Anda di halaman 1dari 11

TEORITIK TENTANG BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM

PENGAJUAN MASALAH MATEMATIS

Anwar dan Sofiyan1)


1Universitas Samudra

e-mail: anwarmath@unsam.ac.id

Abstrak
Salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir reflektif. Kemampuan
berpikir sangat dibutuhkan dalam pembelajaran matematika, agar siswa mampu
memahami konsep-konsep matematika yang mereka pelajari serta mampu menggunakan
konsep-konsep tersebut dengan tepat, salah satunya adalah ketika siswa harus mencari solusi
dari berbagai permasalahan matematika. Selain itu, salah satu potensi lain yang dimiliki
siswa perlu dikaji dan dikembangkan adalah kemampuan pengajuan masalah, karena
kemampuan pengajuan masalah tidak hanya melatih penalaran siswa tetapi juga
berpengaruh positif terhadap kemampuan siswa dalam mengajukan dan memecahkan
masalah matematis.

Kata Kunci: berpikir reflektif, masalah matematis, pengajuan masalah

Abstract
One of the higher order thinking skills is reflective thinking. The ability to think was needed in the
learning of mathematics, so that students are able to understand the mathematical concepts of them
learn and be able to use these concepts correctly, one of which is when students have to find solutions
from various problems of mathematics. In addition, one of the other potentials that students have to
study and develop is the ability of problem prossing, because the ability of problem possing not only
train students reasoning, but also positively affect the students ability in propossing and solving of
mathematical problems.

Keywords: reflective thinking, mathematical problem, problem possing

PENDAHULUAN yang terbuka, juga membutuhkan upaya


Isu aktual dalam pembelajaran yang sungguh- sungguh dalam
matematika saat ini adalah bagaimana melakukannya (Resnick, 1987; Arends,
mengambangkan kemampuan berpikir 2004).
tingkat tinggi (high order thinking skills Kemampuan berpikir dibutuhkan
HOTS), serta menjadikannya sebagai dalam pembelajaran matematika, siswa
tujuan penting yang harus dicapai harus berpikir agar mampu memahami
dalam pembelajaran matematika. konsep-konsep matematika yang mereka
Kemampuan berpikir matematik tingkat pelajari serta mampu menggunakan
tinggi bersifat non-algoritmik, kompleks, konsep-konsep tersebut dengan tepat, salah
melibatkan kemandirian dalam satunya adalah ketika siswa harus mencari
berpikir, seringkali melibatkan suatu solusi dari berbagai permasalahan
ketidak-pastian sehingga matematika.
membutuhkan per-timbangan dan Proses berpikir juga merupakan
interpretasi, melibatkan kriteria yang suatu kegiatan mental untuk membangun
beragam dan terkadang memicu dan memperoleh pengetahuan. Dalam
timbulnya konflik, menghasil-kan solusi suatu proses pembelajaran, kemampuan

