dan
dapat dilaksanakan oleh perawat rumah sakit semula oleh
perawat komunitas dimana pasien berada atau tim keperawatan
khusus yang menangani perawatan dirumah.
2. Perawatan di rumah merupakan bagian dari asuhan
keperawatan keluarga sebagai tindak lanjut dari tindakan unit
rawat jalan atau puskesmas.
3. Pelayanan kesehatan berbasis di rumah merupakan suatu
komponen rentang keperawatan kesehatan yang
berkesinanambungan dan komperhensif diberikan kepada
individu dan keluarga di tempat tinggal mereka.
4. Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien individu dan
keluarga, direncanakan, dikoordinasikan, dan disediakan oleh
pemberi pelayanan yang diorganisir untuk memberi pelayanan
di rumah melalui staf atau pengaturan berdasarkan perjanjian
kerja atau kontrak (Warola, 1980. Dalam pengembangan model
praktek mandiri keperawatan di rumah yang disusun PPNI dan
Departemen Kesehatan )
2.2.2 Tujuan home care
Menurut Stanhope (1996), tujuan utama dari home care adalah
mencegah terjadinya suatu penyakit dan meningkatkan kesehatan
pasien. Tujuan yang paling mendasar dari pelayanan home care
adalah untuk meningkatkan, mempertahankan atau memaksimalkan
tingkat kemandirian, dan meminimalkan akibat dari penyakit untuk

21
mencapai kemampuan individu secara optimal selama mungkin yang
dilakukan secara komperhensif dan berkesinambungan (Tribowo,
2012). Menurut Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan
Depertemen Kesehatan RI dalam makalahnya pada seminar nasional
2007 tentang home care:“ Bukti Kemandirian Perawat “
menyebutkan bahwa tujuan umum dari pelayanan kesehatan di
rumah adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarga.
2.2.3 Prinsip Home Care
Agar pelayanan home care ini dapat berjalan dengan lancar maka
perlu diperhatikan beberapa prinsip dalam melakukan pelayanan
home care diantaranya :
1. Pengelolaan home care dilaksanakan oleh perawat
2. Pelaksana Home Care adalah terdiri dari profesi kesehatan
yang ada (dokter, bidan, perawat,ahli gizi, apoteker, sanitarian
dan tenaga profesi yang lain).
3. Mengumpulkan data secara sistematis, akurat dan komrehensif.
4. .Memberi pelayanan paripurna yang terdiri dari prepentif,
kuratif, promotif dan rehabilitaif.
5. Bertanggung jawab terhadap pelayanan yang bermutu melalui
manajemen.
6. Memelihara dan menjamin hubungan baik diantara anggota
tim.
7. Berpartisipasi pada kegiatan riset untuk pengembangan home
care.
8. Menggunakan kode etik profesi dalam melaksanakan
pelayanan di home care.
2.2.4 Bentuk – bentuk layanan Home Care
1. Berdasarkan fokus masalah kesehatan

22
Berdasarkan jenis masalah kesehatan yang dialami oleh pasien,
pelayanan keperawatan di rumah (home care) di bagi tiga
kategori yaitu :
1) Layanan perawatan pasien sakit
Keperawatan pasien yang sakit di rumah merupakan jenis
yang paling banyak dilaksanakan pada pelayanan
keperawatan di rumah sesuai dengan alasan kenapa perlu
di rawat di rumah. Individu yang sakit memerlukan asuhan
keperawatan untuk meningkatkan kesehatannya dan
mencegah tingkat keparahan sehingga tidak perlu di rawat
di rumah sakit.
2) Layanan berbasis promotif dan preventif
Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang
fokusnya pada promosi dan prevensi. Pelayanannya
mencakup mempersiapkan seorang ibu bagaimana
merawat bayinya setelah melahirkan, pemeriksaan berkala
tumbuh kembang anak, mengajarkan lansia beradaptasi
terhadap proses menua, serta tentag diet mereka.
3) Pelayanan atau asuhan spesialistik
Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup
pelayanan pada penyakit-penyakit terminal misalnya
kanker, penyakit-penyakit kronis seperti diabetes, stroke,
hipertensi, masalah-masalah kejiwaan dan asuhan pada
anak.
2. Berdasarkan institusi penyelenggara
Ada beberapa jenis institusi yang dapat memberikan layanan
Home Care (HC), antara lain:
1) Institusi Pemerintah
Di Indonesia pelayanan Home Care (HC) yang telah lama
berlangsung dilakukan adalah dalam bentuk perawatan
kasus/keluarga resiko tinggi (baik ibu, bayi, balita maupun

23
lansia) yang akan dilaksanakan oleh tenaga keperawatan
puskesmas (digaji oleh pemerintah). Pasien yang dilayani
oleh puskesmas biasanya adalah kalangan menengah ke
bawah. Di Amerika hal ini dilakukan oleh Visiting Nurse
(VN)
2) Institusi Sosial
Institusi ini melaksanakan pelayanan Home Care (HC)
dengan sukarela dan tidak memungut biaya. Biasanya di
lakukan oleh LSM atau organisasi keagamaan dengan
penyandang dananya dari donatur, misalnya Bala
Keselamatan yang melakukan kunjungan rumah kepada
keluarga yang membutuhkan sebagai wujud pangabdian
kepadan Tuhan.
3) Institusi Swasta
Institusi ini melaksanakan pelayanan Home Care (HC)
dalam bentuk praktik mandiri baik perorangan maupun
kelompok yang menyelenggarakan pelayanan HC dengan
menerima imbalan jasa baik secara langsung dari pasien
maupun pembayaran melalui pihak ke tiga (asuransi).
Sebagaimana layaknya layanan kesehatan swasta, tentu
tidak berorientasi “not for profit service”
Home Care (HC) Berbasis Rumah Sakit (Hospital Home
Care)
Merupakan perawatan lanjutan pada pasien yang telah
dirawat dirumah sakit, karena masih memerlukan bantuan
layanan keperawatan, maka dilanjutkan dirumah. Alasan
munculnya jenis program ini selain apa yang telah
dikemukakan dalam alasan Home Care (HC) diatas, adalah :
a. Ambulasi dini dengan resiko memendeknya hari
rawat, sehingga kesempatan untuk melakukan
pendidikan kesehatan sangat kurang (misalnya ibu

24
post partum normal hanya dirawat 1-3 hari,
sehingga untuk mengajarkan bagaimana cara
menyusui yang baik, cara merawat tali pusat bayi,
memandikan bayi, merawat luka perineum ibu,
senam post partum, dll) belum dilaksanakan secara
optimum sehingga kemandirian ibu masih kurang.
b. Menghindari resiko infeksi nosokomial yang dapat
terjadi pada pasien yang dirawat dirumah sakit.
c. Makin banyaknya penyakit kronis, yang bila
dirawat di RS tentu memerlukan biaya yang besar
d. Perlunya kesinambungan perawatan pasien dari
rumah sakit ke rumah, sehingga akan meningkatkan
kepuasan pasien maupun perawat. Hasil penelitian
dari “Suharyati” staf dosen keperawatan komunitas
PSIK Univ. Padjajaran Bandung di RSHS Bandung
menunjukkan bahwa konsumen RSHS cenderung
menerima program HHC (Hospital Home Care)
dengan alasan ; lebih nyaman, tidak merepotkan,
menghemat waktu & biaya serta lebih mempercepat
tali kekeluargaan (Suharyati, 1998)
3. berdasarkan pemberi layanan
Pemberi layanan keperawatan di rumah terdiri dari dua jenis
tenaga, yaitu :
1) Tenaga informal
Tenaga informal adalah anggota keluarga atau teman yang
memberikan layanan kepada pasien tanpa dibayar.
Diperkirakan 75% lanjut usia di Amerika dirawat oleh jenis
tenaga ini (Allender & Spradley, 2001)
2) Tenaga formal
Tenaga formal adalah perawat yang harus bekerja bersama
keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan, sehingga

