Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


BRONKOPNEUMONIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan Anak I

Disusun oleh:
Ade Banu Hamdan (P07120113034)
Eka Dewanti Trisna Wardani (P07120113045)
Fikry Ainun Fauzia (P071201130)
Isro’iyah Wahyuni (P07120113055)
Istitho’ah (P07120113056)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2015
A. Pengertian
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronkus dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.
(Smeltzer dan Suzanne C, 2002).
Bronkopneumonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak
dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan
bronkus. (Sylvia A. Price dan Lorraine M.W).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis tersumbat oleh
eksudat mukopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobus
yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi
saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang
melemahkan daya tahan tubuh (Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bronkopneumonia
adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di
daerah bronkus dan sekitar alveoli.

B. Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis
dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia (Sandra M. Nettiria, 2001)
antara lain sebagai berikut.
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S.
aerous, dan Streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif
seperti Haemophilus influenza, Klebsiella pneumonia, dan P.
aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab
utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis cranii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi
(Reeves, 2001).
Penyebab lain dari pneumonia adalah flora normal yang terjadi pada
pasien yang daya tahan tubuhnya terganggu, atau terjadi aspirasi flora
normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii,
Mycoplasma (Smeltzer dan Suzanne C, 2002).

C. Klasifikasi
Klasifikasi Bronkopneumonia menurut Reeves, 2001 adalah sebagai berikut.
1. Community Acquired Pneunomia, dimulai sebagai penyakit pernafasan
umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Streptococcus
pneumoniae merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini
biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial.
Organisme Aeruginisa pseudomonas, Klibsella atau Staphylococcus
aureus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired
pneumonia.
3. Lobar dan bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi
infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme,
bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
4. Pneumonia viral, bacterial, dan fungi dikategorikan berdasarkan pada
agen penyebabnya, kultur sensitivitas dilakukan untuk mengidentifikasi
jenis organisme perusak.
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :

1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :


a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan
opasitas lobus atau lobularis.
b. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat
lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
2. Berdasarkan faktor lingkungan
a. Pneumonia komunitas
b. Pneumonia nosokomial
c. Pneumonia rekurens
d. Pneumonia aspirasi
e. Pneumonia pada gangguan imun
f. Pneumonia hipostatik
3. Berdasarkan sindrom klinis
a. Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang
terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia
dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal
yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
b. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang
disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.

D. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronkopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil,
demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, pada saat
bernafas terlihat adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan dan daoat
timbul sianosis (Barbara C. long, 1996).
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika
terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat) (Sandra M. Nettina,
2001).
Tanda gejala yang muncul pada bronkopneumonia adalah:
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang mengalami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
5. Diaforesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental, produktif sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis
a. area sirkumoral
b. dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial
a. disorientasi,
b. ansietas,
c. takut mati (Martin tucker, Susan 2000).

E. Patofisiologi
Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus, Haemophillus influenzae atau
karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan atas,sebagian kuman tersebut masuk ke saluran
pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di
tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi
saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut.
1. Infeksi saluran pernafasan atas bagian bawah menyebabkan tiga hal,
yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema
antara kapiler dan alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam
saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya
peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat
usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang
beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pathway

Jamur, bakteri, protozoa

Resti terhadap
penyebaran infeksi
Masuk alveoli

Peningkatan
suhu tubuh
Kongestif ( 4-12 jam )
Nyeri
Eksudat dan seruos masuk pleuritik
alveoli

Hepatisasi merah (48 jam)


Penumpukan
Paru-paru tampak merah dan
cairan dalam
bergranula karena SDM dan
alveoli
leukosit DMN mengisi alveoli

Hepatisasi kelabu (3-8 hari)


Resolusi 7-11
Paru-paru tampak kelabu karena hari
leukosit dan fibrin mengalami
konsolidasi didalam alveoli

