DI INDONESIA
A. Pendahuluan
negara, tidak ada persoalan yang lebih besar selain persoalan kemiskinan. Banyak aspek
yang ditimbulkan akibat dari terjadi kemiskinan tersebut. Kemiskinan telah membuat
perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih
mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, safety life mempertaruhkan tenaga fisik
untuk memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak
sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja sepanjang
Ekonomi Indonesia dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir memang tumbuh,
tetapi lamban dengan fundamental ekonomi yang tidak kuat (rapuh) karena sub-sub
sektor yang paling dominan memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi kita
adalah non tradable (bukan industry penghasil barang) yang tidak banyak menyerap
tenaga kerja, sehingga tidak menaikkan kemampuan daya beli dan kemakmuran rakyat
secara nyata. Selain itu, masalah kemiskinan menjadi persoalan berkepanjangan yang
terus terjadi. Di luar halangan geografis, sebenarrnya ada faktor lain yang menyebabkan
1
program-program pengentasan kemiskinan tak pernah berjalan efektif. Salah satunya
adalah kurangnya pemahaman banyak pihak tentang realitas kemiskinan itu sendiri.
Selama ini, di Indonesia, dan hampir semua negara, miskin tidaknya seseorang
diukur dari kacamata garis kemiskinan (proverty line). Badan Pusat Statistik
memenuhi kebutuhan komsumsi setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari ditambah
pokok ini dibedakan untuk makanan dan non makanan, serta sisi wilayah, untuk pedesaan
dan perkotaan.
adalah gabungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Kebijakan pembangunan
yang keliru termasuk dalam faktor eksternal. Korupsi yang menyebabkan berkurangnya
miskin juga termasuk faktor eksternal. Sementara itu, keterbatasan wawasan, kurangnya
ketrampilan, kesehatan yang buruk, serta etos kerja yang rendah, semuanya merupakan
eksternal juga. Kesehatan masyarakat yang buruk adalah pertanda rendahnya gizi
masyarakat. Rendahnya gizi masyarakat adalah akibat dari rendahnya pendapatan dan
terbatasnya sumber daya alam. Selanjutnya, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) adalah akibat dari kurangnya pendidikan. Hal yang terakhir ini juga
2
pada gilirannya merupakan akibat dari kurangnya pendapatan. Kurangnya pendapatan
telapak tangan. Keterbatasan lapangan kerja, misalnya, seharusnya bisa diatasi dengan
penciptaan lapangan kerja. Namun penciptaan lapangan kerja bukanlah hal yang begitu
saja dapat dilakukan, misalnya dengan meminjam dari sumber-sumber pembiayaan luar
negeri. Buktinya, pinjaman luar negeri Indonesia pada saat ini sudah mencapai lebih dari
US$140 milyar, namun tetap tidak mudah bagi banyak warga negara, khususnya yang
dicapai pada Tahun 2015. MDGs diambil dari tindakan dan target yang terkandung dalam
Deklarasi Milenium yang ditetapkan pada September 2000, melalui komitmen bersama
189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan ditandatangani oleh 147
kepala negara dan pemerintahan yang berikrar bahwa pada 2015 semua negara anggota
hunger).
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua (to achieve universal primary education)
3
6. Menjamin kelestarian lingkungan hidup (to ensure environmental sustainability).
development).
Ditinjau dari target waktu yang telah disepakati dalam pencapaian target MDGs (2015),
berarti kurang dari 1 tahun lagi waktu yang tersedia. Untuk itu Negara Indonesia sebagai
salah satu anggota PBB, memiliki dan ikut melaksanakan komitmen tersebut,
melaksanakan berbagai program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai target
dapat dijadikan pemacu dan semangat untuk melakukan upaya yang lebih baik dalam
Milenium pada tahun 2015 akan terasa sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga
harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Program-program MDGs
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa program pengentasan kemiskinan yang dari Orde Lama hingga saat ini
4
2. Seberapa besar efek pemberdayaan yang telah ditimbulkan berbagai program
C. Tujuan Penulisan
5
II. PEMBAHASAN
1. Kriteria BPS, kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang yang hanya dapat
memenuhi makanannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari.