25
harus memperhatikan semua aspek kehidupan keluarga. Oleh
karena itu perawat di masyarakat dituntut untuk mampu
berfikir kritis dan menguasai ketrampilan klinik dan harus
seorang RN. Dengan demikian diharapkan perawat dapat
memberikan layanan sesuai dengan standard yang telah
ditetapkan.
2.2.5 Aspek legal dan etik dalam Home Care
Seorang perawat dikatakan legal dalam menjalankan praktik home
care apabila telah memiliki lisensi dan surat ijin praktik perawat (
SIPP). Isu legal yang paling kontroversial dalam praktik perawatan di
rumah antaralain mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Resiko yang berhubungan dengan pelaksanaan prosedur dengan
teknik yang tinggi, seperti pemberian pengobatan dan transfusi
darah melalui IV di rumah.
2. Aspek legal dari pendidikan yang diberikan pada pasien seperti
pertanggungjawaban terhadap kesalahan yang dilakukan oleh
anggota keluarga karena kesalahan informasi dari perawat.
3. Pelaksanaan peraturan Medicare atau peraturan pemerintah
lainnya tentang perawatan di rumah. Karena biaya yang sangat
terpisah dan terbatas untuk perawatan di rumah, maka perawat
yang memberi perawatan di rumah harus menentukan apakah
pelayanan akan diberikan jika ada resiko penggantian biaya yang
tidak adekuat. Seringkali, tunjangan dari Medicare telah habis
masa berlakunya sedangkan pasien membutuhkan perawatan
yang terus-menerus tetapi tidak ingin atau tidak mampu
membayar biayanya.
a. Aspek etik dalam home care
1. Kode etik menurut ANA (1985) menyebutkan bahwa
perawat menjaga hak pasien terhadap privasi dengan
bijaksana melindungi informasi yang bersifat rahasia.

26
2. Kode etik keperawatan indonesia ( PPNI, 2000) yaitu
perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui sehubungan dengan tugas yang
dipercayakan kepadanyakecuali jika diperlukan oleh
yang berwenang sesuai ketentuan hokum yang berlaku
(Muhamad Mu’in, 2015).
Didalam praktik harus memperhatikan dimensi politi,
etika dan isu-isu seperti akses ke layanan atau alokasi
sumber daya, menajement kasus menjadi semakin
pragmatis, serta berbagai tanggapan dari masyarakat
terhadap praktik mandiri (Kristin Bjornsdottir, 2009).
b. perizinan Home Care
Fungsi Hukum dalam Praktik Perawat :
1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan
keperawatan mana yang sesuai dengan hukum.
2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan
profesi lain.Membantu menentukan batas-batas
kewenangan tindakan keperawatan mandiri.
3. Membantu mempertahankan standard praktik
keperawatan dengan meletakkan posisi perawat
memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
Landasan Hukum :
1. UU Kes.No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. PP No. 25 tahun 2000 tentang perimbangan
keuangan pusat dan daerah
3. UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah
4. UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran
5. Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 tentang
regestrasi dan praktik perawat

27
6. Kepmenkes No. 128 tahun 2004 tentang
kebijakan dasar puskesmas
7. Kepmenkes No. 279 tahun 2006 tentang
pedoman penyelenggaraan Perkesmas
8. SK Menpan No. 94/KEP/M. PAN/11/2001
tentang jabatan fungsonal perawat.
9. PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
10. Permenkes No. 920 tahun 1986 tentang pelayan
medik swasta ,Perizinan home care diatur dalam
Kep. Menkes no 148 tahun 210 tentang izin dan
penyelenggaraan parktik perawat.dan permenkes
17/ 2013. Perizinan diatur SSI peraturan yang
ditetapkan pemerintah pusat maupun daerah
(Fatchulloh, 2015).
Perizinan yang menyangkut operasional
pengelolaan pelayanan kesehatan rumah dan
praktik yang dilaksanakan oleh tenaga
profesional dan non profesional diatur sesuai
dengan peraturan yang ditetapkan, baik oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Persyaratan perizinan
1. Berbadan hukum yang ditetapkan di badan
kesehatan akte notaris tentang yayasan di badan
kesehatan.
2. Mengajukan permohonan izin usaha pelayanan
kesehatan rumah kepada Dinas Kesehatan Kota
setempat dengan melampirkan:
1) Rekomendasi dari organisasi profesi
2) Surat keterangan sehat dari dokter yang
mempunyai SIP
3) Surat pernyataan memiliki tempat praktik

28
4) Izin lingkungan
5) Izin usaha
6) Persyaratan tata ruangan bangunan melipti
ruang direktur, ruang manajemen pelayanan,
gudang sarana dan peralatan, sarana
komunikasi, dan sarana transportasi
7) Izin persyaratan tenaga meliputi izin praktik
profesional dan sertifikasi pelayanan kesehatan
rumah.
3. Memiliki SIP, SIK dan SIPP.
4. Perawat dapat melaksankan praktik keperwatan
pada saran pelayanan kesehatan, praktik perorangan
dan/atau berkelompok
5. Perawat yang melaksanakan praktik keperawatan
pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki
SIK
6. Perawat yang praktik perorangan/berkelompok
harus memiliki SIPP
7. Mendapatkan rkomendasi dari PPNI
2.2.6 Kebijakan dalam Home Care
1. Perawat dalam melakukan praktek harus sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan
pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berkewajiban
mematuhi standar praktek
2. Perawat dalam menjalankan praktek harus membantu program
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
3. Perawat dalam menjalankan praktik keperawatan harus senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui
pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, baik
diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisasi profesi.

29
4. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien,
perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar
kewenanga. Pelayanan dalam keadaan darurat ditujukan untuk
penyelamatan jiwa.
5. Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus
mencantumkan SIPP diruang prakteknya. Perawat yang
menjalankan praktek perorangan tidak diperbolehkan memasang
papan praktek.
Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan
keperawatan dalam bentuk kunjungan rumah. Perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan rumah
harus membawa perlengkapan perawatan sesuai kebutuhan
(Galuh Forestry Mentari, 2012).
2.2.7 Faktor – faktor yang mempengaruhi Home Care
1. Kesiapan tenaga dan partisipasi masyarakat
2. Upaya promotif atau preventif
3. SDM perawat
4. Kebutuhan pasien
5. Kependudukan
6. Dana
2.2.8 Jenis pelayanan Home Care
Jenis pelayanan keperawatan di rumah di bagi tiga kategori yaitu :
1. Keperawatan klien yang sakit di rumah merupakan jenis yang
paling banyak dilaksanakan pada pelayanan keperawatan di
rumah sesuai dengan alasan kenapa perlu di rawat di rumah.
Individu yang sakit memerlukan asuhan keperawatan untuk
meningkatkan kesehatannya dan mencegah tingkat keparahan
sehingga tidak perlu di rawat di rumah sakit.
2. Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada
promosi dan prevensi. Pelayanannya mencakup mempersiapkan
seorang ibu bagaimana merawat bayinya setelah melahirkan,

30
pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak, mengajarkan lansia
beradaptasi terhadap proses menua, serta tentag diet mereka.
3. Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan
pada penyakit-penyakit terminal misalnya kanker, penyakit-
penyakit kronis seperti diabetes, stroke, hpertensi, masalah-
masalah kejiwaan dan asuhan paa anak.
2.2.9 Pro dan kontra Home Care di Indonesia
Pada saat pasien dan keluarga memutuskan untuk menggunakan
sistem pelayanan keperawatan dirumah (home care nursing), maka
pasien dan keluarga berharap mendapatkan sesuatu yang tidak
didapatkannya dari pelayanan keperawatan dirumah sakit. Adapun
pasien dan keluarga memutuskan untuk tidak menggunakan sistem
ini, mungkin saja ada pertimbangan-pertimbangan yang menjadikan
home care bukan pilihan yang tepat. Dibawah ini terdapat tentang pro
dan kontra home care, yaitu :
Pro home care berpendapat :
1. Home care memberikan perasaan aman karena berada
dilingkungan yang dikenal oleh pasien dan keluarga, sedangkan
bila di rumah sakit pasien akan merasa asing dan perlu adaptasi.
2. Home care merupakan satu cara dimana perawatan 24 jam dapat
diberikan secara focus pada satu pasien, sedangkan dirumah sakit
perawatan terbagi pada beberapa pasien.
3. Home care memberi keyakinan akan mutu pelayanan
keperawatan bagi pasien, dimana pelayanan keperawatan dapat
diberikan secara komprehensif (biopsikososiospiritual).
4. Home care menjaga privacy pasien dan keluarga, dimana semua
tindakan yang berikan hanya keluarga dan tim kesehatan yang
tahu.
5. Home care memberikan pelayanan keperawatan dengan biaya
relatif lebih rendah daripada biaya pelayanan kesehatan dirumah
sakit.