PMN Konsolidasi jaringan


paru Gangguan
pertukaran gas

Berkeringat Metabolisme
meningkat Compliance paru
menurun

Resti Resti nutrisi


kekurangan Gangguan pola nafas Suplay O2
kurang dari
volume cairan menurun
kebutuhan tubuh

Sputum kental Intoleransi


aktivitas
Mual, muntah

Gangguan bersihan
jalan nafas
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil) (Sandra M. Nettina,
2001). JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih
rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun
memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan sputum yang terbaik diperoleh dari batuk
yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan
mikroskopis dan kultur serta tes sensitivitas untuk mendeteksi
agen infeksiu (Barbara C, Long, 1996). Pemeriksaan gram atau
kultur sputum dan darah diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebab.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan
status asam basa (Sandra M. Nettina, 2001). GDA (Gas Darah
Arteri) : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001)
f. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
g. LED : meningkat
h. Pemeriksaan fungsi paru : volume ungkin menurun (kongesti
dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan
komplain menurun, hipoksemia.
i. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
j. Bilirubin : mungkin meningkat
k. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan
intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges,
1999)
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgent Thoraks (Sinar X)
Menunjukkan konsolidasi lobus yang seringkali dijumpai pada infeksi
Pneumococcus atau Klebsiella. Infiltrat multipel seringkali dijumpai
pada infeksi Staphyilococcus dan Haemofilus (Barbara C, Long,
1996). Mengidentifikasi distribusi struktural, dapat juga menyatakan
abses luas atau infiltrat, empiema (Staphylococcus), infiltrasi
menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran (perluasan)
infiltrate nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin
bersih.
b. Laringoskopi atau bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan
nafas tersumbat oleh benda padat (Sandra M, Nettina, 2001).

G. Penatalaksanaan Medis
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotik. Pada
penderita yang rawat inap (penyakit berat) harus segera diberikan antibiotik.
Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum penderita
dan dugaan kuman penyebab.
1. Umur 3 bulan sampai dengan 5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae, Hemofilus influenza atau
Staphylococcus. Pada umumnya tidak dapat diketahui kuman
penyebabnya, maka secara praktis dipakai antibiotik kombinasi :
a. penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari dan
kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral 4 kali sehari,
b. ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan kloksasilin 50
mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari,
c. eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan kloramfenikol 50-
100 mg/kg/24 jam IV/oral 4 kali sehari.
2. Umur <3 bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptococcus pneumoniae,
Staphyilococcus atau Entero bacteriaceae.
Kombinasi :
a. penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari,
dan gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari,
b. kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan gentamisin
5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari, kombinasi ini juga diberikan
pada anak-anak lebih 3 bulan dengan malnutrisi berat atau
penderita immunocompromized.

3. Anak-anak > 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh


Streptococcus pneumonia.Antibiotik yang diberikan adalah :
a. penisilin prokain im,
b. fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 ki/kg/24 jam oral, 4 kali
sehari,
c. eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral,
d. kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
e. mikoplasma pneumonia : eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral.
4. Bila kuman penyebab dapat diisolasi atau terjadi efek samping obat
(misalnya alergi) atau hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu
dilakukan reevaluasi apakah perlu dipilih antibiotik jenis lain.
5. Lamanya pemberian antibiotik bergantung pada :
a. kemajuan klinis penderita
b. jenis kuman penyebab
6. Pengobatan simptomatis
a. zat asam
b. uap.ekspetoran bila perlu
c. Fisioterapi
1) Postural drainase.
2) Fisioterapi dengan menepuk-nepuk
7. Terapi oksigen jika pasien mengalami pertukaran gas yang tidak
adekuat. Ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika nilai normal GDA
tidak dapat dipertahankan
8. Blok saraf interkostal untuk mengurangi nyeri
9. Pada pneumonia aspirasi bersihkan jalan nafas yang tersumbat
10. Perbaiki hipotensi pada pneumonia aspirasi dengan penggantian
volume cairan
11. Terapi antimikrobial berdasarkan kultur dan sensitivitas
12. Supresan batuk jika batuk bersifat nonproduktif
13. Analgetik untuk mengurangi nyeri pleuritik
14. Indikasi rawat inap
a. Ada kesulitan bernafas, toksis,
b. sianosis,
c. umur kurang dari 6 bulan,
d. adanya penyulit seperti empiema,
e. diduga infeksi Staphyilococcus,
f. perawatan di rumah kurang baik.

H. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
Tanyakan kepada orang tua anak : nama klien, tempat dan
tanggal lahir, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal,
disertai pernapasan cuping hidung, demam, serta sianosis
sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan
diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir,
anoreksia dan muntah.
2) Riwayat penyakit sekarang
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh
dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem
imun menurun. Umumnya anak dengan daya tahan terganggu
akan menderita pneumonia berulang atau tidak dapat
mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya
tahan tubuh yang menurun akibat Kurang Energi Protein
(KEP), penyakit menahun, trauma pada paru, anestesi,
aspirasi, dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran
pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang
lainnya.
5) Riwayat kesehatan lingkungan
Menurut Wilson dan Thompson (1990), pneumonia sering
terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu
pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan yang
kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit
bronkopneumonia. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan
debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
6) Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk
mengalami penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau
bawah karena sistem pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat
untuk melawan infeksi sekunder.
7) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
8) Nutrisi
9) Riwayat gizi buruk atau meteorismus Malnutrisi Energi Protein
(MEP).

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) Tingkat kesadaran
- Kualitatif : composmentis, apatis, somnolen, sopor,
soporocomatus, koma.
- Kuantitatif : Pediatric coma scale
- Eye : membuka mata spontan ( 4), rangsang verbal (3),
dengan nyeri (2), tidak ada respon (1)
- Motorik : spontan (6), melokalisir nyeri (5), menjauhkan
dari nyeri (4), fleksi terhadap nyeri (3), ekstensi
terhadap nyeri (2), tidak ada respon (1)
- Verbal ( > 2 tahun) : berorientasi (5), bingung (4), acuh
(3), tidak komprehensif (2), tidak ada respon (1)
b) Tanda-tanda Vital
- TD : Normal (sitolik 75-115, diastolik 45 80
/mmHg)
- Nadi : Menurun (Bradikardia relatif) < 100 x/
menit
- Respirasi : Meningkat (30-40 x/ menit )
- Suhu : Meningkat ( >38OC)
- BB : Usia (tahun) x 5 +17 = Berat Badan (pon)
pertambahan setiap minggu 140-200 gram
- TB : Usia (tahun) x 2½ +30 = Panjang (inci)
pertambahan setiap bulan 2,5 cm

