TINJAUAN TEORI
1) Melihat adanya tanda persalinan kala dua yaitu ibu merasa ada
dorongan kuat dan meneran, ibu merasa tekanan yang semakin
meningkat pada rektum dan vagina, perineum tampak
menonjol, vulva dan sfinger ani membuka.
2) Memastikan perlengkapan alat pertolongan persalinan
termasuk menyiapkan ampul lalu di buka dan memasukkan
alat suntik sekali pakai 2 ½ ml ke dalam wadah partus set
3) Memakai celemek atau pelindung diri
4) Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan
dengan sabun dan air yang mengalir
5) Menggunakan sarung tangan DTT, dan tangan kanan yang
akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang menggunakan
sarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakkan kembali
kedalam wadah partus set
7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas atau kasa
yang dibasahi air DTT dengan gerakan dari vulva ke perineum
8) Melakukan pemeriksaan dalam, pastikan pembukaan sudah
lengkap dan selaput ketuban sudah pecah
9) Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5% dan membuka sarung tangan dalam
keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus
selesai, pastikan DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit)
11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu
sudah merasa ingin meneran.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah
duduk dan pastikan ia merasa nyaman
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan
kuat untuk meneran.
14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, jongkok dan mengambil
posisi nyaman, jika ibu merasa ada dorongan untuk meneran
dalam 60 menit.
Berdasarkan penelitian Zainiyah (2015) diperoleh hasil
ibu bersalin yang diberikan posisi berdiri hampir seluruhnya
(87,5%) yaitu ibu bersalin multipara yang mengalami
kemajuan persalinannya berlangsung secara cepat, karena
dengan adanya gaya gravitasi dapat menambah dimensi PAP
dan menurunkan bagian terendah janin lebih cepat, sehingga
terjadi his yang lebih adekuat, lebih sering dan lebih sakit,
maka ibu mengalami pembukaan serviks ≥ 2 cm setiap 1 jam.
Sedangkan ibu bersalin yang diberikan posisi miring kiri
sebagian besar (56,25%) yaitu ibu bersalin primipara yang
mengalami kemajuan persalinan secara normal. Posisi ini
hanya membantu ibu untuk tidak menekan vena cava inferior,
ibu dapat merasa lebih nyaman karena tidak merasa sesak dan
suplay oksigen ke bayi tidak berkurang, dengan his yang kuat
dan sering sehingga pembukaan serviks terjadi secara perlahan
yaitu 1cm setiap 1 jam.
Hasil penelitian Indrasari (2014) nilai rata-rata waktu
pada persalinan kala II pada posisi miring yaitu 34,54 menit
dan pada posisi setengah duduk yaitu 43,85 menit sedangkan
perbedaan nilai rata-rata diantara posisi miring dan setengah
duduk adalah 9,31 menit. Hasil uji statistik dengan
menggunakan uji t didapatkan nilai p value 0,02 < (0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan lama kala II
antara kelompok posisi miring dan kelompok posisi setengah
duduk. Sehingga disarankan agar penolong persalinan dapat
menerapkan posisi miring pada proses persalinan kala II
sehingga dapat mengurangi angka partus lama pada ibu
bersalin dan asfiksia pada bayi.
15) Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut
ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-
6 cm.
16) Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong
ibu
17) Membuka partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan
alat dan bahan
18) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
19) Jika kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6 cm,
segera untuk memasang handuk bersih untuk mengeringkan
bayi pada perut ibu
20) Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putar paksi
luar secara spontan
22) Setelah kepala melakukan putar paksi luar, pegang secara
biparental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat
kontraksi, dengan lembut gerakan kepala ke arah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan
kemudian gerakan ke arah atas dan distal untuk melakukan
bahu belakang.
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu
untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan
dan siku sebelah atas
24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri
punggung ke arah bokong dandan tungkai bawah janin untuk
memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri
diantara lutut janin).
25) Melakukan penilaian selintas :
Apakah bayi menangis kuat?
Apakah bayi bernafas tanpa kesulitan?
Apakah bayi bergerak aktif?
26) Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan
verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering
dan membiarkan bayi di atas perut ibu
27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi
bayi dalam uterus
28) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik
29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10
unit IM (intramuscular) di 1/3 paha atas bagian distal lateral
(lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
30) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem
kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah
distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari
klem pertama
31) Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat di
antara dua klem tersebut. Mengikat tali pusat dengan benang
DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali
benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada
sisi lainnya
32) Meletakkan bayi tengkurap di dada ibu agar terjadi kontak
kulit ibu ke kulit bayi. Luruskan bahu bayi sehingga bayi
menempel di dada / perut ibu. Usahakan kepala bayi berada
diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting
payudar ibu. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan
memasang topi di kepala bayi
33) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm
dari Vulva
34) Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi
simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain meregangkan tali
pusat
35) Setelah uterus berkontraksi, regangkan tali pusat dengan
tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan
hati-hati kearah dorsokranial. Jika plasenta tidak lahir setelah
30-40 detik, hentikan peregangan tali pusat dan menunggu
hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
36) Melakukan peregangan dan dorongan dorso-kranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik
tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas,
mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-
kranial)
37) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan
plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan),
pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran
searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah
robeknya selaput ketuban
38) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus
uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler
menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga
kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
39) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan
tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan
selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukkan ke dalam
kantong plastic yang tersedia
40) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan
41) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam
42) Mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke
dalam larutan klorin 0,5 % dan membilasnya dengan air DTT
kemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang
masih kering
43) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik serta kandung
kemih kososng
44) Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi
45) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di
dada ibu paling sedikit 1 jam
46) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15
menit selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30
menit selama 1 jam kedua pasca persalinan
47) Memeriksa kembali untuk memastikan bahwa bayi bernafas
dengan baik
48) Menempatkan semua peralatan bekas pakai ke dalam larutan
klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas
peralatan setelah didekontaminasi
49) Buang bahan- bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah
yang sesuai
50) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT.
Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu
memakai pakaian bersih dan kering
51) Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk
membantu apabila ibu ingin minum atau makan dan membantu
ibu memberikan ASI.
52) Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%
53) Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5%
melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
54) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi
yang kering dan bersih.
55) Pakai sarung tangan bersih atau DTT untuk penatalaksanaan
bayi baru lahir.
56) Setelah 1 jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri
tetes mata antibiotic profilaksis dan vitamin K1 1 mg
intramuscular di paha kiri anterolateral memantau setiap 15
menit untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik
serta suhu tubuh normal.
57) Setelah 1 jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan
imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral dan
meletakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu
bisa disusukan
58) Melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik di dalam
larutan klorin 0,5 %
59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi
yang kering dan bersih.
60) Melengkapi partograf.
3. Penatalaksanaan Kala III
Pada kala III ini dilakukan dengan perlindungan uterus dengan
mencegah diri anda sendiri dan orang lain melakukan masase uterus
segera setelah plasenta lepas, jangan lakukan masase uterus sebelum
pelepasan plasenta kecuali apabila pelepasan sebagian telah terjadi
dalam proses alamiah dan tampak perdarahan berlebihan, jangan
mendorong tali pusat sebelum plasenta lepas dan jangan pernah
mendorong tali pusat pada saat uterus tidak berkontraksi, jangan
mencoba melahirkan plasenta sebelum pelepasan lengkap terjadi.
Jangan samapai ada plasenta tertinggal.
Menurut penelitian Yunita (2010) yang berjudul Pengaruh
Pemberian Rangsangan Puting Susu dengan Pemilihan pada
Manajemen Aktif Kala III terhadap Waktu Kelahiran Plasenta di Kota
Surakarta dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
waktu kelahiran plasenta pada pertolongan persalinan kala III yang
menggunakan MAK III dengan pemilinan jika dibandingkan dengan
MAK III tanpa pemilinan, perbedaan waktunya 2.582 menit lebih cepat
dari kelahiran plasenta. Yang menggunakan MAK III dengan pemilinan
puting susu. Persalinan kala III yang menerapkan Manajemen Aktif
Kala III dengan pemilinan menunjukkan pengaruh yang signifikan
dimana p< 0.05 ( p 0.00; beda mean; 2.582). Dengan demikian hipotesis
dalam penelitian ini adalah ditolak yaitu pemberian rangsangan puting
susu pada Manajemen Aktif Kala III dan pemilinan berpengaruh secara
signifikan terhadap Waktu kelahiran plasentanya dibandingkan dengan
waktu kelahiran plasenta pada Manajemen Aktif Kala III tanpa
pemilinan.