31
6. Home care memberikan kemudahan kepada keluarga dan care
giver dalam memonitor kebiasaan pasien seperti makan, minum,
dan pola tidur dimana berguna memahami perubahan pola dan
perawatan pasien.
7. Home care memberikan perasaan tenang dalam pikiran, dimana
keluarga dapat sambil melakukan kegiatan lain dengan tidak
meninggalkan pasien.
8. Home care memberikan pelayanan yang lebih efisien
dibandingkan dengan pelayanan dirumah sakit, dimana pasien
dengan komplikasi dapat diberikan pelayanan sekaligus dalam
home care.
9. Pelayanan home care lebih memastikan keberhasilan pendidikan
kesehatan yang diberikan, perawat dapat memberi penguatan atau
perbaikan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan keluarga.
Kontra home care berpendapat :
1. Home care tidak termanaged dengan baik, contohnya jika
menggunakan agency yang belum ada hubungannya dengan tim
kesehatan lain seperti :
a. dokter spesialis.
b. Petugas laboratorium.
c. Petugas ahli gizi.
d. Petugas fisioterafi.
e. Psikolog dan lain-lain.
2. Home care membutuhkan dana yang tidak sedikit jika
dibandingkan dengan menggunakan tenaga kesehatan secara
individu.
3. Pasien home care membutuhkan waktu yang relatif lebih banyak
untuk mencapai unit-unit yang terdapat dirumah sakit, misalnya :
a. Unit diagnostik rontgen
b. Unit diagnostik CT scan.
c. Unit diagnostik MRI.

32
d. Laboratorium dan lain-lain.
4. Pelayanan home care tidak dapat diberikan pada pasien dengan
tingkat ketergantungan total, misalnya: pasien dengan koma
5. Tingkat keterlibatan anggota keluarga rendah dalam kegiatan
perawatan, dimana keluarga merasa bahwa semua kebutuhan
pasien sudah dapat terlayani dengan adanya home care.
6. Pelayanan home care memiliki keterbatasan fasilitas emergency,
misalnya :
a. Fasilitas resusitasi
b. Fasilitas defibrillator
2.2.10 Standar Alat Home Care
1. Alat kesehatan
1) Tas/ kit
2) Pemeriksaan fisik
3) Set perawatan luka
4) Set emergency
5) Set pemasangan selang lambung
6) Set huknah
7) Set memandikan
8) Set pengambilan preparat
9) Set pemeriksaan lab. Sederhana
10) Set infus/ injeksi
11) Sterilisator
12) Pot/ urinal
13) Tiang infus
14) Tempat tidur khusus orang sakit
15) Pengisap lendir
16) Perlengkapan oxigen
17) Kursi roda
18) Tongkat/ tripot
19) Perlak/ alat tenun

33
2. Alat habis pakai
1) Obat emergency
2) Perawatan luka
3) Suntik/ pengambilan darah
4) Set infus
5) NGT dengan berbagai ukuran
6) Huknah
7) Kateter Sarung tangan, masker
3. Sarana lain
1) Alat dan media pendidikan kesehatan
2) Ruangan beserta perlengkapannya
3) Kendaraan
4) Alat komunikasi
5) Dokumentasi
4. Pembiayaan Sarana Dan Prasarana Dan Obat-Obatan

Nama barang Harga Keterangan


Suction pump Rp. 300.000/bln 1 x Pemakaian
Kasur Dekubitus Rp. 200.000/bln 1 x pemakaian
Kursi Roda Strecher Rp. 200.000/bln selama perawatan home care
Oksigen 1 kubik Rp. 100.000/bln 1 x pemakaian
Inhalasi/Nebilizer Rp. 100.000/bln 1 x pemakaian
Ventilator Rp. 500.000/hari selama perawatan home care
Tempat tidur manual 3 posisi Rp. 300.000/hari selama perawatan home care
Harga Alkes Dan Obat
Nama barang Harga Keterangan
NGT no 8 s/d 20 Terumo Rp. 20.000/pcs 1 x pemakaian
Xylocain Jelly 2% 10mg Rp. 50.000/pcs 1x pemakaian
Spuit 50cc TIP Terumo Rp. 30.000/pcs selama perawatan home care
Spuit 5cc Terumo Rp. 2.000/pcs 1 x pemakaian
Spuit 10cc Terumo Rp. 2.500/pcs 1 x pemakaian

34
Spuit 3cc Terumo Rp. 1.500/pcs 1 x pemakaian
Handscoon Sensi Glovers Rp. 40.000/box 1 x pemakaian
WFI 25ml Rp. 3.000 1 x pemakaian
NaCl 0,9% 25ml Rp. 3.000 1 x pemakaian
Handscoon Gamex no 6 s/d 8 Rp. 15.000/pcs 1 x pemakaian
Urine Bag Adult Rp. 10.000 1 x pemakaian
Folley Catheter no 8 s/d 24 Rp. 18.000/pcs 1 x pemakaian
yellow
Folley Catheter Rusch no 8 Rp. 20.000/pcs 1 x pemakaian
s/d 24 Gold
Folley Catheter no 18 Silicon Rp. 22.000/pcs 1 x pemakaian
Coated
Folley Catheter no 14 s/d 24 Rp. 100.000/pcs 1 x pemakaian
Silicon White
Rusch
Wing Neddle no 23 & 25 Rp. 7.000/pcs 1 x pemakaian
Makro Set Rp. 15.000/pcs 1 x pemakaian
Venflon no 18 s/d 24 Rp. 30.000/pcs 1 x pemakaian
Obat Inhalasi (berotec, Rp. 20.000 1 x pemakaian
bisolvon, nacl)
Kassa sterile 10pcs Rp. 1.500 1 x pemakaian

2.2.11 Pendekatan Interdisiplin dalam Pelayanan Home Care


Kerja sama antar disiplin di perlukan dalam pelayanan kesehatan
rumah. Tanpa kerja sama yang efektif tidak akan terjadi pelayana
yang berkesinambungan, sehingga akan terjadi kebingungan dan
salah pengertian pada pasien dan keluarga. Proses kolaborasi di
mulai dari rumah sakit dengan rrencana pulang, perawat di rumah
sakit yang mengidentifikasi akan kebutuhan pasien untuk
pelayanan kesehatan rumah yang merencanakan bersama dengan
dokter untuk membuat program di rumah nanti. Peran dan fungsi

