ARRANGED BY GROUP 3
0
KATA PENGANTAR
Terima kasih atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkah,
sehingga makalah ekonomi yang berjudul "Pajak Penghasilan (PPh)" dapat
diselesaikan secara maksimal tanpa hambatan yang berarti. Makalah ini disusun
untuk memenuhi penilaian mata pelajaran Ekonomi di semester 2 yang dibina oleh
Pak Denny.
Makalah ini tidak dapat diselesaikan tepat waktu tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk
alasan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada mereka yang mendukung dan
menginspirasi kami dan kami juga menyampaikan rasa terima kasih kami yang
terdalam kepada pembina ekonomi, karena memberi kami kesempatan untuk
mengatur makalah ini untuk memenuhi penilaian pada semester kedua ini dan pada
saat yang sama membuat kita memahami materi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, yang mencakup konsep, kompilasi, komponen dan fungsi.
i
Jakarta, 2 April 2019
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
2.2.2 Indonesia............................................................................. 5
iii
2.5.3 Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan .........................20
iv
BAB 1
PEMBUKAAN
1
tentang Pajak Penghasilan, sistem pemotongan dan pemungutan pajak di
Indonesia khususnya pada Pajak Penghasilan (PPh) menganut sistem self
assessment. Sistem pemungutan pajak ini memberikan kepercayaan penuh
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan
melaporkan pajaknya. Hal ini dapat digunakan untuk mengukur perilaku Wajib
Pajak, yaitu seberapa besar tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) secara benar dan tepat, semakin tinggi tingkat kebenaran dalam
menghitung, ketepatan menyetor serta menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) secara benar dan tepat, maka diharapkan semakin tinggi pula tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajibannya.
Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam
peran sertanya menanggung pembiayaan negara, dituntut kesadaran warga
negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya. Terlepas dari kesadaran
sebagai warga negara, sebagian besar masyarakat tidak memenuhi kewajiban
membayar pajak.
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari pajak penghasilan?
2. Siapa saja yang menjadi subjek pajak dalam pajak penghasilan?
3. Bagaimana sistem pemungutan pajak penghasilan?
4. Bagaimana metode perhitungan pajak penghasilan?
5. Apa saja jenis pajak penghasilan?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi pajak penghasilan
2. Untuk mengetahui subjek pajak dalam pajak penghasilan
3. Untuk mengetahui sistem pemungutan pajak penghasilan
4. Untuk mengetahui metode perhitungan pajak penghasilan
5. Untuk mengetahui jenis pajak penghasilan
1.4 MANFAAT
1. Bagi Pembaca, dapat menambah wawasan mengenai Pajak Penghasilan
(PPh).
2. Bagi Pembaca, dapat mengerti bagaimana sistematika pemungutan Pajak
Penghasilan (PPh) di Indonesia serta perannya
3. Bagi Penulis, dapat memenuhi penilaian yang diberikan oleh guru
pembimbing mata pelajaran ekonomi mengenai materi Perpajakan
4. Bagi Penulis, dapat memahami dan mencari lebih jauh mengenai materi
perpajakan, khususnya Pajak Penghasilan (PPh)
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
2.2 SEJARAH
2.2.1 Dunia
Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak
penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain
dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai
dengan tahun 167 Sebelum Masehi.
Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang
diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat
ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Di Amerika Serikat, pajak
penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada tahun
1643, di mana dasar pengenaan pajak adalah " A person's faculty,
personal faculties and abilitites",
‘Pada tahun 1646 di Massachusetts dasar pengenaan pajak
didasarkan pada "returns and gain". “Personal faculty and abilities"
secara implisit adalah pengenaan pajak penghasilan atas orang pribadi,
4
sedangkan "Returns and gain" berkonotasi pada pajak penghasilan
badan. Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika
Serikat adalah Undang-Undang Pajak Federal tahun 1861 yang
selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax reform, terakhir dengan
Tax Reform Act tahun 1986. Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
(tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an berdasarkan Undang-
Undang Pajak Federal tersebut telah dipergunakan sampai dengan
tahun 1962.
2.2.2 Indonesia
5
dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya
General income tax yakni Ordonansi pajak pendapatan yang
diperbaharui pada tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene
Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku
baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam
Ordonansi pajak pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak
penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas sumber.
6
kepada penduduk Indonesia; kepada bukan penduduk Indonesia hanya
dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia;
Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili.
7
2.4 SUBJEK PAJAK PENGHASILAN
Subjek Pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan luar negeri.
8
c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat
atau pemerintah daerah; dan
d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara; dan
e. Bentuk usaha tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang digunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di
Indonesia.
9
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga
negara Indonesia (WNI) dan negara yang bersangkutan memberikan
perlakukan timbal balik
10
Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi
bertempat kedudukan di Indonesia.
Dimulai pada saat orang pribadi atau badan menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (5)
UU PPh dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan tersebut.
Dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak
lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.
Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan dan berakhir pada saat warisan selesai dibagikan.Jangka
waktu pengenaan pajak penghasilan ini dinamakan tahun pajak sesuai
dengan ketentuan dalam pasal 1 UU Pajak Penghasilan. Tahun pajak
ini pada umumnya adalah tahun takwim mulai dari 1 Januari sampai
dengan 31 Desember.Jika kewajiban pajak subjektif bermula atau
berakhir di pertengahan akhir pajak, maka pengenaan pajak ini tidak
penuh dalam satu tahun pajak tetapi dalam bagian tahun pajak.
11
3. Hak untuk mengajukan keberatan, banding dan gugatan serta
peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
4. Hak untuk memperoleh kelebihan pembayaran pajak.
5. Hak dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan.
6. Hak mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak,
menunda penagihan pajak, dan memperoleh imbalan bunga dari
keterlambatan pembayaran kelebihan pajak oleh Direktur Jenderal
Pajak.
7. Hak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak
12
Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;.
Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu
atau anggota;
Maksudnya penjualan harta terjadi antara badan usaha dengan
pemegang sahamnya, maka harga jual yang dipakai sebagai dasar
untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga
pasar.
Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan
nama dan dalam bentuk apapun;
Jika suatu badan likuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu
selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa
buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Sama halnya dengan
selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa buku dalam hal
terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.
Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh
hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan.
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian
pajak;Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada
13
saat menghitung penghasilan kena pajak, merupakan objek pajak.
Sebagai contoh, pajak bumi dan bangunan yang sudah dibayar dan
dibebankan sebagai biaya, yang karena suatu sebab dikembalikan,
maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai
nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di
bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi
yang membeli obligasi.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham
atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha
koperasi yang diperoleh anggota koperasi.
Dalam praktek sehari-hari sering dijumpai pembagian atau
pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal
pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan
memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga
yang melebihi kewajaran. Jika terjadi hal yang demikian maka
selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga
yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga
yang diperlukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan
sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.
h. Royalti;
Imbalan atau penggantian berupa royalti terdiri dari tiga kelompok, yaitu
imbalan sehubungan dengan penggunaan:
1) Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten,
merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;
14
2) Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-
alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap
peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-
peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti
anjungan pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya;
3) Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum,
walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di
bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi
dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia
sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk
menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam
pengertian informasi adalah informasi yang diberikan oleh
misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai
dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap
orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.
15
1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan
tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau
informasi tersebut pada angka 3, berupa :
Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada
masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi
yang serupa;
Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio
yang disiarkan/ dipancarkan melalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang serupa;
Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh
spektrum radio komunikasi;
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (notion
picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita
suara untuk siaran radio;
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberikan hak kekayaan intelektual/ industrial
atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
Yang dimaksud dengan sewa adalah imbalan yang diterima atau
diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
penggunaan harta gerak atau harta tak gerak, seperti sewa mobil, sewa
alat berat, sewa kantor, sewa rumah dan sewa gudang.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya “alimentasi” atau
tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam
waktu tertentu.
k. Keuntungan berupa pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
16
Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai
penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak
yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.
Namun demikian, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan
bahwa pembebasan utang debitur misalnya Kredit Usaha Keluarga
Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat
(KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil
lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata
yang asing atau adanya kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter.
Atas keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing,
pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut
oleh wajib pajak dengan syarat dilakukan secara taat azas sesuai dengan
Standar Akuntansi Keungan.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
Untuk dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
untuk tujuan perpajakan, wajib pajak tidak lagi menyampaikan
pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak melainkan wajib
mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah yang
membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar, untuk
mendapatkan Keputusan Persetujuan Direktur Jenderal Pajak terlebih
dahulu.
Permohonan wajib pajak harus dilampiri dengan:
Fotokopi surat ujin usaha penilai yang dilegalisir oleh instansi
Pemerintah yang berwenang memberikan surat ijin usaha tersebut;
Laporan penilaian perusahaan jasa penilai atau ahli penilai profesional
yang diakui pemerintah;
Daftar Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan
Perpajakan;
17
Laporan Keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali
aktiva tetap yang telah diaudit akuntan publik;
Surat Keterangan tidak mempunyai tunggakan pajak dari Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar.
n. Premi asuransi;
Perhitungan tingkat premi harus didasarkan pada asumsi yang wajar
dan praktek asuransi yang berlaku umum. Penetapan tarif premi asuransi
kerugian harus dilakukan dengan mempertimbangkan sekurang-
kurangnya:
1. Premi murni yang dihitung berdasarkan profil kerugian (risk and loss
profile) jenis asuransi yang bersangkutan untuk sekurang-kurangnya
5 tahun terakhir;
2. Biaya akuisisi, biaya administrasi dan biaya umum lainnya.
Penetapan tarif premi asuransi jiwa harus dilakukan dengan
mempertimbangkan sekurang-kurangnya:
1. Premi murni yang dihitung berdasarkan tingkat bunga, tabel
mortalita, atau tabel morbidita yang dipergunakan;
2. Biaya akuisisi, biaya administrasi dan biaya umum lainnya;
3. Prakiraan hasil investasi dari premi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
Iuran yang dibayar oleh anggota kepada perkumpulan yang dihitung
berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari anggota
tersebut, misalnya iuran yang besarnya ditentukan berdasarkan volume
ekspor, satuan produksi atau satuan penjualan adalah penghasilan bagi
perkumpulan tersebut.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi
penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak
serta yang belum dikenakan pajak. Jika diketahui adanya tambahan
18
kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah
dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan
neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak
dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut
merupakan penghasilan.
q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah;
Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang
berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. Surplus Bank Indonesia.
19
Dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan
pengenaan serta agar tidak menambah beban administrasi baik bagi wajib
pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, maka pengenaan pajak
penghasilan dalam ketentuan ini dapat bersifat final.Atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan
saham di bursa efek dipungut pajak penghasilan yang bersifat
final.Besarnya pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaski penjualan.”
20
d. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
e. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi,
BUMN, atau BUMD, dari penyerahan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia yang
memenuhi syarat.
f. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keungan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
g. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang
tertentu yang diterapkan dengan Keputusan Menteri Keungan;
h. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
i. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan
reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan
atau pemberian ijin usaha (dihapus dalam Undang Undang
Pajak Penghasilan yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009).
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
k. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
l. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
21
m. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keungan;
n. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang
penelitiann dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau
penelitian dan pengembangan , dalam jangka waktu paling lama
4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
o. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kepada Wajib Pajak tertentu,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
22
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dalam rangka masa pensiun anggota yang ikut serta
program dana pension.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas dan
e. Penyelenggaran kegiatan yang melakukan pembayaran untuk
pelaksanaan kegiatannya.
2. Pajak Penghasilan Pasal 22
PPh pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dikenakan kepada
badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang
melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Beberapa
kegiatan yang masuk dalam jenis pajak penghasilan pasal 22 adalah
penyerahan barang; kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain; dan pembelian barang yang tergolong sangat mewah.
23
dikurangi PPh yang dipotong atau dipungut serta PPh yang dibayar atau
terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan.
a. Dividen,
b. Bunga
c. Diskonto
e. Royalti,sewa
24
7 . P a j a k P e n g h a s i l a n P a s a l 4 a ya t ( 2 )
PPh pasal 4 ayat (2) adalah pajak atas penghasilan yang bersifat final serta
tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang. Objek pajak
penghasilan pasal 4 ayat (2) adalah investasi, atau simpanan seperti bunga
deposito, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga simpanan yang
dibayarkan koperasi, hadiah undian, transaksi saham dan sekuritas lainnya,
serta transaksi-transaksi lainnya yang menguntungkan sebagaimana diatur
dalam undang-undang.
1. Tarif Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
yaitu:
2. Tarif Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap, yaitu:
1% x Penghasilan Kotor
Kurang dari Rp4.8 Miliar
(Peredaran Bruto)
25
{0.25 - (0.6
Lebih dari Rp4.8 Miliar s/d Rp50 Miliar Miliar/Penghasilan Kotor)}
x PKP
26
PTKP xxx (-)
Penghasilan Kena Pajak xxx
PPh Terutang setahun xxx (x tarif PPh 21)
27
x
PPh Terutang Rp xxxxx
Contoh 1:
Andi adalah seorang pegawai negeri yang memiliki gaji 8 juta per bulan.
Sampai saat ini ia belum menikah dan belum memiliki tanggungan anak.
Hitunglah berapa pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh Andi setiap
bulannya?
Jawab:
Penghasilan Rp8.000.000,00
Uang pph 5% x Rp8.000.000,00 = Rp300.000,00
Gaji Andi Rp8.000.000,00 – Rp300.000,00 = Rp7.700.000,00
Gaji 1 tahun 12 bulan x Rp7.700.000,00 = Rp92.400.000,00
PTKP Rp15. 840.000,00
Jadi, pajak per bulan yang harus dibyarkan oleh Andi adalah sebesar
Rp540.333,00
Contoh 2:
Pak Ganjar adalah seorang pegawai perusahaan oli yang memiliki penghasilan
tetap 9 juta rupiah per bulannya. Ia telah beristri namun belum juga dikaruniai
28
seorang anak. Hitunglah besar pajak yang harus dibyarkan oleh Pak Ganjar setiap
bulan!
Jawab:
Penghasilan = Rp9.000.000,00
Uang jabatan = Rp450.000,00
Gaji pak Ganjar = Rp8.550.000,00
= Rp 17.040.000,00
Contoh 3 :
Tan Ceng Bong telah menikah dan mempunyai dua anak. Ia mempunyai
pendapatan kena pajak Rp519.450.125,00 selama setahun. Hitunglah pajak
terutang Tan Ceng Bong!
Jawab
29
Rp50.000.000,00 x 5% = Rp2.500.000,00
Rp200.000.000,00 x 15% = Rp30.000.000,00
Rp250.000.000,00 x 25% = Rp62.500.000,00
Rp19.450.000,00 x 30% = Rp 5.835.000,00
+
Jumlah PPh Terutang = Rp100.835.000,00
Pada dasarnya jika subjek pajak dan objek pajak dari pajak
penghasilan sudah ditentukan, kita langsung dapat menghitung besarnya PPh
terutang untuk menetukan berapa besarnya sebagian penghasilan (harta
kekayaan rakyat) yang harus diberikan kepada negara oleh rakyat yang
menerima atau memperoleh penghasilan. Tetapi sebelum kita membahas cara
menghitung besarnya PPh terutang, kita terlebih dahulu harus mengetaahui
siapa yang diwajibkan untuk menghitung besarnya PPh terutang,
menyetorkannya ke kas negara dan mempertanggunjawabkannya, dan
mengenai kapan rakyat atau wajib pajak harus menghitung sebagian
penghasilannya yang harus dibayar ke negara.
30
Sedangkan istilah administrasinya adalah Self Taxing System (Sistem
Pemajakan Sendiri).
Pengertian sistem pemajakan sendiri adalah WP yang menerima atau
memeperoleh penghasilan (menanggung beban pajak) itu sendiri yang
menghitung dan menetapkan besarnya pajak yang harus dibayarnya,
membayarnya ke kas negara dan melaporkan perhitungan dan pembayaran
pajak tersebut ke aparat pajak, serta mempertanggungjawabkannya.
Self Assesment System atau sistem pemajakan sendiri memiliki
kelemahaan, yaitu WP bisa melakukan penyelundupan pajak, misalnya
dengan menyembunyikan penghasilannya atau melaporkannya dengan tidak
benar, dan lain-lain. Untuk melengkapi atau menutupi kelemahan sistem ini,
maka pemajakan PPh juga dilakukan dengan cara:
Sistem Pemotongan (pajak) oleh pihak ketiga (With Holding System). Yang
dimaksud dengan pihak ketiga adalah pihak yang membayarkan atau terutang
penghasilan. Pihak ketiga itu disebut pemotong PPh. Jadi yang menghitung
dan menetapkan besarnya PPh terutang adaalah pemotong PPh, bukan WP
sebagai pihak yang menerima penghasilan. Setelah menghitung besarnya PPh
terutang, maka pemotong PPh tersebut memotong dari penghasilan tersebut
sebesar PPh yang telah dihitungnya dan menyetorkannya ke kas negara untuk
dan atas nama penerima penghasilan. Lalu pihak ketiga tersebut (Pemotong
PPh) melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat ia terdaftar dan
mempertanggungjawabkannya. Jika pemotong PPh melakukan kesalahan
dalam memotong PPh, maka sanksi administrasi perpajakan akan dikenakan
terhadap Pemotong PPh, bukan kepada WP penerima penghasilan.
Setiap badan pemerintah, penyelenggara kegiatan, Subjek Pajak
Badan Dalam Negeri, Sujek Pajak Warisan yang Belum terbagi, Subjek Pajak
BUT, dan perwakilan perusahaan luar negeri lainnya secara otomatis
(ditentukan langsung oleh UU PPh) menjadi pemotong PPh. Sedangkan
Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri baru menjadi Pemotong PPh jika
ia ditunjuk melalui keputusan Dirjen Pajak sebagai Pemotong PPh. Mereka
adalah Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang WNA (Warga Negara
31
Asing) atau Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang
menyelenggarakan pembukuan dan/ atau yang berprofesi sebagai tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas (yang dimaksud dengan tenaga ahli adalah
Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang melakukan pekerjaan bebas
yang meliputi Dokter, Pengacara, Notaris, PPAT selain Camat, Akuntan,
Konsultan, Aktuaris, Penilai, Arsitek). Dan mereka hanya terbatas sebagai
Pemotong PPh atas penghasilan sewa. Pemajakan dengan sistem pemotongan
dan pemungutan disebut pemajakan pada sumber/asal penghasilan, sehingga
sulit bagi WP yang menerima atau memperoleh penghasilan menggelapkan
penghasilannya. Karena penghasilan yang diterima atau diperolehnya
tersebut dilaporkan ke Kantor Pajak oleh pihak yang membayarkan.
32
semua penghasilan yang dikenai PPh bersifat tidak final yang diterima atau
diperolehnya selama setahun dari awal tahun sampai akhir tahun.
b. PPh Tahunan WP Badan (Dalam Negeri), yaitu PPh tahunan yang dikenakan
terhadap WP Badan Dalam Negeri pada akhir tahun atas semua penghasilan
yang dikenakan PPh bersifat tidak final yang siterima atau diperolehnya
selama setahun dari awal tahun sampai akhir tahun.
c. PPh Tahunan BUT (WP orang Pribadi/Badan Luar Negeri BUT), yaitu PPh
tahunan yang dikenakan terhadap WP BUT pada akhir tahun atas semua
penghasilan yang dikenakan PPh bersifat tidak final yang diterima atau
diperolehnya selama setahun dari awal tahun sampai akhir tahun.
d. PPh Tahunan WP Warisan yang belum terbagi, yaitu PPh tahunan yang
dikenakan terhadap WP Warisan yang belum etrbagi pada akhir tahun atas
semua penghasilan yang dikenai PPh bersifat tidak final yang diterima atau
diperolehnya selama setahun dari awal tahun sampai akhir tahun.
e. PPh Tahunan Pasal 21. PPh Tahunan Pasal 21 adalah uang muka PPh
Tahunan WP Orang Pribadi dalam negeri yang dikenakan terhadap Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri khusus atas penghasilan yang dikenakan
PPh bersifat tidak final berupa penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan
yang diterima atau diperolehnya dari awal tahun sampai akhir tahun
bersangkutan. Ketentuan mengenai mekanisme pemajakan PPh Tahunan
Pasal 21 diatur di Pasal 21 UU PPh sehingga disebut PPh Pasal 21.
33
c. Demi bisa melakukan cek silang untuk kepentingan intensifikasi WP.
d. Mencegah penyelundupan pajak dan lain-lain.
Maka UU PPh menentuka bahwa pada saat menerima atau memperoleh
penghasilan terutama selama satu tahun berjalan, WP yang menerima atau
memperoleh penghasilan tertentu tersebut diharuskan membayar uang muka
PPh dalam jumlah tertentu dari penghasilan tertentu itu melalui sistem
pemotongan atau pemungutan atau pemajakan sendiri. Ketentuan tersebut
diatur di BAB V UU PPh tentang Pelunasan PPh Selama Tahun Berjalan
(Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25). Nanti pada akhir
tahun pajak, penghasilan itu ditambah dengan penghasilan lain yang tidak
dikenai uang muka PPh dikenai PPh tahunan (dihitung PPh tahunan terutang).
Sedangkan uang muka PPh yang telah dibayar selama tahun berjalan tersebut
bisa diperhitungkan sebagai kredit pajak (pengurang) dari PPh Tahunan
Terutang (Bab V UU PPh Tentang Perhitungan Pajak Pada Akhir Tahun).
34
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
35
dan telah memenuhi syarat objektif (telah menerima atau memperoleh
penghasilan), maka orang pribadi atau badan tersebut otomatis menjadi wajib
pajak. Sedangkan yang tidak termasuk obyek pajak penghasilan adalah
bantuan atau sumbangan, harta hibah, warisan, dan lain-lain. Tarif Pajak
Penghasilan dibedakan menjadi dua yaitu tarif Pajak Penghasilan untuk
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan tarif Pajak Penghasilan dan
untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
3.2 SARAN
36
DAFTAR PUSTAKA