2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Dikaji mengenai bentuk kepala, warna rambut distribusi
rambut, adanya lesi atau tidak, hygiene, apakah ada
hematoma.
b) Mata
Pada klien dengan bronkopneumonia biasanya didapatkan
sklera berwarna merah dikarenakan adanya peningkatan
suhu tubuh, kaji refleks cahaya, konjungtiva anemis atau
tidak, pergerakan bola mata.
c) Telinga
Dikaji mengenai bentuknya simetris atau tidak, kebersihan
dan tes pendengaran.
d) Hidung
Dikaji apakah di hidung terdapat polip, nyeri tekan
kebersihan hidungnya, pernafasan cuping hidung, fungsi
penciuman.
e) Mulut
Kaji warna bibir, mukosa bibir nya lembab atau tidak,
biasanya jika bronkopneumonia akibat meningkatnya suhu
tubuh maka mukosa bibir akan kering dan kaji reflek
mengisap, reflek menelan.
f) Dada
Paru – paru
- Inspeksi : Irama napas tidak teratur,
pernapasan dangkal, penggunaan otot bantu
pernapasan, kemungkinan friction rub.
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan , terjadi nyeri
tekan pada penderita pneumonia berat.
- Perkusi : Sonor, redup pada daerah
terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret.
- Auskultasi: Suara paru ronchi, dan wheezing
Jantung
- Inspeksi : Tidak ada pembesaran pada dada
sebelah kiri
- Perkusi : Suara jantung terdengar redup
- Auskultasi : Nada S1 S2 dan lub dup
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk, lesi
- Palpasi : Splenomegali, hepatomegali, nyeri
tekan, nyeri lepas, turgor kulit <3 detik
- Perkusi : Suara abdomen timpani
- Auskultasi :Bising usus meningkat (normal 4-
9x/menit)
g) Ekstremitas
Biasanya akan didapatkan data pergerakan sendi terbatas
karena terjadi nyeri sendi, kelelahan, kelemahan, malaise,
dan CRT <2 detik dan keluhan.
h) Genetalia dan anus
Kaji lengkap (laki laki: penis, skrotum ; perempuan: labia
minora, labia mayora, klitoris.), fungsi buang air besar, dan
fungsi buang air kecil.
d. Faktor Psikologis / Perkembangan Memahami Tindakan
1) Usia tingkat perkembangan
2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
3) Koping
4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
5) Pengalaman infeksi saluran pernapasan sebelumnya
e. Pengetahuan Keluarga / Orang tua
1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran
pernapasan
2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya
f. Pola Kebiasaan Klien
1) Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Data yang muncul sering orang tua berpersepsi meskipun
anaknya batuk masih menganggap belum terjadi gangguan
serius, bila orang tua menganggap anaknya benar-benar sakit
apabila anak sudah mengalami sesak nafas.
2) Pola metabolik nutrisi
Anak dengan bronkopneumonia sering muncul anoreksia
(akibat respon sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan
muntah (karena peningkatan rangsangan gaster sebagai
dampak peningkatan toksik mikroorganisme).
3) Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.
4) Pola tidur-istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan
tidur karena sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah,
sering menguap, mata merah, anak juga sering menangis
pada malam hari karena ketidaknyamanan tersebut.
5) Pola aktivitas-latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai
dampak kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak minta
digendong orang tuanya atau bedrest.
6) Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah
disampaikan biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi
dan oksigen pada otak. Pada saat dirawat anak tampak
bingung kalau ditanya tentang hal-hal baru disampaikan.
7) Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang
bersahabat, tidak suka bermain, ketakutan terhadap orang lain
meningkat.
8) Pola peran-hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman
sebaya maupuan yang lebih besar, anak lebih banyak diam
dan selalu bersama dengan orang terdekat (orangtua).
9) Pola seksualitas-reproduktif
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada
anak yang sudah mengalami pubertas mungkin terjadi
gangguan yang menstruasi pada wanita terapi bersifat
sementara dan biasanya penundaan.
10) Pola toleransi stress-koping
Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah
anak sering menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang
domain adalah mudah tersinggung dan suka marah.
11) Pola nilai-keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan
untuk mendapat sumber kesembuhan dari Tuhan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan sekret
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan compliance paru turun
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah,
ganggguan pengiriman oksigen
d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat
f. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan proses evaporasi.
g. Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

1 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan 1. Observasi tanda-tanda vital (nadi, 1. Mengetahui keadan klien
tidak efektif berhubungan tindakan keperawatan respirasi, suhu, tekanan darah)
dengan penumpukan selama 3 x 24 jam, klien
sekret mampu mencapai dan 2. Kaji frekuensi pernafasan, catat 2. Frekuensi pernapasan
mempertahankan rasio inspirasi/ ekspirasi menunjukkan ada tidaknya
bersihan jalan napas sesak nafas
efektif dengan kriteria 3. Auskultasi bunyi nafas, catat 3. Bersihan jalan napas yang
hasil: adanya bunyi nafas abnormal. tidak efektif dapat
Bunyi nafas vesikuler, Misalnya: mengi, krekels dan ronkhi. dimanifestasikan dengan
tidak ada suara ronkhi, adanya bunyi napas
tidak ada sianosis, RR adventisius.
30-40 kali/menit, tidak 4. Ajarkan klien teknik batuk efektif 4. Untuk membantu
sesak, klien tampak mengeluarkan sekret
tidak batuk, sekret 5. Berikan posisi semi fowler 5. Posisi semi fowler
dapat keluar pada saat memungkinkan
batuk. pengembangan paru – paru
maksimal
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