35
profesi antar disiplin bergantung beberapa faktor, faktor tersebut
meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap dengan karakteristik
masing-masing anggota tim harus kompeten sebagai pelaksana
pelayanan kesehatan di bidang mereka.
Pada umumnya tenaga kesehatan yang terlibat pelayanan kesehatan
rumah adalah dokter, Perawat, Apoteker, Ahli fisioterapi, ahli
terapi wicara, ahli gizi, pekerja sosial dan home health aide
(pembantu kesehatan rumah) (Bukit. Evi Karota. 2008)
1. Dokter
Pemberian Home Care harus berada di bawah perawatan
dokter. Dokter harus sudah menyetujui rencana perawatan
sebelum perawatan diberikan kepada pasien. Rencana
perawatan meliputi: diagnosa, status mental, tipe pelayanan
dan peralatan yang dibutuhkan, frekuensi kunjungan,
prognosis, kemungkinan untuk rehabilitasi, pembatasan
fungsional, aktivitas yang diperbolehkan, kebutuhan nutrisi,
pengobatan, dan perawatan. (Bukit. Evi Karota. 2008)
2. Perawat
Bidang keperawatan dalam home care, mencakup fungsi
langsung dan tidak langsung. Direct care yaitu aspek fisik
actual dari perawatan, semua yang membutuhkan kontak
fisik dan interaksi face to face. Aktivitas yang termasuk
dalam direct care mencakup pemeriksaan fisik, perawatan
luka, injeksi, pemasangan dan penggantian kateter, dan
terapi intravena. Direct care juga mencakup tindakan
mengajarkan pada pasien dan keluarga bagaimana
menjalankan suatu prosedur dengan benar. Indirect care
terjadi ketika pasien tidak perlu mengadakan kontak
personal dengan perawat. Tipe perawatan ini terlihat saat
perawat home care berperan sebagai konsultan untuk

36
personil kesehatan yang lain atau bahkan pada penyedia
perawatan di rumah sakit. (Bukit. Evi Karota. 2008)
3. Apoteker
Program Home Health Care atau yang dikenal dengan
Homecare banyak di lakukan oleh apoteker guna
memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien.
Program Homecare adalah suatu bentuk pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker dengan cara memberikan
pelayanan konsultasi, informasi dan edukasi kepada pasien
langsung ke rumah pasien, memonitoring terapi
penggunaan obat sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien dan kepatuhan penggunaan obatnya. (Bukit.
Evi Karota. 2008)
4. Ahli fisioterapi ( Physical therapist )
Menyediakan perawatan pemeliharaan, pencegahan, dan
penyembuhan pada pasien di rumah. Perawatan yang
diberikan meliputi perawatan langsung dan tidak langsung.
Perawatan langsung meliputi: penguatan otot, pemulihan
mobilitas, mengontrol spastisitas, latihan berjalan, dan
mengajarkan latihan gerak pasif dan aktif. Perawatan tidak
langsung meliputi konsultasi dengan petugashome care lain
dan berkontribusi dalam konferensi perawatan pasien.
(Bukit. Evi Karota. 2008)
5. Ahli gizi
Peran ahli gizi dalam home care antara lain: melakukan
pengkajian kebutuhan nutrisi, menetapkan masalah nutrisi,
menyusun rencana pemecahan masalah nutrisi, memberikan
bantuan tehnis tentang kebutuhan nutrisi, membimbing atau
konseling pada pasien .

37
6. Ahli terapi wicara ( Speech pathologist )
Tujuan dari speech theraphy adalah untuk membantu pasien
mengembangkan dan memelihara kemampuan berbicara
dan berbahasa. Speech pathologist juga bertugas memberi
konsultasi kepada keluarga agar dapat berkomunikasi
dengan pasien, serta mengatasi masalah gangguan menelan
dan makan yang dialami pasien.
7. Pekerja social (Social wolker)
Pekerja social membantu pasien dan keluarga untuk
menyesuaikan diri dengan faktor sosial, emosional, dan
lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan mereka.
8. Pembantu kesehatan rumah( Homemaker/home health aide)
Tugas dari home health aide adalah untuk membantu pasien
mencapai level kemandirian dengan cara sementara waktu
memberikan personal hygiene. Tugas tambahan meliputi
pencahayaan rumah dan keterampilan rumah tangga lain .
(Bukit. Evi Karota. 2008)
2.3 Perawatan di Sekolah
2.3.1. Definisi perawatan di sekolah
Perawatan kesehatan sekolah mengaplikasikan praktek
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan unit individu, kelompok
dan masyarakat sekolah. (Soekidjo Notoatmodjo 2005)
Keperawatan sekolah adalah keperawatan yang difokuskan pada
anak ditatanan pendidikan guna memenuhi kebutuhan anak dengan
mengikut sertakan keluarga maupun masyarakat sekolah dalam
perencanaan pelayanan (Logan, BB, 1986)
Keperawatan kesehatan sekolah merupakan salah satu jenis
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk mewujudkan dan
menumbuhkan kemandirian siswa untuk hidup sehat, menciptakan
lingkungan dan suasana sekolah yang sehat. Fokus utama perawat
kesehatan sekolah adalah siswa dan lingkunganya dan sasaran

38
penunjang adalah guru dan kader. Perawatan kesehatan sekolah
mengaplikasikan praktek keperawatan untuk memenuhi kebutuhan
unit individu, kelompok dan masyarakat sekolah. (Soekidjo
Notoatmodjo 2005)
2.3.2. Tujuan perawatan di sekolah
1. Menciptakan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat
2. meningkatkan pengetahuan
3. mengubah sikap dan membentuk perilaku masyarakat sekolah
yang sehat dan mandiri.
4. meningkatkan keteramplan hidup sehat agar mampu
melindungi diri dari pengaruh buruk lingkungan
2.3.3. Fungsi Perawatan di Sekolah
1. Memberikan pelayanan serta meningkatkan kesehatan individu
dan memberikan pendidikan kesehatan kepada semua populasi
yang ada disekolah.
2. Memberikan konstribusi untuk mempertahankan dan
memperbaiki lingkungan fisik dan sosial.
3. Menghubungkan program kesehatan sekolah dengan program
kesehatan masyarakat lainnya. (Notoatmodjo,dkk 2012)
2.3.4. Program perawatan kesehatan di sekolah
1. Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat (healthful school
living) Lingkungan sekolah yang sehat, mencakup 2 aspek,
yakni sosial (non-fisik) dan fisik.
a. Aspek non-fisik ( mental-sosial)
Lingkungan sosial sekolah adalah menyangkut hubungan
antara komponen komunitas sekolah(murid, guru,
pegawai, dan orang tua murid). Lingkungan mental-sosial
yang sehat terjadi apabila hubungan yang harmonis, dan
kondusif di antara komponen pertumbuhan dan
perkembangan anak atau murid dengan baik, termasuk
tumbuhnya perilaku hidup sehat. (Notoatmodjo,dkk 2012)

39
b. Lingkungan fisik terdiri dari
a) Bangunan sekolah dan lingkungan yang terdiri dari :
1) Letak sekolah tidak berdekatan dengan tempat-
tempat umum atau keramaian misalnya pasar,
terminal, mall, dan sebagainya.
2) Besar dan konstruksi gedung sekolah sesuai dengan
jumlah murid yang ditampungnya.
3) Tersedianya halaman sekolah dan kebun sekolah
4) Ventilasi memadai sehingga menjamin adanya
sirkulasi udara disetiap ruang kelas
5) Penerangan atau pencahayaan harus cukup, utamanya
dari sinar cahaya matahari dapat masuk ke setiap
ruang kelas
6) Sistem pembuangan air limbahmaupun air hujan
dijamin tidak menimbulkan genangan (harus
mengalir)
7) Tersedianya tempat pembuangan sampah disetiap
kelas dan teras sekolah
8) Tersedianya kantin atau warung sekoalh, sehingga
kebersihan dan keamanan dapat diawasi
9) Tersedianya air bersih yang memadai dan mudah
didapat
10) Tersedianya tempat pembuangan air besar atau kecil
(jamban sekolah) yang bersih dan sehat
b) Pemeliharaan kebersihan perorangan dan lingkungan
Pemeliharaan kesehatan perorangan dan lingkungan
merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan
lingkungan kehidupan sekolah yang sehat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka pemeliharaan
kebersihan perorangan (personal hygiene), khususnya bagi
murid-murid adalah :