Jurnal Numeracy Vol. 5, No1, April 2018|91


berpikir peserta didik dapat Menurut Bruning, et al (dalam
dikembangkan dengan memperkaya Jiuan, 2007) menyatakan bahwa
pengalaman yang bermakna melalui kemampuan berpikir reflektif meliputi:
persoalan pemecahan masalah. Pernyataan menafsirkan masalah, membuat
tersebut sejalan dengan apa yang kesimpulan, menilai, menganalisis, kreatif
dikemukakan oleh Tyler (Mayadiana, dan aktivitas metakognitifnya. Eby dan
2005) mengenai pengalaman atau Kujawa (dalam Nindiasari, 2007) merinci
pembelajaran yang memberikan berpikir reflektif yang meliputi kegiatan:
kesempatan kepada peserta didik untuk mengamati, melakukan refleksi,
memperoleh keterampilan-keterampilan mengumpulkan data, mempertimbangkan
dalam pemecahan masalah, sehingga prinsip-prinsip moral, membuat perkiraan,
kemampuan berpikirnya dapat mempertimbangkan strategi dan tindakan.
dikembangkan. Betapa pentingnya Pakar lainnya, Zehavi dan Mann. (2006)
pengalaman ini agar peserta didik merinci kemampuan berpikir reflektif
mempunyai struktur konsep yang dapat meliputi kegiatan: menganalisis
berguna dalam menganalisis serta penyelesaian masalah, menyeleksi teknik,
mengevaluasi suatu permasalahan. memonitor proses solusi, insight, dan
Tiga istilah berpikir metematik pembentukan konsep.
yaitu berpikir reflektif matematik, King berpendapat bahwa “Higher
berpikir kritis matematik dan berpikir oreder thinking skill include critical, logical,
metakognitif matematik memiliki reflective thinking, metacognitive and creative
keterkaitan yang erat dan memuat thinking”, salah satu kemampuan berpikir
beberapa karakteristik yang serupa. tingkat tinggi adalah berpikir reflektif.
Pernyataan tersebut terlukis dalam Sehubungan dengan kegiatan berpikir
beberapa pendapat pakar antara lain matematik tingkat tinggi, Schoenfeld
sebagai berikut :a) Berpikir kritis sebagai (Henningsen dan Stein, 1997) membaginya
berpikir reflektif yang beralasan dan menjadi beberapa hal yang meliputi:
difokuskan pada penetapan apa yang mencari dan mengeksplorasi pola,
dipercayai atau yang dilakukan (Ennis memahami struktur dan hubungan-
dalam Baron, dan Sternberg, Eds., 1987); b) hubungan matematik, menggunakan data,
Berpikir reflektif kadang-kadang diartikan merumuskan dan memecahkan masalah,
sebagai berpikir kritis (Bruning, et al bernalar analogis,
dalam Jiuan, 2007); c) Berpikir kritis mengestimasi/memprediksi, menyusun
matematik memuat kemampuan penalaran alasan yang rasional, menggeneralisasi,
matematik, dan strategi kognitif yang mengkomunikasikan ide-ide matematik,
sebelumnya dan digunakan untuk serta bagaimana memeriksa kebenaran
menggeneralisasikan, membuktikan, suatu jawaban.
mengases situasi matematik secara Selain kemampuan berpikir, salah
reflektif (Glaser, 2000). Pendapat di atas satu potensi lain yang dimiliki siswa
menunjukkan bahwa berpikir kritis ataupun yang perlu dikaji dan
memiliki cakupan yang lebih luas dari dikembangkan adalah kemampuan
berpikir reflektif atau berpikir kritis pengajuan masalah, karena kemampuan
memuat berpikir reflektif namun tidak pengajuan masalah tidak hanya melatih
sebaliknya (Nindiasari, 2014). penalaran siswa tetapi juga berpengaruh

Jurnal Numeracy Vol. 5, No1, April 2018|92


positif terhadap kemampuan siswa Menurut Reason, (Sanjaya;2008
dalam memecahkan masalah. Hal ini dalam Sumarmo, 2015) mengemukakan
ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa berpikir adalah proses mental
Hirashima, dkk (dalam Woolf, 2008) sesorang yang lebih dari sekedar
bahwa pembelajaran dengan mengingat dan memahami. Mengingat
menggunakan pendekatan pengajuan pada dasarnya hanya melibatkan usaha
masalah menimbulkan dampak positif penyimpanan sesuatu yang telah dialami
terhadap kemampuan pemecahan yang suatu saat dikeluarkan kembali,
masalah. sedangkan memahami memerlukan
Kilpatrick (1987 dalam Sumarmo, pemerolehan sesuatu yang didenger dan
2015) menyatakan bahwa problem possing dibaca serta melihat keterkaitan antar
merupakan konten yang esensial dalam aspek dalam memori. Dengan kata lain,
matematika dan hakikat berpikir melalui berpikir seseorang dapat bertindak
matematik, serta merupakan bagian melebihi dari informasi yang diterimanya.
penting dari mathematical problem possing Menurut Krulik (2003) menyatakan
(MPS). Seseorang tidak dapat bahwa berpikir dapat dibagi menjadi
menyelesaikan masalah jika masalah empat kategori, seperti ditunjukkan pada
tersebut tidak dirumuskan atau diajukan gambar berikut ini:
dengan baik oleh penyusun masalah.
Pentingnya pengajuan masalah atau
pengajuan pertanyaan dalam pemecahan Higher
Reasoning
masalah matematika antara lain terlukis
dalam saran polya (1994 dalam sumarmo,
2005) untuk membantu siswa dalam
mengatasi kesulitan mereka ketika
menyelesaikan masalah yaitu: a) berikan
Gambar 1. Berpikir Tingkat
pertanyaan yang mengarahkan siswa Tinggi
untuk menyelesaikan masalah, b) bantu
siswa menggali pengetahuannya dan King (1994) dalam berpendapat
penyususunan pertanyaan pada dirinya bahwa “Hingher order thingking skill include
sendiri sesuian dengan kebutuhan critical, logical, reflective thinking,
masalah, c) berikan isyarat yang metacognitive, and creative thinking”. Yang
bermakna untuk menyelesaikan masalah termasuk dalam kemampuan berpikir
dan bukan langkah-langkan tingkat tinggi adalah kritis, logis, berpikir
menyelesaikan masalah, d) bantu siswa reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif.
mengatasi kesulitannya sendiri. Salah satu keterampilan berpikir tingkat
Berdasarkan uraian diatas, maka tinggi adalah berpikir reflektif. Lauren
penulis ingin mengkaji teoritik tentang Resnick mendefinisikan berfikir tingkat
berpikir reflektif siswa dalam mengajukan tinggi sebagai berikut:
masalah matematis. 1) Berpikir tingkat tinggi bersifat non-
algoritmik. Artinya, urutan tindakan
PEMBAHASAN itu tidak dapat sepenuhnya
Berpikir Reflektif ditetapkan terlebih dahulu.

Jurnal Numeracy Vol. 5, No1, April 2018|93


2) Berpikir tingkat tinggi cenderung problem to be solved artinya berpikir reflektif
kompleks. Urutan atau langkah- ditandai dengan kesulitan yang dialami
langkah keseluruhan itu tidak dapat seseorang sehingga ia melakukan terus
“dilihat” hanya dari satu sisi menerus perubahan perilaku.
pandangan tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli
3) Berpikir tingkat tinggi sering diatas, maka penulis menyimpulkan
menghasilkan multisolusi, setiap bahwa berpikir reflektif merupakan
solusi memiliki kekurangan dan berpikir tingkat tinggi yang mengharuskan
kelebihan. individu aktif, dan hati-hati dalam
4) Berpikir tingkat tinggi melibatkan memahami permasalahan, mengaitkan
pertimbangan yang seksama dan permasalahan dengan pengetahuan yang
interpretasi telah diperolehnya serta
mempertimbangkan dengan seksama
Dewey (dalam Tan, 2014) Active, dalam menyelesaikan permasalahannya.
persistent, and careful consideration of any
belief or supposed from knowledge in the light Indikator berpikir Reflektif
of the ground that support it and the further Menurut Hamilton (2005), Boody
conclusions to which it tends, artinya secara (2008) dalam Schon (2012) karakteristik
aktif, terus menerus, gigih dan dari berpikir reflektif sebagai berikut:
mempertimbangkan dengan seksama 1) Refleksi sebagai analisis retrospektif
tentang segala sesuatu yang dipercayakan atau mengingat kembali. Dimana
kebenarannya atau diharapkan dari pendekatan ini siswa maupun guru
pengetahuan dengan alasan yang merefleksikan pemikirannya untuk
mendukung dan menuju pada suatu menggabungkan dari pengalaman
kesimpulan. Dewey juga mengemukakan sebelumnya dan bagaimana dari
bahwa berpikir reflektif adalah suatu pengalaman tersebut berpengaruh
proses mental tertentu yang memfokuskan dalam prakteknya.
dan mengendalikan pola pikiran. Dia juga 2) Refleksi sebagai proses pemecahan
menjelaskan bahwa dalam hal proses yang masalah. Diperlukannya mengambil
dilakukan tidak hanya berupa urutan dari langkah-langkah untuk menganalisis
gagasan-gagasan, tetapi suatu proses dan menjelaskan masalah
sedemikian sehingga masing-masing ide sebelum mengambil tindakan.
mengacu pada ide terdahulu untuk 3) Refleksi kritis pada diri. Refleksi
menentukan langkah berikutnya. Dengan kritis dapat dianggap sebagai proses
demikian, semua langkah yang berurutan analisis, mempertimbangkan kembali
saling terhubung dan saling mendukung dan mempertanyakan pengalaman
satu sama lain, untuk menuju suatu dalam konteks yang luas dari suatu
perubahan yang berkelanjutan yang permasalahan.
bersifat umum. 4) Refleksi pada keyakinan dan
Sedangkan Schon (dalam Prayitno, keberhasilan diri. Keyakinan lebih
2016) reflective thinking is signed with efektif dibandingkan dengan
perception of someone about something which pengetahuan dalam mempengaruhi
disturbing or trouble, then someone doing seseorang pada saat menyelesaikan
experiment so that provide an understanding of tugas maupun masalah. Selain itu,

