Anda di halaman 1dari 42

ECONOMY PAPER

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

ARRANGED BY GROUP 3

AYU RATNA SARI 02


JENIFER DJINGGA 06
JIMMY GUNAWAN 07
ROY MAHENDRI L. 11

SENIOR HIGH SCHOOL XI SOCIAL

MUTIARA BANGSA 3 SCHOOL

JELAMBAR BARAT III STREET NO. 5B, WEST JAKARTA

2018/2019 STUDY PERIOD

0
KATA PENGANTAR

Terima kasih atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkah,
sehingga makalah ekonomi yang berjudul "Pajak Penghasilan (PPh)" dapat
diselesaikan secara maksimal tanpa hambatan yang berarti. Makalah ini disusun
untuk memenuhi penilaian mata pelajaran Ekonomi di semester 2 yang dibina oleh
Pak Denny.

Penulisan makalah ini didasarkan pada pembelajaran tentang “Sistem


Perpajakan di Indonesia”. Diharapkan dengan penulisan makalah ini, pembaca
dapat mengetahui lebih dalam tentang salah satu tarif pajak yang ada di Indonesia,
yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dan dapat memberikan inspirasi pembaca yang
diperoleh dari bagaimana peran dan sistm pemungutan PPh oleh pemmerintah.

Makalah ini tidak dapat diselesaikan tepat waktu tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk
alasan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada mereka yang mendukung dan
menginspirasi kami dan kami juga menyampaikan rasa terima kasih kami yang
terdalam kepada pembina ekonomi, karena memberi kami kesempatan untuk
mengatur makalah ini untuk memenuhi penilaian pada semester kedua ini dan pada
saat yang sama membuat kita memahami materi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, yang mencakup konsep, kompilasi, komponen dan fungsi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan


makalah ini, baik dari segi sistematika penulisan makalah, kosakata, tata bahasa,
etika dan konten serta materi yang terkandung dalam makalah ini. Oleh karena itu,
tim penulis menantikan kritik konstruktif dan saran dari semua pembaca untuk
menjadikannya sebagai bahan evaluasi, terutama dari pengawas mata pelajaran
Ekonomi.

Dengan demikian, semoga makalah ini dapat diterima sebagai sarana


memahami APBD yang disiapkan oleh pemerintah dan menambah wawasan
pembaca tentang anggaran pemerintah daerah.

i
Jakarta, 2 April 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i

DAFTAR ISI ....................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3 Tujuan ........................................................................................... 3
1.4 Manfaat ......................................................................................... 3

BAB II : PEMBAHASAN .................................................................................. 4

2.1 Pengertian ..................................................................................... 4

2.2 Sejarah .......................................................................................... 4

2.2.1 Dunia .................................................................................. 4

2.2.2 Indonesia............................................................................. 5

2.3 Dasar Hukum ................................................................................ 7

2.4 Subjek Pajak Penghasilan ............................................................. 8

2.4.1 Subjek Pajak ....................................................................... 8

2.4.2 Bukann Subjek Pajak .......................................................... 9

2.4.3 Kewajiban Pajak Subjektif ................................................. 10

2.4.4 Hak Subjek Pajak ............................................................... 11

2.5 Objek PPh ..................................................................................... 12

2.5.1 Bentuk Objek PPh .............................................................. 12

2.5.2 Penghasilan yang Dikenakan Pajak Penghasilan ............... 19

iii
2.5.3 Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan .........................20

2..6 Jenis Pajak Penghasilan ................................................................. 22

2.7 Tarif Pajak ....................................................................................... 25

2.8 Penghasilan Tidak Kena Pajak........................................................ 26

2.9 Metode Perhitungan ........................................................................ 26

2.10 Sistem Pemajakan dan Pembayaran PPh ...................................... 30

2.10.1 Sistem Pemajakan PPh ..................................................... 30

2.10.2 Pemajakan Secara Periodik dan Saat Terutang Pajak


Penghasilan ...................................................................... 32

2.10.3 Uang Muka PPh ................................................................ 33

BAB III : PENUTUP ......................................................................................... 35

3.1 Simpulan ......................................................................................... 35

3.2 Saran .............................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... v

iv
BAB 1

PEMBUKAAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang


digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pajak dipungut dari warga Negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban
yang dapat dipaksakan penagihannya. Pembangunan nasional Indonesia pada
dasarnya dilakukan oleh masyarakat bersama-sama pemerintah. Oleh karena
itu peran masyarakat dalam pembiayaan pembangunan harus terus
ditumbuhkan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
kewajibannya membayar pajak.

Berdasarkan APBD tahun 2011 sektor pajak daerah memiliki peran


yang semakin besar karena akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Peran pajak sangatlah penting
bagi penerimaan kas Negara. Hal ini dapat dilihat dari APBD 2011. Pajak
merupakan alternatif yang sangat potensial. Sebagai salah satu sumber
penerimaan Negara yang sangat potensial, sektor pajak merupakan pilihan
yang sangat tepat, selain karena jumlahnya yang relatif stabil juga merupakan
cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan. Jenis
pungutan di Indonesia terdiri dari pajak Negara (pajak pusat), pajak daerah,
retribusi daerah, bea dan cukai dan penerimaan Negara bukan pajak.

Dalam rangka upaya peningkatan penerimaan pajak, pemerintah


melakukan perubahan mendasar dengan dikeluarkannya UU Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan merubah sistem
pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia yaitu digunakannya self
assessment system yang menggantikan official assessment system. Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

1
tentang Pajak Penghasilan, sistem pemotongan dan pemungutan pajak di
Indonesia khususnya pada Pajak Penghasilan (PPh) menganut sistem self
assessment. Sistem pemungutan pajak ini memberikan kepercayaan penuh
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan
melaporkan pajaknya. Hal ini dapat digunakan untuk mengukur perilaku Wajib
Pajak, yaitu seberapa besar tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) secara benar dan tepat, semakin tinggi tingkat kebenaran dalam
menghitung, ketepatan menyetor serta menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) secara benar dan tepat, maka diharapkan semakin tinggi pula tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajibannya.
Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam
peran sertanya menanggung pembiayaan negara, dituntut kesadaran warga
negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya. Terlepas dari kesadaran
sebagai warga negara, sebagian besar masyarakat tidak memenuhi kewajiban
membayar pajak.

Sudah dijelaskan bahwa Pajak Penghasilan adalah salah satu pajak


yang pemungutannya menggunakan sistem self assessment. Pajak jenis ini bisa
diartikan sebagai denda atau bayaran yang dikenakan kepada seseorang atau
badan usaha atas hasil yang diperoleh atas usaha atau pekerjaannya. Pajak
sudah ada sejak zaman kolonial. Akan tetapi, dahulunya pada 1925 di
Indonesia pajak hanya diterapkan untuk perkebunan besar saja dan disebut
dengan PPs atau pajak perseroan. Penerapannya dihitung dari laba yang
diperoleh.

Kemudian, mulai pada tahun 1932 ada pajak untuk karyawan


perusahaan yang mulai diberlakukan. Per bulannya dari upah atau gaji sudah
otomatis dipotong oleh pemilik usaha. sistemnya dikenakan per individu
sebagai pajak pendapatan disebut dengan Ordonasi Pajak. Nantinya pajak akan
dipergunakan oleh pemerintah untuk operasional negara, pembayaran pegawai
negeri, dan pembangunan negara.

2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari pajak penghasilan?
2. Siapa saja yang menjadi subjek pajak dalam pajak penghasilan?
3. Bagaimana sistem pemungutan pajak penghasilan?
4. Bagaimana metode perhitungan pajak penghasilan?
5. Apa saja jenis pajak penghasilan?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi pajak penghasilan
2. Untuk mengetahui subjek pajak dalam pajak penghasilan
3. Untuk mengetahui sistem pemungutan pajak penghasilan
4. Untuk mengetahui metode perhitungan pajak penghasilan
5. Untuk mengetahui jenis pajak penghasilan

1.4 MANFAAT
1. Bagi Pembaca, dapat menambah wawasan mengenai Pajak Penghasilan
(PPh).
2. Bagi Pembaca, dapat mengerti bagaimana sistematika pemungutan Pajak
Penghasilan (PPh) di Indonesia serta perannya
3. Bagi Penulis, dapat memenuhi penilaian yang diberikan oleh guru
pembimbing mata pelajaran ekonomi mengenai materi Perpajakan
4. Bagi Penulis, dapat memahami dan mencari lebih jauh mengenai materi
perpajakan, khususnya Pajak Penghasilan (PPh)

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas


penghasilan. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan seperti yang dinyatakan
dalam pasar 21 UU Pajak Penghasilan.[1]

Sedangkan pengertian lain dari pajak penghasilan adalah pajak yang


dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam suatu tahun pajak.

2.2 SEJARAH
2.2.1 Dunia
Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak
penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain
dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai
dengan tahun 167 Sebelum Masehi.
Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang
diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat
ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Di Amerika Serikat, pajak
penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada tahun
1643, di mana dasar pengenaan pajak adalah " A person's faculty,
personal faculties and abilitites",
‘Pada tahun 1646 di Massachusetts dasar pengenaan pajak
didasarkan pada "returns and gain". “Personal faculty and abilities"
secara implisit adalah pengenaan pajak penghasilan atas orang pribadi,

4
sedangkan "Returns and gain" berkonotasi pada pajak penghasilan
badan. Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika
Serikat adalah Undang-Undang Pajak Federal tahun 1861 yang
selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax reform, terakhir dengan
Tax Reform Act tahun 1986. Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
(tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an berdasarkan Undang-
Undang Pajak Federal tersebut telah dipergunakan sampai dengan
tahun 1962.

2.2.2 Indonesia

Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai


dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis
pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang
menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan.
Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan
perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan Eropa,
dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan
tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa
jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti "patent
duty". Sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang
pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya
Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan
rumah dan tanah.

Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang


diperlakukan untuk orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan
usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya.
Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasal dari barang
bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha, penghasilan
pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat
proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu.
Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana

5
dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya
General income tax yakni Ordonansi pajak pendapatan yang
diperbaharui pada tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene
Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku
baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam
Ordonansi pajak pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak
penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas sumber.

Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya


perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan
(ondememing), pada tahun 1925 ditetapkanlah Ordonasi pajak
perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de Vennootschapbelasting) yakni
pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang terkenal dengan
nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami beberapa
kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara
Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak
Perseroan tahun 1925 yang dalam praktck lebih dikenal dengan UU
MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8
tahun 1970 dimana fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke
dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan cuti pajak
(tax holiday).

Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31


Desember 1983, yakni pada saat diadakannya reformasi pajak, Pada
awal tahun 1925-an yakni dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak
Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri
Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak
Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak
Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932,
Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi
(Personal Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan

6
kepada penduduk Indonesia; kepada bukan penduduk Indonesia hanya
dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia;
Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili.

Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia,


maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan
karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah
Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban
kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang
mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman
Perang Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting (Pajak perang)
menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan
nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama
Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944.
Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. saja.

Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan


terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No.
8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara
Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak
Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan "UU MPO dan MPS".
Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku
sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya
reformasi pajak di Indonesia.

2.3 DASAR HUKUM

Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang (UU)


Nomor 7 Tahun 1983. Kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari
mulai UU Nomor 7 Tahun 1991, UU Nomor 10 Tahun 1994, UU Nomor 17
Tahun 2000, serta terakhir UU Nomor 36 Tahun 2008.

7
2.4 SUBJEK PAJAK PENGHASILAN

2.4.1 Subjek Pajak

Subjek Pajak Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang


mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran
untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU
Nomor 36 Tahun 2008, yang menjadi Subjek Pajak adalah:

1. Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau


berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan, menggantikan yang
berhak.
3. Badan.
4. Badan Usaha Tetap (BUT)

Subjek Pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan luar negeri.

1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri atas:

 Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih


dari 183 hari dalam 12 bulan. Orang pribadi yang dalam satu tahun
pajak berada di Indonesia dan punya niat bertempat tinggal di Indonesia
 Subjek pajak badan, yakni badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah
yang memenuhi kriteria:

a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-


undangan;
b. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD);

8
c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat
atau pemerintah daerah; dan
d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara; dan
e. Bentuk usaha tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang digunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di
Indonesia.

 warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang


berhak.

2. Subjek Pajak luar negeri yang terdiri atas:

 orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak


lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima/
memperoleh penghasilan dari Indonesia meski bukan dari menjalankan
usaha atau pekerjaan
 badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang:

1. Menjalankan usaha/kegiatan melalui BUT di Indonesia


2. Menerima/ memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui
BUT di Indonesia.

2.4.2 Bukan Subjek Pajak

Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2000, berikut merupakan subjek pajak:

1. Badan Perwakilan Negara Asing

9
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga
negara Indonesia (WNI) dan negara yang bersangkutan memberikan
perlakukan timbal balik

3. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri


Keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan
organisasi tesebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh:
WTO, FAO, UNICEF.

4. Pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan oleh


Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak
memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2.4.3 Kewajiban Pajak Subjektif

Kewajiban pajak subjektif mengandung arti bahwa seseorang, sesuatu


atau badan sudah memenuhi syarat untuk dikenakan pajak Penghasilan dilihat
dari sudut subjeknya.. Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif
ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri

Dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau


berniat untuk bertempat tingga di Indonesia dan berakhir pada saat
meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

2. Untuk subjek pajak badan dalam negeri

10
Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi
bertempat kedudukan di Indonesia.

3. Untuk subjek pajak luar negeri berupa BUT:

Dimulai pada saat orang pribadi atau badan menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (5)
UU PPh dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan tersebut.

4. Untuk subjek pajak luar negeri non BUT

Dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak
lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.

5. Untuk warisan yang belum dibagi

Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan dan berakhir pada saat warisan selesai dibagikan.Jangka
waktu pengenaan pajak penghasilan ini dinamakan tahun pajak sesuai
dengan ketentuan dalam pasal 1 UU Pajak Penghasilan. Tahun pajak
ini pada umumnya adalah tahun takwim mulai dari 1 Januari sampai
dengan 31 Desember.Jika kewajiban pajak subjektif bermula atau
berakhir di pertengahan akhir pajak, maka pengenaan pajak ini tidak
penuh dalam satu tahun pajak tetapi dalam bagian tahun pajak.

2.4.4 Hak Subjek Pajak


Adapun hak dari Wajib Pajak/ Subjek Pajak dalam perpajakan, yaitu:
1. Hak untuk mendapat pembinaan dan pengarahan dari fiskus.
2. Hak untuk membetulkan, memperpanjang waktu penyampaian SPT.

11
3. Hak untuk mengajukan keberatan, banding dan gugatan serta
peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
4. Hak untuk memperoleh kelebihan pembayaran pajak.
5. Hak dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan.
6. Hak mengajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak,
menunda penagihan pajak, dan memperoleh imbalan bunga dari
keterlambatan pembayaran kelebihan pajak oleh Direktur Jenderal
Pajak.
7. Hak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak

2.5 OBJEK PAJAK PENGHASILAN

2.5.1 Bentuk Objek Pajak Penghasilan


Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan dalam hubungan
kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari
praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
b. Hadiah dari undian, pekerjaan, atau kegiatan dan penghargaan;
Yang dimaksud dengan hadiag adalah hadiah dari undian, pekerjaan, dan
kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan
olahraga dan lain sebagainya.
c. Laba usaha
Laba usaha adalah selisih lebih antara penjualan dikurangi dengan harga
pokok penjualan dan beban-beban usaha.
(Laba Usaha = Penjualan – Harga Pokok Penjualan + Beban Beban Usaha)
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

12
 Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;.
 Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu
atau anggota;
 Maksudnya penjualan harta terjadi antara badan usaha dengan
pemegang sahamnya, maka harga jual yang dipakai sebagai dasar
untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga
pasar.
 Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan
nama dan dalam bentuk apapun;
 Jika suatu badan likuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu
selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa
buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Sama halnya dengan
selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa buku dalam hal
terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.
 Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
 Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh
hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan.
 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian
pajak;Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada

13
saat menghitung penghasilan kena pajak, merupakan objek pajak.
Sebagai contoh, pajak bumi dan bangunan yang sudah dibayar dan
dibebankan sebagai biaya, yang karena suatu sebab dikembalikan,
maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai
nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di
bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi
yang membeli obligasi.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
 Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham
atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha
koperasi yang diperoleh anggota koperasi.
 Dalam praktek sehari-hari sering dijumpai pembagian atau
pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal
pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan
memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga
yang melebihi kewajaran. Jika terjadi hal yang demikian maka
selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga
yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga
yang diperlukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan
sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.
h. Royalti;
Imbalan atau penggantian berupa royalti terdiri dari tiga kelompok, yaitu
imbalan sehubungan dengan penggunaan:
1) Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten,
merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;

14
2) Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-
alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap
peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-
peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti
anjungan pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya;
3) Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum,
walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di
bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi
dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia
sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk
menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam
pengertian informasi adalah informasi yang diberikan oleh
misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai
dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap
orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.

Menurut Undang-Undang PPh, royalti adalah suatu jumlah yang


dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik
dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang
kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, patem, desain atau
model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau
bentuk hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak serupa
lainnya;
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan
industrial, komersial atau ilmiah;
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,
industrial atau komersial;
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka

15
1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan
tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau
informasi tersebut pada angka 3, berupa :
 Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada
masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi
yang serupa;
 Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio
yang disiarkan/ dipancarkan melalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang serupa;
 Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh
spektrum radio komunikasi;
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (notion
picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita
suara untuk siaran radio;
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberikan hak kekayaan intelektual/ industrial
atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
Yang dimaksud dengan sewa adalah imbalan yang diterima atau
diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
penggunaan harta gerak atau harta tak gerak, seperti sewa mobil, sewa
alat berat, sewa kantor, sewa rumah dan sewa gudang.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya “alimentasi” atau
tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam
waktu tertentu.
k. Keuntungan berupa pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

16
Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai
penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak
yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.
Namun demikian, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan
bahwa pembebasan utang debitur misalnya Kredit Usaha Keluarga
Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat
(KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil
lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata
yang asing atau adanya kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter.
Atas keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing,
pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut
oleh wajib pajak dengan syarat dilakukan secara taat azas sesuai dengan
Standar Akuntansi Keungan.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
Untuk dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
untuk tujuan perpajakan, wajib pajak tidak lagi menyampaikan
pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak melainkan wajib
mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah yang
membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar, untuk
mendapatkan Keputusan Persetujuan Direktur Jenderal Pajak terlebih
dahulu.
Permohonan wajib pajak harus dilampiri dengan:
 Fotokopi surat ujin usaha penilai yang dilegalisir oleh instansi
Pemerintah yang berwenang memberikan surat ijin usaha tersebut;
 Laporan penilaian perusahaan jasa penilai atau ahli penilai profesional
yang diakui pemerintah;
 Daftar Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan
Perpajakan;

17
 Laporan Keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali
aktiva tetap yang telah diaudit akuntan publik;
 Surat Keterangan tidak mempunyai tunggakan pajak dari Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar.
n. Premi asuransi;
Perhitungan tingkat premi harus didasarkan pada asumsi yang wajar
dan praktek asuransi yang berlaku umum. Penetapan tarif premi asuransi
kerugian harus dilakukan dengan mempertimbangkan sekurang-
kurangnya:
1. Premi murni yang dihitung berdasarkan profil kerugian (risk and loss
profile) jenis asuransi yang bersangkutan untuk sekurang-kurangnya
5 tahun terakhir;
2. Biaya akuisisi, biaya administrasi dan biaya umum lainnya.
Penetapan tarif premi asuransi jiwa harus dilakukan dengan
mempertimbangkan sekurang-kurangnya:
1. Premi murni yang dihitung berdasarkan tingkat bunga, tabel
mortalita, atau tabel morbidita yang dipergunakan;
2. Biaya akuisisi, biaya administrasi dan biaya umum lainnya;
3. Prakiraan hasil investasi dari premi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
Iuran yang dibayar oleh anggota kepada perkumpulan yang dihitung
berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari anggota
tersebut, misalnya iuran yang besarnya ditentukan berdasarkan volume
ekspor, satuan produksi atau satuan penjualan adalah penghasilan bagi
perkumpulan tersebut.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi
penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak
serta yang belum dikenakan pajak. Jika diketahui adanya tambahan

18
kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah
dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan
neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak
dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut
merupakan penghasilan.
q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah;
Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang
berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. Surplus Bank Indonesia.

2.5.2 Penghasilan yang Dikenakan Pajak Penghasilan


Sesuai dengan pengertian tentang penghasilan yang luas, yang dianut
oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia, penghasilan di bawah
ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan bangunan; dan
e. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.

19
Dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan
pengenaan serta agar tidak menambah beban administrasi baik bagi wajib
pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, maka pengenaan pajak
penghasilan dalam ketentuan ini dapat bersifat final.Atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan
saham di bursa efek dipungut pajak penghasilan yang bersifat
final.Besarnya pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaski penjualan.”

2.5.3 Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan


Penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh wajib pajak
tidak dikarenakan pajak penghasilan (yang tidak termasuk sebagai objek pajak)
adalah :
1. Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau Menteri Keungan; sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-
pihak yang bersangkutan;
a. Warisan;
Yang dimaksud dengan warisan di sini adalah peninggalan harta
dari keluarga yang sedarah satu garis lurus di atas ahli waris.
b. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyerahan modal;
c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura (benefit
in kind) dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah;

20
d. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
e. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi,
BUMN, atau BUMD, dari penyerahan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia yang
memenuhi syarat.
f. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keungan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
g. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang
tertentu yang diterapkan dengan Keputusan Menteri Keungan;
h. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
i. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan
reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan
atau pemberian ijin usaha (dihapus dalam Undang Undang
Pajak Penghasilan yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009).
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
k. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
l. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

21
m. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keungan;
n. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang
penelitiann dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau
penelitian dan pengembangan , dalam jangka waktu paling lama
4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
o. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kepada Wajib Pajak tertentu,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.

2.6 JENIS PAJAK PENGHASILAN


1. Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh pasal 21 adalah pemotongan pajak untuk penghasilan dari pekerjaan,
jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima
atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Pemotongan PPh 21 dilakukan oleh:
a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain sebagai imbalan dari pekerjaan yang dilakukan
sebagai pegawai atau bukan pegawai.
b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain yang berkaitan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan.

22
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dalam rangka masa pensiun anggota yang ikut serta
program dana pension.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas dan
e. Penyelenggaran kegiatan yang melakukan pembayaran untuk
pelaksanaan kegiatannya.
2. Pajak Penghasilan Pasal 22
PPh pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dikenakan kepada
badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang
melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Beberapa
kegiatan yang masuk dalam jenis pajak penghasilan pasal 22 adalah
penyerahan barang; kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain; dan pembelian barang yang tergolong sangat mewah.

3. Pajak Penghasilan Pasal 23


PPh pasal 23 adalah adalah pungutan yang dikenakan pada
penghasilan atas modal, penyerahan jasa atau hadiah dan penghargaan,
selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Wajib pajak PPh 23 akan
dipotong sebesar 15% dari jumlah bruto atas dividen, bunga, royalti, dan
hadiah atau penghargaan atau bonus. Atau dipotong sebesar 2% dari
jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta dan imbalan sehubungan dengan jasa teknis, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang
telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.

4. Pajak Penghasilan Pasal 25


Pajak Penghasilan Pasal 25 pembayaran berupa angsuran pajak yang
berasal dari jumlah pajak penghasilan terutang menurut SPT Tahunan PPh

23
dikurangi PPh yang dipotong atau dipungut serta PPh yang dibayar atau
terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan.

5. Pajak Penghasilan Pasal 26


Jenis pajak penghasilan ini dikenakan atas penghasilan yang bersumber
dari Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia.
Berikut ini jenis penghasilan yang dikenai PPh pasal 26:

a. Dividen,
b. Bunga

c. Diskonto

d. Imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang

e. Royalti,sewa

f. Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

g. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, kegiatan, hadiah dan


penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya

h. Premi swap dan transaksi lindung lainnya.

i. Besaran potongan pajak jenis pajak penghasilan ini yaitu sebesar


20%.

6. Pajak Penghasilan Pasal 29


PPh pasal 29 adalah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak baik WP
Orang Pribadi dan/atau WP badan sebagai akibat PPh terutang dalam SPT
tahunan PPh lebih besar dari pada kredit pajak yang telah dipotong atau
dipungut pihak lain dan yang sudah disetor sendiri. Wajib pajak harus
melunasi kekurangan pembayaran pajak terutang sebelum SPT PPh yang
baru untuk tahun berjalan disampaikan.

24
7 . P a j a k P e n g h a s i l a n P a s a l 4 a ya t ( 2 )
PPh pasal 4 ayat (2) adalah pajak atas penghasilan yang bersifat final serta
tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang. Objek pajak
penghasilan pasal 4 ayat (2) adalah investasi, atau simpanan seperti bunga
deposito, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga simpanan yang
dibayarkan koperasi, hadiah undian, transaksi saham dan sekuritas lainnya,
serta transaksi-transaksi lainnya yang menguntungkan sebagaimana diatur
dalam undang-undang.

2.7 TARIF PAJAK

Tarif Pajak Penghasilan (PPh 21) bagi wajib pajak adalah:

1. Tarif Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
yaitu:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


sampai dengan Rp50.000.000,00 5%
di atas Rp50.000.000,00 s/d Rp250.000.000,00 15%
di atas Rp250.000.000,00 s/d Rp500.000.000,00 25%
di atas Rp500.000.000,00 30%

2. Tarif Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap, yaitu:

Penghasilan Kotor /Peredaran Bruto


Tarif Pajak
(Rp)

1% x Penghasilan Kotor
Kurang dari Rp4.8 Miliar
(Peredaran Bruto)

25
{0.25 - (0.6
Lebih dari Rp4.8 Miliar s/d Rp50 Miliar Miliar/Penghasilan Kotor)}
x PKP

Lebih dari Rp50 Miliar 25% x PKP

2.8 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK


PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah besarnya penghasilan
yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan
kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi yang
menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas jumlahnya dibawah PTKP tidak
akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus
sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka
penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

Kriteria Tarif PTKP

Wajib Pajak orang pribadi Rp15.840.000,00

Wajib Pajak yang menyandang status kawin Rp1.320.000,00

Seorang istri yang penghasilannya digabung dengan


Rp15.840.000,00
penghasilan suami
Setiap anggota keluarga sedarah dan semenda
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang
Rp.1.320.000,00
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak
tiga orang unuk setiap keluarga

2.9 METODE PERHITUNGAN

Secara umum rumus menghitung PPh 21 adalah:

Penghasilan Bersih per bulan xxx


Penghasilan bersih disetahunkan xxx (x12 bulan)

26
PTKP xxx (-)
Penghasilan Kena Pajak xxx
PPh Terutang setahun xxx (x tarif PPh 21)

PPh Terutang per bulan xxx (÷ 12 bulan)

Secara umum, langkah-langkah atau mekanisme dalam penghitungan umum


PPh Badan adalah sebagai berikut:
1. Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Yaitu dengan cara menghitung (menentukan) besarnya penghasilan neto
fiskal dikurangi dengan kompensasi kerugian fiskal
2. Menghitung PPh Terutang
Penghitungan PPh Terutang dilakukan dengan cara mengalikan Penghasilan
Kena Pajak (PKP) dengan tarif pajak yang berlaku (sesuai dengan kriteria
Wajib Pajak), dikurangi dengan pengembalian/pengurangan kredit pajak luar
negeri yang (PPh Pasal 24) yang telah diperhitungkan tahun lalu.

PPh Terutang = Penghasilan Kena Pajak X Tarif PPh Badan

atau dapat dijelaskan sebagai berikut:

Peredaran Bruto Rp xxxxx


Biaya – biaya Rp xxxxx
___________ _
Penghasilan Neto Rp xxxxx
Kompensasi Kerugian Rp xxxxx
___________ _
Penghasilan Kena Pajak Rp xxxxx
Tarif Pajak xxx %
____________

27
x
PPh Terutang Rp xxxxx

Contoh 1:

Andi adalah seorang pegawai negeri yang memiliki gaji 8 juta per bulan.
Sampai saat ini ia belum menikah dan belum memiliki tanggungan anak.
Hitunglah berapa pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh Andi setiap
bulannya?

Jawab:
 Penghasilan  Rp8.000.000,00
 Uang pph  5% x Rp8.000.000,00 = Rp300.000,00
 Gaji Andi  Rp8.000.000,00 – Rp300.000,00 = Rp7.700.000,00
 Gaji 1 tahun  12 bulan x Rp7.700.000,00 = Rp92.400.000,00
 PTKP  Rp15. 840.000,00

 Besar Gaji yang dikenai pajak = Gaji 1 tahun - PTKP


= Rp92.400.000,00 - Rp15.840.000,00
= Rp 76.560.000,00
 Pajak yang harus dibayarkan = 5 % x Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00
= 15 % x Rp26. 560.000,00 = Rp3.984.000,00 +
Rp6.484.000,00
 Pajak per bulan = Rp6.484.000,00 : 12 bulan = Rp540.333,00

Jadi, pajak per bulan yang harus dibyarkan oleh Andi adalah sebesar
Rp540.333,00

Contoh 2:
Pak Ganjar adalah seorang pegawai perusahaan oli yang memiliki penghasilan
tetap 9 juta rupiah per bulannya. Ia telah beristri namun belum juga dikaruniai

28
seorang anak. Hitunglah besar pajak yang harus dibyarkan oleh Pak Ganjar setiap
bulan!

Jawab:
 Penghasilan = Rp9.000.000,00
 Uang jabatan = Rp450.000,00
 Gaji pak Ganjar = Rp8.550.000,00

 Gaji Pak Ganjar 1 tahun = 12 bulan x Rp8.550.000,00


= Rp 102.600.000,00
 PTKP = Rp 15.840.000,00 + Rp 1.200.000,00

= Rp 17.040.000,00

 Gaji Pak Ganjar yang dikenai pajak = Rp 102.600.000,00 – Rp 17.040.000,00


= Rp 85.560.000,00

 Jumlah pajak penghasilan  5% x Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00


15 % x Rp35.560.000 = Rp5.334.000,00 +
Jumlah pajak pertahun = Rp 7.834.000,00
 Jumlah pajak perbulan = Rp7.834.000,00 : 12 bulan
= Rp652.833,00
Jadi pajak yang harus dibayar Pak Ganjar setiap bulan adalah Rp661.333,00

Contoh 3 :

Tan Ceng Bong telah menikah dan mempunyai dua anak. Ia mempunyai
pendapatan kena pajak Rp519.450.125,00 selama setahun. Hitunglah pajak
terutang Tan Ceng Bong!

Jawab

Pendapatan Kena Pajak = Rp519.450.125,00  Rp519.450.000,00

29
 Rp50.000.000,00 x 5% = Rp2.500.000,00
 Rp200.000.000,00 x 15% = Rp30.000.000,00
 Rp250.000.000,00 x 25% = Rp62.500.000,00
 Rp19.450.000,00 x 30% = Rp 5.835.000,00
+
Jumlah PPh Terutang = Rp100.835.000,00

Jadi pajak yang terutang Tan Ceng Bong adalah Rp100.835.000,00

2.10 SISTEM PEMAJAKAN DAN PEMBAYARAN PPh

Pada dasarnya jika subjek pajak dan objek pajak dari pajak
penghasilan sudah ditentukan, kita langsung dapat menghitung besarnya PPh
terutang untuk menetukan berapa besarnya sebagian penghasilan (harta
kekayaan rakyat) yang harus diberikan kepada negara oleh rakyat yang
menerima atau memperoleh penghasilan. Tetapi sebelum kita membahas cara
menghitung besarnya PPh terutang, kita terlebih dahulu harus mengetaahui
siapa yang diwajibkan untuk menghitung besarnya PPh terutang,
menyetorkannya ke kas negara dan mempertanggunjawabkannya, dan
mengenai kapan rakyat atau wajib pajak harus menghitung sebagian
penghasilannya yang harus dibayar ke negara.

2.10.1 Sistem Pemajakan PPh


Ketentuan mengenai siapa yang diwajibkan menghitung besarnya PPh
terutang serta bagaimana tata cara menyetor dan mempertanggungjawabkan
kewajibannya itu disebut ketentuan mengenai tata cara pemajakan atau
mekanisme pemajakan atau prosedur pemajakan atau administrasi perpajakan
PPh.
Pada prinsipnya WP (Tak Payer) itu sendiri harus menghitung dan
menetapkan berapa besarnya PPh terutang lalu segera melunasi/membayar
sendiri ke kas negara. Cara ini dinamakan cara menetapkan dan membayar
pajak sendiri (Self Assesment System) (dasar hukumnya adalah Pasal 12 UU
No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2000 yang
disingkat UU KUP). Istilah Self Assesment System adalah istilah hukum.

30
Sedangkan istilah administrasinya adalah Self Taxing System (Sistem
Pemajakan Sendiri).
Pengertian sistem pemajakan sendiri adalah WP yang menerima atau
memeperoleh penghasilan (menanggung beban pajak) itu sendiri yang
menghitung dan menetapkan besarnya pajak yang harus dibayarnya,
membayarnya ke kas negara dan melaporkan perhitungan dan pembayaran
pajak tersebut ke aparat pajak, serta mempertanggungjawabkannya.
Self Assesment System atau sistem pemajakan sendiri memiliki
kelemahaan, yaitu WP bisa melakukan penyelundupan pajak, misalnya
dengan menyembunyikan penghasilannya atau melaporkannya dengan tidak
benar, dan lain-lain. Untuk melengkapi atau menutupi kelemahan sistem ini,
maka pemajakan PPh juga dilakukan dengan cara:
Sistem Pemotongan (pajak) oleh pihak ketiga (With Holding System). Yang
dimaksud dengan pihak ketiga adalah pihak yang membayarkan atau terutang
penghasilan. Pihak ketiga itu disebut pemotong PPh. Jadi yang menghitung
dan menetapkan besarnya PPh terutang adaalah pemotong PPh, bukan WP
sebagai pihak yang menerima penghasilan. Setelah menghitung besarnya PPh
terutang, maka pemotong PPh tersebut memotong dari penghasilan tersebut
sebesar PPh yang telah dihitungnya dan menyetorkannya ke kas negara untuk
dan atas nama penerima penghasilan. Lalu pihak ketiga tersebut (Pemotong
PPh) melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat ia terdaftar dan
mempertanggungjawabkannya. Jika pemotong PPh melakukan kesalahan
dalam memotong PPh, maka sanksi administrasi perpajakan akan dikenakan
terhadap Pemotong PPh, bukan kepada WP penerima penghasilan.
Setiap badan pemerintah, penyelenggara kegiatan, Subjek Pajak
Badan Dalam Negeri, Sujek Pajak Warisan yang Belum terbagi, Subjek Pajak
BUT, dan perwakilan perusahaan luar negeri lainnya secara otomatis
(ditentukan langsung oleh UU PPh) menjadi pemotong PPh. Sedangkan
Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri baru menjadi Pemotong PPh jika
ia ditunjuk melalui keputusan Dirjen Pajak sebagai Pemotong PPh. Mereka
adalah Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang WNA (Warga Negara

31
Asing) atau Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang
menyelenggarakan pembukuan dan/ atau yang berprofesi sebagai tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas (yang dimaksud dengan tenaga ahli adalah
Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang melakukan pekerjaan bebas
yang meliputi Dokter, Pengacara, Notaris, PPAT selain Camat, Akuntan,
Konsultan, Aktuaris, Penilai, Arsitek). Dan mereka hanya terbatas sebagai
Pemotong PPh atas penghasilan sewa. Pemajakan dengan sistem pemotongan
dan pemungutan disebut pemajakan pada sumber/asal penghasilan, sehingga
sulit bagi WP yang menerima atau memperoleh penghasilan menggelapkan
penghasilannya. Karena penghasilan yang diterima atau diperolehnya
tersebut dilaporkan ke Kantor Pajak oleh pihak yang membayarkan.

2.10.2 Pemajakan Secara Periodik dan Saat Terutang Pajak Penghasilan


Penghitungan dan penyetoran/pembayaran PPh ke negara dimulai jika
berdasarkan UU PPh (berdasarkan kesepakatan antar rakyat yang diwakili
oleh Parlemen Negara yang diwakili oleh Eksekutif yang dituangkan dalam
UU PPh) telah timbul kewajiban dari rakyat atau Wajib Pajak untuk
membayar PPh ke negara atau telah. timbul hak negara untuk menagih PPh
dari Wajib Pajak tersebut. Ketentuan mengenai kapan timbulonya kewajiban
Wajib Pajak untuk membayar sebagian penghasilannya disebut ketentuan
mengenai saat timbulnya utang PPh atau saat terutangnya PPh. Kita mengenal
istilah janji adalah utang, artinya utang timbul karena perjanjian. Demikian
pula halnya dengan perpajakan, utang PPh itu timbul karena perjanjian, yaitu
perjanjian antara rakyar itu sendiri yang diwakili oleh parlemen dan negara
yang diwakili oleh eksekutif dimana perjanjian itu dituangkan dalam bentuk
UU yang disebut UU Pajak.
Untuk PPh yang dihitung atau dipajaki pada setiap tahun pajak berakhir
disebut Utang PPh Tahunan atau PPh Tahunan Terutang dan dibedakan atas
utang:
a. PPh Tahunan WP Orang Pribadi (Dalam Negeri), yaitu PPh tahunan yang
dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri pada akhir tahun atas

32
semua penghasilan yang dikenai PPh bersifat tidak final yang diterima atau
diperolehnya selama setahun dari awal tahun sampai akhir tahun.
b. PPh Tahunan WP Badan (Dalam Negeri), yaitu PPh tahunan yang dikenakan
terhadap WP Badan Dalam Negeri pada akhir tahun atas semua penghasilan
yang dikenakan PPh bersifat tidak final yang siterima atau diperolehnya
selama setahun dari awal tahun sampai akhir tahun.
c. PPh Tahunan BUT (WP orang Pribadi/Badan Luar Negeri BUT), yaitu PPh
tahunan yang dikenakan terhadap WP BUT pada akhir tahun atas semua
penghasilan yang dikenakan PPh bersifat tidak final yang diterima atau
diperolehnya selama setahun dari awal tahun sampai akhir tahun.
d. PPh Tahunan WP Warisan yang belum terbagi, yaitu PPh tahunan yang
dikenakan terhadap WP Warisan yang belum etrbagi pada akhir tahun atas
semua penghasilan yang dikenai PPh bersifat tidak final yang diterima atau
diperolehnya selama setahun dari awal tahun sampai akhir tahun.
e. PPh Tahunan Pasal 21. PPh Tahunan Pasal 21 adalah uang muka PPh
Tahunan WP Orang Pribadi dalam negeri yang dikenakan terhadap Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri khusus atas penghasilan yang dikenakan
PPh bersifat tidak final berupa penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan
yang diterima atau diperolehnya dari awal tahun sampai akhir tahun
bersangkutan. Ketentuan mengenai mekanisme pemajakan PPh Tahunan
Pasal 21 diatur di Pasal 21 UU PPh sehingga disebut PPh Pasal 21.

2.10.3 Uang Muka PPh


Mengingat Pemajakan setelah tahun pajak berakhir mengandung kelemahan
berupa:
a. Terbukanya peluang bagi WP untuk menggelapkan penghasilan yang
diterima atau diperolehnya pada awal-awal tahun, kemungkinan WP sudah
tidak mempunyai uang lagi untuk membayar PPh pada akhir tahun karena
sudah habis dipakai sehingga menyulitkan penerimaan negara.
b. Mengingat WP untuk membayar utang PPh Tahunan dalam jumlah besar dan
lain-lain.

33
c. Demi bisa melakukan cek silang untuk kepentingan intensifikasi WP.
d. Mencegah penyelundupan pajak dan lain-lain.
Maka UU PPh menentuka bahwa pada saat menerima atau memperoleh
penghasilan terutama selama satu tahun berjalan, WP yang menerima atau
memperoleh penghasilan tertentu tersebut diharuskan membayar uang muka
PPh dalam jumlah tertentu dari penghasilan tertentu itu melalui sistem
pemotongan atau pemungutan atau pemajakan sendiri. Ketentuan tersebut
diatur di BAB V UU PPh tentang Pelunasan PPh Selama Tahun Berjalan
(Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25). Nanti pada akhir
tahun pajak, penghasilan itu ditambah dengan penghasilan lain yang tidak
dikenai uang muka PPh dikenai PPh tahunan (dihitung PPh tahunan terutang).
Sedangkan uang muka PPh yang telah dibayar selama tahun berjalan tersebut
bisa diperhitungkan sebagai kredit pajak (pengurang) dari PPh Tahunan
Terutang (Bab V UU PPh Tentang Perhitungan Pajak Pada Akhir Tahun).

34
BAB III

PENUTUP

3.1 SIMPULAN

Pajak merupakan pendapatan utama bagi pemerintah untuk


melakukan pembangunan dan kegiatan pemerintah. Salah satu bentuknya
adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan
pada subjek pajak yang memiliki penghasilan atau pendapatan dalam satu
tahun pajak sebagai bentuk kontribusi seseorang terhadap negara untuk
menciptakan fasilitas yang akan dinikmati atau dirasakan secara tidak
langsung. Pajak Penghaslan pasal 21 memiliki tarif pajak yang dikenakan
sesuai dengan penghasilan orang tersebut dan memiliki metode perhitungan
yang sederhana, Pembayaran Pajak Penghasilan pun melalui metode self
assessment di mana wajib pajak sendiri yang akan memebayar secara sadar
diri dan pergi ke kanor perpajakan untuk membayarnya.

Subjek pajak penghasilan meliputi orang pribadi; warisan yang


belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; Badan,
terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD, firma, kongsi,
koperasi, dan lain-lain; Bentuk Usaha Tetap. Dan bukan subjek pajak meliputi:
Badan perwakilan Negara asing, pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan
konsultan atau pejabat-pejabat lain dari Negara asing, dan pejabat-pejabat
perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan.

Obyek pajak penghasilan meliputi: Penghasilan yang diterima atau


diperoleh secara teratur, Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan, laba usaha, dan lain-lain. Jadi jika orang pribadi atau badan
telah memenuhi syarat subjektif (telah memenuhi syarat sebagai subjek pajak)

35
dan telah memenuhi syarat objektif (telah menerima atau memperoleh
penghasilan), maka orang pribadi atau badan tersebut otomatis menjadi wajib
pajak. Sedangkan yang tidak termasuk obyek pajak penghasilan adalah
bantuan atau sumbangan, harta hibah, warisan, dan lain-lain. Tarif Pajak
Penghasilan dibedakan menjadi dua yaitu tarif Pajak Penghasilan untuk
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan tarif Pajak Penghasilan dan
untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

3.2 SARAN

1. Mengingat betapa besar peran pajak, salah satunya adalah pajak


penghasilan, maka disarankan bagi para pembaca yang memiliki kriteria
untuk membaara pajak untuk dengan tepat waktu membayar pajak

2. Pemerintah hendaknya mengawasi pemungutan pajak penghasilan, agar


tidak terjadi permasalahan atau kecurangan dan menetapkan pajak PPh
secara adil dan sesuai kemampuan wajib pajak

3. Hendaknya pemerintah menggunakan pajak penghasilan yang didapat


dengan benar.

4. Bagi para siswa sebagai generasi muda hendaknya belajar dengan


sungguhh dan memahami system danmekanisme perpajakn di Indonesia,
salah satunya adalah PPh sebagai bekal di masa depan unntuk menambah
wawasan dan bekal bagi masa depan.

36
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. http://www.pajak.go.id/content/kenali-aturan-dalam-pelaporan-


pajak. http://www.pajak.go.id/content/kenali-aturan-dalam-pelaporan-pajak.
Diakses pada 3 April 2019

Anonim. 2019. Pajak Penghasilan: Pengertian dan Cara Menghitungnya,


https://www.cermati.com/artikel/pajak-penghasilan-pengertian-dan-cara-
menghitungnya. Diakses pada 4 April 2019

Fahriyah, Mita. 2018. Makalah Pajak PPh Pasal 21. 2018.


https://www.academia.edu/29953870/MAKALAH_PAJAK_PPH_PASAL_
21. Diakses pada 3 April 2019

Anonim. 2018 . Tarif PPh . http://www.pajak.go.id/content/12241-tarif-pph.


Diakses pada 4 April 2019

Hestanto. 2018. Pajak Penghasiln. https://www.hestanto.web.id/pajak-


penghasilan-pph/. Diakses pada 4 April 2019

Prasetyo, Dian. 2017. Makalah Pajak Penghasilan.


https://dianprase.blogspot.com/2017/05/makalah-pajak-penghasilan.html.
Diakses pada 3 April 2019

Anda mungkin juga menyukai