40
1) Kebersihan kulit, kuku, rambut, telinga dan hidung
2) Kebersihan mulut dan gigi
3) Kebersihan dan kerapian pakaian
4) Memakai alas kaki ( sepatu atau sandal )
5) Cuci tangan sebelum memegang makanan dan
sebagainya
c) Keamanan umum sekolah dan lingkungannya

2. Pendidikan kesehatan (Health Education)


Pendidikan kesehatan, khususnya bagi murid utamanya untuk
menannamkan kebiasaan hidup sehat agar dapat bertanggung
jawab terhadap kesehatan diri sendiri serta lingkungan serta ikut
aktif dalam usaha-usaha kesehatan.
3. Pemeliharaan Pelayanan Kesehatan disekolah (Health Service in
School)
Karena sekolah adalah sebuah komunitas, meskipun interaksi
efektif diantara anggota komunitas hanya sekitar 6-8 jam,
namun perlu adanya pemeliharaan kesehatan, khusunya bagi
murid-murid sekolah. Pemeliharaan kesehatan disekolah ini
mencakup :
1. Pemeriksaan kesehatan secara berkala, baik pemeriksaan
umum atau khusus, misalnya: gigi, paru-paru, kulit, gizi, dan
sebagainya
2. Periksaan dan pengawasan kebersihan lingkungan
3. Usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, antara lain dengan imunisasi
4. Usaha perbaikan gizi
5. Usaha kesehatan gizi sekolah
6. Mengenal kelainan
2.3.5. Peran sekolah dalam meningkatkan kesehatan
Pada era globalisasi ini banyak tantangan bagi peserta didik
yang dapat mengancam kesehatan fisik dan jiwanya. Tidak sedikit

41
anak yang menunjukkan perilaku tidak sehat, seperti lebih suka
mengkonsumsi makanan tidak sehat yang tinggi lemak, gula,
garam, rendah serat, meningkatkan risiko hipertensi, diabetes
melitus dan obesitas, dan sebagainya. Apalagi sebelum makan
tidak mencuci tangan terlebih dahulu, sehingga memungkinkan
masukkan bibit penyakit ke dalam tubuh. Selain itu meningkatnya
perokok pemula, usia muda, atau usia peserta didik sekolah
sehingga risikonya akan mengakibatkan penyakit degeneratif.
Perilaku tidak sehat lainnya yang mengkhawatirkan adalah
melakukan pergaulan bebas, sehingga terjerumus ke dalam
penyakit masyarakat seperti penggunaan narkoba atau tindakan
kriminal. Apalagi perilaku tidak sehat ini, disebabkan lingkungan
yang tidak sehat, seperti kurang bersihnya rumah, sekolah, atau
lingkungan masyarakatnya. (Notoatmodjo,dkk 2012)
Tantangan lain tentang perilaku tidak sehat muncul dari diri
peserta didik sendiri. Aktifitas fisik mereka kurang bergerak,
olahraga pun kurang, malas sehingga tidak bergairah baik di rumah
maupun atau di sekolah. Peserta didik pun cenderung lebih
menyukai dan banyak menonton televisi, bermain videogames, dan
play station, sehingga mengakibatkan fisiknya kurang bugar.
Akibatnya mereka rentan mengalami sakit dan beresiko terhadap
berbagai penyakit degeneratif di usia dini. Untuk itu diperlukan
fasilitas dan program pendidikan jasmani atau olah raga memadai
dan terprogram dengan baik, di sekolah dan di lingkungan
masyarakat sekitar. Hal ini sangat mendukung dan memungkinkan
peserta didik untuk bergerak, berkreasi, dan berolah raga dengan
bebas, menyenangkan dan bermanfaat bagi kesehatan dan
kebugaran fisiknya. Kesehatan fisik peserta didik berkorelasi
positif terhadap kematangan emosi sosialnya. Guru atau orang tua
perlu memberikan bekal yang penting bagi peserta didik yaitu
menciptakan kematangan emosi-sosialnya agar dapat berhasil

42
dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan
untuk berhasil secara akademik. Peserta didik pun akan mampu
mengendalikan stress yang dialaminya, karena jika stress tidak
dikendalikan akan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit dan
akan menjadi kendala untuk keberhasilan belajarnya.
(Notoatmodjo,dkk 2012)
Untuk menghadapi berbagai tantangan yang dapat mengancam
kesehatan fisik dan jiwanya tersebut sekolah memilkki peran yang
penting untuk menciptakan dan meningkatkan kesehatan peserta
didik. Upaya yang dilakukan antara lain dengan menciptakan
lingkungan “Sekolah Sehat” (Health Promoting School/HPS)
melalui UKS. Konsep inilah yang oleh Badan Kesehatan Dunia
WHO disebut HPS (Health Promoting Schools) atau Sekolah
Promosi Kesehatan sehingga “a health setting for living, learning
and working” dengan tujuan (goal) “Help School Become Health
Promoting Schools.” Program UKS ini hendaknya dilaksanakan
dengan baik sehingga sekolah menjadi tempat yang dapat
meningkatkan atau mempromosikan derajat kesehatan peserta
didiknya.
Menurut WHO (Depkes, 2008) ada enam ciri utama sekolah
yang dapat mempromosikan atau meningkatkan kesehatan, yaitu:
1. Berusaha keras untuk menciptakan lingkungan yang sehat
dan aman, meliputi sanitasi dan air yang cukup, bebas dari
segala macam bentuk kekerasan, bebas dari pengaruh
negatif dan penyalahgunaan zat-zat berbahaya, suasana
yang mempedulikan pola asuh, rasa hormat dan percaya.
Diciptakannya pekarangan sekolah yang aman, adanya
dukungan masyarakat sepenuhnya.
2. Memberikan pendidikan kesehatan dengan
mengembangkan kurikulum yang mampu meningkatkan
sikap dan perilaku peserta didik yang positif terhadap

43
kesehatan, serta dapat mengembangkan berbagai
keterampailan hidup yang mendukung kesehatan fisik,
mental dan sosial. Selain itu, memperhatikan pentingnya
pendidikan dan pelatihan untuk guru maupun orang tua.
3. Memberikan akses (kesempatan) untuk dilaksanakannya
pelayanan kesehatan di sekolah, yaitu penyaringan,
diagnose dini, pemantauan dan perkembangan, imunisasi,
serta pengobatan sederhana. Selain itu, mengadakan kerja
sama dengan puskesmas setempat, dan mengadakan
program-program makanan begizi dengan memperhatikan
‘keamanan’ makanan.
4. Menerapkan kebijakan-kebijakan dan upaya-upaya di
sekolah untuk mempromosikan atau meningkatkan
kesehatan, yaitu kebijakan yang didukung oleh seluruh staf
sekolah termasuk mewujudkan proses pembelajaran yang
dapat menciptakan lingkungan psikososial yang sehat bagi
seluruh masyarakat sekolah. Kebijakan berikutnya
memberikan pelayanan yang ada untuk seluruh peserta
didik. Terakhir. kebijakan-kebijakan dalam penggunaan
rokok, penyalahgunaan narkotika termasuk alkohol serta
pencegahan segala bentuk kekerasan/pelecehan.
5. Bekerja keras untuk ikut atau berperan serta meningkatkan
kesehatan masyarakat, dengan cara memperhatikan
masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Cara lainnya
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kesehatan
masyarakat.
Upaya mengembangkan “Sekolah Sehat” (Health Promoting
School/HPS) melalui program UKS perlu disosialisasikan dan
dilakukan dengan baik. melalui pelayanan kesehatan (yankes)
yang didukung secara mantap dan memadai oleh sektor terkait
lainnya, seperti partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan media

