DISUSUN OLEH :
ADELIA FIRANDI (201310410311173)
IVANA RAMBU S. REWA (201310410311257)
(Kelompok 22)
Penyimpanan kalsium
Kerangka tubuh mengandung 99% kalsium tubuh total dalam bentuk Kristal yang
menyerupai mineral hidroksiapit; namun ion-ion lain seperti Na+, K+, Mg2+, dan F- juga
terdapat dalam kisi-kisi Kristal. Kandungan kalsium dalam tulang dalam keadaan-
tunak menggambarkan hasil bersih resorpsi tulang dan pembentukan tulang, yang
merupakan dua aspek yang berpasangan dalam remodeling tulang. Selain itu, terdapat
depot kalsium tulang yang labil yang mudah bertukar dengan cairan intestinal. Laju
pertukarannya dipengaruhi oleh obat, hormone,vitamin, dan factor lain yang secara
langsung mengubah pergantian tulang atau factor yang mempengaruhi kadar kalsium
dalam cairan intestinal.
Homeostasis Kalsium
Kadar Ca2+ didalam serum diatur oleh 2 hormon penting yaitu PTH dan 1,25 (OH)2
vitamin D. Di dalam sel pengaturan homeostasis kalsium sangat kompleks, sekitar 90-99%
kalsium intrasel, berada didalam mitokondria dan mikrosom. Rendahnya kadar Ca2+ di
dalm sitosol diatur oleh 3 pompa yang terletak pada membran plasma, membran
mikrosomal , dan membran mitokondria yang sebelah dalam. Pada otot rangka dan otot
jantung, kalsium berperan pada proses eksitasi dan kontraksi jaringan tersebut. Pada otot
rangka, mikrosom berkembang sangat baik menjadi retikulum sarkoplasmik dan
merupakan gudang kalsium yang sangat penting didalam sel yang bersangkuatan.
Depolarisasi membran plasma akan diikuti dengan masuknya sedikit Ca2+ ekstraselular
kedalam sitosol dan hal ini akan mengakibatkan terlepasnya Ca2+ secara berlebihan dari
reticulum sarkoplasmik kedalam sitosol. Kemudian Ca2+ akan bereaksi dengan troponin
yang akan memngakibatkan interaksi aktin–miosin dan terjadilah kontraksi otot.
Sedangkan proses relaksasi otot akan didahului oleh reakumulasi Ca2+ oleh vesikel
reticulum secara cepat dari dalam sitosol, sehinggga kadar Ca2+ didalam sitosol akan
kembali normal.
Sel utama kelenjar paratiroid sangat sensitive dengan kadar Ca2+ di dalam serum.
Peran PTH pada reabsorbsi Ca didalam tubulus distal, resorpsi tulang dan peningkatan
absorbsi kalsium di usus melalaui peningkatan 1,25 dihidroksikolekalsiferol vitamin D,
sangat penting untuk menjaga kadar Ca++ didalam serum. Selain itu peningkatan PTH akan
menurunkan renal tubular phosphate threshold (TmP/GFR) sehingga fosfat yang diserap
dari usus dan dimobilisasi dari tulang akan diekskresi oleh ginjal.
B. HIPERKALSEMIA
Hiperkalsemia dapat didefinisikan sebagai kalsium serum lebih besar dari 2 standar
deviasi di atas rata-rata normal di laboratorium rujukan. Kalsium dalam darah yang
biasa diangkut:
sebagian terikat dengan protein plasma (sekitar 45%), terutama untuk albumin
sebagian terikat anion kecil seperti fosfat dan sitrat (sekitar 10%)
sebagian bebas atau terionisasi negara (sekitar 45%)
Hanya kalsium terionisasi aktif secara metabolik subjek, yaitu untuk mengangkut ke
dalam sel, tetapi sebagian besar laboratorium melaporkan konsentrasi kalsium serum
keseluruhan.
Hiperkalsemia Akut
Semakin cepat dan semakin tigggi kenaikan kadar kalsium, maka semakin besar
kemungkinan seorang pasien mengalami sindrom otak akut, yang terdiri dari
confusion, mengantuk, dan koma (terkadang terdapat kelemahan otot dan gejala
psikosis). Pada hiperkalsemia yang tidak terlalu tinggi, dapat ditemukan rasa haus dan
poliuria, disebabkan oleh diabetes nefrogenik akibat kalsium, dan gejala-gejala
gangguan abdomen seperti anoreksia, mual dan muntah, nyeri abdomen, dan
konstipasi. Hiperkalsemia kronis juga dapat menyebabkan batu ginjal dan penyakit
tulang.