mampu makan dua kali sehari. Seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian
berbeda untuk di rumah, bekerja atau sekolah dan bepergian. Bagian terluas dari
kesehatan.
yang layak dengan penghasilan USD 1,00 per hari, US$ 2 bagi negara-negara
maju.
sebagai insan yang harus dibangun kehidupannya dan sekaligus sebagai sumberdaya
Pembangunan yang bertumpu pada peran serta masyarakat (people driven) dilaksanakan
pembangunan di berbagai bidang yang mencakup banyak segi, dan ditandai dengan
6
pengangguran dan keterbelakangan yang nantinya menjadi ketimpangan antar sektor,
wilayah dan antar kelompok atau golongan masyarakat (sosial). Dengan demikian
pelaku ekonomi.
diukur dengan tingkat pendapatan dan dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan
kemiskinan relatif. Selain itu, berdasarkan pola waktunya kemiskinan dapat dibedakan
menjadi: persistent poverty, cyclical poverty, seasonal poverty, serta accidenal poverty.
Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Umumnya
menimpa wilayah yang memiliki sumberdaya alam yang kritis dan atau terisolasi.
Cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara
keseluruhan. Sementara itu seasonal povery, yaitu kemiskinan musiman seperti yang
terjadi pada usahatani tanaman pangan dan nelayan. Pola yang lain adalah accidental
poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu
masyarakat. Penduduk miskin erat kaitannya dengan wilayah miskin. Wilayah dengan
Oleh karena itu pendekatan pemecahan kemiskinan dapat pula dilakukan terhadap
dan kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap masyarakat yang
disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Kemiskinan struktural
7
adalah kemiskinan yang disebabkan oleh pembangunan yang belum seimbang dan
hasilnya belum terbagi merata. Hal ini disebabkan oleh keadaan kepemilikan sumber
daya yang tidak merata, kemampuan masyarakat yang tidak seimbang, dan
dan kondisi keterisolasian, motivasi dan kesadaran untuk lepas dari kungkungan
langsung yang diarahkan kepada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap
dimaksudkan untuk mempersiapkan masayarakat miskin itu sendiri dan aparat yang
program kemiskinan, pemerintah telah menyusun lembaga, dan strategi, kebijakan dan
program yang mudah dan implemtatif. Untuk pemerintah kabupaten, lembaga yang
Bagian Sosial, dan sebagainya, berikut tabel gambaran perkembangan tingkat kemiskinan
di Provinsi Lampung.
8
Tabel 2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Lampung
Pada era reformasi seperti saat ini, Pemerintah Pusat telah mengundang-
sesuai dengan potensi, kemampuan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat guna
berubah menjadi fasilitator. Perubahan paradigma baru ini ditetapkan dalam strategi
9
1. Memperkuat, memperbaiki dan menciptakan kapasitas kelembagaan produksi,
pembangunan;
pemberdayaan.
Menurut Rakhmat Jalaludin (1999) Upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari
untuk maju dan berkembang karena pada dasarnya setiap manusia atau
10
penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses ke dalam berbagai
dan pemihakan kepada masyarakat lemah atau miskin amat mendasar sifatnya,
karena melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutup dari interaksi, karena
hal itu akan mengkerdilkan dan melunglaikan masyarakat yang lemah. Dengan
kata lain, melindungi harus ditinjau sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang atau sehat, serta eksploitasi yang kuat atas
pembangunan.
sebagian besar rakyat Indonesia untuk mengakses sumber daya yang sebenarnya dapat
berfungsi untuk menghasilkan income (pendapatan), seperti keterbatasan modal dan asset
untuk usaha dan keterbatasan akses terhadap pelayanan sarana dan prasarana kesehatan
dan sanitasi. Selain itu, tingginya tingkat kemiskinan di negara kita juga disebabkan oleh
11
Dalam kaitannya dengan kualitas SDM, tentu kita dapat melihat bagaimana
kondisi dunia pendidikan kita. Apakah usaha pemerintah untuk melakukan pemerataan
dan memajukan dunia pendidikan di negara kita sudah benar-benar terwujud. Seperti
kebijakan sertifikasi guru yang telah ditetapkan pemerintah. Karena nyatanya hingga kini
banyak guru yang mengajar di sekolah (baik SD, SMP maupun SMU) kualitas
kenaikan gaji dan tunjangan profesi guru. Lalu, bagaimana kualitas SDM Indonesia akan
meningkat, kalau SDM (tingkat keilmuan) gurunya saja masih rendah. Tentu kondisi ini
lagi-lagi akan menjadi kendala pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia.
hidup rakyat Indonesia. Maka tak salah kalau akhirnya Human Development Indeks
kualitas SDM Indonesia sangatlah rendah. Penyebab kemiskinan lain adalah budaya atau
etos kerja rakyat Indonesia yang kini sudah terdegradasi oleh pengaruh perkembangan
zaman. Kini, semangat untuk terus bekerja (melakukan apa saja) yang penting bisa
menghasilkan uang (penghasilan) dengan cara yang halal demi mencukupi kebutuhan
hidup keluarga telah beralih pada etos kerja yang menghalalkan segala macam cara. Dan
kini, budaya atau etos kerja itu telah mengalami penurunan dan beralih menjadi budaya
malas yang tahunnya hanya “meminta-minta saja”. Makanya kini tidak heran kalau para
pengemis, pengamen dan anak-anak jalanan kian menjamur di kota-kota besar dan
merupakan suatu bukti bagaimana pola pikir masyarakat kita yang telah terdegradasi.
merupakan penyebab lain, mengapa tingkat kemiskinan belum juga dapat ditekan. Karena
12
miliaran hingga triliunan uang negara yang telah diselewengkan oleh berbagai pejabat di
pemerintahan kita telah menimbulkan kerugian besar bagi keuangan negara. Di satu sisi
kepada rakyat miskin. Tetapi di sisi lain, ternyata banyak aliran dana yang malah
(memperkaya diri sendiri). Seharusnya dana yang diselewengkan oleh para koruptor
Kekeliruan Kebijakan ?
Maka jelaslah, kenapa hingga kini masalah kemiskinan belum juga dapat ditekan
hingga pada titik yang terendah. Karena masalah kemiskinan ternyata merupakan
masalah yang kompleks dan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam setiap sisi
kehidupan. Karenanya, meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk
mengentaskan kemiskinan, tapi hingga kini faktanya masih banyak rakyat Indonesia yang
masih hidup di bawah garis kemiskinan. Sepertinya pemerintah harus lebih jeli lagi
dalam memahami masalah kemiskinan. Karena selama ini, banyak kebijakan yang
ditetapkan pemerintah justru malah membebani rakyat dan secara langsung bukan malah
memerangi kemiskinan, tapi malah menjadikan rakyat semakin miskin. Seperti kebijakan
pemerintah untuk menetapkan berbagai pajak kepada rakyat yang kini dirasa semakin
membebani rakyat. Karena kita ketahui, banyak hasil pajak yang dipungut dari rakyat tapi
13
Menurut Sajogyo (1988) Pajak bukan lagi berperan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Tapi banyaknya pungutan pajak, malah sering digunakan sebagai ajang korupsi
bagi para pejabat kita di pemerintahan. Kekeliruan lain dari kebijakan pemerintah adalah
dengan menyerahkan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia kepada pihak
swasta (asing) dengan alasan demi efisiensi, kelancaran dan persaingan yang kompetitif
Exxon Mobil Oil, Caltex, Newmount, Freeport dan yang lainnya bebas mengeksploitasi
yang bertambah. Sedang pemasukan negara tidak juga bertambah (malah berkurang).
Dalam kondisi yang seperti ini, tampak jelas bahwa pemerintah sesungguhnya telah gagal
dalam melindungi aset-aset atau kekayaan negara yang menguasai hajat hidup orang
banyak, agar sepenuhnya tetap berada dalam kekuasaan atau kepemilikan negara. Kalau
setiap kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah tidak juga memikirkan dampak
para pengusaha dengan tujuan mencari laba (keuntungan pihak-pihak tertentu saja),
rasanya kemiskinan akan sulit untuk dituntaskan. Karena dampak dari kekeliruan
kehidupan perekonomian masyarakat bawah yang selalu saja menjadi objek penderita
yang harus menerima segala kegagalan. Sehingga upaya pemerintah untuk mengentaskan
kemiskinan kini tak ubahnya seperti sebuah pertaruhan antara hidup dan kematian.
14
Menurut Dewanta (1995) Dengan demikian pembangunan yang berorientasi pada
1. Kebijaksanaan yang tidak langsung yang diarahkan pada penciptaan kondisi yang
berpenghasilan rendah..
miskin itu sendiri dan aparat yang bertanggung jawab langsung terhadap
menanggulangi kemiskinan.
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program
kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk
orang miskin.Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring
pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin ataupun pembagian BLSM (Bantuan
langsung sementara masyarakat) yang dinilai tidak tepat sasaran.. Upaya seperti ini akan
sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk
15
pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan. Program-program bantuan
yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral
dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih
Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk
peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah,
seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya
biaya- biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Faktor kedua yang
pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-
program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang
penyebabnya berbeda-beda secara lokal. Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang
makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro
hasil pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN. Kedua data ini pada
asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada
kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat
keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar yang mencakup
banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat
budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku secara lokal. Bisa saja terjadi bahwa
16
angka-angka kemiskinan tersebut tidak realistis untuk kepentingan lokal, dan bahkan bisa
dampak yang dapat digunakan untuk target sasaran geografis, tetapi tidak dapat
digunakan untuk target sasaran individu rumah tangga atau keluarga miskin. Untuk target
sasaran rumah tangga miskin, diperlukan data mikro yang dapat menjelaskan penyebab
kemiskinan secara lokal, bukan secara agregat seperti melalui model-model ekonometrik.
Meski demikian, indikator- indikator yang dihasilkan masih terbatas pada identifikasi
rumah tangga. Di samping itu, indikator-indikator tersebut selain tidak bisa menjelaskan
dari kondisi akar rumput dan belum tentu mewakili keutuhan sistem sosial yang spesifik-
lokal Strategi ke depan Berkaitan dengan penerapan otonomi daerah sejak tahun 2001,
data dan informasi kemiskinan yang ada sekarang perlu dicermati lebih lanjut, terutama
kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi
memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek
Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan
untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran dari
kabupaten atau kota, maupun di tingkat komunitas. Masalah utama yang muncul
sehubungan dengan data mikro sekarang ini adalah, selain data tersebut belum tentu
17
relevan untuk kondisi daerah atau komunitas, data tersebut juga hanya dapat digunakan
menjelaskan akar penyebab kemiskinan di suatu daerah atau komunitas. Dalam proses
diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan dan program yang perlu dilaksanakan untuk
fenomena kemiskinan atau kesejahteraan individu, keluarga, unit-unit sosial yang lebih
besar, dan wilayah. Kajian secara ilmiah terhadap berbagai fenomena yang berkaitan
daerah dalam penyediaan dana secara berkelanjutan. Dengan adanya dana daerah untuk
mengurangi pemborosan dana dalam pembangunan sebagai akibat dari kebijakan yang
kebijakan dan program yang lebih tepat dalam pembangunan. Keuntungan yang
diperoleh dari ketersediaan data dan informasi statistik tersebut bahkan bisa jauh lebih
besar dari biaya yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan pengumpulan data tersebut.
Selain itu, perlu adanya koordinasi dan kerja sama antara pihak-pihak yang
18
penyaluran dana dan bantuan yang diberikan ke masyarakat miskin tepat sasaran dan
pelaksanaan program pembangunan yang sesuai. Perlu pembentukan tim teknis yang
spesifik daerah. Pembentukan tim teknis ini diharapkan mencakup pemerintah daerah dan
instansi terkait, pihak perguruan tinggi, dan peneliti lokal maupun nasional, agar secara
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu disadari bahwa walaupun kebutuhan sistem
pengumpulan data yang didesain, diadministrasikan, dianalisis, dan didanai pusat masih
data ini harus berbiaya rendah, berkelanjutan, dapat dipercaya, dan mampu secara cepat
antara komunitas pedesaan dan kota, serta kompromi ekologi yang meningkat.
santunan sosial. Di era Orde Baru, sejak 1970-an, dikenalkan pusat pelayanan kesehatan
di tingkat kecamatan (Puskesmas) agar lebih mudah terjangkau oleh masyarakat desa.
Belakangan dibentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di setiap desa. Pada awal 1990-
19
sakit. Penempatan bidan di desa yang mendidik kader-kader dari kalangan penduduk
desa sendiri, dan mendampingi kader dalam kegiatan rutin posyandu, menunjukkan
kemiskinan keluarga. Melalui program transmigrasi, penduduk miskin dari daerah padat
kesempatan kerja para transmigran. Dewasa ini dikenal pula program Jamkesmas
seperti Inpres Kesehatan, Inpres Perhubungan, Inpres Pasar, Bangdes, dan yang agak
belakangan namun cukup terkenal adalah Inpres Desa Tertinggal (IDT). Dapat dicatat
Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan dan Kredit
20
Sebagaimana dikemukan di atas, struktur perekonomian Indonesia dengan mudah
ambruk karena berat di atas rapuh di bawah. Hal itu terjadi karena kurang seimbangnya
perhatian yang diberikan pemerintah Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai kini pada
ini dalam perkembangannya kurang menjalin hubungan yang sifatnya saling memperkuat
Keuntungan yang diperoleh dari ketersediaan data dan informasi statistik tersebut
bahkan bisa jauh lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan
pengumpulan data tersebut. Selain itu, perlu adanya koordinasi dan kerja sama antara
internasional, agar penyaluran dana dan bantuan yang diberikan ke masyarakat miskin
tepat sasaran dan tidak tumpang tindih. Ketersediaan informasi tidak selalu akan
Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan teknis dari pemimpin
daerah dalam hal penggunaan informasi untuk manajemen. Sebagai wujud dari
instansi terkait, perguruan tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam
21
Strategi pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tidak dibarengi pemerataan merupakan
termasuk Indonesia. Dalam menjalankan strategi tersebut, pinjaman luar negeri telah
memainkan peran besar sebagai sumber pembiayaan. Padahal, sering terjadi adanya
ketidaksesuaian antara paket pembangunan yang dianjurkan donor dengan kebutuhan riil
masyarakat. Hal ini berkaitan erat dengan adanya kontraversi kerjasama MDGs Upaya
akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban
beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan
jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu
yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun
drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah
pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.
syarat dan berkualitas minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development
kemiskinan dan mencapai tujuan pencapaian MDG pada tahun 2015 serta beban
22
pembayaran utang diambil dari APBN pada tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg
PPN/Kepala Bappenas Syahrial Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak
tercapai di 2015, sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010 hingga
2012 pemerintah dapat mengajukan renegosiasi utang. Beberapa negara maju telah
Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara maju menyisihkan sekitar 0,7 persen
dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau negara yang pencapaiannya masih
di bawah. Namun konsensus ini belum dipenuhi banyak negara, hanya sekitar 5-6 negara
yang memenuhi sebagian besar ada di Skandinavia atau Belanda yang sudah sampai 0,7
persen
Kebijakan fiskal dan moneter juga tidak pro kaum miskin, pengelolaan sumber
daya alam kurang hati-hati dan tidak bertanggung jawab, perencanaan pembangunan
23
III. Kesimpulan
pembentukan tim teknis yang dapat menyarankan dan melihat pengembangan sistem
pengelolaan informasi yang spesifik daerah. Pembentukan tim teknis ini diharapkan
mencakup pemerintah daerah dan instansi terkait, pihak perguruan tinggi, dan peneliti
lokal maupun nasional, agar secara kontinu dapat dikembangkan sistem pengelolaan
informasi yang spesifik daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu disadari bahwa
dianalisis, dan didanai pusat masih penting dan perlu dipertahankan, sudah saatnya
kabupaten. Mekanisme pengumpulan data ini harus berbiaya rendah, berkelanjutan, dapat
ekonomi dan pergerakan sosial budaya di antara komunitas pedesaan dan kota, serta
untuk sektor pendidikan. Di sisi lain, pemerintah dapat juga meningkatkan stimulus
pemerintah akan terus melanjutkan tiga strategi pembangunan ekonomi, yaitu pro
growth, pro job dan pro poor. Termasuk di dalamnya mewujudkan pertumbuhan disertai
pemerataan (growth with equity). Ketiga strategi itu diharapkan sebagai pendorong
percepatan laju pertumbuhan ekonomi yang dapat memberikan lebih banyak kesempatan
24
kerja. Dengan demikian, makin banyak keluarga Indonesia dapat menikmati hasil-hasil
pembangunan dan dapat keluar dari kemiskinan. Prioritas pembangunan nasional yang
kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan rakyat. Yang disebut terakhir menuntut tidak
pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, yang mampu menciptakan lapangan kerja dan
mengurangi kemiskinan.
Bagaimanapun, pembangunan ekonomi yang pro growth, pro job, dan pro poor
perlu terus dilaksanakan. Cara yang ditempuh adalah dengan memperluas cakupan
miskin terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, dan juga
lembaga keuangan. Komitmen ini hendaknya tidak sebatas rencana dan wacana, namun
perekonomian dunia yang terus membaik sebagai akibat krisis finansial global
Sejak 2005, rata-rata setiap satu persen pertumbuhan ekonomi dapat menyerap
tenaga kerja baru sekitar 400.000 orang. Penyerapan tenaga kerja ini diperkirakan makin
25
investasi melalui perbaikan infrastruktur dan berbagai kebijakan lainnya.
Implementasi program-program ini terus dilakukan untuk memberikan akses yang lebih
luas kepada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, agar dapat menikmati hasil-
subsidi, bantuan sosial, program keluarga harapan (PKH), PNPM Mandiri, dan dana
koperasi melalui program kredit usaha rakyat (KUR). Program ini, apabila dilaksanakan
dengan benar dan tepat sasaran, dapat membantu pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat yang tidak atau belum mampu dipenuhi dari kemampuan mereka sendiri.
bersumber dari dalam kaum papa sendiri, dan terutama dampak pembangunan
selama ini masih terlihat belum signifikan disertai komitmen yang tidak sungguh-
sungguh (lipservice).
perkotaan.
4. Learning process bagi kaum papa perkotaan dan bagi pemerintah yang terkait
dijalankan, namun demikian hal itu tidak terasa berat jika kita sebagai bangsa
26
segera bertekad meninggalkan kemiskinan yang telah berubah menjadi kehinaan
Kemiskinan di indonesia, sampai saat sekarang masih banyak dan masih belum bisa
ditangani secara keseluruhan, makin bertambah dan banyak. Tapi semoga dengan adanya
berkurang dan warga masyarakat akan lebih sejahtera dan makmur. Berdasar uraian di
atas dapat dikemukakan, bahwa dalam mengatasi masalah kemiskinan diperlukan kajian
untuk menolong yang lemah atau tidak berdaya (powerless) agar mampu (berdaya) baik
secara fisik, mental dan pikiran untuk mencapai kesejahteraan sosial hidupnya. Dalam
konteks ini, mereka dipandang sebagai aktor yang mempunyai peran penting untuk
mengatasi masalahnya
yang bersifat top-down menjadi partisipatif, dengan bertumpu pada kekuatan dan sumber-
sumber daya lokal. Penanggulangan kemiskinan yang tidak berbasis komunitas dan
keluarga miskin itu sendiri akan sulit berhasil. Proses otonomi daerah yang sedang
berlangsung di Indonesia saat ini, meskipun gamang pada awalnya, diyakini nanti akan
berada pada jalur yang pas. Yang diperlukan adalah konsistensi dari pemerintah pusat
27
agar program-program penanggulangan kemiskinan ke depan mengarah pada penciptaan
lingkungan lokal yang kondusif bagi keluarga miskin bersama komunitasnya dalam
informasi-informasi yang dihasilkan dari pusat tersebut dapat menjadikan kebijakan salah
arah karena data tersebut tidak dapat mengidentifikasikan kemiskinan sebenarnya yang
terjadi di tingkat daerah yang lebih kecil. Oleh karena itu, di samping data kemiskinan
makro yang diperlukan dalam sistem statistik nasional, perlu juga diperoleh data
kemiskinan (mikro) yang spesifik daerah. Namun, sistem statistik yang dikumpulkan
secara lokal tersebut perlu diintegrasikan dengan sistem statistik nasional sehingga
dapat tetap terjaga. Dalam membangun suatu sistem pengelolaan informasi yang berguna
pemerintah daerah dalam penyediaan dana secara berkelanjutan. Dengan adanya dana
daerah untuk pengelolaan data dan informasi kemiskinan, pemerintah daerah diharapkan
dapat mengurangi pemborosan dana dalam pembangunan sebagai akibat dari kebijakan
yang salah arah, dan sebaliknya membantu mempercepat proses pembangunan melalui
Progress Report MDGs kawasan Asia dan Pasifik, Indonesia masih masuk kategori
negara yang lamban langkahnya dalam mencapai MDGs pada tahun 2015. Sumber
28
kelambanannya ditunjukkan dari masih tingginya angka kematian ibu melahirkan, belum
teratasinya laju penularan HIV-AIDS, rendahnya tingkat pemenuhan air minum dan
sanitasi yang buruk serta beban utang luar negeri yang terus menggunung (MDGs
menurunkan angka kematian ibu saat melahirkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup pada 2015, dari angka saat ini yaitu 228 per 100.000 kelahiran.
Pencapaian target MDGs terkait HIV AIDS kata Diah juga sulit dicapai oleh Indonesia
pada tahun 2015 karena dalam lima tahun terakhir jumlah penderita HIV AIDS di
Indonesia terus bertambah. Langkah tersebut tidaklah memadai jika hanya ditindaklanjuti
institusi sejenis di tingkat daerah tanpa disertai dengan perubahan format penganggaran
pembangunan (baik di APBN maupun APBD) yang berbasis pada pencapaian MDGs.
Selama ini indikator-indikator yang dipakai untuk penyusunan APBN dan APBD
IPM. Oleh karena itu, harus ada perubahan mendasar dalam menilai keberhasilan
pembiayaan negara, bukan hanya pada tingkat penyerapan anggaran tetapi juga pada
dampak penggunaan anggaran pada pencapaian target MDGs dan indikator IPM yang
terukur. Terpenting adalah perlunya peran serta bersama antara semua masyarakat dan
yang dapat menyerap tenaga kerja, merubah culture masyarakat agar tidak malas, dan
dari sisi pemerintah sangat ditekankan adalah menghilangkan rasa ketergantungan dengan
29
negara lain. Menggali potensi kekayaan alam Indonesia yang luar biasa melimpah akan
lebih baik dibandingkan dengan “mengemis’ , membuat hutang baru dsb. Penulis
berharap Bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang Mandiri dan Maju. Semoga
30
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2009. Penduduk Miskin (PoorPopulation). Berita Resmi Statistis
Penduduk Miskin No.04/Th.II/July, Jakarta:CBS.
Badan Pusat Statistik dan Departemen Sosial, 2003, Penduduk Fakir Miskin Indonesia,
BPS, Jakarta Indonesia
Sajogyo. 1998. Masalah Kemiskinan di Indonesia. Antara Teori dan Praktek. Mimbar
Sosek Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Suharto, Edi dkk. 2002, Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Studi Kasus Keluarga
Miskin di Indonesia, Bandung: Lembaga Studi Pembangunan (LSP) STKS
31
Sumodiningrat, Gunawan 1997, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat,
Bina Rena Pariwara, Jakarta. Cet.2
32