44
massa. Sekolah sebagai tempat berlangsungnya proses
pembelajaran harus menjadi HPS, yaitu sekolah yang dapat
meningkatkan derajat kesehatan warga sekolahnya. Upaya ini
dilakukan karena sekolah memiliki lingkungan kehidupan yang
mencerminkan hidup sehat. Selain itu, mengupayakan pelayanan
kesehatan yang optimal, sehingga terjamin berlangsungnya proses
pembelajaran dengan baik dan terciptanya kondisi yang
mendukung tercapainya kemampuan peserta didik untuk
beperilaku hidup sehat. Semua upaya ini akan tercapai bila
sekolah dan lingkungan dibina dan dikembangkan. Pembinaan
lingkungan sekolah sehat dilakukan melalui pemeliharaan sarana
fisik dan lingkungan sekolah, melakukan pengadaan sarana
sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan yang bersih dan
sehat, melakukan kerja sama dengan masyarakat sekitar sekolah
yang mengandung lingkungan besih dan sehat, dan melakukan
penataan halaman, pekarangan, apotik hidup dan pasar sekolah
yang aman. (Notoatmodjo,dkk 2012)
Upaya lain yang dilakukan dalam pembinaan lingkungan
sekolah sehat dan promosi gaya hidup sehat melalui pendekatan
life skills education atau pendidikan kecakapan hidup. Setiap
individu akan mengalami kehidupan yang sehat fisik dan
mentalnya apabila dapat menuntaskan tugas-tugas perkembangan
sesuai dengan usianya. Implikasi tugas perkembangan ini
terhadap pendidikan adalah bahwa dalam penyelenggaraan
pendidikan perlu disusun struktur kurikulum yang muatannya
dapat memfasilitasi perkembangan kesehatan sebagai suatu
kecakapan hidup (life skills). Kecakapan hidup adalah kecakapan
yang diperlukan untuk hidup. yang meliputi pengetahuan, mental,
fisik, sosial, dan lingkungan untuk mengembangkan dirinya
secara menyeluruh untuk bertahan hidup dalam berbagai keadaan
dengan berhasil, produktif, bahagia, dan bermartabat. WHO atau

45
World Health Organization) mendefinisikan kecakapan hidup
sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi
dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu
menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan
secara lebih efektif. Selain itu, dapat membantu seseorang
menarik keputusan yang tepat, berkomunikasi secara efektif, dan
membangun keterampilan mengelola diri sendiri yang dapat
membantu mereka mencapai hidup yang sehat dan produktif.
Sedangkan UNICEF memberikan definisi tentang kecakapan
hidup yang merujuk pada kecakapan psiko-sosial dan
interpersonal yang dapat membantu orang untuk mengambil
keputusan yang tepat, berkomunikasi secara effektif,
memecahkan masalah, mengatur diri sendiri, dan
mengembangkan sikap hidup sehat dan produktif.
Pendidikan kecakapan hidup didasarkan atas konsep bahwa
peserta didik perlu learning to be (belajar untuk menjadi),
learning to learn (belajar untuk belajar) atau learning to know
(belajar untuk mengetahui), learning to live with others (belajar
untuk hidup bersama), dan learning to do (belajar untuk
melakukan). Berdasarkan konsep ini, kecakapan hidup terbagi
atas empat kategori yaitu kecakapan hidup personal learning to
be), kecakapan hidup social (learning live with others), kecakapan
hidup akademik (learning to learn/ learning to know), dan
kecakapan hidup vokasional (learning to do).
Kecakapan personal (personal skill), meliputi kecakapan dalam
memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berfikir
(thinking skill). Bagi peserta didik mempraktekkan kecakapan
personal penting untuk membangun rasa percaya diri,
mengembangkan akhlak yang mulia, mengembangkan potensi,
dan menanamkan kasih sayang dan rasa hormat kepada orang
lain. Kecakapan sosial (social skill), meliputi kecakapan

46
berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerja
sama (collaboration skill). Mempraktekkan kecakapan sosial
penting untuk membantu peserta didik mengembangkan
hubungan yang positif, secara konstruktif mengelola emosi dan
meningkatkan partisipasi dalam kegiatan yang menguntungkan
masyarakat. Kecakapan akademik (academic skill) atau
kecakapan intelektual. Mempraktekkan kecakapan akademik
penting untuk membantu peserta didik memperoleh kecakapan
ilmiah, teknologi dan analitis yang diperlukan untuk mencapai
keberhasilan dalam lembaga pendidikan formal dan tempat kerja.
Kecakapan vokasional (vocational skill) atau kemampuan
kejuruan terbagi atas kecakapan vokasional dasar (basic
vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational
skill). Mempraktekkan kecakapan vokasional penting untuk
membekali peserta didik dengan kecakapan teknis dan sikap yang
dituntut oleh perusahaan atau lembaga yang menyediakan
lapangan kerja. (Notoatmodjo,dkk 2012)
Keempat jenis kecakapan hidup itu menghasilkan individu
yang memiliki kesehatan jasmani dan rokhani, lahir atau bathin
yang diperlukan untuk bertahan dalam lingkungan apa pun.
Peserta didik memiliki kemampuan untuk memanfaatan semua
sumber daya secara optimal, sehingga akan meningkatkan
kualitas pendidikan dan kualitas hidupnya. Kecakapan hidup yang
diperoleh oleh peserta didik melalui proses belajar bukan terjadi
begitu saja, dapat dipraktekkan oleh peserta didik dalam
kehidupan sehari-harinya dengan diberi contohnya oleh guru,
orang tua dan anggota masyakarat. Kecakapan hidup membantu
peserta didik secara positif dan adaptif mengatasi situasi dan
tuntutan hidup sehari-hari. Untuk itu sekolah mengembangan
kecakapan hidup peserta didik antara lain menciptakan
lingkungan sekolah yang sehat, bekerja sama dengan masyarakat

47
menyediakan berbagai keperluan sekolah menciptakan dan
meningkatkan kesehatan peserta didiknya, baik fisik maupun non
fisik.
2.3.6. Penerapan konsep dasar perawatan di sekolah
1. Mencuci Tangan dengan Air Mengalir dan Sabun
Mencuci tangan merupakan langkah yang cukup penting untuk
mencegah penyebaran penyakit. Tangan merupakan salah satu
jalur penularan berbagai penyakit menular seperti penyakit
gangguan usus dan pencernaan (diare, muntah) dan berbagai
penyakit lainnya yang dapat berpotensi membawa kepada arah
kematian. (Notoatmodjo,dkk 2012)

Gambar 6 langkah cuci tangan


Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan,
namun hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan
dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun.
Menggunakan sabun dalam mencuci tangan sebenarnya
menyebabkan seseorang harus mengalokasikan waktunya lebih
banyak saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun
menjadi efektif karena lemak dan kotoran yang menempel
akan terlepas saat tangan digosok dan bergesek dalam upaya

48
melepasnya. Didalam lemak dan kotoran yang menempel
inilah kuman penyakit hidup. Efek lainnya adalah tangan
menjadi harum setelah dicuci dengan menggunakan sabun dan
dalam beberapa kasus, tangan yang menjadi wangilah yang
membuat mencuci tangan dengan sabun menjadi menarik
untuk dilakukan (Depkes RI, 2006).
Pengertian akan pentingnya kebiasaan mencuci tangan oleh
siapapunmenjadi hal dasar yang dibutuhkan untuk mengatasi
kuman. Bukan hanya sekedar mencuci tangan saja melainkan
juga menggunakan sabun dan dilakukan di bawah air yang
mengalir karena sabun bisa mengurangi atau melemahkan
kuman yang ada di tangan. Mencuci tangan dengan air
mengalir dan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan
sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan
mata rantai kuman. PBB telah mencanangkan tanggal 15
Oktober sebagai Hari Mencuci Tangan dengan Sabun Sedunia.
Ada 20 negara di dunia yang akan berpartisipasi aktif dalam
hal ini, salah satu diantaranya adalah Indonesia. Cuci tangan
pakai sabun penting dilakukan, khususnya:
1) Sebelum menyiapkan makanan dan sebelum makan
2) Sebelum menyuapi anak
3) Sesudah buang air besar dan kecil
4) Setelah menceboki bayi
5) Setelah bersin, batuk, membuang ingus, setelah pulang
dari bepergian
6) Sehabis bermain/memberi makan/memegang hewan
peliharaan.
2. Mengkonsumsi Jajanan Sehat di Kantin Sekolah
Jajan bagi anak merupakan hal yang paling sering dilakukan dan
hal ini dapat membahayakan apabila jajanan yang mereka

49
konsumsi tidak sehat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dianita (2011)di Depok dimana telah ditemukan
Salmonella paratyphi A di 25% - 50% sampel minuman yang
dijual di kaki lima. Bakteri ini mungkin berasal dari es batu yang
tidak dimasak terlebih dahulu. Selain cemaran mikrobiologis,
cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan
kaki lima adalah penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
ilegal seperti borax (pengempal yang mengandung logam berat
Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat),
rhodamin B (pewarna merah pada tekstil) dan methanol yellow
(pewarna kuning pada tekstil) (Judarwanto, 2008).

Gambar kantin sekolah


Makanan jajanan dapat menyumbang asupan energi bagi anak
sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%. Oleh karena
itu, makanan jajanan memiliki peranan penting pada pertumbuhan
dan prestasi belajar anak sekolah. Jadi, untuk mengurangi paparan
anak sekolah terhadap makanan jajanan yang tidak sehat dan tidak
aman, perlu dilakukan usaha promosi keamanan pangan baik
kepada pihak sekolah, guru, orang tua, murid, serta pedagang
(Judarwanto, 2008).
Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼
waktunya di sekolah, demikian halnya berpengaruh pada pola
makan anak. Sebagai orang tua mungkin perlu kita sadari bahwa
makanan dari luar rumah (di sekolah) memberikan konstribusi

50
terhadap pemenuhan kebutuhan energi sebesar 3l,l% dan protein
sebesar 27,4%. Hasil survei juga menunjukkan bahwa sejumlah
78% anak sekolah jajan di lingkungan sekolah, baik di kantin
maupun dari penjaja sekitar sekolah (Badan POM, 2008).
Karena itu dapat difahami peran penting makanan jajanan pada
pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah. Makanan jajanan
yang tidak sehat dan tidak bermutu mengakibatkan timbulnya
risiko bagi kesehatan dan memiliki dampak negatif jangka panjang
terhadap pembentukan generasi bangsa. Sungguh ironis, jika kita
menganggap makanan jajanan anak sekolah hanya sebagai masalah
kecil karena dampaknya yang begitu besar terhadap kelangsungan
bangsa di masa depan. Peningkatan perhatian kesehatan anak usia
sekolah melalui makanan jajanan yang sehat ini diharapkan dapat
menciptakan peserta didik yang sehat, cerdas dan berprestasi yang
merupakan aset bangsa di masa mendatang.
3. Menggunakan Jamban yang Bersih dan Sehat
Tindakan yang paling penting dan dapat dilakukan oleh sekolah
untuk mencegah penyebarluasan penyakit menular seperti diare
adalah membuang kotoran manusia secara aman yaitu dengan
menggunakan jamban. Letak jamban sebaiknya tidak terlalu dekat
dengan ruangan kelas. Jamban antara siswa laki-laki dan siswa
perempuan harus dipisahkan agar kebersihan jamban dapat terjaga
dan jamban dilakukan pemeriksaan kebersihan setiap hari. Jamban
merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki setiap
masayarakat. Pentingnya buang air kecil dan besar di jamban yang
bersih adalah untuk menghindari dari berbagai jenis penyakit yang
timbul karena sanitasi yang buruk (Depkes RI, 2010).

51
Gambar jamban sehat
Syarat jamban sehat meliputi :
1) Tidak mencemari sumber air bersih, untuk ini letak lubang
penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10 m dari
sumber air minum. Tetapi jika keadaan tanahnya berkapur
atau tanah liat yang retak-retak pada musim kemarau,
demikian juga bila letak jamban disebelah atas dari sumber air
minum pada tanah yang miring, maka jarak tersebut
hendaknya lebih dari 15m.
2) Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga dan
tikus, untuk ini tinja harus tertutup rapat, misalnya dengan
menggunakan leher angsa/penutup yang rapat.
3) Mudah dibersihkan, aman digunakan, untuk ini maka harus
dibuat dari bahan-bahan yang kuat dan tahan lama dan agar
lebih irit hendaknya dibuat dari bahan-bahan yang ada di
daerah setempat.
4) Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan
berwarna terang.
5) Cukup penerangan.
6) Lantai kedap air.
7) Luas ruangan cukup, atap tidak terlalu rendah.
8) Ventilasi cukup baik.
9) Tersedia air dan alat pembersih.
(Depkes RI, 2010).
4. Olahraga Yang Teratur dan Terukur

52
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana
untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan
kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Olahraga adalah
suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang
melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani (Depkes RI, 2002).
Kebugaran jasmani sangat penting dalam menunjang aktivitas
kehidupan sehari-hari, akan tetapi nilai kebugaran jasmani setiap
orang berbeda-beda sesuai dengan tugas dan profesi masing-masing.
Kebugaran jasmani terdiri dari komponen - komponen yang
dikelompokkan menjadi kelompok yang berhubungan dengan
kesehatan (Health Related Physical Fitness) dan kelompok yang
berhubungan dengan keterampilan (Skill Related Physical Fitness)
(Depkes RI, 2002). Manfaat olahraga :
1) Meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru dan pembuluh darah
yang ditandai dengan :
a. Denyut nadi istirahat menurun.
b. Isi sekuncup bertambah.
c. Kapasitas bertambah.
d. Penumpukan asam laktat berkurang.
e. Meningkatkan pembuluh darah kolateral.Meningkatkan HDL
Kolesterol.
f. Mengurangi aterosklerosis.
2) Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang yang ditandai
pada:
a. Pada anak : mengoptimalkan pertumbuhan.
b. Pada orang dewasa : memperkuat masa tulang, menurunkan
nyeri sendi kronis pada pinggang, punggung dan lutut.
3) Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) pada tubuh sehingga
dapat mengurangi cedera.

53
4) Meningkatkan metabolisme tubuh untuk mencegah kegemukan
dan mempertahankan berat badan ideal.
5) Mengurangi resiko terjadinya berbagai penyakit seperti :
a. Tekanan darah tinggi : mengurangi tekanan sistolik dan
diastolik.
b. Penyakit jantung koroner : menambah HDL-kolesterol dan
mengurangi lemak tubuh.
c. Kencing manis : menambah sensitifitas insulin.
d. Infeksi : meningkatkan sistem imunitas.
6) Meningkatkan sistem hormonal melalui peningkatan sensitivitas
hormon terhadap jaringan tubuh.
7) Meningkatkan aktivitas sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit
melalui peningkatan pengaturan kekebalan tubuh.
(Depkes RI, 2002).
5. Tidak Merokok
Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen dan
setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan.
Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin dan karbon monoksida.
Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), bahwa
pada tahun 2004 sekitar 3% anak-anak mulai merokok sejak kurang
dari usia 10 tahun. Presentase merokok tertinggi sebesar 64% berada
pada kelompok usia remaja (15-19 tahun). Hal ini berarti bahaya
rokok pada masyarakat yang rentan yakni anak - anak dan akan
berdampak pada masa remaja. Oleh karena itu kebiasaan merokok
harus dihindarkan sejak dini mulai dari tingkat sekolah dasar
(Depkes RI, 2010).
6. Menimbang Berat Badan dan Mengukur Tinggi Badan
Mengukur berat dan tinggi badan merupakan salah satu upaya untuk
mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan
diketahuinya tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak dapat
memberikan masukan untuk peningkatan konsumsi makanan yang

