Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH PRESENTASI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn.A


DENGAN MASALAH UTAMA GANGGUAN PERSEPSI SENSORIK,
HALUSINASI PENDENGARAN
DI WISMA DRUPADA, RUMAH SAKIT JIWA Prof. dr. SOEROJO MAGELANG

DISUSUN OLEH :
1. IFFAH HANIFAH (P1337420615004)
2. VINDY ADESTYA P. (P1337420615005)
3. EKA RATNA SARI (P1337420615008)
4. LEDWI WISI DAELY (P1337420615024)
5. YUNIAR DEWI A. (P1337420615036)
6. FIRA DEWI CAHYANI (P1337420615042)
7. IKA RATNA SARI (P1337420615043)
8. EKA OKTAVIANI B (P1337420615044)
9. ADE LESTIANI L (P1337420615045)
10. HAYYAN NAZRI A.M (P1337420615050)
11. AMAR MA’RUFFI B (P1337420615051)

PRODI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2018

1
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan
(Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.Klien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun
tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin,
2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. Jenis-Jenis Halusinasi
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang
klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang
mengalami halusinasi.Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar

2
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan
atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan.Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Kenesthetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine.
7. Kinisthetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Faktor Prediposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

3
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan

4
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

D. Menifestasi Klinis
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian.Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress.Cara ini
menolong untuk sementara.Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan
mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal
dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi
dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain
mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat
jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya.Termasuk dalam gangguan
psikotik.Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,

5
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat,
tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panic
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan
dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada
dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau
selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum
atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang
dilihat, didengar atau dirasakan).

E. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang laindan lingkungan

Perubahan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran

Isolasi sosial menarik diri

6
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh
atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan
klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien diberitahu.
Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya
disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau
hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan
betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan
dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih
kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,

7
misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga
klien dan petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang
diberikan tidak bertentangan.
6. Psikofarma
a. Anti psikotik:
1.) Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
2.) Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
3.) Stelazine
4.) Clozapine (Clozaril)
5.) Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson:
1.) Trihexyphenidile
2.) Arthan
c. Obat anti depresi : Amitripilin
d. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
e. Obat anti insomnia : Phneobarbital

G. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri

8
H. Fokus Intervensi
Menurut Rasmun (2001:43-48) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana
tindakan dari diagnosa utama : resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan halusinasi adalah sebagai berikut :
Tujuan Umum:
a. Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
Tujuan Khusus:

TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.


1) Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk
berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan
interaksi selanjutnya.
TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya
halusinasi.
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
2) Intervensi
a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.

9
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling
percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan
tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada
teman bicara.
Rasional :
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat
dalam melakukan intervensi.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
- Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada
suara yang di dengar.
- Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun
perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa
menuduh/menghakimi).
- Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.
- Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor
timbulnya halusinasi.
d) Diskusikan dengan klien tentang :
- Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan
malam atau jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi
mempermudah tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi(marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaan.
Rasional :

10
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya.
b) Klien dapat menyebutkan cara baru.
c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien.
d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasi.
e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
2) Intervensi
a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak
berlanjut.
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri
pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
- Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi muncul.
- Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang
lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang
didengar.
- Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
- Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional :
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus
halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :

11
- Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
- Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
- Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong
royong).
- Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
- Mencari teman untuk ngobrol.
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba
memilih salah satu cara untuk mengendalikan halusinasi dan dapat
meningkatkan harga diri klien.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah
dipilih.
f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
realita dan stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas
akibat halusinasi.
TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan unutk
mengendalikan halusinasi.
2) Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama,
tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar
hubungan interaksi selanjutnya.
b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga.

12
Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
- Pengertian halusinasi.
- Gejala halusinasi yang dialami klien.
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi.
- Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah,
misalnya : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
- Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidakterkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan
menambah pengetahuan keluarga cara merawat anggota keluarga yang
mempunyai masalah halusinasi.
TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
1) Kriteria evaluasi
a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek
samping obat.
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
2) Intervensi
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi
serta manfaat minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien
melaksanakan program pengobatan.
b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.

13
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek
samping obat yang dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus
dilakukan setelah minum obat.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis,
benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien
untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.

14
BAB II
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn.A


DENGAN MASALAH UTAMA PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK,
HALUSINASI PENDENGARAN
DI WISMA DRUPADA, RUMAH SAKIT JIWA Prof. dr. SOEROJO MAGELANG

Ruang Rawat : Wisma Drupada


Tanggal Dirawat : 28 Maret 2018 Tanggal Pengkajian : 10 April 2018
I. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Alamat : Subang, Jawa Barat
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. J
Umur : 39 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ketanggungan, Brebes
Hubungan dengan Klien: Adik Kandung

c. Alasan Masuk
± 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit, klien merasa bingung, sulit tidur, klien
sering berbicara dan tertawa sendiri, klien juga mudah tersinggung,marah-
marah, klien juga merasa tidak percaya diri apabila ketemu / berhadapan dengan

15
orang. Sehingga oleh adik-nya klien dibawa di rumah sakit Jiwa Prof. dr.
Soerojo Magelang.

d. Faktor Presdisposisi
Sebelumnya klien pernah dibawa ke RSJ ±5 Tahun yang lalu.Sebelumnya
kliensudah pernah dirawat 3x dirumah sakit.Saat ini klien dirawat ke 4
kalinya.Pengobatan sebelumnya berhasil, namun karena klien tidak mau minum
obat secara teratur atau putus obat selama ±1 Tahun, klien kambuh kembali.
Selainitu, klien mengatakan pernah mengalami tekanan dari keluarganya untuk
selalu menjadi yang terbaik dan dituntut untuk selalu peringkat 1 ini dialami
klien sejak kecil. Saat SMA klien dijanjikan untuk masuk Perguruan Tinggi
dijurusan Teknik Sipil, namun ternyata Tn A hanya dipekerjakan menjadi
pedagang oleh orangtuanya. Tidak ada anggota keluarga klien yang mengalami
gangguan jiwa.