Jurnal Numeracy Vol. 5, No1, April 2018|94


keberhasilan merupakan peran 1) Mengidentifikasi masalah;
yang sangat penting dalam 2) Membatasi dan merumuskan
menentukan praktik dari masalah;
kemampuan berpikir reflektif. 3) Mengajukan alternative solusi
pemecahan masalah;
Menurut John Dewey (1933) proses 4) Mengembangkan ide untuk
berpikir reflektif yang dilakukan oleh memecahkan masalah dengan cara
individu akan mengikuti langkah-langkah mengumpulkan data yang
sebagai berikut: dibutuhkan;
1) Individu merasakan problem. 5) Melakukan tes untuk menguji solusi
2) Individu melokalisasi dan membatasi pemecahan masalah.
pemahaman terhadap masalahnya.
3) Individu menemukan hubungan- Masalah Matematis
hubungan masalahnya dan Pada hakikatnya manusia selalu
merumuskan berhadapan dengan masalah, baik masalah
4) hipotesis pemecahan atas dasar dalam bentuk yang besar maupun masalah
pengetahuan yang telah dimilikinya. yang bentuk kecil dan sederhana. Masalah
5) Individu mengevaluasi hipotesis bagi seseorang bersifat pribadi/
yang ditentukan, apakah akan individual. Menurut Siswono (2008)
menerima atau menolaknya. masalah dapat diartikan suatu situasi atau
6) Individu menerapkan cara pertanyaan yang dihadapi seseorang
pemecahan masalah yang sudah individu atau kelompok ketika mereka
ditentukan dan dipilih, kemudian tidak mempunyai aturan atau algoritma/
hasilnya apakah ia menerima atau prosedur tertentu yang segera dapat
menolak hasil kesimpulannya. digunakan untuk menentukan
Selanjutnya Dewey (1933) jawabannya.
mengemukakan bahwa komponen berpikir Polya (1973: 154-156) membedakan
reflektif adalah kebingungan (Perplexity) masalah dalam matematika menjadi dua
dan penyelidikan (inquiry). Kebingungan macam sebagai berikut:
adalah ketidakpastian tentang sesuatu 1. Masalah untuk menemukan
yang sulit untuk dipahami, kemudian Tujuan dari masalah menemukan
menantang pikiran dan sinyal perubahan adalah untuk menemukan objek/sasaran
dalam pikiran dan keyakinan. Sedangkan yang pasti atau yang ditanyakan dari
penyelidikan adalah mencari informasi masalah. Misalnya, dalam masalah aljabar
yang mengarah pikiran terarah. Dengan dasar yang ditanyakan adalah angka dan
membiarkan kebingungan dan dalam masalah geometris adalah gambar.
penyelidikan terjadi pada saat yang sama, Bagian utama dari masalah untuk
perubahan perilaku seseorang dapat menemukan adalah yang ditanyakan, data,
terlihat, demikian juga sebaliknya. kondisi/syarat. Sehingga untuk
Berdasarkan pendapat para ahli memecahkan masalah menemukan, setiap
diatas, maka penulis membuat indikator- individu perlu mengetahui apa yang
indikator yang terdapat di dalam ditanyakan? Apa saja data yang diketahui?
kemampuan berfikir reflektif adalah dan bagaimana kondisi/syaratnya?
sebagai berikut :

Jurnal Numeracy Vol. 5, No1, April 2018|95


2. Masalah untuk membuktikan Pengajuan Masalah
Tujuan masalah untuk membuktikan Dalam matematika, pengajuan
adalah untuk menunjukkan bahwa suatu masalah atau yang lebih umum dikenal
pertanyaan itu benar atau salah. Bagian dengan problem posing bisa diartikan
utama dari masalah adalah hipotesis atau sebagai perumusan soal matematika.
konklusi (simpulan) dari suatu teorema Siswono (2002) mengatakan bahwa
yang harus dibuktikan kebenarannya. pengajuan masalah/soal merupakan salah
Sehingga untuk memecahkan masalah satu bentuk komunikasi siswa dalam
membuktikan perlu dijawab dengan pembelajaran matematika. Para ahli
pertanyaan: “apakah pernyataan tersebut pendidikan mendefinisikan pengajuan
benar atau salah?” atau menjawab masalah matematika secara beragam.
simpulan dengan membuktikan benar atau Berikut beberapa pengertian pengajuan
salah. masalah matematika menurut para ahli
Dalam pembelajaran matematika, yang dikutip dari Rahman (2010):
masalah matematika yang dihadapkan 1) Shukkwan mengartikan pengajuan
kepada siswa disajikan dalam bentuk soal. masalah matematika sebagai
Masalah matematika menyatakan bahwa perumusan ulang serangkaian
suatu pertanyaan akan menjadi masalah masalah matematika dari informasi
bagi siswa jika pertanyaan yang yang diberikan.
dihadapkan kepada siswa haruslah dapat 2) Dillon mendefinisikan pengajuan
dimengerti oleh siswa tersebut, namun masalah matematika sebagai problem
pertanyaan itu haruslah merupakan finding, yaitu suatu proses berpikir
tantangan baginya untuk menjawabnya yang menghasilkan pertanyaan
dan pertanyaan tersebut tidak dapat matematika dari suatu
dijawab dengan prosedur rutin yang telah situasi/informasi tertentu yang
diketahui siswa yang melibatkan ide-ide diberikan untuk diselesaikan.
matematika. 3) Silver memberikan pengertian
Misalnya masalah matematika pengajuan masalah matematika
yang digunakan adalah masalah berkaitan sebagai suatu usaha mengajukan
dengan soal statistik. Namun, tidak semua masalah baru dari suatu informasi
soal statistik merupakan masalah. Soal atau pegalaman yang telah dimiliki
statistik dikatakan masalah jika soal oleh siswa.
tersebut tidak dapat diselesaikan oleh 4) Stoyanova & Elerton mendefinisikan
siswa dengan prosedur rutin yang telah pengajuan masalah matematika
diketahui siswa. Untuk menjawab soal sebagai suatu proses, atas dasar
tersebut diperlukan pemikiran lebih lanjut pengalaman matematika, siswa
karena prosedurnya tidak sama atau mirip mengkonstruksi penafsiran pribadi
dengan prosedur yang sudah dari situasi konkret dan
dipelajarinya. Dengan kata lain, ada tujuan merumuskan sebagai masalah
yang ingin dicapai siswa tetapi cara matematika yang bermakna
mencapaikannya tidak segera muncul 5) Gonzales memandang bahwa
dalam benak siswa. pengajuan masalah metematika
merupakan tindak lanjut dari
kegiatan pemecahan masalah

Jurnal Numeracy Vol. 5, No1, April 2018|96


matematika, yaitu ketika hasil pemahaman siswa terhadap konsep
pemecahan masalah matematika matematika tertentu.
tersebut mengundang untuk
diajukan pertanyaan yang baru. Pada tulisan ini, klasifikasi bentuk
Silver dan Cai (1996) menjelaskan pengajuan masalah berdasarkan tiga jenis
bahwa pengajuan masalah dapat respons, yaitu: (1) pernyataan, (2) soal non-
dikembangkan dalam tiga bentuk sebagai matematika, (3) soal matematika. Menurut
berikut: Muiz (2008), jenis respons berupa
1) Pre-solution posing, yaitu pengajuan pertanyaan matematika terbagi kepada
masalah berdasarkan soal yang lima bagian, yaitu berdasarkan: a)
belum diselesaikan atau dari situasi keberagaman materi yang terkait dengan
yang diadakan. Hal ini soal yang diajukan, b) kecenderungan
dilakukan untuk mengecek informasi yang yang digunakan, c) dapat
pemahaman siswa terhadap suatu atau tidaknya soal dipecahkan, d) tingkat
konsep matematika, sehingga kesulitan soal, dan e) benar atau tidaknya
pendidik bisa memprediksi sejauh jawaban yang diberikan.
mana siswa memahami sebuah Menurut Siswono (1994), dalam
konsep atau sejauh mana menganalisis pengajuan soal matematika,
keinginan siswa untuk diperlukan kriteria-kriteria sebagai berikut,
mengetahui suatu konsep, yaitu: a) dapat tidaknya soal dipecahkan,
sehingga menjadi masukan bagi b) kaitan soal dengan materi yang
guru untuk memberikan apa yang diajukan, c) jawaban atas soal yang
dibutuhkan siswa. dipecahkan, d) struktus bahasa kalimat
2) Within-solution posing, yaitu soal, dan e) tingkat kesulitan soal.
pengajuan masalah Selanjutnya, jenis respons berupa
dikembangkan dengan soal matematika diklasifikasikan kepada
merumuskan ulang soal yang lima kategori dan empat di antaranya
sedang diselesaikan. Hal ini mengacu pada klasifikasi yang
bertujuan untuk melatih siswa dalam diungkapkan oleh Siswono dan Muiz.
memantapkan pemahaman terhadap Adapun kelima klasifikasi dan kriterianya
suatu konsep matematika atau sebagai berikut:
pemecahan soal matematika yang 1) Keberagaman materi yang terkait
telah dipelajarinya. dengan soal yang diajukan
3) Post-solution posing, yaitu 1) Beragam, yaitu apabila soal-soal
pengajuan masalah yang yang diajukan memuat lebih dari
dikembangkan dengan momodifikasi empat konsep matematika yang
tujuan atau kondisi masalah yang berbeda.
telah diselesaikan. Soal yang 2) Kurang beragam, apabila soal-soal
diharapkan adalah soal-soal yang yang diajukan hanya memuat tiga
berbeda dengan soal yang baru atau empat konsep matematika
dipecahkan, sehingga muncul yang berbeda.
konsep baru atau penyelesaian yang 3) Tidak beragam, apabila soal-soal
baru, Hal ini bertujuan untuk yang diajukan hanya terkait dengan
meningkatkan atau menambah

Jurnal Numeracy Vol. 5, No1, April 2018|97


satu atau dua konsep matematika yang diajukan, dapat diperoleh
saja. secara langsung dalam informasi
2) Kecenderungan informasi yang yang diberikan, tanpa ada
digunakan dapat dikategorikan dalam pengolahan data sebelumnya.
bentuk verbal dan visual. Adapun (2) Tingkat kesulitan soal sedang, soal
kecenderungan informasi yang dikategorikan sedang, apabila
digunakan siswa, dapat ditinjau dari jawaban dari soal yang diajukan,
perbandingan banyaknya bentuk dapat diperoleh secara langsung
informasi yang digunakan siswa dari dengan mengolah data yang sudah
informasi yang diberikan. Siswa ada dari informasi yang diberikan,
cenderung menggunakan informasi atau jawaban dapat diperoleh
dalam bentuk visual apabila langsung dengan satu kali
perbandingan informasi dalam bentuk pengelohan data.
visual yang digunakan dalam (3) Tingkat kesulitan soal tinggi (sulit),
mengajukan masalah lebih besar soal dikategorikan sulit, apabila
daripada informasi dalam bentuk jawaban dari soal yang
verbal. Dan begitu pula sebaliknya. diajukan, tidak dapat diperoleh
3) Dapat atau tidaknya soal dipecahkan secara langsung dengan
suatu soal yang diajukan dikatakan mengolah data yang sudah ada.
dapat dipecahkan, apabila memenuhi Artinya, dibutuhkan atau perlu
kriteria sebagai berikut: rumusan soal dicari informasi baru sebelum
dinyatakan dengan jelas dan tegas menjawab soal yang diajukan,
serta data-data yang diperlukan atau dibutuhkan minimal dua
untuk menjawab soal tersebut dapat kali pengelohan data untuk
diperoleh dengan mengolah informasi memperoleh jawaban dari soal
yang diberikan. Soal yang diajukan yang diajukan.
dikatakan tidak dapat dipecahkan,
apabila kriteria tersebut tidak Berdasarkan pendapat para ahli
terpenuhi. mengenai kemampuan berpikir reflektif
4) Tingkat kesulitan soal, tingkat dan kemampuan pengajuan masalah,
kesulitan soal dapat diklasifikasikan maka penulis mengambil kesimpulan dan
dalam tiga kategori, yaitu: membuat indikator keterkaitan kedua
(1) Tingkat kesulitan soal rendah kemampuan berpikir tersebut. Berikut
(mudah), soal dikategorikan indkator kemampuan pengajuan masalah
mudah, apabila jawaban dari soal dan kemampuan berpikir reflektif.

Tabel 1: Indikator kemampuan pengajuan masalah dan reflektif.


Kemampuan
Kemampuan
Pengajuan Indikator
berpikir reflektif
Masalah
Reformulasi Mengidentifikasi 1. Menginterprestasikan permasalah awal
masalah masalah 2. Menyusun kembali masalah dengan
informasi awal
Tidak mengubah informasi yang diberikan

Jurnal Numeracy Vol. 5, No1, April 2018|98


Kemampuan
Kemampuan
Pengajuan Indikator
berpikir reflektif
Masalah
Menambah informasi yang tidak mengubah
masalah

Rekontruksi Membatasi dan1. Memodifikasi masalah awal


masalah merumuskan 2. Mengubah sifat dari masalah awal tetapi
masalah tidak tidak mengubah maksud atau tujuan
masalah
Mengajukan Merencanakan formula/prosedur
alternative solusi penyelesaian
pemecahan masalah
Imitasi Mengembangkan ide1. Menyusun masalah dengan adanya
masalah untuk memecahkan penambahan struktur yang berkaitan
masalah dengan cara dengan informasi yang diberikan
mengumpulkan data2. Mengubah maksud dan tujuan masalah
yang dibutuhkan. 3. Menggunakan lebih dari satu prosedur
penyelesaian masalah
4. Mengkaitkan dengan materi lain dan
kehidupan nyata atau dengan
mengkombinasikan beberapa strategi
tersebut
Melakukan tes untuk1. Menyelesaikan masalah yang diajukan
menguji solusi dengan menggunakan strategi yang telah
pemecahan masalah direncanakan
2. Melakukan evaluasi terhadap alternatif
terpilih melalui pembuktian terbalik
maupun substitusi solusi terhadap
rumusan matematis

PENUTUP Dalam pengajuan masalah, peran


Kemampuan berpikir merupakan kemampuan berpikir reflektif adalah
suatu kebutuhan yang sangat penting bagi bagaimana peserta didik mengkaitkan
setiap peserta didik untuk memecahkan beberapa pengetahuan yang sudah ada
masalah matematis. Salah satu untuk merumuskan suatu masalah baru
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang berdasarkan masalah yang diberikan.
menjadi sorotan utama adalah Setelah peserta didik merumuskan
kemampuan berpikir reflektif. masalah, untuk memecahkan masalah
Kemampuan berpikir reflektif tidaklah tersebut, juga dibutuhkan kembali berpikir
bergantung pada pada pengetahuan reflektifnya. Jika peserta didik dapat
semata, akan tetapi sangat bergantung merumuskan dan memecahkan masalah
bagaimana peserta didik dalam baru, maka peserta didik tersebut telah
memanfaatkan pengetahuan yang ada. melibatkan kemampuan berpikir reflektif.

Jurnal Numeracy Vol. 5, No1, April 2018|99


DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M. Zaki (2017). Penerapan Pendekatan Problem Possing dalam Upaya meningkatkan Self
Confidance Calon Guru matematika Universitas Samudra. Banda Aceh: Numeracy.

Ardana, I Made. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berwawasan


Konstruktivis Yang Berorientasi Pada Gaya Kognitif Dan Budaya Siswa. Surabaya.
Disertasi PPS Unesa.

Dewey, J. (1933). How We Think; A Restatement of the Relation of Reflective Thinking to Education
process. Lexington, MA: Heath.

Ghufron, R. (2011). Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Jiuan, T. (2007). Amalan Peikiran Reflektif dalam Kalangan guru Matematis Sekolah Menengah.
tesis pada Universitas Putra Malaysia. Retrieved from
http:/psasir.ump.edu.my/4824/1/FPP_20-7.pdf

King, P. (1994). Developing Reflective Judgment. Jossey-Bass.

Krulik, d. (2003). Teaching Mathematics is Middle Scholl A Practical Guide. Boston: Pearson
Education. Inc.

Meizum, D. (2008). Proses berpikir siswa SMP dalam Menyelesaikan Masalah matematika ditinjau
dari gaya kognitif Field Dependent dan Filed Independent. Surabaya: PPs UNESA.

Meltzer, D. (2002). The Relationship between mathematics preparation and conception learning gain
ini physycs: a possible "hidden variabel"in diagnostics pretes scores. Retrieved from
http://coe.sdsu.edu/EDTEC640/POPsamples/mmeyer/mmeyer.htm.

Nindiasari, H. d. (2014). Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan


Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMA. Edusentris, jurnal ilmu pendidikan dan
pengajaran, 80-90.

Nour, M. (n.d.). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah.

Silver, E. (1996). Possing Matematical problems; An Exsploratory Problem. NCTM.

Siswono, Tatag Y.E. 2002. Pengajuan Soal dalam pembelajaran matematika disekolah
(implementasi dari hasil penelitian).Makalah Seminar Nasional Pengajaran Matematika
di Sekolah Menengah, UM Malang, 25 Maret 2000

Siswono, Tatag Y.E. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajaran dan Pemecahan
Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa Press.

Sumarmo. (2005). Pengembangan berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU serta
Mahasiswa Strata Satu melalui berbagai Pendekatan pembelajaran. Bandung: laporan HIbah
bersaing Pascasarjana UPI.

Sumarmo. (2015). Mathematical Problem possing: Rasional, Pengertian, pembelajaran dan


pengukurannya. Bandung: STKIP Siliwangi Bandung.

Jurnal Numeracy Vol. 5, No1, April 2018|100


Sumarmo, U. (2017). Hard Skills dan Soft Skills Matematika Siswa. Bandung: Reflika Aditama.

Polya, G. 1973. How to Solve It. Second Edition. Princeton University Press. Princeton, New
Jersey.

Tan, C. (2014). Reflective Thinking for Inteligence Analisys Using a case study. Taylor and
Francis Group, 218-231.

Witkin, H., & Goodenough, D. 1981. Cognitive styles: Essence and origins. New York:
International Universities Press.

Witkin, H.,& Moore, C. 1978. Cognitive style and the teaching-learning process. Paper Presented
at the annual meeting the American Education Research Association, Chicago

Woolf, P. (2008). Intelligent Tutoring Systems. 9th International Conference. Motreal; Canada:
ITS.

Jurnal Numeracy Vol. 5, No1, April 2018|101

Anda mungkin juga menyukai