54
bergizi bagi pertumbuhan anak. Sedangkan untuk mengetahui
pertumbuhan seorang anak normal atau tidak bisa diketahui melalui
cara membandingkan ukuran tubuh anak yang bersangkutan dengan
ukuran tubuh anak seusia pada umumnya. Apabila anak memiliki
ukuran tubuh melebihi ukuran rata-rata anak yang seusia pada
umumnya, maka pertumbuhannya bisa dikatakan maju. Sebaliknya
bila ukurannya lebih kecil berarti pertumbuhannya lambat.
Pertumbuhan dikatakan normal apabila ukuran tubuhnya sama
dengan ukuran rata-rata anak-anak lain seusiannya (Depkes RI,
2010).
Pencatatan hasil penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan siswa di Kartu Menuju Sehat Anak Sekolah (KMS-AS) secara
teratur setiap 6 bulan yang akan memperlihatkan pertumbuhan dan
perkembangan siswa (kekurangan gizi, kegemukan atau gizi baik)
dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan siswa.
Anak dengan status gizi baik akan tumbuh dan berkembang secara
optimal sesuai usia. Tanda-tanda siswa dengan gizi kurang :
1) Siswa tampak kurus.
2) Tidak segar, tidak ceria.
3) Tidak bergairah/ malas melakukan aktivitas
4) Cenderung sering sakit.
Tanda-tanda siswa dengan gizi lebih :
1) Siswa tampak gemuk.
2) Bentuk tubuh terlihat tidak seimbang.
3) Tidak dapat bergerak bebas.
4) Nafas mudah tersengal-sengal jika melakukan kegiatan.
5) Mudah lelah.
6) Malas melakukan kegiatan.
Tanda-tanda siswa dengan gizi baik :
1) Tumbuh normal.
2) Segar, kuat, giat dan ceria.

55
3) Mata bersih dan bersinar.
4) Nafsu makan baik.
(Asim, 1992).
7. Membuang Sampah pada Tempatnya
Sampah adalah termasuk yang mempengaruhi kelestarian lingkungan
hidup, karena sampah mempengaruhi lingkungan alam dan
lingkungan sosial, apabila ada kesalahan dalam pembuangan sampah
maka akan berakibat fatal bagi lingkungan hidup di masa sekarang
dan di masa yang akan datang. Seperti membuang sampah ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA), yang tanpa ada pengolahan lebih lanjut,
yang pada akhirnya mengakibatkan penumpukan. Ketika sampah
menumpuk akan mengakibatkan bencana yang membuat kerusakan
lingkungan, contohnya seperti mengakibatkan banjir, longsor dan
bencana lainnya. Membuang sampah pada tempatnya merupakan cara
sederhana yang sangat besar manfaatnya untuk menjaga kebersihan
lingkungan namun sangat susah untuk diterapkan. Hasil peneltian ini
sesuai dengan pernyataan oleh Andang Binawanyang menyebutkan
bahwa kebiasaan membuang sampah sembarangan dilakukan hamper
di semua kalangan masyarakat, tidak hanya warga miskin, bahkan
mereka yang berpendidikan tinggi pun melakukannya (Kartiadi,
2009).

Gambar 6. Tempat sampah


8. Memberantas Jentik Nyamuk
1) Alasan Memberantas Jentik Nyamuk di Sekolah

56
Agar sekolah bebas dari jentik nyamuk, peserta didik dan
masyarakat lingkungan sekolah harus memberantas jentik nyamuk
di sekolah. Selain itu, alasan kedua untuk memberantas jentik
nyamuk di sekolah adalah agar peserta didik dan masyarakat
lingkungan sekolah terhindar dari berbagai penyakit yang
ditularkan melalui nyamuk.
2) Pengertian Memberantas Jentik Nyamuk
Memberantas jentik nyamuk di sekolah adalah kegiatan
memeriksa tempat - tempat penampungan air bersih yang ada di
sekolah (bak mandi,kolam, dll), apakah bebas dari jentik nyamuk
atau tidak.
3) Kegiatan memberantas jentik nyamuk
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3 M plus
(Menguras, Menutup, Mengubur, plus Menghindari gigitan
nyamuk). PSN merupakan kegiatan memberantas telur, jentik dan
kepompong nyamuk menular sebagai penyakit seperti Demam
Berdarah, Demam Dengue, Chikungunya, Malaria, Filariasis
(Kaki Gajah) di tempat-tempat perkembangbiakannya.
3M Plus adalah tiga cara plus yang dilakukan pada saat PSN
seperti :
a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penempungan air
seperti bak mandi, kolam, tatakan pot kembang, dll.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti lubang
bak kontrol, lubang pohon, lekukan-lekukan yang dapat
menampuang air hujan.
c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang
dapat menampung air seperti ban bekas, kaleng bekas, plastik-
plastik yang dibuang sembarangan ( bekas botol/gelas air
mineral,plastik , dll ).
Plus Menghindari gigitan nyamuk seperti :

57
1) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk,
misalnya memakai obat nyamuk oles / diusap ke kulit,
dll.
2) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang
memadai.
3) Memperbaiki saluran dan talang air yang rusak.
4) Menaburkan larvasida (bubuk pembunuh jentik)
ditempat-tempat yang sulit dikuras misalnya di talang air
atau di daerah sulit air.
5) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak
penampung air, misalnya ikan cupang, ikan nila,dll.
6) Menanam tumbuhan pengusir nyamuk misalnya,
zodia,lavender, rosemary, dll.
(Depkes RI, 2010).

58
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang dirancang
untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat
sendiri, maupun dalam disekolah dan lingkungannya.
Perawatan di rumah merupakan bagian dari asuhan keperawatan
keluarga sebagai tindak lanjut dari tindakan unit rawat jalan atau
puskesmas.,Pelayanan kesehatan berbasis di rumah merupakan suatu
komponen rentang keperawatan kesehatan yang berkesinanambungan dan
komperhensif diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal
mereka.
perawatan kesehatan sekolah merupakan salah satu jenis pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk mewujudkan dan menumbuhkan
kemandirian siswa untuk hidup sehat, menciptakan lingkungan dan
suasana sekolah yang sehat.
3.2. Saran
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah promosi kesehatan. Makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis berharap bagi yang membaca makalah ini bisa
memberikan masukan.

59
DAFTAR PUSTAKA

Kholid, Ahmad, 2012. Promosi Kesehatan dengan pendekatan teori prilaku,

media, dan aplikasinya. Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT).

Jakarata : Rajawali Pers. Bukit Evi Karota (2008) Rumah. (HomePerawatan

Health Ke Universitas

Sumatra Utara. Medan.

Notoatmodjo, S.; Hassan, A.; Hadi, E. N.; Krianto, T., 2012, Promosi Kesehatan \

Di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI.,2008,Pusat Promosi Kesehatan, Panduan Pelatihan

Komunikasi Perubahan Perilaku,Untuk KIBBLA, Jakarta

Hidayat, Lukman. 2009. Home Care dan "sedikit konsep untuk anda"

Bukit. Evi Karota. (2008) Rumah. (HomePerawatan Health Ke Universitas

Sumatra Utara. Medan.

Anik, M. (2013). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta: Trans
Info Media
Wijayanti, E. S. (2008). Mengenal Makanan Sehat. Yogyakarta: Niaga Swadaya.

60
61
62

Anda mungkin juga menyukai