Etiologi
PATOFISIOLOGI
Fluks kalsium di tulang, usus dan ginjal memainkan peran utama dalam
mempertahankan homeostasis kalsium. Ketika cairan ekstrasel (ECF) kalsium
dinaikkan di atas batas normal, ion kalsium per se, dengan merangsang Calcium
Sensing Receptor (CaSR), dapat menghambat hormon paratiroid (PTH) rilis.
Penurunan PTH dan stimulasi CaSR akan memfasilitasi pengurangan reabsorpsi
kalsium ginjal, dan penurunan PTH akan menghasilkan pengurangan resorpsi tulang
dan berkurangnya pelepasan kalsium dari tulang. Penurunan PTH dan hiperkalsemia
juga akan mengurangi produksi ginjal dari bentuk aktif dari vitamin D, 1,25-
dihidroksivitamin D [1,25 (OH) 2 D], dan mengurangi penyerapan kalsium usus. Efek
bersih dari berkurangnya reabsorpsi kalsium ginjal, penyerapan kalsium usus, dan
resorpsi kalsium tulang akan mengurangi kalsium ECF yang tinggi menjadi normal.
Oleh karena itu penurunan kadar PTH dan penurunan kadar 1,25(OH)2D seharusnya
dapat mengurangi hiperkalsemia kecuali bila PTH atau 1,25(OH)2D adalah penyebab
hiperkalsemia tersebut. Rangkaian peristiwa sebaliknya terjadi bila kalsium ECF
berkurang di bawah kisaran normal.
Genetik relative PTH, PTH-related peptide (PTHrP), juga dapat menyerap tulang,
ketika dibebaskan dari tumor tertentu. Kedua PTH dan PTHrP bertindak pada sel
osteoblastik untuk meningkatkan produksi sitokin, terutama aktivator reseptor faktor
nuklear kappa B ligan (RANKL) yang meningkatkan produksi dan aktivasi osteoklas
berinti yang kemudian menyerap mineral tulang.
PENYEBAB HIPERKALSEMIA :
Hiperparatiroidisme primer
dengan gejala hiperkalsemia berat. Mekanisme krisis tersebut belum jelas, tetapi
dehidrasi, penyakit penyerta, dan mungkin infark dari suatu adenoma paratiroid pada
beberapa penderita berperan.
1. Deposit tumor pada tulang : sebagian besar hiperkalsemia pada keganasan (>95%)
berkaitan dengan metastasis neoplasma yang luas. Neoplasma yang paling sering
adalah paru, payudara dan mieloma. Pasien biasanya menunjukkan gejala-gejala yang
jelas, baik akibat kanker, maupun karena kadar kalsiumnya tinggi dan telah meningkat
dengan cepat akibat hiperkalsemia.
2. Hiperkalsemia humoral pada keganasan (HHM) berhubungan dengan peptida terkait
PTH, yaitu sebuah peptida yang terdiri dari 144 asam amino, yang memiliki kemiripan
struktur dan aktivitas dengan PTH. Neoplasma yang mengakibatkan ini kemungkinan
besar adalah karsinoma selskuamosa pada paru, terkadang juga keganasan urogenital
dan ginekologis. Walaupun HHM jarang ditemukan, kepentingan klinisnya adalah
bahwa tidak semua pasien dengan keganasan dan hiperkalsemia menderita penyakit
metastatik. Pernyataan ini penting untuk menentukan apakah keganasan primernya
perlu direseksi atau tidak.
Hiperparatiroidisme tersier
Intoksikasi vitamin D
Pada penyerapan vitamin D (yang diubah dari 25-(OH)vitamin D di hati) atau 25-
(OH)vitamin D itu sendiri, kalsitriol terlepas dari ikatan dengan protein, meningkatkan
kadar kalsitriol bebas. Peningkatan ini menyebabkan hiperkalsemia karena peningkatan
absorpsi kalsium intestinal dan peningkatan resorpsi tulang. Mekanisme ini terjadi pula
pada pemakaian vitamin D analog topikal, kalsipotriol, serta pemakaian pada beberapa
kelainan kulit.
