Anda di halaman 1dari 21

KONSEP DASAR

1. Definisi
 Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada
bulan pertama kehidupan. Muscari, Mary E. 2005).
 Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan
gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia
dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000).
 Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam
darah. (Surasmi, Asrining. 2003).
 Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama
empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1
dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
 Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik
terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom
yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang
parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes,
2000)

Sepsis dapat dibagi menjadi dua yaitu,


 Sepsis dini : terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber
organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion.
 Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan
dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari
kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan
dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.
2. Anatomi dan Fisiologi
1. .Jantung
Jantung manusia terdiri dari empat ruang, yaitu serambi kanan/atrium
dekster, serambi kiri/atrium sinister, bilik kanan/ventrikel dekster,
dan bilik kiri/ventrikel sinister. Jantung memiliki katup
atrioventikuler (valvula bikuspidal) yang terdapat diantara serambi
dan bilik jantung yang berfungsi mencegah aliran dari bilik ke
serambi selama sistol dan katup semilunaris (katup aorta pulmonaris)
yang berfungsi mencegah aliran balik dari aorta dan arteri pulmonalis
kiri ke bilik selama diastole
2. Pembuluh darah
Pembuluh darah terdiri dari pembuluh arteri, pembuluh vena dan
pemuluh kapiler. Arteri berhubungan langsung dengan vena pada
bagian kapiler yang dihubungkan oleh bagian endotheliumnya. Arteri
dan vena terletak bersebelahan. Dinding arteri lebih tebal dari
dinding vena. Dinding artei dan vena mempunyai tiga lapisan yaitu
lapisan dalam endothelium, tengah yaitu otot polos dan serat elastic
dan luar yang terdiri dari jaringan ikat. Pembuluh kapiler adalah
cabang dari pembuluh arteri ataupun vena yang terdiri dari satu
lapisan yaitu endothelium dan sebuah membran basal
3. Darah
Darah berfungsi untuk proses transportasi, termogulasi, imunitas dan
homeostatis. Darah tersusun atas bagian padat (sel darah) dan bagian
cair (plasma darah)
3 . Etiologi
Bakteria seperti Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Neisseria
meningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B,
Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering
terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B
merupakan penyebab sepsis paling sering pada neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi
melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi
kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus,
antara lain:
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus atau plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses
kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC)
Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada
satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi
selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif
rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum
berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif
seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas
melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang
normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh
kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah
disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia
tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah
ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki
aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum
terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari
semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan
yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya
akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah. Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus
bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.

4. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan
endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan
pengambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan
kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat,
complement cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya
adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang
mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian
(Bobak, 2005). Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat
terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi kongenital virus rubella, protozoa
Toxoplasma, atau basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi
didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selama proses persalinan ( infeksi
Streptokokus group B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal
dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase
positif atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal
dari tiga kelompok, yaitu :
a. Faktor Maternal
 Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi
kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit
putih.
 Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur
ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
 Kurangnya perawatan prenatal.
 Ketuban pecah dini (KPD)
 Prosedur selama perslianan

b. Faktor Neonatatal
 Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram).
Merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya
imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan.
Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh
terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin
serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.

 Defisiensi imun.
Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak
melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat.
Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat,
dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan
antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin,
menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.

 Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.

c. Faktor Lingkungan
 Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering
memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di
rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun
kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi
mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi
akibat alat yang terkontaminasi.
 Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan
resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik
spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas,
sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
 Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial),
paling sering akibat kontak tangan.
 Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli
ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula
hanya didominasi oleh E.colli.

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus


melalui beberapa cara, yaitu :
 Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman
dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh
bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah
kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella,
herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri
yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan
toksoplasma.
 Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan
terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion
dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya
kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu
saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi
oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut.
Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui
kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir
ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
 Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan
di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang
endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi
melalui luka umbilikus
5. Manifestasi Klinik

Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai
berikut,
 Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
 Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
 Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih,
sianosis
 Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardi
 Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
 Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
 Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak
kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik.
Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice,
muntah, diare, dan perut kembung

Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
 Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah
dari pusar
 Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada
ubun-ubun
 Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada
lengan atau tungkai yang terkena
 Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan
dan sendi yang terkena teraba hangat
 Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan
diare berdarah.

6. Pencegahan dan Pengobatan


 Pada masa antenatal. Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu
secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita
ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang
dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ke tempat
pelayanan yang memadai bila diperlukan.
 Pada saat persalinan perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik
dalam arti persalinan diperlukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi
pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar
diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses
persalinan melakukan rujukkan secepatnya bila diperlukan dan menghindari
perlukaan kulit dan selaput lendir.
 Sesudah persalinan. Perawatan sesudah lahir mleiputi menerapkan rawat
gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan
lingkungan dan perlatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan
sendiri. Perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus
dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aspetik. Menghindari
perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan
larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan
keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan
baik semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat.
Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara
rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes
resistensi.
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorium adalah mempertahankan
metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan
intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E.
Monintja pembreian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan
hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, tidak toksis, dapat
menembus sawar darah otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang
diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol,
eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.
Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum.
 Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian.
 Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian.
 Sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagai dalam 2 kali pemberian.
 Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian.
 Eritromisin 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis.
 Berikan lingkungan dengan temperatur netral.
 Pertahankan kepatenen jalan napas
 Observasi tanda-tanda syok septik
 Antisipasi masalah potensial seperti dehidrasi/hipoksia

7. Temuan Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium


 Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
 Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat
mendeteksi organisme.
 DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan
peningkatan neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
 Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan
adanya infalamasi.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Pengakajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang
perlu dikaji adalah :
 Sosial ekonomi
 Riwayat perawatan antenatal
 Ada/tidaknya ketuban pecah dini
 Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus)
 Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain
 Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea,
dll)
 Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita
penyakit infeksi (mis, taksoplasmosis, rubeola, toksemia gravidarum
dan amnionitis)
b. Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi :
 Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)
 Tidak mau minum/reflek menghisap lemah
 Regurgitasi
 Peka rangsang
 Pucat
 Hipotoni
 Hiporefleksi
 Gerakan putar mata
 BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis
 Sianosis
 Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau diare)
 Hipotermi
 Pernapasan mendengkur bardipnea atau apneu
 Kulit lembab dan dingin
 Pucat
 Pengisian kembali kapiler lambat
 Hipotensi
 Dehidrasi
 Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes.

c. Riwayat tumbuh kembang


 Anamnesis riwayat inkontipabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau
terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat
yang di berikan ibu seelama hamil/ persalinan.
 Riwayat neonatal ada ikterik yang tampak, bayi menderita sindrom
gawat nafas, hepatitis neonatal, sianosis, infeksi pasca natal.
 Riwayat imunisasi

d. Riwayat Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :


 Bilirubin
 Kadar gular darah serum
 Protein aktif C
 Imunogloblin IgM
 Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus,
telinga, pus dari lesi, feces dan urine.
 Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah
tepi dan jumlah leukosit.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder
akibat infeksi atau inflamasi

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan


penurunan volume bersirkulasi akibat dehidrasi
c. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d terganggunya pengiriman
oksigen ke dalam jaringan.
d. Gangguan pola nafas b.d apnea
e. Koping individu tidak efektif b.d kesalahan dan kecemasan, penularan
infeksi pada bayi.

3. RENCANA KEPERAWATAN
a. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat
infeksi atau inflamasi
 Kriteria Hasil
o Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal
36,5o-37o C)
o Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi
neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas
neonatus normal 30-60x/menit)

 Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang
jam dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air hangat Kompres pada aksila, leher dan lipatan
pada aksila, leher dan lipatan paha, paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar
hindari penggunaan alcohol untuk besar yang akan membantu menurunkan
kompres. demam. Penggunaan alcohol tidak
dilakukan karena akan menyebabkan
penurunan dan peningkatan panas secara
drastis.

Kolaborasi Pemberian antipiretik juga diperlukan


4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan untuk menurunkan panas dengan segera.
jika panas tidak turun.

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan


volume bersirkulasi akibat dehidrasi
 Kriteria Hasil
o Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan
ekstraselular
o Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
o Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil
ekstermitas dan memelihara fungsi jaringan

 Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. perawatan sirkulasi (misalnya periksa 1. meningkatkan sirkulasi arteri dan vena
nadi perifer,edema, pengisian perifer,
warna, dan suhu ekstremitas)
2. pantau perbedaan ketajaman/tumpul 2. mengetahui sensasi perifer,
dan panas/dingin kemungkinan parestesia
3. pantau status cairan 3. mengetahui keseimbangan antara
asupan dan haluaran

c. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d terganggunya pengiriman


oksigen ke dalam jaringan.
 Tujuan /Kriteria hasil : terpenuhinya oksigen dalam tubuh

 Intervensi & rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan jalan nafas dengan posisi meningkatkan ekspansi paru-paru.
yang nyaman atau semi fowler
2. Pantau frekuensi dan kedalaman jalan pernapasan cepat dan dangkal terjadi
nafas karena hipoksemia, stress dan sirkulasi
endotoksin
3. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan kesulitan bernafas dan munculnya bunyi
krekels, mengi adventisius merupakan indikator dari
kongesti pulmona/ edema intersisial
Catat adanya sianosis sirkumoral menunjukkna oksigen sistemik tidak
adequate
Selidiki perubahan pada sensorium fungsi serebral sangat sensitif terhadap
penurunan oksigenisasi

d. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d minum sedikit atau intoleran terhadap
minuman
 Tujuan/ kriteria hasil : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat
badan bayi tidak tujuan, menunjukkan kenaikan berat badan.
 Intervensi :
o Kaji intoleran terhadap minuman
o Hitung kebutuhan minum bayi
o Ukur masukan dan keluaran\
o Timbang berat badan setiap hari
o Catat perilaku makan dan aktivitas secara akurat
o Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan
o Ukur berat jenis urine
o Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian
sesuai kondisi
o Pantai distensi abdomen (residu lambung)

e. Gangguan pola nafas b.d apnea


 Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan
oksigen.
 Kriteria Hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami
apneu.
 Intervensi Keperawatan :
o Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan
cuping hidung, gunting,sianosis, ronki kasar, periode apnea
yang lebih dari 10 detik.
o Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui
takikardia atau bradikardia dan perubahan tekanan darah.
o Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2
yang rendah untuk menjaga pengeluaran energi dan panas.
o Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik.
o Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati.
o Amati gas darah yang ada atau pantau tingkat analisis gas
darah sesuai kebutuhan.
o Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang
berlebihan.

f. Koping individu tidak efektif b.d kesalahan dan kecemasan, penularan


infeksi pada bayi.
 Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi
dukungan koping saat krisis.
 Kriteria hasil : koping individu adekuat.
 Intervensi keperawatan :
o Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan
mekanisme koping
o Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang
penyakit bayi, penyebab infeksi, lama perawatan dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
o Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi,
kemajuan yang dicapai, perawatan selanjutnya dan
komplikasi yang dapat terjadi.
o Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri
kesempatan untuk merawat bayi.

4. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
 Mempertahankan tirah baring, membantu aktivitas perawatan.
 Memantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan
hipotensi,dan perubahan pada tekanan denyut.
 Memantau frekuensi dan irama jantung.
 Mengkaji frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kualitas.
 Memantau suhu anak.
 Mencatat pemasukan dan pengeluaran urin.
 Memantau pemeriksaan laboratorium.
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun
menggunakan sarung tangan steril untuk mengurangi terjadinya infeksi
nosokomial.

5. EVALUASI KEPERAWATAN
 Suhu kembali normal.
 Berat badan meningkat.
 Perfusi jaringan normal, tidak mengalami dispnea dan sianosis.
 Tidak terjadi infeksi nosokomial.
DAFTAR PUSTAKA

Perawatan bayi resiko tinggi, Jakarta : EGC 2000


Wong L, Donna, Buku Ajar Keperawatan Peditrik. Jakarta: EGC, 2009
Carpenito, Lynda Jual, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC
Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi
6.Jakarta : EGC.
Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :EGC
Harianto, Agus. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses internet
dihttp://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium
Novriani, Erni. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses Internet di http://cemolgadis-
melayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.html
Nurcahyo. 2000. Sepsis Neonatorum. Akses internet
dihttp://www.indonesiaindonesia.com/images_greenish/misc/navbits_finall
ink.gif
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka
Vietha. 2008. Askep pada Sepsi Neonatorum. Akses internet
dihttp://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-neonatorum/

Surasmi, Asrining.2003. Perawatan bayi resiko tinggi. Jakarta : egc

Anda mungkin juga menyukai