e. Faktor Presipitasi
Klien pernah dibohongi karena dijanjikan pekerjaan namun pekerjaan tersebut
tidak jelas dan hasil tidak sesuai yang diharapkan klien, sehingga menjadikan
klien tidak dapat memegang uang dan tidak bisa membeli sesuatu yang
diinginkan.

f. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum
Baik, dibuktikan dengan klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari di
Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang
2) Vital Sign
TD : 120/70 mmHg
N : 80x / menit
S : 36ºC
Pemeriksaan Fisik
BB : 55 Kg
TB : 163 cm

16
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik-baik aja dan tidak ada
keluhan fisik apapun

g. Pengkajian Psikososial
1) Genogram

Keterangan:
Laki – Laki Pasien Meninggal
Perempuan Tinggal Rumah
Klien tinggal serumah dengan adik kandungnya, orang tua klien sudah
pisah.Klien merupakan anak pertama dari 8 bersaudara.Klien mempunyai
hubungan dekat dengan adiknya, dalam keluarga klien tidak ada yang memiliki
riwayat gangguan jiwa.

2) Konsep diri
a. Gambaran diri: Klien sudah mensyukuri bahwa fisiknya baik-baik saja,
karena klien merasa tidak ada kecacatan apapun, tubuh sempurna.
b. Identitas diri : Klien mengatakan klien bernama Tn.A, alamatklien di
Subang dan klien berjenis kelamin laki-laki. Penampilan klien sudah rapi
dan sesuai. Perilaku klien juga sudah sesuai dengan jenis kelamin Tn A.
c. Peran : Klien mengatakan perannya dirumah sebagai anak laki-
laki dan kakak dari adik-adiknya. Klien dirumah tinggal bersama adik

17
kandungnya. Klien saat dirumah berjualan bubur kacang hijau tetapi
tidak laris. Sedangkan saat klien berada di RSJ klien sebagai pasien dan
harus melakukan aktivitas sesuai jadwal yang ada di ruangan.
d. Ideal diri : Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit jiwa klien
memiliki cita-cita mempunyai pekerjaan yang menetapdan memiliki
penghasilan yangjelas. Sedangkan saat dirumah sakit. Klien mempunyai
keinginan agar segera pulang dan bebas, klien berkeinginan seperti
orang-orang normal lainnya dan ingin bekerja.
e. Harga diri : klien mengatakan mempunyai perasaan bersalah karena
hasil berjualannya / pekerjaannya tidak menghasilkan apa apa
menyebabkan klien minder dengan orang-orang yang lain.
3) Hubungan Sosial
a. Klien mengatakan orang terdekat dengannya adalah adiknya. Karena
adiknya sangat perhatian dengan klien.
b. Peran serta kegiatan kelompok / masyarakat
Klien mengatakan selama dirumah klien tidak pernah mengikuti kegiatan
di masyarakat seperti karang taruna, kerja bakti, atau pertemuan yang
lain. Saat dirumah sakit klien aktif mengikuti kegiatan yang
direncanakan diruangan, mengikuti dengan baikm aktif,kegiatan
sosialisasi dengan teman bagus.
c. Hambatan Sosial
Klien mengatakan sering menyendiri saat dirumah karena merasa
curiga dengan oranglain, sehingga jarang mengikuti kegiatan yang ada di
kampungnya. Sedangkan saat di Rumah Sakit, klien aktif dalam
mengikuti segala aktifitas yang ada di Rumah Sakit.
4) Nilai, Keyakinan, dan Spiritual
a. Penampilan
Rambut klien tampak bersih, cara berpakaian klien sesuai rapi.
b. Pembicaraan
Klien berbicara dengan intonasi sedang dan thgynkjelas.Klien mampu
menjawab setiap pertanyaan perawat berikan.Klien juga mengerti isi
pembicaraan yang diajukan perawat, pembicaraan koheren.

18
c. Aktivitas Motorik
Saat dilakukan wawancara klien tampak tenang.

d. Alam Perasaan
Klien mengatakan sedih karena keadaan klien selalu tidak berubah, tidak
mempunyai pekerjaan yang menetap danklien sakit tidak sembuh-
sembuh.
e. Afek
Afek klien sesuai, saat berbicara hal-hal yang menyenangkan klien
tertawa dan tesenyum
f. Interaksi saat wawancara
Klien kooperatif.Tatapan mata klien mau menetap ke lawan bicara.
g. Persepsi – Sensori
Klien mangatakan saat sedang berpikir negative dan sedang sendirian
maka muncul suara-suara yang menyuruhnya untuk melakukan sesuat,
contohnya yaitu klien selalu ditekan oleh suara tersebut untuk
mengambil suatu keputusan. Klien mendengar suara tersebut pada
malam hari. Klien mendengar suara tersebut kadang-kadang, sekali
sehari.
h. Proses Pikir
Saat menjawab pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan oleh perawat,
tidak berbelit-belit.
i. Isi Pikir
Saat dilakukan pengkajian klien selalu mengatakan klien selalu curiga
dengan orang lain bahwa orang lain tersebut ingin melukai Tn A dan
seperti ingin menyembelihnya.
j. Tingkat Kesadaran
Saat dilakukan wawancara klien dapat mengetahui tempat, waktu, orang
yang benar. Klien dapat menyebutkan tempat sekarang klien dirawat dan
dapat menyebutkan beberapa nama temannya.
k. Memori
Daya Ingat Saat Ini (<24 jam)

19
Klien mengatakan tadi pagi sudah mandi, makan, mencuci piring dan
olahraga serta melakukan kegiatan TAK.
Daya Ingat Jangka Pendek ( satu minggu)
Klien mampu mengatakan kejadian saat dibawa ke rumah sakit karena
berbicara sendiri, tertawa sendiri, sering marah-marah.
Daya Ingat Jangka Panjang ( >1 bulan)
Klien mampu menceritakan kalau dirumah klien tinggal dengan adik
kandungnya.
l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Klien dapat berkonsentrasi dan fokus terhadap pembicaraan.Klien dapat
mengurutkan angka 1-10 dan klien mampu menjawab pertanyaan
penjumlahan dan pengurangan.
m. Kemampuan Penilaian
Klien dapat mengambil keputusan yang sederhana.
n. Daya Tilik Diri
Baik : Klien mengatakan saat ini berada di RSJ Prof. dr. Soerojo
Magelang karena klien dirumah mengamuk dan hanya diam di kamar.
Klien dibawa ke rumah sakit supaya sembuh, dan klien yakin saat ini
klien sakit cobaaan dari Tuhan dan akan sembuh jika klien sabar dan
niat.
o. Kemampuan Klien memenuhi kebutuhan
1. Makan
Sebelum sakit, klien makan sehari 3x diruang makan, sebelum
makan klien membersihkan alat-alat makan dan menempatkan
kembali ke tempatnya. Selama sakit, klien makan 3x sehari di ruang
wisma drupada. Nafsu makan klien meningkat, klien dapat makan
dengan mandiri. Setelah makan klien mencuci piring.
2. BAB / BAK
Sebelum sakit, klien BAB 1x dan BAK 5x sehari di kamar
mandi,setelah BAB/BAK klien membersihkan kamar mandi dan
membersihkan dengan baik.

20
Sesudah sakit, klien mampu melakukan euminasi dengan
mandiri.BAB 2x dan BAK 6x sehari di kamar mandi dan
membersihkan dengan baik.

3. Mandi
Sebelum sakit, klien dapat melakukan kebersihan diri seperti mandi,
sikat gigi, cuci muka dengan mandiri.
Selama sakit, klien mampu mandi secara mandiri, Klien mandi 2x
sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Klien mandi di kamar
mandi wisma.
4. Berpakaian dan Berhias
Sebelum sakit,klien memakai pakaian yang sesuai dengan memakai
kaos dan celana pendek.
Selama sakit, klien mampu berpakaian secara mandiri.Klien
mengenakan pakaian sesuai ketentuan Rumah Sakit.
5. Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit, klien tidak mengalami gangguan tidur.Klien dapat
tidur selama 8jam/hari. Dari jam 21.00 WIB – 05.00 WIB.
Selama sakit, pada saat klien dirumah tidur mengalami gangguan
tidur, frekuensi tidur klien hanya 10-15 menit.Tetapi pada saat dari
wisma klien sudah tidak mengalami gangguan tidur.Klien dapat tidur
9jam/hari.Sebelum dan sesudah tidur klien merapikan tempat tidur.
6. Penggunaan Obat
Klien minum obat secara teratur. Klien mendapatkan obat
Haloperidol 5mg / 12 jam, Trihexphenidyl 2mg/12jam , Clozapin
25mg/24jam. Diminum peroral jam 7 pagi dan 7 malam .Masing-
masing obat diminum setelah makan.
7. Pemeliharaan Kesehatan
Klien dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mendapatkan
perawatan setelah klien pulang dari Rumah Sakit.
8. Aktivitas didalam dan diluar rumah

21
Aktivitas diluar rumah yang dapat dilakukan klien yaitu berjualan
bubur kacanghijau.
Aktivitas didalam rumah klien hanya di kamar dan berdiam diri.

p. Mekanisme Koping
Saat dilakukan pengkajian mekanisme koping klien yaitu Adaptif.Klien
selalu menyelesaikan masalahnya dengan berpikir positif dan realistis.
q. Aspek Medis
1) Diagnosa Medis : F.20.3.Skizofernia Tak terinci / Undifferentiated.
2) Terapi yang diberikan
Thihexphenidil : 2mg/12 jam (2x1) PO
Clozapin : 25mg/24jam (1x1) PO
Haloperidol : 5mg / 12 jam (2x1) PO
ANALISA DATA
Tanggal, jam Data Fokus Diagnosa Paraf
10 April DS : Gangguan
2018 Klien mangatakan saat persepsi sensori :
11.00 WIB sedang berpikir negatif dan Halusinasi
sedang sendirian maka pendengaran
muncul suara-suara yang
menyuruhnya untuk
melakukan sesuat, contohnya
yaitu klien selalu ditekan oleh
suara tersebut untuk
mengambil suatu keputusan.
Klien mendengar suara
tersebut pada malam hari.
Klien mendengar suara
tersebut kadang-kadang,
sekali sehari.
DO :

22
- Klien berbicara sendiri.
- Klien tertawa sendiri.
- Klien melamun.
- Saat ditanya, klien lebih
memilih menanggapi
halusinasinya.
10 April DS : Gangguan konsep
2018 diri : Harga Diri
- Klien mengatakan bahwa
11.30 WIB Rendah
dirinya tidak bisa seperti
orang lain yang dapat
bekerja dan
berpenghasilan.
DO :

- Klien terlihat tegang


apabila
bertatapan/berinteraksi
dengan orang lain.
- Pembicaraan koheren.
- Klien tampak sesekali
menunduk saat
ditanyakan mengenai
pekerjaanya.

10 April DS : Waham : curiga


2018 Klien mengatakan bahwa ia
11.45 WIB selalu tidak percaya kepada
orang lain dan selalu curiga
bahwa orang lain akan
melukainya bahkan ingin
menyembelihnya.

23
DO :

- Klien terlihat lebih


waspada terhadap orang
yang baru di kenalnya.
- Klien sering berbicara
mengenai kecurigaannya
terhadap orang lain.

II. Daftar Masalah Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
2. Gangguan konsep diri : Harga diri Rendah
3. Waham : Curiga

Pohon Masalah

Waham : Curiga Effect

Cor Problem
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

Cause
Harga Diri Rendah

24
III. Rencana Tindakan Keperawatan

Tanggal/ Diagnosa Rencana Keperawatan


Jam Keperawatan Tujuan Tindakan Rasional
10 April Gangguan TUM : 1. Bina hubungan - Hubungan
2018 persepsi Klien dapat saling percaya saling percaya
11.46 sensori: mengontrol 2. Diskusikan jenis memungkinkan
WIB pendengaran halusinasi halusinasi klien, terbuka pada
TUK 1 : penyebab perawatdan
halusinasi, isi, sebagai dasar
1. Klien dapat
waktu, frekuensi, untuk intervensi
membina
dan respon selanjutnya
hubungan saling
terhadap - Klien dapat
percaya
SP1p halusinasinya. mengenal
2. Klien dapat
3. Diskusikan cara perilaku saat
mengidentifikasi
mengontrol halusinasi
penyebab
halusinasi dengan timbul,
halusinasi, jenis
menghardik memudahkan
halusinasi, isi,
4. Anjurkan pasien perawat
waktu,
memasukkan cara melakukan
frekuensi,dan
menghardik intervensi
respon terhadap
halusinasi dalam - Mengontrol
halusinasinya.
jadwal kegiatan halusinasi
3. Klien mampu
harian dengan cara
mengontrol
5. Libatkan pasien menghardik
halusinasi
dalam pendidikan
dengan cara
kesehatan
menghardik
6. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian obat

25
SP2p TUK 2 : 1. Evaluasi - Klien mampu
Klien dapat kemampuan klien menyebutkan
mengontrol mengontrol dosis,
halusinasi dengan halusinasi dengan frekuensi, dan
cara penggunaan cara menghardik manfaat obat
obat yang benar 2. Latih klien - Klien
mengontrol melaksanakan
halusinasi tentang program
patuh minum obat pengobatan
secara teratur - Klien
3. Anjurkan klien dapatbercakap-
memasukkan cakap untuk
dalam jadwal mengendalikan
harian halusinasinya
4. Libatkan klien
dalam TAK
5. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
obat

SP3p TUK 3 : 1. Evaluasi Klien dapat


Klien dapat kemampuan pasien mengendalikan
mengontrol dapat mengontrol halusinasi
halusinasinya halusinasi dengan dengan
dengan cara cara menghardik meningkatkan
bercakap-cakap dan minum obat harga dirinya
2. Latih pasien dalam
mengendalikan melakukan
halusinasi dengan aktivitas
bercakap-cakap terjadwal
bersama orang lain

26
3. Anjurkan pasien
memasukkan ke
dalam jadwal
harian
4. Libatkan pasien
dalam TAK
5. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
obat.

SP4P TUK 4 1. Evaluasi


kemampuan klien
dengan cara
menghardik,
minum obat dan
bercakap-cakap
dengan orang lain
2. Latih pasien
mengendalikan
halusinasi dengan
melakukan
aktivitas terjadwal
3. Anjurkan pasien
memasukkan ke
dalam jadwal
kegiatan harian
4. Libatkan pasien ke
dalam TAK
5. Kolaborasi dengan
dokter pemberian

27
obat

IV. Catatan Keperawatan

Tanggal/Ja Diagnosa Implementasi Evaluasi Para


m Keperawata f
n
10 April Gangguan Melakukan SP1P S:
2018 persepsi
1. Mendiskusikan jenis - Klien
13.00 WIB sensori :
halusinasi klien, mengatakan
Halusinasi
penyebab halusinasi, bahwa dirinya
pendengaran
isi, waktu, frekuensi, mendengar
dan respon terhadap bisikan suara-
halusinasinya. suara yang tak
2. Mendiskusikan cara nampak
mengontrol halusinasi wujudnya
dengan menghardik. - Klien
3. Menganjurkan pasien mengatakan
memasukkan cara bahwa suara
menghardik halusinasi tersebut
dalam jadwal kegiatan menyuruh klien
harian. untuk
4. Melibatkan pasien melakukan
dalam Pendidikan sesuatu yang
Kesehatan tentang tidak baik

28
mencuci tangan. - Klien
5. Berkolaborasi dengan mengatakan
dokter untuk pemberian suara tersebut
obat muncul saat
- Trihexphenidil 2 malam hari
mg/ 12 jam - Klien
- Haloperidol 5 mengatakan
mg/ 12 jam bahwa suara
- Clozapin 25 mg/ tersebut muncul
12 jam saat sedang
sendirian
- Klien
mengatakan
takut saat
mendengar
suara tersebut
- Klien
mengatakan jika
mendengar
suara tersebut
klien langsung
melakukan
aktivitas seperti
menulis,
menyapu.
- Klien
mengatakan
senang
mengikuti TAK
- Klien
mengatakan
tenang setelah

29
minum obat
O:

- Klien mampu
mendemonstrasi
kan mengontrol
halusinasi
dengan cara
menghardik
- Klien mampu
mempertahanka
n kontak mata
saat di ajak
berdiskusi
- Klien mampu
memasukkan
cara menghardik
ke dalam jadwal
harian
- Klien terlihat
aktif dan
kooperatif
selama
mengikuti TAK
- Klien mau
minum obat
secara mandiri
A:
Klien masih
menunjukkan
halusinasi
P:

30
(perawat)

- Evaluasi latihan
kontrol
halusinasi
dengan cara
menghardik
- Latih kontrol
halusinasi
dengan cara
yang kedua
yaitu minum
obat

(klien)
Latihan kontrol
halusinasi
dengan cara
menghardik
dalam 3 kali
sehari pada pagi
hari pukul 08.00
WIB, sore hari
pukul 16.00
WIB, dan
malam hari
pukul 19.30
WIB

11April Gangguan Melakukan SP2P S:


2018 persepsi
1. Mengevaluasi - Klien
10.30 WIB sensori :
kemampuan klien mengatakan
Halusinasi

31
pendengaran mengontrol halusinasi masih
dengan cara mendengar
menghardik suara bisikan
2. Melatih klien cara seperti menekan
mengontrol halusinasi klien pada
dengan patuh minum malam hari
obat dengan lima benar. - Klien
3. Menganjurkan klien mengatakan
memasukkan dalam sudah
jadwal harian. mengontrol
4. Melibatkan klien dalam halusinasi
TAK tentang dengan cara
mengontrol halusinasi menghardik
dengan cara - Klien
menghardik. mengatakan
5. Berkolaborasi dengan obat yang
dokter pemberian obat : diminum ada 3
- Trihexphenidil 2 macam dan
mg/ 12 jam diminum pada
- Haloperidol 5 pagi hari pukul
mg/ 12 jam 08.00 WIB dan
- Clozapin 25 mg/ malam hari
12 jam pukul 19.00
WIB
- Klien
mengatakan
senang setelah
mengikuti TAK
- Klien
mengatakan
tenang setelah
minum obat

32
O:

- Klien mampu
menyebutkan
kembali warna
obat, fungsi
obat, serta
manfaat obat
- Klien mampu
mempertahanka
n kontak mata
saat di ajak
berdiskusi
mengenai
mengontrol
halusinasi
dengan obat
- Klien terlihat
aktif dan
kooperatif
selama
mengikuti TAK
- Klien mau
minum obat
secara mandiri
- Klien mampu
memasukkan
minum obat ke
dalam jadwal
aktivitas harian
- Klien terkadang
berbicara sendiri

33
saat sedang
melamun
A:
Klien masih
menunjukkan
halusinasinya
P:
(perawat)

- Evaluasi latihan
kontrol
halusinasi
dengan cara
patuh minum
obat
- Latih kontrol
halusinasi
dengan cara
yang ketiga
yaitu bercakap-
cakap dengan
orang lain

(klien)
Latihan kontrol
halusinasi dengan
cara minum obat
dalam 2 kali sehari
pada pagi hari
pukul 08.00 WIB,
sore hari pukul
19.30 WIB

34
(sebelum tidur).

12 April Gangguan Melakukan SP3p S:


2018 persepsi
1. Mengevaluasi - Klien
10.45 WIB sensori :
kemampuan pasien mengatakan
Halusinasi
dapat mengontrol masih
pendengaran
halusinasi dengan cara mendengar
menghardik dan minum suara bisikan
obat dengan lima benar seperti menekan
2. Melatih pasien klien pada pagi
mengendalikan hari
halusinasi dengan - Klien
bercakap-cakap mengatakan
bersama orang lain sudah
3. Menganjurkan pasien mengontrol
memasukkan ke dalam halusinasi
jadwal harian dengan cara
4. Melibatkan pasien menghardik dan
dalam TAK tentang minum obat
hobi yang dimiliki sesuai dengan
pasien jadwal harian
5. Berkolaborasi dengan - Klien
dokter pemberian obat : mengatakan
- Trihexphenidil 2 jarang bercakap-
mg/ 12 jam cakap dengan
- Haloperidol 5 temannya
mg/ 12 jam - Klien
- Clozapin 25 mg/ mengatakan
12 jam senang setelah
mengikuti TAK
tentang
mengontrol

35
halusinasi
dengan cara
bercakap-cakap
- Klien
mengatakan
tenang setelah
minum obat
O:

- Klien mampu
mendemonstrasi
kan cara
bercakap-cakap
dengan
temannya saat
mendengar
suara bisikan /
halusinasi
dengan benar
- Klien mampu
mempertahanka
n kontak mata
saat di ajak
berdiskusi
mengenai
mengontrol
halusinasi
dengan cara
bercakap-cakap
- Klien terlihat
aktif dan
kooperatif

36
selama
mengikuti TAK
- Klien mau
minum obat
secara mandiri
- Klien mampu
memasukkan
kegiatan
bercakap-cakap
ke dalam jadwal
aktivitas harian
- Klien terkadang
tersenyum
sendiri saat
sedang melamun
A:
Klien masih
menunjukkan
halusinasinya
P:
(perawat)

- Evaluasi latihan
kontrol
halusinasi
dengan cara
bercakap-cakap
- Latih kontrol
halusinasi
dengan cara
yang keempat
yaitu melakukan

37
aktivitas
terjadwal

(klien)

Latihan kontrol
halusinasi dengan
cara bercakap-
cakap dalam 5 kali
sehari pada pagi
hari pukul 08.30
dan 10.00 WIB,
siang hari pukul
13.00 WIB, sore
hari pukul 15.00
WIB dan pukul
16.30 WIB dan
pada malam hari
pukul 19.00 WIB
13 April Gangguan Melakukan SP4p S:
2018 persepsi
1. Mengevaluasi - Klien
13.00 WIB sensori :
kemampuan klien mengatakan
Halusinasi
dengan cara suara tersebut
pendengaran
menghardik, minum terkadang masih
obat dan bercakap- muncul saat
cakap dengan orang sendirian
lain - Klien
2. Melatih pasien mengatakan
mengendalikan sudah
halusinasi dengan mengontrol
melakukan aktivitas halusinasi
terjadwal dengan cara

38
3. Menganjurkan pasien menghardik
memasukkan ke dalam ,minum obat,
jadwal kegiatan harian dan bercakap-
4. Melibatkan pasien ke cakap sesuai
dalam TAK tentang dengan jadwal
caramengontrol harian
halusinasi dengan patuh - Klien
minum obat mengatakan
5. Berkolaborasi dengan selama di wisma
dokter pemberian obat: klien sering
- Trihexphenidil 2 melakukan
mg/ 12 jam kegiatan seperti
- Haloperidol 5 mencuci piring,
mg/ 12 jam menyapu,
- Clozapin 25 mg/ mengepel
12 jam - Klien
mengatakan
senang setelah
mengikuti TAK
tentang
mengontrol
halusinasi
dengan cara
melakukan
kegiatan
- Klien
mengatakan
tenang setelah
minum obat

O:

39
- Klien mampu
memperagakan
dan melakukan
aktivitas yang
biasa dilakukan
seperti mencuci
piring
- Klien mampu
mempertahanka
n kontak mata
selama
berdiskusi
mengenai
melakukan
aktivitas
terjadwal
- Klien mampu
memasukkan
melakukan
aktivitas
terjadwal ke
dalam jadwal
aktivitas harian
- Klien terkadang
tersenyum
sendiri saat
sedang melamun
- Klien terlihat
aktif dan
kooperatif
selama
mengikuti TAK

40
- Klien mau
minum obat
secara mandiri

A:
Klien masih
menunjukkan
halusinasinya

P:
(perawat)

- Evaluasi latihan
kontrol
halusinasi
dengan cara
melakukan
aktivitas
terjadwal
- Latih kontrol
halusinasi
dengan
memberikan
kesempatan
klien untuk
memilih dari
keempat cara
yang sudah di
ajarkan

(klien)

41
Latihan kontrol
halusinasi dengan
cara membuat dan
melakukan
aktivitas terjadwal
dari bangun tidur
pagi hingga malam

42
BAB III

PEMBAHASAN

a. Kesesuaian Antara Kasus Dengan Teori


Pembahasan Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis
dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata Tn A diruang Drupada RSJProf
Dr SOEROJO Magelang. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan,intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian merupakan
pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis untuk menentukan
tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas.Pengumpulan data
pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik,
psikososisal dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Dalam pengumpulan
data penulis menggunakan metode wawancara dengan Tn A, observasi secara
langsung terhadap kemampuan dan perilaku Tn A serta dari status Tn A. Selain
itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam
memberikan asuhan keperawatan pada Tn A, Namun, disaat pengkajian tidak ada
anggota keluarga Tn A yang menjenguknya sehingga, penulis tidak memperoleh
informasi dari pihak keluarga.
Menurut Stuart & Laraia (dalam Ngadiran, 2010) faktor presipitasi pada klien
dengan gangguan halusinasi dapat muncul setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa, dan tidak
berdaya. Adanya faktor klien pernah dibohongi karena dijanjikan pekerjaan
namun pekerjaan tersebut tidak jelas dan hasil tidak sesuai dengan yang
diharapkan oleh klien, sehingga menjadikan klien tidak dapat memegang uang dan
tidak bisa membeli sesuatu yang diinginkan..
Menurut Sunardi (2005) faktor predisposisi gangguan halusinasi dapat
muncul sebagai proses panjang yang berhubungan dengan kepribadian seseorang,
karena itu halusinasi dipengaruhi oleh pengalam-pengalaman psikologis
seseorang. Hal ini juga di alami Tn A yang memiliki masa lalu yang tidak
menyenangkan sejak kecilselalu dituntut oleh orangtuanya untuk menjadi yang

43
terbaik diantara yang baik, dalam hal ini yaitu untuk menjadi peringkat pertama
dalam kelasnya, namun Tn A tidak mampu untuk melakukannya, sehingga Tn A
sering menyendiri. Namun Tn A tidak memiliki masalah dengan lingkungan
sekitar dia tinggal,hanya di dalam keluarga.
Tanda dan gejala halusinasi menurut Depkes (dalam Ngadiran, 2010) adalah
sebagai berikut : bicara, senyum, dan tertawa sendiri; tidak mampu mandiri dalam
mandi, berpakaian dan berhias dengan rapi; berbicara kacau kadang-kadang tidak
masuk akal; sikap curiga dan bermusuhan, ketakutan; tampak bingung; mondar
mandir; konsentrasi kurang; perubahan kemampuan memecahkan masalah, dan
menarik diri. Gejala-gejala tersebut tidak semuanya juga dialami oleh Tn A.
Gejala yang dialami oleh Tn A antara lain : konsentrasi berkurang, terkadang
senyum sendiri, memiliki sikap curiga terhadap orang lain. Tn A mampu
melakukan perawatan diri secara mandiri.Tn A merasa sedih ingin cepat pulang
dan berkumpul dengan keluarganya. Tn A akan merespon dan bereaksi apabila di
beri rangsangan dan juga Tn A terkadang susah untuk konsentrasi.
Menurut Keliat (2009) didalam pengkajian harus dijelaskan jenis dan isi
halusinasi, waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi, serta
respon klien terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian pola fungsional
difokuskan pada pola persepsi pada Tn A, didapatkan data bahwa Tn A
mengalami halusinasi pendengaran. Tn A kadang mendengar suara-suara yang
menyuruh klien untuk menentukan atau berbuat sesuatu, Klien mengatakan
mendengarkan suara tersebut saat sedang sendirian, dan pada malam hari. Klien
mengatakan saat ini jarang mendengar suatu tersebut.Klien mengatakan saat
mendengar suara tersebut klien langsung melakukan aktifitas.
Menurut Yosep (2011) pada penderita gangguan jiwa dapat terjadi gangguan
isi pikir antara lain : waham,fobia,keadaan orang lain yang dihubungkan dengan
dirinya sendiri, dan pikiran terpaku pada suatu ide saja.Hal ini juga ditemukan
pada Tn A yang mengalami gangguan pikiran yaitu Tn A selalu curiga terhadap
orang-orang yang ada disekitarnya bahwa mereka ingin melukai Tn A sampai
menyembelih Tn A.
Menurut Videbeck (2008) penilaian pada klien gangguan halusinasi sering
kali terganggu. Klien keliru menginterpretasikan lingkungan,sehingga klien tidak

44
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri akan keamanan,perlindungan, dan
menempatkan dirinya dalam keadaan bahaya. Hal ini juga dialami Tn A yang
mengalami gangguan memutuskan untuk mngambil keputusan secara mandiri
perlu arahan dari perawat untuk mengambil keputusan sederhana secara mandiri .

2. Diagnosa keperawatan
Menurut Videbeck (dalam Nurjannah,2005) menyatakan bahwa diagnosa
keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan
adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah
memperngaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama
diagnosa keperawatan. Menurut Kusumawati&Yudi (2010) pada pohon masalah
dijelaskan bahwa Isolasi sosial merupakan etiologi, gangguan persepsi sensori :
halusinasi merupakan core problem atau masalah utama sedangkan Mencederai
orang lain merupakan akibat.Namun,pada kasus Tn A pada analisa data penulis
lebih memprioritaskan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran, sedangkan etiologinya yaitu harga diri rendah dan
akibatnya menjadi waham.
Menurut NANDA (2009-2011) pada diagnosa gangguan persepsi halusinasi
memiliki batasan karakteristik: perubahan dalam perilaku, perubahan dalam
menejemen koping, disorientasi, konsentrasi buruk, gelisah, dan distorsi sensori
seperti bicara sendiri, tertawa sendiri mendengar suara yang tidak nyata, dan
mondarmandir. Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan
persepsi sensori: Halusinasi pendengaran yaitu data subyektif yang diperoleh dari
Tn A yaitu Tn A Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang selalu
membisikinya dan tidak tau dari mana sedangkan data obyektif yang didapatkan
klien sering bicara sendiri, dan menyendiri.

3. Intervensi Keperawatan
Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2005) rencana tindakan keperawatan merupakan
serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus.Perencanaan
keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian asuhan
keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan

45
dan keperawatan klien dapat diatasi.Rencana keperawatan yang penulis lakukan
sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan gersebut telah
sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan.
Dalam kasus penulis juga mencantumkan alasan ilmiah atau rasional disetiap
tindakan keperawatan.yaitu Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum
berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan.Tujuan khusus
merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu di capai atau
dimiliki.Kemampuan ini dapat berfariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan
klien. Kemampuan pada tujuan khusu terdiri atas tiga aspek yaitu: kemampuan
kognitif, psikomotorik, afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan
masalahnya.
Menurut Rasmun (2009) tujuan umum gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran yauitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Ada
lima tujuan khusus gangguan halusinsasi, antara lain: tujuan khusus pertama, klien
dapat membina hubungan saling percaya. Rasional dari tindakan yang dilakukan
yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi terapeutik antara perawat
dan klien.Tujuan khusus kedua, klien dapat mengenal halusinasinya dari situasi
yang menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi halusinasi, dan respon klien
terhadap halusinasinya.Rasional dari tujuan kedua adalah peran serta aktif klien
sangat menentukan efektifitasantindakan keperawatan yang dilakukan.
Menurut Rasmun tujuan khusus yang ketiga adalah klien dapat melatih
mengontrol halusinasinya, dengan berlatih menghardik halusinasi, bercakap-cakap
dengan orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan beraktifitas secara
terjadwal.Rasionalnya adalah tindakan yang biasa dilakukan klien merupakan
upaa untuk mengatasi halusinasinya.Tujuan khusus yang keempat klien dapat
dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya dengan rasional keluarga
mampu merawat klien dengan halusinasi saat berada dirumah.Tujuan khusus yang
kelima, klien dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasinya dengan
rasionalnya yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien untuk
minum obat secara teratur.Namun baru-baru ini, patuh minum obat dilakukan
setelah diajarkan teknik menghardik.Hal tersebut juga penulis rencanakan pada
klien dengan tujuan umum untuk mengontrol halusinasinya dan lima tujuan

46
khusus halusinasi yang telah diuraikan diatas. Setiap akhir tindakan strategi
pelaksanaan dapat diberikan reinforcement positif yang rasionalnya untuk
memberikan penghargaan atas keberhasilan Tn A. Reinforcement positif adalah
penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti
dengan stimulus yang mendukung atau rewarding. Bentuk bentuk penguatan
positif adalah perilaku seperti senyum, menganggukan kepala untuk menyetujuai,
bertepuk tangan, mengacungkan jempol, atau penghargaan (Ngadiran,2010).
Reinforcement memiliki power atau kemampuan yang menginginkan tindakan
yang diberi reinforcement positif akan dilakukan secara berulang oleh pelaku
tindakan tanpa adanya paksaan yaitu dengan kesadaran elaku tindakan itu sendiri
(Ngadiran,2010). Hal ini sesuai dengan intervensi yang dilakukan penulis yaitu
memberikan reinforcement positif kepada Tn A ketika Tn A melakukan setiap
strategi pelaksanaan dengan baik.

4. Implementasi Keperawatan

Menurut Effendy (dalam Nurjanah,2005) implementasi adalah pengelolaan


dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri
(independent), saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan
tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent).Penulis dalam melakukan
implementasi menggunakan jenis tindakan mandiri dan saling ketergantungan.
Menurut Keliat (2009) implementasi yang dilaksanakan antara lain:10 April 2018,
pukul 13.00 WIB, Melakukan SP1P yang meliputi : Mendiskusikan jenis
halusinasi klien, penyebab halusinasi, isi, waktu, frekuensi, dan respon terhadap
halusinasinya, Mendiskusikan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,
Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian, Melibatkan pasien dalam TAK tentang mengontrol halusinasi
dengan minum obat, Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
Trihexphenidil 2 mg/ 12 jam, Haloperidol 5 mg/ 12 jam, Clozapin 25 mg/ 12 jam.
11 April 2018, pada pukul 10.30 WIB, Melakukan SP2P yang meliputi
:Mengevaluasi kemampuan klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur,

47
Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal harian, Melibatkan klien dalam
TAK tentang mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, Berkolaborasi
dengan dokter pemberian obat :Trihexphenidil 2 mg/ 12 jam, Haloperidol 5 mg/
12 jam, Clozapin 25 mg/ 12 jam. 12 April 2018, pukul 10.45,Melakukan SP3P
yang meliputi : Mengevaluasi kemampuan pasien dapat mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dan minum obat, Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan bercakap-cakap bersama orang lain, Menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam jadwal harian, Melibatkan pasien dalam TAK tentang
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap, Berkolaborasi dengan dokter
pemberian obat :Trihexphenidil 2 mg/ 12 jam, Haloperidol 5 mg/ 12 jam,
Clozapin 25 mg/ 12 jam. 13 April 2018, Pukul 13.00 WIB, Melakukan SP4P yang
meliputi : Mengevaluasi kemampuan klien dengan cara menghardik, minum obat
dan bercakap-cakap dengan orang lain, Melatih pasien mengendalikan halusinasi
dengan melakukan aktivitas terjadwal, Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian, Melibatkan pasien ke dalam TAK tentang
mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, Berkolaborasi dengan dokter
pemberian obat:Trihexphenidil 2 mg/ 12 jam, Haloperidol 5 mg/ 12 jam, Clozapin
25 mg/ 12 jam

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Kurniawati (dalam Nurjanah,2005) evaluasi adalah proses


berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi
dibagi dua,yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap seslesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah
ditentukan. Pada kasus ini penulis hanya menggunakan evaluasi sumatif. Pada
tanggal 13 April 2018, pukul 13.00, Tn A masih mengingat perawat, mengerti
bahwa suara yang sering didengarnya itu hanya suara palsu dan tidak nyata hanya
halusinasinya saja, serta mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik: menutup telinga dan sambil berdoa, sehingga dapat dianalisis
bahwa masalah teratasi Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan klien.

48
b. Kekuatan Atau Kemudahan Selama Diberikan Asuhan Keperawatan
1. Tn A kooperatif, terbukti klien selalu patuh dengan apa yang disampaikan oleh
perawat
2. Tn A tampak selalu mengisi waktu luangnya dengan berkegiatan, Tn A tidak
pernah membiarkan dirinya untuk melamun
3. Komunikasi Tn A terhadap lingkungan disekitarnya sudah bagus, koheren
4. Tn A patuh dalam mengisi jadwal kegiatan yang diberikan oleh perawat

c. Kelemahan Atau Kesulitan Saat Melakukan Implementasi Dalam Mengatasi


Diagnosa Keperawatan
Saat pertama kali melakukan pengkajian terhadap Tn A, Tn A selalu menaruh
curiga terhadap penulis. Sehingga Tn A tidak mau menceritakan masalahnya
kepada penulis. Namun setelah dilakukan BHSP, Tn A mulai mau menceritakan
masalahnya terhadap penulis, sehingga mudah untuk dilakukan implementasi.

49
BAB IV
IMPLIKASI KEPERAWATAN

a. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengkajian dan perawatan pada Tn.A dengan
gangguan persepsi sensori di Wisma Drupada RSJ Prof.Dr. Soeroyo Magelang
selama 4 hari, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam melakukan perawatan jiwa
sangat penting sekali membina hubungan saling percaya dan juga membutuhkan
kolaborasi yang baik dengan tenaga medis, keluarga, dan juga lingkungan agar
semua maksud dan tujuan klien dirawat dapat tercapai. Sedangkan implementasi
yang sudah dilakukan selama empat hari, klien dapat berlatih untuk mengontrol
halusinasi dari SP pertama hingga SP keempat, namun hal tersebut belum
sepenuhnya berhasil karena klien mengatakan masih mendengar suara suara
ketika masih sendirian.

b. Saran
1. Klien
- Berlatih untuk menghardik
- Minum obat secara rutin dengan prinsip 5 benar obat
- Berlatih untuk bercakap-cakap
- Libatkan klien dalam aktivitas positif
2. Keluarga
- Berperan serta dalam pemusatan kemajuan klien
- Membantu klien dalam pemenuhan aktivitas positif
- Menerima klien apa adanya
3. Perawat
- Menyarankan keluarga untuk selalu mendukung klien
- Menyarankan keluarga untuk menyiapkan lingkungan di rumah
- Memberi reinforcement
- Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dan perawatan klien

50
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, Tristiadi Ardi. 2013. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Bandung: Karya
Putra Darwati.

Bate, Arm. 2013. Pengaruh Penerapan Strategi Pelaksanaan Halusinasi


terhadap Kemampuan Pasien dalam Mengontrol Halusinasi Dengar di
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.

Braun, Virginia dan Clarke, Victoria.2013. Successful Qualitative Research:


aPractical Guidefor Beginners. Los Angeles: Sage.

Jusliani dan Sudirman.2014. Pengaruh Penerapan Strategi Pelaksanaan


TindakanKeperawatan Halusinasi Klien terhadap Kemampuan Mengontrol
Halusinasi di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis Volume 5 Nomor 2 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721.

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta :
EGC

Kurniadi, Anwar. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya: Teori dan


Aplikasi.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kusumawati dan Hartono .2010 .Buku Ajar Keperawatan Jiwa .Jakarta :


Salemba Medika
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika
Rasmun, (2001).Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses
Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.
Stuart dan Sundeen .2005 .Buku Keperawatan Jiwa .Jakarta : EGC

51

Anda mungkin juga menyukai