Penyakit granulomatous
Malignansi hiperkalsemia humoral paling sering pada karsinoma sel skuamosa (paru-
paru, esofagus, serviks, kepala dan leher), kanker ginjal, kandung kemih dan ovarium,
yang secara spesifik menghasilkan PTHrP.
Destruksi tulang
Intoksikasi vitamin A
Sindrom susu-alkali
Sindrom ini meliputi hiperkalsemia, gagal ginjal dan asidosis metabolik. Disebabkan
oleh ingesti kalsium bersama natrium secara berlebihan, kalsium karbonat berlebihan
dalam preparat antasid dan pemakaiannya untuk pencegahan osteoporosis.
Tirotoksikosis
Hiperkalsemia ringan terjadi pada sebagian penderita tirotoksikosis. Kadar PTH dan
1,25-(OH)2 vitamin D rendah. Peningkatan resorpsi tulang disebabkan oleh tiroksin
dan triiodotironin, yang responsibel untuk hiperkalsemia.
Pada insufisiensi adrenal terjadi penurunan kalsium ginjal dan peningkatan masukan
kalsium ke dalam sirkulasi. Hipovolemia akibat insufisiensi adrenal, mengakibatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus, sehingga terjadi penurunan filtrasi kalsium oleh
glomerulus dan peningkatan reabsorpsi kalsium dan natrium di tubulus proksimal.
Meskipun demikian hiperkalsemia tidak sering didapatkan pada insufisiensi adrenal.
Kalsium dapat pula dilepaskan dari tulang pada penderita insufisiensi adrenal.
Tes genetik tidak rutin dan biasanya tidak perlu. Ekskresi kalsium urin yang rendah
(<100 mg/dL) pada hiperkalsemia mengindikasikan peningkatan absorpsi kalsium
tubulus ginjal dan rendahnya klirens kalsium. Rasio klirens kalsium : klirens kreatinin
dapat digunakan untuk diagnosis hiperkalsemia hipokalsiurik familial, menggunakan
formula :
ClCa/ClCr = (Cau x Crs)/(Cru x Cas)
Cau = konsentrasi kalsium urin
Cas = konsentrasi kalsium serum
CrU = konsentrasi kreatinin urin
Crs = konsentrasi kreatinin serum
Rasio ≤ 0,01 khas pada pasien hiperkalsemia hiperkalsiurik familial.
Imobilisasi
Gagal ginjal
Hiperkalsemia akibat gagal ginjal akut terjadi terutama pada penderita dengan
rhabdomiolisis. Awalnya, hiperfosfatemia menyebabkan deposisi kalsium pada
jaringan lunak, mengakibatkan hipokalsemia dan HPT sekunder. Selanjutnya ginjal
mulai melindungi dengan reentri/ masuknya kembali garam kalsium ke dalam sirkulasi
yang dihubungkan dengan kadar PTH tinggi sehingga menyebabkan transien
hiperkalsemia.
Pada penderita gagal ginjal kronik khususnya yang menjalani hemodialisis, sering
dijumpai hiperkalsemia disebabkan oleh kelebihan vitamin D, imobilisasi, penggunaan
antacid kalsium, sekresi PTH otonom, atau kombinasi di antaranya.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi neurologik
Ion kalsium mempunyai peran utama pada neurotransmiter. Peningkatan kadar kalsium
menurunkan eksitabilitas neuromuskular, yang berperan pada hipotonisitas otot lurik.
Gejala neuromuskuler termasuk lemas dan menurunnya refleks tendon. Regangan otot
terganggu dan kemampuan otot pernapasan menurun. Gangguan sistem saraf pusat
dapat bermanifestasi sebagai delirium, disfungsi kognitif, disorientasi, inkoherensia,
dan gejala psikotik seperti halusinasi dan delusi. Obtundasi karena progresivitas
peningkatan konsentrasi kalsium serum memicu stupor atau koma.
Manifestasi kardiovaskuler
Manifestasi gastrointestinal
Manifestasi ginjal
Manifestasi tulang
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tergantung kadar kalsium darah dan ada tidaknya gejala. Jika kadar
kalsium <12 mg/dL, tanpa gejala, biasanya tidak perlu tindakan terapeutik. Jika kadar
kalsium 12-14 mg/dL disertai gejala hiperkalsemia, diperlukan terapi agresif, tetapi
jika tidak disertai gejala, cukup diterapi dengan hidrasi adekuat 3000 – 6000 mL cairan
NaCl 0,9% pada 24 jam pertama. Perbaikan volume cairan ekstraseluler ke normal
akan meningkatkan ekskresi kalsium urin sebesar 100-300mg/hari. Perbaikan gejala
klinis, seperti status mental dan mual muntah tampak < 24 jam pertama. Namun
rehidrasi merupakan terapi intervensi sementara dan jarang mencapai kadar normal
jika digunakan sendiri. Jika terapi sitoreduktif definitive (operasi, radiasi, atau
kemoterapi) terhadap penyakit dasar tidak dilakukan, terapi hipokalsemik seharusnya
digunakan dalam jangka lama untuk mencapai control.Setelah hidrasi tercapai, dengan
kadar kalsium masih tinggi, dapat diberi loop diuretic (furosemide 20-40 mg/IV/2
jam). Loop diuretic akan bekerja menghambat reabsorpsi kalsium dan natrium di ansa
Henle, meningkatkan ekskresi kalsium urin, juga natrium, kalium, klorida, magnesium,
dan air. Penting memantau status hemodinamik secara intensif untuk mencegah
kelebihan cairan dan dekompensasi jantung, dengan mengukur volume urin secara
serial dan pemeriksaan elektrolit untuk mencegah kondisi yang dapat mengancam jiwa,
seperti hipofosfatemia, hipokalemia, dan hipomagnesemia.
TERAPI HIPERKALSEMIA
1. BISFOSFONAT
Bisfosfonat merupakan terapi farmakologi paling efektif mengontrol
hiperkalsemia; merupakan analog pirofosfat anorganik yang menghambat resorpsi
tulang. Onsetnya lambat (2-3 hari) dengan durasi lama (beberapa minggu).
Etidronat 7,5 mg/kg di dalam 250-500 mL larutan garam, diberikan dalam infus
selama beberapa jam setiap hari selama 3 hari, telah terbukti cukup berguna dalam
mengobati hiperkalsemia yang berat. Yang lebih baru, pamidronat, 60-90 mg di
dalam 500-750 mL larutan garam diberi dalam infuse selama 4-24 jam, telah
disepakati untuk indikasi yang sama. Bentuk pengobatan seperti ini benar-benar
bebas dari toksisitas. Efeknya biasanya bertahan sampai berminggu-minggu, tetapi
pengobatan dapat diulangi setelah interval 7 hari bila perlu.
Asam zolendronat acid merupakan bisfosfonat paling umum saat ini, karena dapat
diberikan intravena sehingga mencegah kerusakan esophagus pada dosis oral dan
mungkin efeknya lebih lama dibandingkan pamidronat. Dosis harus disesuaikan
pada penderita disfungsi ginjal berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG)nya.
Jika LFG > 60 mL/mnt diberikan 4 mg;
50 - 60 mL/mnt : 3,5 mg;
40 - 45 mL/mnt : 3,3 mg,
30 - 39 mL/mnt : 3 mg,
dan jika <30 mL/mnt belum ada data.
2. KALSITONIN
Merupakan hormon peptida yang disekresikan oleh sel-sel parafolikuler C tiroid
dan paratiroid. Kalsitonin menghambat reabsorpsi tulang osteoklastik dan
meningkatkan ekskresi kalsium renal. Derivat kalsitonin dari salmon jauh lebih
poten dan mempunyai durasi aktivitas lebih lama daripada hormon manusia. Dosis
awal 4 IU/kgBB/ 12 jam subkutan atau intramuskuler; dapat ditingkatkan setelah
satu atau dua hari sampai 8 IU/kgBB/12 jam; dapat diberikan 8 IU/kgBB/6 jam jika
respon dengan dosis rendah tidak memuaskan. Biasanya ditoleransi baik, namun
dapat memberikan efek samping berupa nausea, nyeri perut dan cutaneous
flushing. Kombinasi dengan bisfosfonat pada penderita yang berespon dengan
kalsitonin dapat menghasilkan onset serta durasi yang cepat.
3. GALIUM NITRAT
Gallium nitrat telah disetujui oleh FDA untuk penatalaksanaan hiperkalsemia yang
ganas dan dalam penelitian untuk pengobatan penyakit Paget yang lanjut. Obat ini
bekerja dengan cara menghambat resorpsi tulang oleh penurunan sekresi asam
osteoklas dan juga mengubah kristal hidroksiapatit tulang. Pada dosis 200
mg/m2luas permukaan tubuh diberikn per hari dalam infuse intravena secara
kontinu dalam dekstrosa 5% untuk 5 hari, gallium nitrat terbukti lebih baik dari
kalsitonin dalam menurunkan kalsium serum pada pasien kanker. Karena
berpotensi nefrotoksisitas, maka pasien harus banyak mendapat cairan dan
memiliki ginjal yang berfungsi baik sebelum infuse dimulai.
Lebih superior dari etidronat dalam mencapai keadaan normokalsemia serta
lamanya normokalsemia. Tidak diberikan pada penderita dengan kreatinin serum >
2,5 mg/dL.
4. PLIKAMISIN (Mitramisin)
Merupakan inhibitor sintesis RNA osteoklas, sehingga dapat menghambat resorpsi
tulang.
Karena sifat toksiknya, plikamisin (mitramisin) bukanlah obat pilihan pertama
untuk pengobatan hiperkalsemia. Namun, jika pengobatan bentuk lain gagal, maka
diberikan 25-50 µg/kg secara intravena, biasanya menurunkan kalsium serum
secara nyata dalam 24-48 jam. Efek hipokalsemia mulai terlihat setelah 12 jam
pemberian dan menetap selama 3 – 7 hari atau lebih, dengan dosis tunggal 25 – 30
μg/kgBB/ infus, selama ≥ 30 menit. Dosis ini dapat diulangi bila perlu. Efek toksik
yang paling berbahaya ialah trombositopenia tiba-tiba yang disusul dengan
perdarahan. Keracunan hati dan ginjal juga dapat terjadi. Hipokalsemia, mual, dan
muntah dapat membatasi terapi. Penggunaan obat ini harus disertai dengan
pemantauan yang cermat jumlah trombosit, fungsi hati dan ginjal, serta kadar
kalsium dalam serum.
5. FOSFAT
Permberian fosfat intravena mungkin cara yang tercepat dan paling meyakinkan
untuk menurunkan kalsium serum, tetapi merupakan prosedur yang berbahaya bila
tidak dilakukan dengan benar. Fosfat intravena hanya diberikan bila metode
pengobatan lain (etidronat, kalsitonin, dieresis garam dengan furosemid, dan
plikamisin) telah gagal untuk mengontrol gejala-gejala hiperkalsemia. Fosfat harus
diberikan secara lambat (50 mmol atau 1,5 gram unsure fosfor selama 6-8 jam) dan
pasien dialihkan ke fosfat per oral (1-2 gram/hari unsure fosfor, sebagai salah satu
garam yang dinyatakan di bawah) segera setelah gejala hiperkalsemia hilang.
Risiko terapi fosfat intravena termasuk hipokalsemia yang tiba-tiba, kalsifikasi
ektopik, gagal ginjal akut, dan hipotensi. Fosfat per oral juga dapat menyebabkan
kalsifikasi ektopik dan gagal ginjal bila kalsim serum dan kadar fosfat tidak
dipantau dengan baik, tetapi risikonya kurang dan waktu untuk terjadinya lebih
lama. Fosfat tersedia dalam bentuk oral dan intravena sebagai garam natrium atau
kalium. Jumlah yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 gram unsure fosfor adalah
sebagai berikut:
Intravena :
In-Phos: 40 ml
Hyper-Phos-K : 15 ml
Oral :
Fleet Phospho-Soda : 6,2 ml
Neutral-Phos : 300 ml
6. GLUKOKORTIKOID
Glukokortikoid tidak mempunyai peranan yang jelas dalam pengobatan yang akut
untuk hipekalsemia. Namun, hiperkalsemia kronis karena sarkoidosis, intoksikasi
vitamin D, dan kanker-kanker tertentu mungkin memberi reaksi beberapa hari
dengan terapi glukokortikoid. Prednisone dengan dosis 30-60 mg per oral/hari
biasanay digunakan, walaupun dosis ekuivalen dari glukokortikoid lain juga
efektif. Namun, dasar pemikiran penggunaan glukokortiokoid dalam penyakit ini
berbeda. Hiperkalsemia karena sarkoidosis terjadi secara sekunder akibat
peningkatan produksi 1,25(OH)2D, mungkin oleh jaringan sarkoid sendiri.
Pengobatan glukokortikoid berlangsung pada penurunan jaringan sarkoid yang
menyebabkan perbaikan kadar kalsium dan 1,25(OH)2D kembali ke normal.
Pengobatan hipervitaminosis D dengan glukokortikoid mungkin tidak mengubah
metabolisme vitamin secara bermakna tetapi diduga mengurangi transport kalsium
intestinal yang diperantai oleh vitamin D. namun, suatu kerja glukokortikoid untuk
mengurangi resorpi tulang yang diperantai vitamin D tidak dapat diabaikan. Efek
glukokortikoid pada hiperkalsemia karena kanker diduga dua kali lipat. Keganasan
bereaksi terbaik terhadap glukokortikoid (yaitu, multipel myeloma dan penyakit
limfoproliferatif yang berkaitan) sensitive terhadap kerja litik dari glukokortikoid,
jadi bagian dari efek ini mungkin berhubungan untuk menurunkan massa dan
aktivitas tumor. Glukokortikoid juga telah terbukti untuk menghambat kemampuan
factor pengakitif osteoklas, suatu zat humoral atau zat yang disebarkan oleh
multipel myeloma dan kanker-kanker sejenis yang merangsang resorpsi osteoklas
tulang. Penyebab lain hiperkalsemia—terutama hiperparatiroidisme primer—tidak
bereaksi dengan terapi glukokortikoid.
Perbedaan respons berbagai bentuk hiperkalsemia terhadap glukokortikoid
membentuk dasar dari glucocorticoid suppression test, di mana respons kalsium
serum terhadap pemberian prednisone 60mg/hari per oral selama 10 hari,
membantu untuk membedakan hiperkalsemia karena hiperparatiroidisme primer
dari penyebab-penyebab lain seperti sarkoidosis, keracunan vitamin D, dan
beberapa kanker tertentu. Tes ini dapat menyesatkan dan sebaiknya tidak
digunakan seagai pengganti tes yang lebih spesifik untuk hiperparatiroidisme
primer seperti penentuan immunoreactive PTH serum.
C. HIPOKALSEMIA
PATOFISIOLOGI
Kalsium yang terionisasi adalah fraksi plasma yang diperlukan untuk proses
fisiologis yang normal. Dalam sistem neuromuscular, kalsium yang terionisasi, digunakan
untuk konduksi saraf, kontaksi otot, dan relaksasi saraf. Kalsium juga penting untuk proses
mineralisasi tulang dan merupakan kofaktor penting untuk sekresi hormon dalam endokrin.
Pada sel, kalsium merupakan regulator penting untuk transport ion dan integritas
membran.
Onset kalsium diperkirakan 10-20 mEg/hari. Sekitar 500 mg kalsium dikeluarkan
dari tulang setiap hari dan digantikan dengan jumlah yang sama. Normalnya, jumlah
kalsium yang diabsorbsi usus sama dengan yang dieksresi urin. Meskipun kadar kalsium
ada dalam jumlah yang besar, kadar kalsium yang terionisasi dapat stabil karena dapat
dikontrol oleh Hormon Paratiroid (PTH), Vitamin D, dan kalsitonin. Semua senyawa ini
bertindak terutama pada tulang, ginjal, dan GI track. Kadar kalsium juga dipengaruhi oleh
magnesium dan fosfor.
PTH merangsang reabsorbsi tulang osteoklastik dan reabsorbsi kalsium pada
tubulus distal juga memediasi 1,25-dihydroxyvitamin D pada penyerapan kalsium di usus.
Vitamin D merangsang penyerapan kalsium di usus, mengatur pelepasan PTH oleh sel-sel
di kepala, dan membatasi reabsorbsi rangsangan PTH di tulang. Kalsitonin menurunkan
kalsium di 3 tempat yaitu tulang, ginjal, dan GI track.
Kelenjar paratiroid sensitif terhadap perubahan serum kalsium yang terionisasi.
Perubahan ini dikenali oleh calcium sensing reseptor(CaSR), reseptor 7-transmembran
yang terikat oleh G-protein. Kalsium yang terikat dengan CaSR akan menginduksi aktivasi
fosfolipase C dan menghambat sekresi PTH. Di sisi lain, penurunan kalsium dapat
merangsang sel didalam kelenjar paratiroid untuk mengeluarkan PTH.
CaSR sangat penting peranannya dalam sekresi PTH. Tidak berfungsinya CaSR
mengarah ke penyakit terkait Hyperparatiroidisme seperti hipokalsiurik, dan
hiperkalsemia. Pada gagal ginjal, agonis CaSR menekan perkembangan
hiperparatiroidisme dan pertumbuhan kelenjar paratiroid.
Homeostasis dipertahankan oleh gradien ekstraseluler ke gradien intraseluler, yang
sebagian besar disebabkan oleh banyaknya fosfat di intraseluler. Kalsium di intraseluler
mengatur proses siklik adenosine monofosfat (cAMP). Kalsium di ekstraseluler
dipertahankan sekitar 8,7-10,4 mg/dL. Adanya variasi tergantung pada pH serum, protein,
dan anion, serta pengaturan dari hormon yang terkait.
Seseorang yang mengalami penurununan serum kalsium, tidak selalu dikatakan
Hipokalsemia, karena, penurunan serum kalsium dapat disebabkan oleh gangguan hati
sindrom nefrotik, atau malnutrisi.
Hipokalsemia menyebabkan iritabilitas pada neuromuskular dan tetani. Alkalemia
(Ph darah diatas normal) memicu tetani karena terjadi penurunan kalsium yang terionisasi,
sedangkan asidemia adalah pelindung. Patofisiologi ini penting bagi pasien dengan gagal
ginjal disertai hipokalsemia, karena koreksi yang cepat terkait perkembangan alkalemia
dan asidemia.
ETIOLOGI
Kehilangan kalsium dan viamin D secara bersamaan akan menimbulan
hipokalsemia dengan cepat. Kedua peristiwa ini teramati pada berbagai keadaan
malabsorbsi dan juga terjadi akibat makanan yang tidak memadai. Jika terjadi akibat
malabsorpsi, hipokalsemia disertai rendahnya konsentrasi fosfat , protein plasma total, dan
magnesium. Pada defisiensi Mg2+ , hipokalsemia menjadi lebih mencolok akibat
berkurangnya sekresi dan kerja PTH. Hipokalsemia menstimulasi pelepasan PTH, yang
akan meningkatkan pergantian tulang, sehingga penghantaran kalsium dari kerangka
tulang ke cairan ekstra sel meningkat. Pada bayi yang mengalami malabsorpsi atau asupan
Ca2+ yang tidak memadai, konsentrasi kalsium biasanya ditekan, terjadi hipofosfatemia,
dan menyebabkan penyakit tulang rakitis.
Hipoparatiroidisme paling sering terjadi akibat bedah tiroid atau bedah leher, tetapi
dapat juga terjadi akibat kelaianan genetic atau gangguan autoimun. Pada
hipoparatiroidisme, hipokalsemia disertai dengan hiperfosfatemia, yang menunjukan
penurunan kerja PTH pada pengendalian fosfor di ginjal. Meskipun kondisi hipokalsemia
lainnya dapat dikaitkan dengan mengeruhnya lensa mata, papiledema dan kalsifikasi
ganglion basal, keadaan-keadaan ini lebih sering terjadi pada hipoparatiroidisme.
Pseudohipoparatiroidisme (PHP) ditandai dengan berbagai cacat tubuh serta kegagalan
merespon PTH eksogen. Kelaianan bentuk tubuh mencakup muka bundar, tubuh pendek
serta memendeknya tulang metacarpal dan metatarsal (osteodistrofi turunan Albright).
Aslinya, PHP disebabkan oleh protein mutan pengikat nukleutida guanine yang umumnya
memperantai aktivasi adenilil siklase yang diinduksi oleh hormone. Berbagai abnormalitas
hormon telah dikaitkan dengan jenis PHP ini, tetapi tidak ada yang separah kurangnya
respon terhadap PTH.
Tetani pada neonates kadang-kadang teramati pada bayi dari ibu yang mengalami
hiperparatiroidisme; bahkan, mungkin tetani inilah yang menyebabkan diketahuinya
kelaianan pada sang ibu. Kondisi tetani biasanya sementara, yang hilang setelah kelenjar
paratiroid anak dapat merespons dengan semestinya.
Hipokalsemia juga dikaitkan dengan insufisiensi ginjal tahap lanjut yang disertai
hiperfosfatemia. Banyak pasien dengan kondisi ini tidak terkena tetani kecuali ika asidosis
parah yang menyertainya diobati. Konsentrasi fosfat yang tinggi dalam plasma
menghambat konvensi 25-hidroksikolekalsiferol menjadi 1,25-dihidroksikolekalsiferol
(Haussler and McCain, 1977). Hipokalsemia juga dapat terjadi setelah transfusi massif
dengan darah bersitrat.
GEJALA HIPOKALSEMIA
Tanda-tanda dan gejala hipokalsemia yang mencolok antara lain tetani dan gejala-gejala
terkait seperti parestesia, peningkatan eksitabilitas neuromuscular, laringospasme, kram
otot, dan konvulsi tonik-klonik.
Terapi
1. Gejala akut (Ca2+ <1,9 mmol/L) : bolus kalsium glukonat 10% intravena 10-20
mL dengan pemantauan EKG diikuti dengan infus intravena 10-20 mL dengan
pemantauan EKG diikuti dengan infus intravena bila diperlukan. Kalsium oral dan
vitamin D diberikan secepatnya. Magnesium sulfat intravena mungkin juga
dibutuhkan.
2. Penyakit kronis: metabolit vitamin D (Kalsitriol atau alfakalsidol) dan kalsium oral.
3. Tanda-tanda dan gejala hipokalsemia yang mencolok antara lain tetani dan gejala-
gejala terkait seperti parestesia, peningkatan eksitabilitas neuromuscular,
laringospasme, kram otot, dan konvulsi tonik-klonik.
4. Hipokalsemia bisa tidak menimbulkan gejala. Seiring dengan berjalannya waktu,
hipokalsemia dapat mempengaruhi otak dan mmenyebabkan gejal-gejal seperti
kebingungan, gangguan daya ingat, penurunan kesadaran, depresi, dan halusinasi.
Gejala-gejala tersebut akan menghilang jika kadar kalsium kembali normal.
5. Kadar kalsium yang sangat rendah juga bisa menyebabkan timbulnya nyeri otot
dan kesemutan, yang seringkali dirasakan di bibir, lidah, jari-jari tangan dan kaki.
Pada kasus tertentu yang berat bisa terjadi spasme otot tenggorokan yang
menyebabkan sulit bernafas dan tetani (kejang otot keseluruhan). Selain itu, bisa
terjadi perubahan pada system konduksi listerik jantung, yang dapat dilihat pada
pemeriksaan EKG.
OBAT
Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah terjadinya
komplikasi. Pasien dengan hipokalsemia karena resistensi terhadap hormon paratiroid
umumnya membutuhkan proses terapi jangka panjang dengan vitamin D dan suplemen
kalsium. Pasien hipokalsemia dengan gagal ginjal kronis diberikan pengikat fosfat dan
suplemen vitamin D.
1. Kalsium klorida
Kalsium klorida berperan dalam saraf dan kinerja otot dengan mengatur aksi potensial
yang tereksitasi. Selain itu, bentuk kalsium lebih baik bagi pasien dengan serangan
jantung.
10% IV (mengandung 100mg/mL kalsium klorida) sama dengan 27,2 mg/mL (1,4
mEq/mL) kalsium elemental (10 mL kalsium klorida 10% mengandung 272 mg kalsium
elemental)
2. Kalsium glukonat
Kalsium glukonat baik untuk pasien yang tidak dalam serangan jantung. Satu ampulnya
mengandung 93 mg kalsium elemental. Setelah pemberian Intravena, kadar kalsium
biasanya dapat dipertahankan dengan diet kalsium yang tinggi, meskipun beberapa pasien
juga membutuhkan suplemen kalsium oral
Tablet oral biasanya digunakan sebagai suplemen untuk terapi kalsium secara Intraveba.
Jumlah kalsium elemental yang terkandung pada kalsium glukonat adalah sebagai berikut :
4. tablet 1g = 90mg
3. Kalsium karbonat
4. Kalsium sitrat
Kalsium sitrat merupakan sediaan oral digunakan sebagai suplemen untuk terapi kalsium
IV. Menjaga saraf dan kinerja otot dengan mengatur aksi potensial tereksitasi dan menjaga
jantung agar tetap normal. Kumlah kalsium elemental di 1000mg kalsium sitrat adalah
210mg.
5. VITAMIN D
Gilman, Alfred Goodman. Dasar Farmakologi Terapi Volume 2. 2003. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar Dan Klinik. 1995. Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Sudoyo, W. Aru . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V. Interna Publishing. 2009.
Jakarta.
Goltzman, David, M.D. July 21, 2012.Hypercalcemia. South Dartmouth (MA): MDText.com,
Inc.; 2000-. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279037/?report=reader#!po=82.1429