6. Berikan minum hangat sedikit demi 6. Hidrasi menurunkan


sedikit tetapi sering kekentalan sekret dan
mempermudah pengeluaran
sekret
7. Kolaborasi dengan dokter untuk 7. Pemberian obat-obatan
pemberian obat bronkodilator, pengencer dahak
mukolitik memudahkan proses evakuasi
jalan napas
2 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan 1. Observasi tanda tanda vital (nadi, 1. Mengetahui keadaan klien
berhubungan dengan tindakan keperawatan repirasi, suhu, tekanan darah)
compliance paru turun selama 2-3 hari 2. Kaji frekuensi pernapasan 2. Mengetahui adanya kesulitan
diharapkan pola napas bernafas (sesak nafas)
efektif dengan kriteria 3. Berikan posisi semi fowler 3. Posisi semi fowler
hasil : memungkinkan
Tidak ada penggunaan pengembangan paru-paru
otot tambahan maksimal
pernafasan, tidak ada 4. Kolaborasi dengan dokter untuk 4. Pemberian terapi oksigen
pernapasan cuping pemberian terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

hidung, klien tidak dan mengurangi usaha


sesak, RR : 30 – 40 kali bernafas klien.
per menit.

3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan 1. Kaji status mental. 1. Gelisah, mudah terangsang,
gas berhubungan dengan tindakan keperawatan bingung dapat menunjukkan
perubahan membran selama 2 x 24 jam, hipoksemia.
alveolus kapiler, gangguan pertukaran 2. Kaji frekuensi, kedalaman, dan 2. Manifestasi distres
gangguan kapasitas gas teratasi dengan kemudahan pernapasan. pernapasan tergantung pada
pembawa aksigen darah, kriteria hasil : derajat keterlibatan paru dan
ganggguan pengiriman Klien tidak tampak status kesehatan umum.
oksigen sesak nafas, tidak
sianosis, tidak pucat, 3. Observasi warna kulit, membran 3. Sianosis menunjukkan
tidak ada retraksi mukosa, dan kuku apakah terdapat vasokontriksi atau respon
subcosta dan intracosta, sianosis. tubuh terhadap demam/
hasil analisa gas darah menggigil dan terjadi
dalam rentang normal. hipoksemia.
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

4. Pertahankan istirahat dan tidur. 4. Istirahat dan tidur menghemat


penggunaan oksigen.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk 5. Pemberian terapi oksigen
terapi pemberian oksigen. meningkatkan kadar oksigen
dan mengurangi usaha
bernafas klien.

4 Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan 1. Obeservasi suhu tubuh setiap 4 jam 1. Indikasi jika ada demam
dengan proses inflamasi tindakan keperawatan 2. Monitor jumlah WBC 2. Leukositosis indikasi suatu
selama 2 x 24 jam, suhu peradangan dan atau proses
tubuh pasien dalam infeksi
batas normal dengan 3. Pantau warna kulit 3. Penampilan kemerahan
kriteria hasil : menunjukkan adanya
Suhu tubuh dalam batas peningkatan suhu tubuh
o
normal (36-37,5 C) 4. Berikan kompres dingin 4. Kompres memungkinkan
pertukaran panas secara
konduksi
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

