Anda di halaman 1dari 9

BAB II PEMBAHASAN A.

Pengertian Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan


yang ditandai dengan kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (Atkinson dkk, 1992), perasaan dikendalikan olehn
kekuatan dari luar dirinya, waham/delusi, gangguan persepsu (PPDGJ, 1983) Skizofrenia adalah
suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan
penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997;
46). Gangguan skizoprenia ini terdapat pada semua kebudayaan dan mengganggu di sepanjang
sejarah, bahkan pada kebudayaan-kebudayaan yang jauh dari tekanan modern sekalipun.
Umunya gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan memuncak pada usia antara 25-
35 tahun. Gangguan yang muncul dapat terjadi secara lambat atau dating secara tiba-tiba pada
penderita yang cenderung suka menyendiri yang mengalami stress (Atkinson dkk, 1992) Salah
satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Beberapa pendapat yang menyebutkan
tentang pengertian Skizofrenia, antara lain : “Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk
Skizofrenia yang ditandai dengan perilaku klien regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai,
wajah dungu, tertawa-tawa aneh, meringis dan menarik diri secara ekstrim”. (Townsend, alih
bahasa Helena, 1998:143). B. Etiologi a. Keturunan Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa
angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan
salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar
satu telur 61-86 %. (Maramis, 1998; 215 ). b. Endokrin Teori ini dikemukakan berhubung
dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium
dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan. c. Metabolisme Teori ini
didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak
sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor
katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian
obat halusinogenik. d. Susunan saraf pusat Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP
yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin
disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e. Teori Adolf Meyer : Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga
sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP
tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang
salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang
tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme). f. Teori Sigmund Freud Skizofrenia terdapat
(1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego
dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu regresi
ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga
terapi psikoanalitik tidak mungkin. g. Eugen Bleuler Penggunaan istilah Skizofrenia
menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia
menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan
kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan
psikomotorik yang lain). h. Teori lain Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan
oleh bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi,
tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang
belum diketahui. i. Ringkasan Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia.
Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang
menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau
stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap
suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ). C.
Klasifiksi Skizofrenia Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala
utama antara lain : a. Skizofrenia Simplek Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala
utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar
ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan. b.
Skizofrenia Hebefrenia Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa
remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan
kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti
mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi
banyak sekali. c. Skizofrenia Katatonia Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya
akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau
stupor katatonik. d. Skizofrenia Paranoid Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai
dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya
gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan. e. Episode Skizofrenia akut Gejala
Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya
mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya
sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya. f.
Skizofrenia Residual Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas
adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
g. Skizofrenia Skizo Afektif Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan
juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung
untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi. D. Tanda dan
Gejala Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase
aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang
lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas.
Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu
luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang
dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif /
psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai
gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat
pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau
terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan
fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang
terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa
gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sosial). Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala
yang khas, antara lain; Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan.
Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas diri atau senyum
yang hanya dihayati sendiri. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi
sebagai suatu kesatuan. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi
sebagai satu kesatuan. Gangguan proses berfikir Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri,
menunjukkan gerakan-gerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan
cenderung untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001 :640).
Gejala-gejala pencetus respon biologis : 1. Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat,
kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan. 2. Lingkungan :
lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan
kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran berhubungan dengan orang lain, isolasi
sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, stigmasisasi, kemiskinan, kurangnya alat
transportasi dan ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan. 3. Sikap/perilaku : merasa tidak
mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan kendali diri(demoralisasi), merasa punya kekuatan
berlebihan dengan gejala tersebut, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi
usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku
kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan gejala. Beberapa
tanda dang gejala yang paling sering ditemukan pada pasien-pasien Skizofrenia Hebefrenik
adalah : 1. Waham; yaitu suatu keyakinan yang salah yang tidak sesuai dengan latar belakang
sosial budaya serta pendidikan pasien, namun dipertahankan oleh pasien dan tidak dapat
ditangguhkan. 2. Halusinasi; gangguan persepsi ini membuat pasien skizofrenia dapat melihat
sesuatu atau mendengar suara yang tidak ada sumbernya. Halusinasi yang sering terdapat pada
pasien adalah halusinasi auditorik (pendengaran). Terkadang juga terdapat halusinasi penglihatan
dan halusinasi perabaan. 3. Siar pikiran, yaitu pasien merasa bahwa pikirannya dapat disiarkan
melalui alat-alat bantu elektronik atau merasa pikirannya dapat dibaca oleh orang lain.
Terkadang pasien dapat mengatakan bahwa dirinya dapat berbincang-bincang dengan penyiar
televisi maupun radio. Beberapa pasien juga mengatakan pikirannya dimasuki oleh pikiran atau
kekuatan lain atau ditarik/diambil oleh kekuatan lain. E. Psikofisiologi 1. Tahapan halusinasi dan
delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa. a. Tahap Comforting Timbul kecemasan ringan
disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stresornya
dengan koping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman. b. Tahap
Condeming Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien
merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa
yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri ( with drawl ). c. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi suara tersebut terus
menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila
suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian atau sedih. d. Tahap Conquering Klien merasa
panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti perilaku klien dapat bersifat
merusak atau dapat timbul perilaku suicide. 2. Waham Kelompok ini ditandai secara khas oleh
berkembangnya waham yg umumnya menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup.
Waham dapat berupa waham kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk
secara abnormal,merasa dirinya bau dan homoseks. Tidak dijumpai Gangguan lain, hanya
depresi bisa terjadi secara intermitten. Onset biasanya pada usia pertengahan, tetapi kadang-
kadang yg berkaitan dgn bentuk tubuh yang salah dijumpai pada usia muda. Isi waham dan
waktu timbulnya sering dihubungkan dengan situasi kehidupan individu, misalnya waham
kejaran pada kelompok minoritas. Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang berhubungan
dengan wahamnya, afek dan pembicaraan dan perilaku orang tersebut adalah normal.Waham ini
minimal telah menetap selama 3 bulan. F. Diagnosis Memenuhi kriteria umum diagnosis
skizofrenia ; Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas
: pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut
ini memang benar bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,
serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar
(inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases); Proses pikir
mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. Gangguan
afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan
waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta
sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa
tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal
dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia
tipe terdisorganisasi. G. Penatalaksanaan Terapi Somatik (Medikamentosa) Obat-obatan yang
digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol
halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat
mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik
yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan
merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3
kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu : antipsikotik konvensional, newer atypical
antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine). a. Antipsikotik Konvensional Obat antipsikotik yang
paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.Walaupun sangat efektif,
antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat
antipsikotik konvensional antara lain : 1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine) 2.
Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine) 3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon
(perphenazine) 4. Prolixin (fluphenazine) ----Akibat berbagai efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan
newer atypical antipsycotic. ----Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan
antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien
mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka
waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations).
Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan
secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsycotic. b. Newer Atypcal Antipsycotic Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut
atipikal karena prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila
dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic
yang tersedia, antara lain : · Risperdal (risperidone) · Seroquel (quetiapine) · Zyprexa
(olanzopine) Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien
dengan Skizofrenia. c. Clozaril ----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan
antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak
merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki
efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril
dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya,
pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler.
Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang
lebih aman tidak berhasil. Cara penggunaan · Pada dasarnya semua obat anti psikosis
mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada
efek samping sekunder. · Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. ·
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang · sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya
dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum
tentu sama. · Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya,
dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang · Dalam pengaturan dosis perlu
mempertimbangkan: ü Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu ü Onset efek
sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam ü Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
ü Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi
kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien · Mulai
dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai
peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal
dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off
(dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop · Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi
episode terapi pemeliharaan dapat diberikan palong sedikit selama 5 tahun. · Efek obat psikosis
secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir yang masih
mempunyai efek klinis. · Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis
reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2
minggu - 2bulan. · Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. ·
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan
lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2
mg/hari) · Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau
atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai
dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan.
Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan terhadap
kasus skizofrenia. · Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi
ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan
mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM) ---- Pemilihan Obat untuk Episode
(Serangan) Pertama Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk
terkena tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu
beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan
diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2
kali lebih lama pada Clozaril) Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh) Biasanya timbul
bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa
penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping
yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis
menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya
lebih rendah. -Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti
obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat
dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat kambuh walaupun
sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk
menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti
dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik
atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-
obatan diatas gagal. Pengobatan Selama fase Penyembuhan Sangat penting bagi pasien untuk
tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5
pasien yang berhenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik
selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita Skizofrenia
lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan
pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab
tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit. Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting
untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan
tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan)
pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak
(berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang
dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau
mengobati efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia
dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial
grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis
efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik
konvensional dengan antipsikotik atipikal. Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan
gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-
obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah
atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal
ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga
dapat membantu mengatasi masalah ini. Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic
malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan
penanganan yang segera. Terapi Psikososial a. Terapi perilaku Teknik perilaku menggunakan
hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku
adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi
perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan. b. Terapi berorintasi-keluarga Terapi ini
sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial,
dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang
singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang
dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.
Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik
tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia
tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi
keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan
angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5
- 10 % dengan terapi keluarga. c. Terapi kelompok Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya
memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara
suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan menambah efek
terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi
oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan
ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. ----Hubungan antara dokter dan pasien
adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak
terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau
teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai
daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri.
Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan
dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi. Perawatan di Rumah Sakit
(Hospitalization) Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku
yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. \Tujuan utama
perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem
pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah
sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga
pasien tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit
tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.
Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus
diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat
perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas
hidup. H. Prognosis Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe
lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat
kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal (sebelum
munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya
cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik
dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat. Faktor-faktor
yang mempengaruhi prognosis skizofrenia 1. Keluarga Pasien membutuhkan perhatian dari
masyarakat, terutama dari keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami
Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia
mudah tersinggung. 2. Inteligensi Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai
Inteligensi yang tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang
inteligensinya rendah. 3. Pengobatan Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya
sebagian kecil pasien (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah
fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek
merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri obat
Risperidone serta Clozapine. 4. Reaksi Pengobatan Dalam proses penyembuhan skizofrenia,
orang yang bereaksi terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang
tidak bereaksi terhadap pemberian obat. 5. Stressor Psikososial Apabila stressor dari skizofrenia
ini berasal dari luar, maka akan mempunayi dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri
individu dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor datangnya
dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya adalah
negatif atau akan bertambah parah. 6. Kekambuhan penderita skizofrenia yang sering kambuh
prognosisnya lebih buruk. 7. Gangguan Kepribadian Prognosis untuk orang yang mempunyai
gangguan kepribadian akan sulit disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran
yang sangat besar terhadap kesembuhan. 8. Onset Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang
baik berupa onset yang lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis
yang lebih baik. 9. Proporsi Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional)
mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak
proporsional. 10. Perjalanan penyakit Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase
prodromal prognosisnya lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
11. Kesadaran Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah
yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya. Prognosis Baik Prognosis Buruk · Onset lambat
· Faktor pencetus yang jelas · Onset akut · Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan premorbid yang
baik · Gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif) · Menikah · Riwayat keluarga
gangguan mood · Sistem pendukung yang baik · Gejala positif · Onset muda · Tidak ada factor
pencetus · Onset tidak jelas · Riwayat social dan pekerjaan premorbid yang buruk · Prilaku
menarik diri atau autistic · Tidak menikah, bercerai atau janda/ duda · Sistem pendukung yang
buruk · Gejala negatif · Tanda dan gejala neurologist · Riwayat trauma perinatal · Tidak ada
remisi dalam 3 tahun · Banyak relaps · Riwayat penyerangan BAB III KESIMPULAN A.
Kesimpulan Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Beberapa pendapat
yang menyebutkan tentang pengertian Skizofrenia, antara lain : “Skizofrenia hebefrenik adalah
suatu bentuk Skizofrenia yang ditandai dengan perilaku klien regresi dan primitif, afek yang
tidak sesuai, wajah dungu, tertawa-tawa aneh, meringis dan menarik diri secara ekstrim”.
(Townsend, alih bahasa Helena, 1998:143). Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk
skizofrenia dengan perubahan afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai waham
dan halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tidak
bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta umumnya maneurisme (Depkes RI,
1993:111-112). Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau “kacau balau” yang
ditandai dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-
pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh,
mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan
sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65). Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia
dengan perubahan prilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan prilaku menunjukkan hampa prilaku dan hampa
perasaan, senang menyendiri,dan ungkapan kata yang di ulang – ulang, proses pikir mengalami
disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta adanya penurunan perawatan diri pada
individu. ( Rusdi Maslim,Dr.PPDGJ- III 2001: 48) Dari ketiga pengertian diatas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa Skizofrenia hebefrenik atau Skizofrenia disorganized adalah suatu
gangguan yang yang ditandai dengan regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai, serta menarik
diri secara ekstrim dari hubungan sosial. Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa
yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis
dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi
fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari
kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992). B. Saran 1. Diharapkan para tenaga kesehatan
baik yang di bidang pendidikan maupun dilapangan secara langsung mampu melakukan dan
menerapkan proses keperawatan pada klien skizofrenia sesuai dengan disiplin ilmu teori maupun
praktik klinik secara komprehensif dan berdasarkan evidence base 2. Diharapkan para tenaga
kesehatan dimanapun dan kapanpun selalu bisa menjalian komunikasi dan koordinasi yang baik
dengan klien, keluarga dan tim medis lainnya demi tercapainya asuhan keperawatan yang
berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

Anda mungkin juga menyukai