Disusun oleh:
Ade Banu Hamdan (P07120113034)
Eka Dewanti Trisna Wardani (P07120113045)
Fikry Ainun Fauzia (P071201130)
Isro’iyah Wahyuni (P07120113055)
Istitho’ah (P07120113056)
B. Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis
dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia (Sandra M. Nettiria, 2001)
antara lain sebagai berikut.
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S.
aerous, dan Streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif
seperti Haemophilus influenza, Klebsiella pneumonia, dan P.
aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab
utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis cranii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi
(Reeves, 2001).
Penyebab lain dari pneumonia adalah flora normal yang terjadi pada
pasien yang daya tahan tubuhnya terganggu, atau terjadi aspirasi flora
normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii,
Mycoplasma (Smeltzer dan Suzanne C, 2002).
C. Klasifikasi
Klasifikasi Bronkopneumonia menurut Reeves, 2001 adalah sebagai berikut.
1. Community Acquired Pneunomia, dimulai sebagai penyakit pernafasan
umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Streptococcus
pneumoniae merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini
biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial.
Organisme Aeruginisa pseudomonas, Klibsella atau Staphylococcus
aureus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired
pneumonia.
3. Lobar dan bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi
infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme,
bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
4. Pneumonia viral, bacterial, dan fungi dikategorikan berdasarkan pada
agen penyebabnya, kultur sensitivitas dilakukan untuk mengidentifikasi
jenis organisme perusak.
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
D. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronkopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil,
demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, pada saat
bernafas terlihat adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan dan daoat
timbul sianosis (Barbara C. long, 1996).
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika
terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat) (Sandra M. Nettina,
2001).
Tanda gejala yang muncul pada bronkopneumonia adalah:
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang mengalami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
5. Diaforesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental, produktif sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis
a. area sirkumoral
b. dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial
a. disorientasi,
b. ansietas,
c. takut mati (Martin tucker, Susan 2000).
E. Patofisiologi
Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus, Haemophillus influenzae atau
karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan atas,sebagian kuman tersebut masuk ke saluran
pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di
tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi
saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut.
1. Infeksi saluran pernafasan atas bagian bawah menyebabkan tiga hal,
yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema
antara kapiler dan alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam
saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya
peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat
usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang
beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pathway
Resti terhadap
penyebaran infeksi
Masuk alveoli
Peningkatan
suhu tubuh
Kongestif ( 4-12 jam )
Nyeri
Eksudat dan seruos masuk pleuritik
alveoli
Berkeringat Metabolisme
meningkat Compliance paru
menurun
Gangguan bersihan
jalan nafas
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil) (Sandra M. Nettina,
2001). JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih
rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun
memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan sputum yang terbaik diperoleh dari batuk
yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan
mikroskopis dan kultur serta tes sensitivitas untuk mendeteksi
agen infeksiu (Barbara C, Long, 1996). Pemeriksaan gram atau
kultur sputum dan darah diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebab.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan
status asam basa (Sandra M. Nettina, 2001). GDA (Gas Darah
Arteri) : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001)
f. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
g. LED : meningkat
h. Pemeriksaan fungsi paru : volume ungkin menurun (kongesti
dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan
komplain menurun, hipoksemia.
i. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
j. Bilirubin : mungkin meningkat
k. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan
intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges,
1999)
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgent Thoraks (Sinar X)
Menunjukkan konsolidasi lobus yang seringkali dijumpai pada infeksi
Pneumococcus atau Klebsiella. Infiltrat multipel seringkali dijumpai
pada infeksi Staphyilococcus dan Haemofilus (Barbara C, Long,
1996). Mengidentifikasi distribusi struktural, dapat juga menyatakan
abses luas atau infiltrat, empiema (Staphylococcus), infiltrasi
menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran (perluasan)
infiltrate nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin
bersih.
b. Laringoskopi atau bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan
nafas tersumbat oleh benda padat (Sandra M, Nettina, 2001).
G. Penatalaksanaan Medis
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotik. Pada
penderita yang rawat inap (penyakit berat) harus segera diberikan antibiotik.
Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum penderita
dan dugaan kuman penyebab.
1. Umur 3 bulan sampai dengan 5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae, Hemofilus influenza atau
Staphylococcus. Pada umumnya tidak dapat diketahui kuman
penyebabnya, maka secara praktis dipakai antibiotik kombinasi :
a. penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari dan
kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral 4 kali sehari,
b. ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan kloksasilin 50
mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari,
c. eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan kloramfenikol 50-
100 mg/kg/24 jam IV/oral 4 kali sehari.
2. Umur <3 bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptococcus pneumoniae,
Staphyilococcus atau Entero bacteriaceae.
Kombinasi :
a. penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari,
dan gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari,
b. kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan gentamisin
5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari, kombinasi ini juga diberikan
pada anak-anak lebih 3 bulan dengan malnutrisi berat atau
penderita immunocompromized.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) Tingkat kesadaran
- Kualitatif : composmentis, apatis, somnolen, sopor,
soporocomatus, koma.
- Kuantitatif : Pediatric coma scale
- Eye : membuka mata spontan ( 4), rangsang verbal (3),
dengan nyeri (2), tidak ada respon (1)
- Motorik : spontan (6), melokalisir nyeri (5), menjauhkan
dari nyeri (4), fleksi terhadap nyeri (3), ekstensi
terhadap nyeri (2), tidak ada respon (1)
- Verbal ( > 2 tahun) : berorientasi (5), bingung (4), acuh
(3), tidak komprehensif (2), tidak ada respon (1)
b) Tanda-tanda Vital
- TD : Normal (sitolik 75-115, diastolik 45 80
/mmHg)
- Nadi : Menurun (Bradikardia relatif) < 100 x/
menit
- Respirasi : Meningkat (30-40 x/ menit )
- Suhu : Meningkat ( >38OC)
- BB : Usia (tahun) x 5 +17 = Berat Badan (pon)
pertambahan setiap minggu 140-200 gram
- TB : Usia (tahun) x 2½ +30 = Panjang (inci)
pertambahan setiap bulan 2,5 cm
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Dikaji mengenai bentuk kepala, warna rambut distribusi
rambut, adanya lesi atau tidak, hygiene, apakah ada
hematoma.
b) Mata
Pada klien dengan bronkopneumonia biasanya didapatkan
sklera berwarna merah dikarenakan adanya peningkatan
suhu tubuh, kaji refleks cahaya, konjungtiva anemis atau
tidak, pergerakan bola mata.
c) Telinga
Dikaji mengenai bentuknya simetris atau tidak, kebersihan
dan tes pendengaran.
d) Hidung
Dikaji apakah di hidung terdapat polip, nyeri tekan
kebersihan hidungnya, pernafasan cuping hidung, fungsi
penciuman.
e) Mulut
Kaji warna bibir, mukosa bibir nya lembab atau tidak,
biasanya jika bronkopneumonia akibat meningkatnya suhu
tubuh maka mukosa bibir akan kering dan kaji reflek
mengisap, reflek menelan.
f) Dada
Paru – paru
- Inspeksi : Irama napas tidak teratur,
pernapasan dangkal, penggunaan otot bantu
pernapasan, kemungkinan friction rub.
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan , terjadi nyeri
tekan pada penderita pneumonia berat.
- Perkusi : Sonor, redup pada daerah
terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret.
- Auskultasi: Suara paru ronchi, dan wheezing
Jantung
- Inspeksi : Tidak ada pembesaran pada dada
sebelah kiri
- Perkusi : Suara jantung terdengar redup
- Auskultasi : Nada S1 S2 dan lub dup
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk, lesi
- Palpasi : Splenomegali, hepatomegali, nyeri
tekan, nyeri lepas, turgor kulit <3 detik
- Perkusi : Suara abdomen timpani
- Auskultasi :Bising usus meningkat (normal 4-
9x/menit)
g) Ekstremitas
Biasanya akan didapatkan data pergerakan sendi terbatas
karena terjadi nyeri sendi, kelelahan, kelemahan, malaise,
dan CRT <2 detik dan keluhan.
h) Genetalia dan anus
Kaji lengkap (laki laki: penis, skrotum ; perempuan: labia
minora, labia mayora, klitoris.), fungsi buang air besar, dan
fungsi buang air kecil.
d. Faktor Psikologis / Perkembangan Memahami Tindakan
1) Usia tingkat perkembangan
2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
3) Koping
4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
5) Pengalaman infeksi saluran pernapasan sebelumnya
e. Pengetahuan Keluarga / Orang tua
1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran
pernapasan
2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya
f. Pola Kebiasaan Klien
1) Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Data yang muncul sering orang tua berpersepsi meskipun
anaknya batuk masih menganggap belum terjadi gangguan
serius, bila orang tua menganggap anaknya benar-benar sakit
apabila anak sudah mengalami sesak nafas.
2) Pola metabolik nutrisi
Anak dengan bronkopneumonia sering muncul anoreksia
(akibat respon sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan
muntah (karena peningkatan rangsangan gaster sebagai
dampak peningkatan toksik mikroorganisme).
3) Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.
4) Pola tidur-istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan
tidur karena sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah,
sering menguap, mata merah, anak juga sering menangis
pada malam hari karena ketidaknyamanan tersebut.
5) Pola aktivitas-latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai
dampak kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak minta
digendong orang tuanya atau bedrest.
6) Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah
disampaikan biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi
dan oksigen pada otak. Pada saat dirawat anak tampak
bingung kalau ditanya tentang hal-hal baru disampaikan.
7) Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang
bersahabat, tidak suka bermain, ketakutan terhadap orang lain
meningkat.
8) Pola peran-hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman
sebaya maupuan yang lebih besar, anak lebih banyak diam
dan selalu bersama dengan orang terdekat (orangtua).
9) Pola seksualitas-reproduktif
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada
anak yang sudah mengalami pubertas mungkin terjadi
gangguan yang menstruasi pada wanita terapi bersifat
sementara dan biasanya penundaan.