5. Kolaborasi dengan dokter untuk 5. Obat antipiretik bekerja


pemberian obat antipiretik menurunkan suhu tubuh

5 Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Auskultasi bunyi usus. 1. Mendokumentasi-kan


kebutuhan tubuh tindakan keperawatan peristaltis usus yang
berhubungan dengan selama 2 x 24 jam, dibutuhkan untuk digesti.
intake inadekuat kebutuhan nutrisi dapat 2. Kaji kebutuhan harian anak. 2. Membantu menetapkan diet
terpenuhi dengan individu anak.
kriteria : 3. Ukur lingkar lengan, ketebalan trisep. 3. Hal ini menentukan
Tidak terpasang NGT, 4. Timbang berat badan setiap hari. penyimpanan lemak dan
reflek rooting kuat, protein.
reflek sucking kuat, 4. Nutrisi meningkat akan
mukosa mulut lembab, mengakibatkan peningkatan
muntah tidak terjadi, 5. Berikan diet pada anak sesuai berat badan.
dan berat badan kebutuhannya. 5. Memenuhi kebutuhan
meningkat. 6. Tes reflek hisap dan menelan bayi nutrisinya.
(pada bayi). 6. Reflek hisap dan menelan
pada bayi menandakan bayi
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

sudah dapat di berikan


asupan peroral.
7. Monitor BB / hari dengan timbangan 7. Mengetahui status
yang sama. perkembangan nutrisi klien.
8. Beri ASI atau PASI tiap 3 jam jika 8. ASI atau PASI sebagai nutrisi
tidak terjadi kontra indikasi(pada utama pada bayi untuk
bayi). membantu meningkatkan
9. Lakukan Oral hygiene setiap selesai berat badan klien.
memberikan makan.
10. Kolaborasi pemberian cairan 9. Mencegah terjadinya
peroral/NGT sesuai kebutuhan. kebasian sisa makanan dan
11. Monitor intake dan output terjadinya pertumbuhan
jamur.
10. Keseimbangan cairan yang
diberikan sesuai dengan
kebutuhan.
11. Mengetahui status
keseimbangan nutrisi dalam
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

tubuh
6 Kekurangan volume Setelah dilakukan 1. Mengkaji perubahan tanda-tanda 1. Untuk mengetahui keadaan
cairan berhubungan tindakan keperawatan vital. klien.
dengan proses selama 1 x 24 jam, 2. Mengkaji turgor kulit.
evaporasi. kekurangan volume 2. Menunjukkan adanya
cairan teratasi dengan 3. Observasi intake dan out put cairan. kekurangan cairan sisitemik.
kriteria hasil: 3. Memberikan informasi tentang
Tidak terdapat tanda - keadekuatan volume cairan
tanda kekurangan 4. Kolaborasi pemberian infus sesuai dan kebutuhan penggantian.
volume cairan. indikasi 4. Untuk memenuhi cairan
dalam tubuh.

7 Kecemasan anak Setelah dilakukan 1. Validasi perasaan takut atau cemas. 1. Perasaan adalah nyata
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

berhubungan dengan asuhan keperawatan 2. Pertahankan kontak dengan klien. dan membantu pasien
lingkungan perawatan selama 3 x 24 jam, 3. Upayakan ada keluarga yang untuk tebuka sehingga
yang asing (dampak kecemasan anak menunggu. dapat menghadapinya.
hospitalisasi). berkurang atau hilang 4. Anjurkan orang tua untuk 2. Memantapkan hubungan,
dengan kriteria : membawakan mainan atau foto meningkatan ekspresi
Kooperatif pada keluarga. perasaan.
tindakan keperawatan 3. Dukungan yang terus
dan komunikatif pada menerus mengurangi
perawat, secara verbal ketakutan atau
mengatakan tidak takut. kecemasan yang
dihadapi.
4. Meminimalkan dampak
hospitalisasi terpisah dari
anggota keluarga
4.Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan bronkopneumoni adalah :


a. Pertukaran gas normal.
b. Bersihan jalan napas kembali efektif.
c. Intake dan output seimbang.
d. Intake nutrisi adekuat.
e. Suhu tubuh dalam batas normal.
f. Cemas terhadap anak teratasi.

Sumber :
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai