Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH ANATOMI 2

SEMESTER II TAHUN 2019

ANATOMI TUBUH MANUSIA

ORGAN HIDUNG

DOSEN : IBU dr. LENY CANDRA

DISUSUN OLEH : WILYANTO

NIM : 183107

PROGRAM STUDI AKUPUNKTUR

POLITEKNIK KESEHATAN Rs. dr. SOEPRAOEN

MALANG

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


ORGAN HIDUNG

I. PENDAHULUAN

Secara anatomi, hidung adalah penonjolan pada vertebrata yang mengandung nostril, yang
menyaring udara untuk pernapasan. Hidung sebagai suatu istilah, dapat juga digunakan untuk
menunjukkan ujung sesuatu, seperti hidung pada pesawat terbang.

II. HIDUNG MANUSIA

Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi menghirup udara
pernapasan, menyaring udara, menghangatkan udara pernapasan, juga berperan dalam resonansi
suara.

Hidung merupakan alat indra manusia yang menanggapi


rangsang berupa bau atau zat kimia yang berupa gas. Di dalam
rongga hidung terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi
dengan sel-sel pembau. Setiap sel pembau mempunyai rambut-
rambut halus (silia olfaktori) di ujungnya dan diliputi oleh
selaput lendir yang berfungsi sebagai pelembab rongga hidung.
Gambar 1. Hidung Manusia

A. BAGIAN HIDUNG: BAGIAN LUAR

Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang yang dipisahkan
oleh sekat hidung. Bagian luar dinding hidung terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot
dan tulang rawan, lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan
konka hidung (konka nasalis).
Gambar 2. Bagian luar hidung Gambar 3. Bagian luar hidung

Dari gambar 2 dapat terlihat bahwa organ hidung bagian luar dimulai dari pangkal, batang,
sayap dan puncak hidung. Selain itu, ada lubang hidung dan kolumela yang merupakan sekat di
antara kedua lubang tersebut.

Gambar 4. Kerangka luar hidung

Keterangan :

1. Kartilago lateralis superior


2. Septum
3. Kartilago lateralis inferior
4. Kartilago alar minor
5. Processus frontalis tulang maksila
6. Tulang hidung

Pada gambar 1 tampak kerangka luar hidung yang terdiri dari dua tulang hidung, processus
frontal tulang maksila, kartilago lateralis superior, sepasang kartilago lateralis inferior dan tepi
anterior kartilago septum nasi. Tepi medial kartilago lateralis superior menyatu dengan kartilago
septum nasi dan tepi atas melekat erat dengan permukaan bawah tulang hidung serta processus
frontal tulang maksila. Tepi bawah kartilago lateralis superior terletak di bawah tepi atas kartilago
lateralis inferior. Hidung berbentuk piramid, kira-kira dua per lima bagian atasnya terdiri dari tulang
dan tiga per lima dibawahnya tulang rawan.

Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks, agak ke atas dan belakang dari apeks disebut
batang hidung atau dorsum nasi, yang berlanjut sampai ke pangkal hidung dan menyatu dengan
dahi, yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu di posterior bagian tengah bibir
dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas
dikenal sebagai dasar hidung.

Dasar hidung dibentuk oleh processus palatina (1/2 bagian posterior) yang merupakan
permukaan atas lempeng tulang tersebut.

Gambar 5. Rongga hidung pandangan bawah

Keterangan :

1. Kartilago alar
2. Medial crus
3. Lateral crus
4. Spins hidungis anterior
5. Fibro aleolar
6. Kartilago septal
7. Sutura intermaksilaris

Pada tulang tengkorak, lubang hidung yang berbentuk segitiga disebut apertura piriformis.
Tepi latero superior dibentuk oleh kedua tulang hidung dan processus frontal tulang maksila. Pada
gambar dua memperlihatkan tonjolan di garis tengah hidung yang disebut spina hidungis anterior.
Bagian hidung bawah yang dapat digerakkan terdiri dari dua tulang alar (lateral inferior) dan
kadang-kadang ada tulang sesamoid di lateral atas. Tulang rawan ini melengkung sehingga
membuat bentuk nares. Kedua krus medial dipertemukan di garis tengah oleh jaringan ikat dan
permukaan bawah septum oleh kulit. Di dekat garis tengah, krus lateral sedikit sedikit tumpang
tindih dengan kartilago lateralis superior. Krus medial saling terikat longgar dengan sesamanya.

Beberapa tulang rawan lepas, kecil-kecil (kartilago alar minor) sering ditemukan di sebelah
lateral atau di atas krus lateral. Kulit yang membungkus hidung luar tipis dan mengandung jaringan
sub kutan yang bersifat areolar.
Tulang hidung merupakan tulang yang rata, yang satu dengan yang lain bersendi di garis
tengah menuju jembatan hidung, masing-masing tulang berbentuk empat persegi panjang yang
mempunyai dua permukaan dan empat pinggir. Nares anterior menghubungkan rongga hidung
dengan dunia luar. Nares anterior lebih kecil dibandingkan dengan nares posterior yang berukuran
kira-kira tinggi 2,5 cm dan lebar 1,25 cm.

Gambar 6. Permukaan medialis tulang hidung kiri

Keterangan :

1.Pinggir superior

2.Pinggir medialis dan krista maksilaris

3.Foramen vaskuler

4.Sulkus untuk nervus ethmoidalis

5.Pinggir lateral

Permukaan eksternus sedikit cembung dan terdapat foramen vaskuler yang dilalui oleh
sebuah vena kacil dari hidung. Sebagaimana gambar 3 terlihat permukaan internus yang sedikit
cekung dalam bidang transversal dan terdapat sebuah alur tegak lurus untuk dilalui oleh nervus
ethmoidalis anterior serta pembuluh-pembuluh darahnya. Pinggir superior merupakan pinggir yang
paling tebal, tetapi sedikit lebih pendek daripada pinggir inferior dan bersendi dengan bagian
medialis incisura hidungis tulang frontal. Pinggir lateralis bersendi dengan processus frontalis
tulang maksila dan pinggir medialis membentuk sutura interhidungis, bersendi dengan tulang yang
sama dari sisi yang berlawanan.tulang hidung ini berkembang dari penulangan membranosa dengan
satu pusat primer yang tampak pada umur 12 minggu dari kehidupan intrauterin (Bajpai,1991).
Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, tulang hidung, processus tulang
maksila, korpus tulang ethmoid dan korpus tulang sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk
oleh lamina kribosa yang dilalui filamen-filamen nervus olfaktorius yang berasal dari permukaan
bawah bulbus olfaktorius yang berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial
konka superior.
Gambar 7. Septum nasi tanpa mukosa

Keterangan :

1. Tulang frontal
2. Spina frontalis
3. Tulang hidung
4. Kartilago septalis
5. Kartilago lateralis superior
6. Kartilago alar
7. Kartilago vomerohidung
8. Spina hidungis anterior
9. Incisura canal
10. Lamina perpendikularis tulang ethmoid
11. Sinus spenoid
12. Tulang vomer
13. Krista palatum
14. Krista maksila

Sebagaimana terlihat pada gambar 4 diatas bahwa septum (dinding medial) dibentuk oleh tulang
vomer di sebelah postero superior. Kartilago septalis terletak di sebelah anterior di dalam angulus
internus diantara tulang vomer dan lamina perpendikularis. Krista tulang hidung di sebelah antero
superior, rostrum dan krista os spenoidalis di sebelah postero superior, sedangkan krista hidungis
maksila serta os palatum berada disepanjang dasar hidung (Bajpai, 1991). Tepi bawah artikulasio
kartilago quadrilateral dengan spina maksilaris dan tulang vomer terdapat dua kartilago lain yang
dikenal dengan kartilago vomero hidung. Septum dilapisi oleh perichondrium yang merupakan
kartilago dan periosteum yang merupakan tulang, sedangkan di bagian luarnya oleh mukosa
membrane. Bagian atas dari tulang rawan hidung terdiri dari dua kartilago lateralis inferior
(kartilago alar) yang bentuknya. Kavum nasi meluas dari nares sampai di belakang khoana. Bagian
ini dibagi menjadi dua bagian atau dua fossa hidungis oleh septum nasi yang dibentuk oleh atap
rongga terdiri dari processus palatina horisontalis di bagian posterior. Kavum nasi dibagi oleh
septum nasi menjadi dua ruang yang mempunyai struktur anatomis hampir sama tetapi tidak
simetris. Dinding lateral terdapat suatu tonjolan yang disebut sebagai konka yang di atasnya
terdapat suatu celah disebut meatus. Ada tiga buah konka atau turbinatus yaitu konka inferior,
konka media, dan konka superior. Konka inferior terdiri dari tulang yang menahan dinding lateral
kavum nasi. Konka media dan konka superior merupakan bagian dari tulang ethmoid. Konka
dilapisi oleh suatu mukosa membranosa dan ephitelium bersilia. Di bawah mukosa terdapat jaringan
erectile, terutama pada bagian anterior dan posterior dari tepi konka inferior, bawah konka inferior
dan tepi anterior konka media. Selain tiga buah konka diatas, kadang-kadang terdapat konka ke
empat (konka suprema) yang teratas. Konka hidungis suprema atau konka ke empat terletak pada
permukaan tulang ethmoidalis daitas dan dibelakang konka hidungis superior.

B. BAGIAN HIDUNG: BAGIAN DALAM – RONGGA HIDUNG

Rongga hidung adalah tempat masuknya udara menuju


tenggorokan. Rongga hidung juga bertugas menjaga
kelembapan, suhu, dan tekanan udara di sana. Di dalam
rongga, terdapat selaput lendir dan bulu hidung. Bagian
rongga dibentuk oleh tulang tengkorak yang membentuk
dinding-dinding hidung.

Gambar 8. Bagian dalam hidung

Rongga hidung atau cavum nasi di bentuk oleh tulang serta jaringan lunak di bagian depannya. Di
depannya terdapat lubang hidung dinamakan nares, segera setelah memasuki lubang hidung
didapati daerah yang mengandung bulu hidung, dinamakan vestibulum nasi.

Pada dinding hidung terlihat 3 sekat rongga hidung (superior cocha, middle concha, inferior
concha) dengan rongga diantara sekat-sekat itu. Pada rongga bagian tengah (meatus nasi media)
terdapat tempat bermuaranya hubungan keluar dari rongga sekitar hidung (paranasal sinus),
sedangkan di rongga sebelah bawah (meatus nasi inferior) terdapat muara saluran air mata (ductus
nasolacrimalis). Sinus yang di sebut diatas adalah rongga yang mudah terkena infeksi bila sesorang
sering menderita pilek. Penyakitnya disebut sinusitis.
Gambar 9. Bagian rongga hidung

Di tengah rongga hidung terdapat septum nasi yang membagi hidung menjadi bagian kiri dan
kanan. Penyekat atau septum ini dibentuk oleh tulang disebelah belakang dan oleh tulang rawan di
bagian depan. Dasar rongga hidung dibentuk oleh paltum durum (langit-langit mulut keras) dan
palatum molle (langit-langit mulut lunak).

Secara fungsional hidung terbagi menjadi area pernapasan atau respirasi di dua pertiga bagian
bawah dan area olfaktoris atau penciuman di sepertiga bagian atas. Melalui keberadaan sekat
rongga hidung udara yang diisap mengalami sirkulasi di dalam rongga hidung untuk penyesuaian
suhu udara yang masuk ke dalam paru-paru.

Sinus atau rongga didalam tulang sekitar hidung (paranasal sinus) belum terbentuk pada saat bayi
lahir, tetapi terbentuk sempurna sesudah beberpa atahun kemudian. Sinus frontalis di tulang dahi
baru sempurna pada usia sekitar lima tahun, sinus maxillaris ditulang rahang atas setelah erupsi gigi
dewasa sekitar Sembilan tahun, dan sinus sphenoidalis dibelakang hidung sekitar sepuluh tahun.

Gambar 10. Paranasal sinuses


Melalui hubungan dengan udara luar, tekanan udara didalam sinus selalu mengalami pengaturan
keseimbangan. Penyumbatan saluran ini menyebabkan penurunan tekanan akibat absorpsi udara
oleh mucosa yang pada gilirannya akan menyebabkan reaksi radang dan infeksi yang dinamakan
sinusitis.

Di bagian depan septum terdapat jaringan pembuluh darah kecil. Area ini dikenal sebagai area
kieselbach yang mudah mengalami pedarahan hidung (epistaxis).

Persarafan sensoris rongga hidung diurus oleh cabang saraf otak kelima. Atap rongga hidung atau
area olfactoris mempunyai persarafan sensoris umum melalui saraf tersebut, dan sensasi khusus
(penciuman) melalui saraf otak kesatu (n. olfactorius). Sinus paranasalis juga mendapatkan
persarafan sensoris melalui saraf otak kelima. Di dalam sinus maxillaris, yaitu rongga di dalam
tulang di kiri-kanan hidung, terdapat cabang-cabang saraf yang mengurus gigi rahang atas.

Gambar 11. Dua belas saraf krania

III. FUNGSI ORGAN HIDUNG

Organ hidung mempunyai beberapa fungsi selain yang terutama untuk pembauan atau
penciuman. Di bawah ini ada beberapa fungsi dari organ hidung sebgai berikut :

1. Alat Penciuman

Nervus olfaktorius atau saraf kranial melayani ujung organ pencium. Serabut-serabut saraf
ini timbul pada bagian atas selaput lender hidung, yang dikenal sebagai bagian olfaktorik hidung.
Nervus olfaktorius dilapisi sel-sel yang sangat khusus, yang mengeluarkan fibril-fibril halus untuk
berjalin dengan serabut-serabut dari bulbus olfaktorius. Bulbus olfaktorius pada hakekatnya
merupakan bagian dari otak yang terpencil, adalah bagian yang berbentuk bulbus (membesar) dari
saraf olfaktorius yang terletak di atas lempeng kribiformis tulang ethmoid. Dari bulbus olfaktorius,
perasaan bergerak melalui traktus olfaktorius dengan perantaraan beberapa stasiun penghubung,
hingga mencapai daerah penerimaan akhir dalam pusat olfaktori pada lobus temporalis otak, dimana
perasaan itu ditafsirkan.

Gambar 12. Hidung indera pencium

2. Saluran Pernapasan

Rongga hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan
bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lender semua sinus yang mempunyai lubang
masuk ke rongga hidung. Daerah pernapasan dilapisi dengan epithelium silinder dan sel epitel
berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lender. Sekresi dari sel itu membuat permukaan
nares basah dan berlendir. Diatas septum nasalis dan konka selaput lender ini paling tebal, yang
diuraikan di bawah. Adanya tiga tulang kerang (konkhae) yang diselaputi epithelium pernapasan
dan menjorok dari dinding lateral hidung ke dalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput
lendir tersebut. Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat di
dalam vestibulum, dan arena kontak dengan permukaan lender yang dilaluinya maka udara menjadi
hangat, dan oleh penguapan air dari permukaan selaput lender menjadi lembab.

3. Resonator

Ruang atas rongga untuk resonansi suara yang dihasilkan laring, agar memenuhi keinginan menjadi
suara hidung yang diperlukan. Bila ada gangguan resonansi, maka udara menjadi sengau yang
disebut nasolalia.
4. Regulator atau Pengatur

Konka adalah bangunan di rongga hidung yang berfungsi untuk mengatur udara yang
masuk, suhu udara dan kelembaban udara.

5. Protektor Atau Perlindungan

Hidung untuk perlindungan dan pencegahan (terutama partikel debu) ditangkap oleh rambut
untuk pertikel yang lebih kecil, bakteri dan lain-lain melekat pada mukosa. Silia selanjutnya
membawa kebelakang nasofaring, kemudian ditelan.

Gambar 13. silia

IV. FUNGSI DAN KEBERADAAN ORGAN HIDUNG MENURUT TCM

I. MEMBANTU DIAGNOSA PENYAKIT

Dalam Tradisional Chinese Medicine (TCM) teori lima unsur (Wu Xing) hidung merupakan
pintu luar organ paru-paru, selain itu juga hidung berfungsi sebagai indera pembau. Melalui hidung
udara masuk dan keluar dari tubuh, karena itu hidung dipandang sebagai pintu tubuh ke dalam
organ paru-paru. Fungsi hidung sebagai indera pembau dan memberikan “ventilasi” ke dalam
bagian tubuh lainnya. Dalam pemerikasaan pasien cara mengamati hidung serta menanyakan daya
pembauan diperlukan sebagai penilaian terhadap fungsi paru-paru.

Hidung merupakan muara paru, yang dimana juga berkolerasi dengan meridian limpa, dan
berhubungan dengan meridian lambung. Oleh karena itu, melalui pengamatan terhadap hidung, kita
mampu memahami sejumlah perubahan yag terjadi di paru-paru, limpa dan lambung.

Pengamatan hidung terutama diarahkan pada warna dan bentuk hidung, serta eksreta yang
dikeluarkan.

A. Warna dan bentuk

Hidung merah-bengkak dan bisul, sering kali diakibatkan oleh panas melimpah di lambung
atau panas-darah. Namun apabila pembesaran terjadi di ujung hidung, disertai penebalan kulit, dan
permukaannya tidak merata tetapi seperti akne atau koreng, dinamakan rosasea, dan umumnya
akibat akumulasi panas di paru dan lambung.

Ulserasi dan lesak di batang hidung sering menyertai penderita lues (raja singa). Lain lagi
bentuk kelainan yang terjadi pada pederita lepra (kusta, Morbus Hansen), bukan hanya hidung yang
melesak, tetapi juga diikuti rontoknya bulu alis.

Serangan akut yang disertai sesak nafas dan cuping hidung yang bergetar, biasanya
diakibatkan oleh retensi panas pathogen ataupun phlegma yang menghalangi qi-paru; namun jika
gejala tersebut terjadi pada penderita penyakit kronis, maka hal tersebut mencerminkan kondisi
yang kritis akibat kehilangan jing-paru dan ginjal.

B. Penciuman Bau

Dalam empat tata cara pemeriksaan penyakit dalam TCM ada pemeriksaan melalui
penciuman. Sehingga seperti kita ketahui penciuman mengandalkan organ hidung. Pada orang sehat
dimana seluruh organ dalam berfungsi secara normal, dan qi maupun darah pun beredar secara
wajar, tidak akan tercium bau yang abnormal.

Tidak demikian pada orang sakit. Karena fungsi organ visera mengalami perubahan dan
aliran qi-darah-cairan tubuh terhalang oleh faktor pathogen serta mengalami fumigasi atau
transportasi dan transformasi makanan maupun air menjadi abnormal, maka semua itu akan
mengakibatkan terbentunya bau aneh yang menyengat. Dengan demikian, melaui metode
penciuman bau tubuh maupun eskreta seorang penderita, pemeriksa akan memperoleh kesempatan
untuk lebih memahami perubahan patologis yang tengah terjadi.’

Pada teknik penciuman, harus di perhatikan perbedaan bau yang ada. Umumnya interpretasi
bau sebagai berikut :

 Bau agak amis atau tanpa bau bususk mengindikasikan sindrom defisiensi, dingin atau
sindrom dingin-lembab.
 Bau anyir atau busuk mengindikasikan sindrom ekses, panas atau lembab.
 Bau masam dan bacin biasanya berhubungan dengnan retensi makanan.
 Bau darah mengindikasikan adanya pendarahan.
 Bau busuk mengarah pada ulserasi dan koreng yang membusuk

Di sampinng mengenali aneka jenis bau, pemeriksaan hendaknya juga memperhatikan asal
bau, sehingga dapat memperkirakan lokasi sumber bau. Dengan memadukan jenis bau dan asalnya,
maka diferensiasi bau dapat di tegakkan.

1. Mencium bau tubuh


Beberapa jenis bau tubuh yang dikenal antara lain:
a. Nafas bangar.
Bau nafas bangar umumnya di jumpai pada penyakit mulut dan gigi, seperti karies dam
baunya berasal dari panas lambung.
Bau masam yang berasal dari mulut mengindikasikan adanya retensi makanan, sedang
bau busuk mulut menandakan adanya abses internal.
b. Bau sputum dan ingus.
Sputum yang amis dan bau, disertai darah dan nanah, biasanya berhubungan dengan
meluapnya toksin panas atau akumulasi toksin panas yang terjadi pada abses paru.
Sedangkan sputum dan ingus yang tak berbau dan encer,biasanya ditemukan pada
penyakit eksogen yang berhubungan dengan dingin-angin.
Ingus yang kerap keluar, bacin dan kental, menunjukkan adanya naso-sinusitis, akibat
panas-paru atau panas-lembab di meridian kandung empedu.
c. Bau badan
Tubuh yang berbau bacin dan busuk, mengindikasikan adanya ulserasi dan koreng yang
membusuk; sedangkan keringat yang berbau busuk, merupakan akibat fumigasi panas-
lembab.
d. Bau tinja dan urine
Air seni yang jenih tanpa bau pesing, menunjukkan sindrom defisiensi dan dingin. Dapat
juga di jumpai pada orang sehat. Sedangkan urin kemerahan, sedikit dan bau,
mengindikasikan panas-lembab telah bermigrasi ke bawah.
Tinja yang bau busuk dan lembek, menunjukkan limpa dan usus defisiensi; sedangkan
tinja yang bau masam, busuk dan bacin, atau bau kentut yang bacin, mengindikasikan
retensi makanan dan ganguan pencernaan.
e. Bau menstruasi.
Darah haid maupun cairan vagina yang encer dan anyir, mengindikasikan sindrom
defisiensi ding-lembab sedang lender vagina yang kekuningan dan kental serta berbau,
mengindikasikan panas-lembab yang bermigrasi ke bawah
Perlu diwaspadai, kasus lender vagina yang berbau amat busuk dan anyir, kemungkinan
merupakan gejala keganasan, sehingga membutuhkan pemeriksaan lanjutan yang teliti.