4. Penatalaksanaan Kala IV
a. Pemantauan Kala IV
Menurut Prawirohardjo (2009), Dalam Kala IV persalinan
hal yang harus di perhatian adalah
1) Fundus : rasakan apakah fundus berkontraksi dengan kuat dan
berada di bawah umbilikus setian 15 menit pda jam pertama,
setiap 30 menit pada jam kedua, massase jika perlu untuk
menimbulkan kontraksi.
2) Plasenta : periksa kelengkapan plasenta untuk memastikan tidak
adanya bagian yang tertinggal
3) Selaput ketuban : periksa kelengkapan selaput untuk
memastikan tidak ada bagian yang tersisa dari dalam uterus
4) Perenium : periksa luka robekan pada perenium dan vagina yang
membutuhkan luka.
5) Pemeriksaan pengeluaran darah : dengan meperirakan darah
yang menyarap pada kain dengan menentukan berapa banyak
kantong darah 500cc dapat terisi
6) Lokhea : pada pemeriksaan ini apakah ada darah keluar
langsung pada saat memeriksa uterus. Jika kontraksi kuat,
lokhea kemungkinan tidak lebih dri menstruasi.
7) Kandung kemih : periksa kandung kemih untuk memastikan
kandungkemih tidak penuh.
8) Kondisi Ibu : periksa setiap 15 menit pda jam pertama, dan
setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan.
9) Kondisi bayi Baru lahir ; apakah bayi bernafas dengan baik,
apakah bayi kering dan hangat, apakah bayi siap disusui/
pemberian ASI memuaskan.
b. Pelaksanaan kala IV pada persalinan
Menurut Prawirohardjo (2009), Penanganan kala IV adalah :
1) Pemeriksaan fundus dan massase
Pada pemeriksaan fundus dilakukan 15 menit pada jam pertama
dan setiap 20-30 menit pada dua jam kedua. Jika kontraksi kuat,
masase uterus sampai menjadi keras
2) Nutrisi dan Dehidrasi
Anjurkam ibu untuk minum demi mencega dehidrasi. Tawarka
ibu makan dan minum yang disukainya.
3) Bersihkan Ibu
Bersihkan ibu hingga bersih dan pakaikan ibu bajunyang bersih
dan posisikan ibu ynag nyaman.
4) Istirahat
Berikan ibu istirahat agar te[naga ibu dapat cepat pulih
5) Peningkatan Hubungan Ibu dan Bayi
Biarkan bayu berada pada dekat ibu agar meningkatkan
hubungan ibu dan bayi, sebagai permulaan dan menyusui
bayinya.
6) Memulai menyusui
Bayi sangat siap segera setelah lahir. Hal ini sanggat tepat untuk
mamulai bemberikan ASI. Menyusui juga membantu proses
memulihan kontraski uterus.
2. Tinjauan Teori Asuhan Persalinan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah kebidanan
yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada pasien
(Varney,1997 dalam Sulistyawati, 2009).
Manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah Berikut merupakan
langkah-langkah manajemen kebidanan yang dijelaskan oleh Varney:
1) Langkah I (Tahap Pengumpulan Data)
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data
yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu:
a. Riwayat kesehatan.
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan.
c. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya.
d. Meninjau data laboraturium dan membandingkannya dengan hasil
studi (Saminem, 2008).
2) Langkah II (Interpretasi Data)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau
masalah dan berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data yang
dikupulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik. Diagnosis
kebidanan yaitu diagnosis yang ditegakkan profesi (bidan) dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tata nama)
diagnosis kebidanan. Standar nomenklatur diagnosis kebidanan tersebut
adalah :
a. Diakui dan telah disyahkan oleh profesi
b. Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan
c. Memiliki ciri khas kebidanan
d. Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan dapat
diselesaikan dengan pendekatann managemen kebidanan (Saminem,
2008).
3) Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial)
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan,
dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan
dapat bersiap jika diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi
(Saminem, 2008).
4) Langkah IV (Menetapkan Konsultasi dan Kolaborasi)
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter segera
melakukan konsultasi atau melakukan penanganan bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah
keempat mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan
kebidanan. Dalam melakukan tindakan, bidan harus bisa memprioritaskan
masalah/ kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan
tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosis/ masalah
potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan
tindakan kedaruratan atau segera untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
Tindakan segera bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat
rujukan terjadi (Saminem, 2008).
5) Langkah V (Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh)
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh dan ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi
atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat
dilengkapi. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak,
yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan secara efektif karena
klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena itu, tugas
bidan dalam langkah ini adalah merumuskan rencana asuhan sesuai
dengan hasil pembahasan klien yang kemudian membuat kesepakatan
sebelum melaksanakannya terjadi (Saminem, 2008).
6) Langkah VI (Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman)
Pada langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh yang telah
diuraikan pada langkah 5 dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh
klien atau anggota tim kesehatan lain. Walaupun bidan tidak
melakukannya sendiri, bidan tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya. Ketika bidan berkolaborasi dengan dokter
untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap
bertanggung jawab dalam penatalaksanaan asuhan klien sesuai rencana
asuhan bersama yang menyeluruh. Penatalaksanaan yang efisien akan
menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.
Bidan sebaiknya mengkaji ulang apakah semua rencana asuhan telah
dilaksanakan (Saminem, 2008).
7) Langkah VII (Evaluasi)
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang
sudah diberikan, meliputi apakah pemenuhan kebutuhan telah terpenuhi
sesuai diagnosis dan masalah. Rencana dianggap efektif jika memang
benar efektif pelaksanaannya. Ada kemungkinan sebagian rencana
tersebut efektif sedangkan sebagian belum efektif. Proses penatalaksanaan
asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan sehingga
perlu mengulangi kembali setiap asuhan yang tidak efektif serta
melakukan penyesuaian rencana (Saminem, 2008).
Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan
dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data Subyektif, O adalah
data Obyektif, A adalah Analysis/ Assasement dan P adalah Planning.
Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip
dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalaksanaan
manajemen kebidanan. Untuk penjelasan tentang SOAP dapat dijabarkan
sebagai berikut :
a. Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang
pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang
dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan
langsung dengan diagnosis.
b. Data obyektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur,
hasil pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan
diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau oranglain
dapat dimasukkan dalam data obyektif ini sebagai data penunjang.
c. Analysis/ Assessment, merupakan pendokumentasian hasil analisis dan
interpretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif. Analisis yang
tepat dan akurat mengikuti perkembangan data pasien akan menjamin
cepat diketahuinya perubahan pada pasien, dapat terus diikuti dan diambil
keputusan/ tindakan yang tepat.
d. Planning/ Perencanaan, adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang
akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi data. Meskipun secara istilah, P adalah Planning/ Perencanaan
saja, namun P dalam SOAP ini juga mengandung implementasi dan
evaluasi (Purwandari, 2008).
3. Anemia
a. Pengertian
Kata anemia berasal dari bahasa Yunani yaitu anaimia. An
artinya tidak ada, haima artinya darah jadi anaimia adalah kekurangan
darah. Anemia adalah keadaanya rendahnya jumlah sel darah merah
dan kadar Hemoglobin (Hb) atau Hematokrit (Ht) dibawah normal
(Bararah, 2013). Anemia adalah berkurangnya sel-sel darah merah di
dalam tubuh (Mitayani. and Sartika, 2010).
Anemia adalah rendahnya konsentrasi Hemoglobin (Hb) atau
hematokrit nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh
rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit) dan Hemoglobin,
meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau kehilangan darah
yang berlebihan (Departemen Gizi dan kesehatan Masyarakat, 2011).
Anemia merupakan indikator malnutrisi dan kesehatan yang buruk
(Umaroh et al., 2017).
Anemia adalah penyebab kematian Ibu kedua terbesar di ASIA
karena anemia memiliki pengaruh besar pada kesehatan manusia
(Sholihah and Hanafi, 2017). Kadar hemoglobin ibu post partum
merupakan refleksi hemoglobin selama kehamilan (De Pee, 2010),
sehingga anemia ibu nifas adalah suatu keadaan dimana ibu sehabis
melahirkan sampai dengan kira-kira 5 minggu dalam kondisi pucat,
lemah dan kurang bertenaga dan hasil pemeriksaan Hemoglobin > 11
gr%.
b. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi anemia pada masa nifas adalah
persalinan dengan perdarahan, ibu hamil dengan anemia, nutrisi yang
kurang, penyakit virus dan bakteri. Anemia dalam masa nifas
merupakan lanjutan daripada anemia yang diderita saat kehamilan,
yang menyebabkan banyak keluhan bagi ibu dan mengurangi
presentasi kerja, baik dalam pekerjaan rumah sehari-hari maupun
dalam merawat bayi (Prawirohardjo, 2010).
Anemia defisiensi besi merupakan penyebab paling sering dari
anemia postpartum yang disebabkan oleh intake zat besi yang tidak
cukup serta kehilangan darah selama kehamilan dan persalinan.
Anemia postpartum berhubungan dengan lamanya perawatan di
rumah sakit, depresi, kecemasan, dan pertumbuhan janin terhambat
(Coughlan, 2010).
Kehilangan darah adalah penyebab lain dari anemia. Kehilangan
darah yang signifikan setelah melahirkan dapat meningkatkan risiko
terjadinya anemia postpartum. Banyaknya cadangan hemoglobin dan
besi selama persalinan dapat menurunkan risiko terjadinya anemia
berat dan mempercepat pemulihan (Coughlan, 2010).
Defisiensi besi dapat menurunkan fungsi limfosit, netrofil, dan
fungsi makrofag. Hal ini kemudian akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi yang merupakan akibat fungsional defisiensi besi.
Memperbaiki status besi tubuh dengan adekuat akan memperbaiki
system imun. Meskipun demikian, keseimbangan besi tubuh penting.
Meskipun besi yang dibutuhkan untuk respon imun yang efektif, jika
suplai besi terlalu banyak daripada yang dibutuhkan, invasi mikroba
dapat terjadi karena mikroba dapat menggunakan besi untuk tubuh
dan menyebabkan eksaserbasi infeksi (Bodnar, 2005).
Wanita Usia Subur (WUS) adalah salah satu kelompok risiko
tinggi terpapar anemia karena mereka tidak memiliki asupan atau
cadangan Fe yang cukup terhadap kebutuhan dan kehilangan Fe dan
dari kelompok WUS tersebut paling tinggi berisiko menderita anemia
adalah wanita hamil, wanita nifas, dan wanita yang banyak kehilangan
darah saat menstruasi (Fatmah, 2011).
Anemia gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
jumlah zat besi dalam makanan tidak cukup, penyerapan zat besi
rendah, kebutuhan meningkat, kekurangan darah, pola makan tidak
baik, status sosial ekonomi, penyakit infeksi, pengetahuan yang
rendah tentang zat besi, dan terdapat zat penghambat penyerapan zat
besi dalam makanan (Puji Dkk, 2010).
c. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi anemia secara umum menurut Proverawati (2011) adalah :
1) Anemia defisiensi besi
Anemia dalam kehamilan yang sering dijumpai ialah
anemia akibat kekurangan besi. Kekurangan ini dapat
disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dalam
makanan, karena gangguan reabsopsi, gangguan pencernaan,
atau karena terlampau banyaknya besi yang keluar dari badan,
misal pada perdarahan.
2) Anemia megaloblastik
Anemia dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi
asam folik, jarang sekali karena defisiensi B12. Hal itu erat
kaitanya dengan defisiensi makanan.
3) Anemia hipoplastik
Anemia pada wanita hamil dikarenakan sumsum tulang
kurang mampu membuat sel – sel darah baru.
4) Anemia hemolitik
Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pada pembuatannya.
d. Gejala Anemia
Gejala anemia yaitu ibu mengeluh lemah, letih, lesu, mudah
lelah, dan lunglai, wajah tampak pucat, mata berkunang-kunang,
sulit berkonsentrasi dan mudah lupa, dan sering sakit (Soebroto,
2009).
e. Pencegahan
Makan makanan yang tinggi kandungan zat besi dapat
membantu tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk
berfungsi dengan baik. Pemberian vitamin untuk memastikan
bahwa tubuh memiliki cukup asam besi dan folat (Proverawati,
2011).
Suplemen Fe adalah salah satu strategi untuk meningkatkan
intake Fe yang berhasil hanya jika individu mematuhi aturan
konsumsinya. Banyak factor yang mendukung rendahmya tingkat
kepatuhan (compliance) tersebut, seperti individu sulit mengingat
aturan minum tiap hari, minimnya dana untuk membeli suplemen
secara teratur, dan efek samping yang tidak nyaman dari Fe
contohnya gangguan lambung (Fatmah, 2011).
Pencegahan anemia menurut Waryono (2010) adalah :
1) Selalu menjaga kebersihan dan mengenakan alas kaki setiap hari
2) Istirahat cukup
3) Makan makanan yang bergizi dan banyak mengandung Fe,
misalnya kangkung, daging sapi, hati ayam dan susu
Pencegahan anemia pada masa nifas menurut Suherni Dkk
(2010) adalah mengkonsumsi tablet besi 1 tablet tiap hari selama 40
hari.
Penanganan anemia menurut Prawirohardjo (2010) adalah :
1) Pada anemi ringan, bisa diberikan sulfas ferosis 3 x 100 mg/hari
dikombinasi dengan asam folat / B12 : 15 –30 mg/hari.
2) Pemberian vitamin C untuk membantu penyerapan.
3) Bila anemi berat dengan Hb kurang dari 6 gr % perlu darah
disamping obat-obatan diatas dan bila tidak ada perbaikan cari
penyebabnya lainnya.
f. Dampak Anemia
Menurut Proverawati dan Asfuah (2009) akibat yang terjadi
pada anemia pascapartus adalah organ uterus menyebabkan
perdarahan, retensio plasenta (plasenta adhesive, plasenta akreta,
plasenta inkreta, plasenta perkreta), perlukaan sukar sembuh, mudah
terjadi febris peurperalis, gangguan involusi uteri, kematian ibu
tinggi (perdarahan, infeksi peurperalis, gestosis).
Dampak anemia pada masa nifas menurut Manuaba (2012)
adalah terjadi subinvolusio uteri menimbulkan perdarahan
postpartum, memudahkan infeksi puerpurium, pengeluaran ASI
berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah
persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae.
4. Hemoglobin
a. Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas
untuk menetapkan prevalensi anemia. Garby et al menyatakan bahwa
penentuan status anemia yang hanya menggunakan kadar Hb ternyata
kurang lengkap, sehingga perlu ditambah dengan pemeriksaan yang
lain. Hb merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/ 100 ml darah
dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada
darah (Supariasa, 2012).
Hemoglobin adalah protein berpigmen merah yang terdapat
dalam sel darah merah. Normalnya dalam darah laki-laki 15,5 g/dl dan
pada wanita 14,0 g/dl. Rata-rata konsentrasi hemoglobin (MCHC =
Mean Cell Concentration of Haemoglobin) pada sel darah merah 32
g/dl (Tarwoto & Wasnidar, 2013).
b. Fungsi Hemoglobin
Fungsi hemoglobin adalah mengangkut oksigen dari paru-paru
dan dalam peredaran darah untuk dibawa ke jaringan. Ikatan
hemoglobin dengan oksigen disebut oksihemoglobin (HbO2).
Hemoglobin juga membawa karbondioksida dan dengan
karbonmonoksida membentuk ikatan karbonmonoksihemoglobin
(HbCO), juga berperan dalam keseimbangan pH darah (Tarwoto &
Wasnidar, 2013).
c. Struktur Hemoglobin
Struktur hemoglobin menurut Tarwoto & Wasnidar (2013)
terdiri dari 2 unsur utama yaitu :
1) Besi yang mengandung pigmen hem
2) Protein globin, seperti halnya jenis protein lain, globin
mempunyai rantai panjang dari asam amino, ada 4 rantai globin
yaitu alpha (α), bera (β), delta (δ), dan gamma (γ).
d. Kadar Hemoglobin
Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian
mengindikasikan anemia. Bergantung pada metode yang digunakan,
nilai hemoglobin menjadi akurat sampai 2-3% (Supariasa, 2012).
Kadar hemoglobin pada perempuan dewasa menurut WHO dalam
Terwoto & Wasnidar (2013) adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Kadar Hemoglobin pada Perempuan
Hb Anemia
Jenis Kelamin Hb Normal kurang dari
(gr/dl)
Lahir (aterm) 13,5-18,5 13,5 (Ht 34%)
Perempuan dewasa : tidak hamil 12,0-15,0 12,0 (Ht 35%)
Perempuan dewasa : hamil
Trimester I : 0-12 minggu 11,5-14,0 11,0 (Ht 33%)
Trimester II : 13-28 minggu 10,5-14,0 10,5 (Ht 31%)
Trimester III : 29 aterm 11,0-14,0 11,0 (Ht 33%)
Astuti. 2015. Pengaruh konsumsi jus bayam merah terhadap peningkatan kadar
Hb Ibu Hamil di kecamatan Tawangmangu. Bidan Prada : Jurnal Ilmiah
Kebidanan, Vol. 6 No. 1 Edisi Juni 2015, hlm. 72-79.
Damayanti IP. 2014. Buku Ajar: Asuhan kebidanan komprehensif pada ibu
bersalin dan bayi baru lahir. Yogyakarta: Deepublish
Defiany, Sumarni, Hendrisita Febriani, Yulinda Fatonah, Nia Noor Erlyta. 2013.
Pendamping Persalinan Sebagai Pengurang Rasa Nyeri Saat Bersalin.
Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 4 No. 1;
Erawati AD. 2010. Buku ajar asuhan kebidnan persalinan normal. Jakarta :
EGC.
Handajani & Astuti. 2016. Pengaruh Teknik Stimulasi Susu terhadap Lama
Persalinan Kala I. Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmu Kebidanan Kesehatan,
Volume 5, No 2, November 2016, hlm 110-237. Diakses tanggal 4
Desember 2017
Indrasari, Nelly. 2014. Perbedaan Lama Persalinan Kala II Pada Posisi Miring
dan Posisi Setengah Duduk. Jurnal Keperawatan Vol X No 1 April 2014
Johariyah, Ningrum EW. 2012. Asuhan kebidnaan Persalinan dan Bayi Baru
Lahir. Jakarta : CV.Trans Info Medika.
JNPK-KR. 2012. Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Novita, dkk. 2017. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Respon
Nyeri pada Ibu Inpartu Kala I Fase Aktif di Puskesmas Bahu Kota
Manado. Manado. E-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1,
Mei 2017. Diakses tanggal 4 Desember 2017
Novita, Sari. 2010. Hubungan Dukungan Suami Dengan Lama Persalinan Kala
II di Rb An Nissa Surakarta. Surakarta : Universitas Negeri Surakarta
Rahman, Stang Abdul, dkk. 2017. Penurunan Nyeri Persalinan dengan Kompres
Hangat dan Massage Effleurage. Jurnal MKMI. Vol 12 No 2 Tahun 2017
Rukiah AY, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan II Persalinan. Jakarta: CV. Trans
Info Medika.
Saifuddin AB. 2011. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: EGC.
Sondakh JJS. 2013. Asuhan Kebidnaan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sumarah. 2009. Perawatan Ibu Bersalin : Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Yogyakarta : Fitramaya.
Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta:
Salemba Medika.
Tarwoto dan Wasnidar. 2013. Buku Saku Anemia pada Ibu Hamil : Konsep dan
Penatalaksanaannya. Jakarta : Trans Info Media.
Varney, Helen. Jan M. Kriebs & Carovln L. Gegor. 2008. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan. Ed. 4 Volume 1. Jakarta: EGC
Varney, Helen. Jan M. Kriebs & Carovln L. Gegor. 2008. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan. Ed. 4 Volume 2. Jakarta: EGC
Verralls, S., 2010. Anatomi dan Fisiologi Terapan dalam Kebidanan, Jakarta:
Kedokteran EGC