10) Pola toleransi stress-koping
Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah
anak sering menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang
domain adalah mudah tersinggung dan suka marah.
11) Pola nilai-keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan
untuk mendapat sumber kesembuhan dari Tuhan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan sekret
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan compliance paru turun
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah,
ganggguan pengiriman oksigen
d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat
f. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan proses evaporasi.
g. Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan 1. Observasi tanda-tanda vital (nadi, 1. Mengetahui keadan klien
tidak efektif berhubungan tindakan keperawatan respirasi, suhu, tekanan darah)
dengan penumpukan selama 3 x 24 jam, klien
sekret mampu mencapai dan 2. Kaji frekuensi pernafasan, catat 2. Frekuensi pernapasan
mempertahankan rasio inspirasi/ ekspirasi menunjukkan ada tidaknya
bersihan jalan napas sesak nafas
efektif dengan kriteria 3. Auskultasi bunyi nafas, catat 3. Bersihan jalan napas yang
hasil: adanya bunyi nafas abnormal. tidak efektif dapat
Bunyi nafas vesikuler, Misalnya: mengi, krekels dan ronkhi. dimanifestasikan dengan
tidak ada suara ronkhi, adanya bunyi napas
tidak ada sianosis, RR adventisius.
30-40 kali/menit, tidak 4. Ajarkan klien teknik batuk efektif 4. Untuk membantu
sesak, klien tampak mengeluarkan sekret
tidak batuk, sekret 5. Berikan posisi semi fowler 5. Posisi semi fowler
dapat keluar pada saat memungkinkan
batuk. pengembangan paru – paru
maksimal
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan 1. Kaji status mental. 1. Gelisah, mudah terangsang,
gas berhubungan dengan tindakan keperawatan bingung dapat menunjukkan
perubahan membran selama 2 x 24 jam, hipoksemia.
alveolus kapiler, gangguan pertukaran 2. Kaji frekuensi, kedalaman, dan 2. Manifestasi distres
gangguan kapasitas gas teratasi dengan kemudahan pernapasan. pernapasan tergantung pada
pembawa aksigen darah, kriteria hasil : derajat keterlibatan paru dan
ganggguan pengiriman Klien tidak tampak status kesehatan umum.
oksigen sesak nafas, tidak
sianosis, tidak pucat, 3. Observasi warna kulit, membran 3. Sianosis menunjukkan
tidak ada retraksi mukosa, dan kuku apakah terdapat vasokontriksi atau respon
subcosta dan intracosta, sianosis. tubuh terhadap demam/
hasil analisa gas darah menggigil dan terjadi
dalam rentang normal. hipoksemia.
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
4 Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan 1. Obeservasi suhu tubuh setiap 4 jam 1. Indikasi jika ada demam
dengan proses inflamasi tindakan keperawatan 2. Monitor jumlah WBC 2. Leukositosis indikasi suatu
selama 2 x 24 jam, suhu peradangan dan atau proses
tubuh pasien dalam infeksi
batas normal dengan 3. Pantau warna kulit 3. Penampilan kemerahan
kriteria hasil : menunjukkan adanya
Suhu tubuh dalam batas peningkatan suhu tubuh
o
normal (36-37,5 C) 4. Berikan kompres dingin 4. Kompres memungkinkan
pertukaran panas secara
konduksi
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
tubuh
6 Kekurangan volume Setelah dilakukan 1. Mengkaji perubahan tanda-tanda 1. Untuk mengetahui keadaan
cairan berhubungan tindakan keperawatan vital. klien.
dengan proses selama 1 x 24 jam, 2. Mengkaji turgor kulit.
evaporasi. kekurangan volume 2. Menunjukkan adanya
cairan teratasi dengan 3. Observasi intake dan out put cairan. kekurangan cairan sisitemik.
kriteria hasil: 3. Memberikan informasi tentang
Tidak terdapat tanda - keadekuatan volume cairan
tanda kekurangan 4. Kolaborasi pemberian infus sesuai dan kebutuhan penggantian.
volume cairan. indikasi 4. Untuk memenuhi cairan
dalam tubuh.
7 Kecemasan anak Setelah dilakukan 1. Validasi perasaan takut atau cemas. 1. Perasaan adalah nyata
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
berhubungan dengan asuhan keperawatan 2. Pertahankan kontak dengan klien. dan membantu pasien
lingkungan perawatan selama 3 x 24 jam, 3. Upayakan ada keluarga yang untuk tebuka sehingga
yang asing (dampak kecemasan anak menunggu. dapat menghadapinya.
hospitalisasi). berkurang atau hilang 4. Anjurkan orang tua untuk 2. Memantapkan hubungan,
dengan kriteria : membawakan mainan atau foto meningkatan ekspresi
Kooperatif pada keluarga. perasaan.
tindakan keperawatan 3. Dukungan yang terus
dan komunikatif pada menerus mengurangi
perawat, secara verbal ketakutan atau
mengatakan tidak takut. kecemasan yang
dihadapi.
4. Meminimalkan dampak
hospitalisasi terpisah dari
anggota keluarga
4.Evaluasi
Sumber :
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta