PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gastroenteritis atau dikenal dengan sebutan diare merupakan penyakit
yang masih banyak terjadi pada masa anak dan bahkan menjadi salah satu
penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di
bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap
penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang
menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau
kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada
sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai
pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti
itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua. sehingga
mungkin saja diare akan membahayakan anak.
Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World
Health Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian
nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala
umur. Data UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia
setiap tahunnya karena diare.Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari
korban AIDS, malaria, dan cacar jika digabung. akantetapi, di beberapa
negara berkembang, hanya 39 persen penderita mendapatkan penanganan
serius. Di Indonesia sendiri, sekira 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau
sekira 460 balita setiap harinya akibat diare. Dari hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian
nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur.
Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 – 2 kali per
tahun.
Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan. Perubahan
iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan
makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F,
1
yaitu Food, Fly , Feces, dan Finger. Oleh karena itu, upaya pencegahan diare
yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data
UNICEF awal Juni 2010, ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu
bakteri Clostridium difficile yang dapat menyebabkan infeksi mematikan di
saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara dan dapat dibawa oleh lalat
yang hinggap di makanan.
Kasubdit Diare dan Kecacingan Depkes, I Wayan Widaya mengatakan
hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian
akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita.
Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB
(kejadian luar biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan
sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut,
terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan
perilaku hidup tidak sehat.
B. Tujuan
1. Mengetahui konsep gastroenteritis
2. Mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan pada klien
Gastroenteritis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
2
1. Definisi
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah
defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir
dalam tinja. Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare
merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau
usus. Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu
keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara
berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau
lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak
normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer
dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari
terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
2. Etiologi
a. Infeksi enteral
Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus,
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica,
G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
b. Infeksi parenteral
Merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
c. Malabsorbsi karbohidrat
Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi
laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan
anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3
d. Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan
alergi terhadap jenis makanan tertentu.
e. Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
3. Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia
Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini
menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau
Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada
Gastroenteritis akut.
Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke
yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan
makanan dan minuman yang terkontaminasi.Gastroenteritis, yang terjadi
merupakan proses dari Transfor aktif akibat rangsangan toksin bakteri
terhadap elektrolit ke dalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal
mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan elektrolit.
Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal
sehingga menurunkan area permukaan intestinal dan terjadi gangguan
absorpsi cairan elektrolit. Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya
diare adalah:
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
akan menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan
isi rongga usus.
4
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare.
Sebaliknya jika peristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri
tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
4. Pencegahan
1. Gunakan peralatan makan dan mandi pribadi
2. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sesudah buang air kecil.
3. Cuci peraalatan memasak dan pisau yang sudah terkena daging mentah
sebelum digunakan untuk memotong makanan lainnya.
4. Masak terlu maupun daging sampai benar-benar matang.
5. Bila ada makanan yang tersisa sebaiknya segera masukan dalam
kulkas.
6. Jangan berenang ketika mengalami diare
7. Jangan menelan air kolam berenang saat sedang berenang.
8. Gunakan produks susu yang sudah dipasteurisasi.
9. Ketika anak sedang diare jangan dibawa ke tempat umum.
10. Berikan ASI pada bayi
5. Pathway
5
6. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,
tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling
fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat
adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
6
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat
badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih
menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan
gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan
asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat
dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat
berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit),
tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka
pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan
kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan
tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan tinja.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,
bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas
darah atau astrup, bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi
ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad
renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien
diare kronik.
7. Therapy / Penatalaksanaan
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama
dalam mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan
7
banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus
cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai
timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang
sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala
dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit
secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh,
atau dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada
sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita,
dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam menjaga, takut
bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan
yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi masalah
diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah
yang fatal.
Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain
ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi
virus penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited
disease).Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp,
Giardia lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang
rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak
memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan
laboratorius perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada
kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif didahulukan dan
terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi
sudah membaik.
8. Komplikasi
Menurut Broyles (1997) komplikasi diare ialah: dehidrasi,
hipokalemia, hipokalsemia, disritmia jantung (yang disebabkan oleh
hipokalemia dan hipokalsemia), hiponatremia, dan shock hipovolemik.
8
9. Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang
mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare
infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang
minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas
ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat,
mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya
pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan
sindrom uremik hemolitik.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data
dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara
intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi
Smith Greenberg, 1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
a. Awalan serangan : Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh
meningkat, anoreksia kemudian timbul diare.
b. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan
banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan
menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit
berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB
lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
c. Riwayat kesehatan masa lalu : Riwayat penyakit yang diderita,
riwayat pemberian imunisasi.
d. Riwayat psikososial keluarga : Hospitalisasi akan menjadi stressor
bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat
jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,
9
setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan
marah dan merasa bersalah.
3. Kebutuhan dasar.
a. Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4
kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
b. Pola nutrisi diawali dengan mual, muntah, anopreksia,
menyebabkan penurunan berat badan pasien.
c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Pola hygiene kebiasaan mandi setiap harinya.
e. Aktivitas akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan
adanya nyeri akibat distensi abdomen.
4. Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan psikologis
keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai
koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak
cepat.
b. Pemeriksaan sistematik
Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan
bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastic
Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang
d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi
sehingga berat badan menurun.
e. Pemeriksaan penunjang
f. Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu
untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses
dan muntah serta intake terbatas (mual).
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi
nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
10
c. Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang
baru
3. Intervensi
Dx.1 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui
feses dan muntah serta intake terbatas (mual)
Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-
tanda dehidrasi
1. Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasi
sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan
2. Pantau intake dan output. yang keluar bersama feses.
3. Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk
menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
4. Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan
laboratorium Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan
asam basa
5. Kolaborasi pelaksanaan terapi definitive
6. Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab
diare diketahui
11
3. Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet
Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
4. Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah
kekurangan nutrisi lebih lanju
4. Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan
yang telah direncanakan sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan
tersebut tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan
pengkajian ulang, kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan
dalam implementasi keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi
belum teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai
tujuan tercapai.
12
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Gastroenteritis atau diare adalah suatu kondisi, buang air besar yang
tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer
dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari
terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus. Penanggulangan
kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien
diare.
B. SARAN
Sebagai tenaga kesehatan dan keluarga hendaknya dapat mengetahui
faktor penyebab dan bagaimana cara dan penanganan gastroenteritis pada
anak.
13
DAFTAR PUSTAKA
14