2. Bau ruangan
Lewat pengamatan yang jeli terhadap ruangan perawatan pederita, kita juga menarik
beberapa kesimpulan atas proses kelangsungan penyakit, sebagaimana digambarkan di
bawah ini:
 Apabila ruangan penderita berbau busuk, bangar atau bahkan berbau bangkai maka hal
tersebut mengindikasikan adanya kerusakan pada organ visera dan keadaan patologis
yang cukup serius.
 Bau darah dalam ruangan penderita menunjukkan adanya pendarahan.
 Ruangan penderita yang berbau sangat pesing, ditemukan pada penderita edema stadium
akhir.
 Bau apel busuk yang ditemukan pada penderita diabetes lanjut, dan menunjukkan yang
bersangkutan dalam keadaan kritis, bahkan mendekati fatal.

II. AKUPUNKTUR HIDUNG

Dalam TCM hidung selain di gunakan sebagai organ pemeriksa juga dapat digunakan
sebagai alat terapi, dikenal dengan akupunktur hidung, dimana di area hidung terdapat titik-titik
akupunktur minor di pergunakan untuk menerapi.
Cabang spesialisasi llmu akupunktur-moksibasi ini berkembang berdasarkan pada literature
ilmu TCM yang menyatakan bahwa hidung mempunyai hubungan erat dengan Qi-Xue seluruh
tubuh, dengan Cang Fu dan alat gerak.

Perkembangan akupunktur hidung samai saat ini telah memasuki bisang anesthesia sebagai
akupunktur anagetika. 546 kasus dengan hasil 90 persen telah dilakukan oleh rumah sakit rakyat,
daerah Wei Yin, Ciang Su – RRC, dalam waktu dari maret - 1970 sampai Mei – 1972.

A. Letak dan indikasi titik akupunktur hidung.

Seluruh terdapat 8 buah titik akupunktur hidung yang tunggal dan 15 buah titik akupunktur
hidung yang ganda. Untuk penentuan letak titik akupunktur hidung itu digunakan garis-garis
hidung.

Garis hidung pertama terletak tepat di pertengahan hidung atau pertengahan muka, yaitu dari
puncak hidung terus ke antara dua ujung alis mata (Titik Yin Tang-titik istimewa) dan sampai ke
dahi. Pada garis ini di dapat 8 buah titik akupunktur hidung yang tunggal.

Garis hidung kedua, dimulai dari titik tertinggi tulang hidung terus berjalan melewati
puncak tertinggi cuping hidung. Terdapat dua buah garis hidung kedua.

Garis hidung ketiga, dimulai dari ujung medial alis mata berjalan menyusuri tepi hidung
jarak 1-2 cm dari garis hidung kedua dan berakhir di tepi cuping hidung.

Gambar 14. Area titik akupunktur hidung


B. Cara Penjaruman

Jarum yang digunakan adalah jarum akupunktur pada umumnya yaitu jarum halus. Yang
biasa dipakai untuk akupunktur hidung ini adalah jarum halus yang panjangnya 1 cun sampai 2 cun.

Untuk penjaruman pada permukaan tegak lurus, stelah menembus kulit maka dapat di buat
sudut ke atas atau ke bawah dan dalamnya penusukan baiknya tidak melebihin 1 cun dan di hindari
mengenai tualng rawan hidung. Terkenanya tulang rawan hidung dapat menimbulkan rangsangan
yang menganggu reaksi Te-Qi, daerah hidung ini merupakan daerah yang sensitive, dengan mudah
reaksi Te-Qi diperoleh.

Daftar pustaka :

1. ANATOMI TUBUH MANUSIA, , Daniel S. Wibowo. terbitan Grasindo tahun 2005


2. DIAGNOSIS TCM / TEKNIK MENEGAKKAN DIAGNOSE TCM DAN
INTERPRESTASINYA, , Dr. Irwan Hendrata Widjaja – DR. Ivan Hardi, M. TCM. terbitan
BIP tahun 2009.
3. TEORI DAN PRAKTEK ILMU AKUPUNKTUR, DR. Adi Kusuma dan DR. Kiswojo.
Terbitan Gramedia tahun 1983.
4. Bahan tambahan dan gambar dari internet.

Anda mungkin juga menyukai