Oleh :
KELOMPOK 5
RUPS
Menurut Pasal 1 ayat 4 UU PT, RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang
yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. RUPS mempunyai kewenangan untuk ;
1. Mengambil keputusan sesuai dengan ketentuan forum yang terdapat dalam UU PT.
2. Mengubah anggaran dasar sesuai dengan ketentuan forum yang terdapat dalam UU PT.
3. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan
permohonan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubaran Perseroan
sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU PT.
DIREKSI
Direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan perseroan sesuai
dengan tujuan dan maksud di dirikannya perseroan. Direksi yang diangkat oleh perusahaan
tidak harus memiliki kewarganegaraan Indonesia tetapi juga dapat memiliki kewarganegaraan
asing. UU PT sendiri tidak mengatur mengenai ketentuan warga negara apa yang dapat
menduduki jabatan direktur.
Namun, dalam Pasal 46 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa “Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi
personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu”, sehingga dapat diartikan jika tenaga kerja asing
boleh menjadi direktur suatu perusahaan kecuali untuk jabatan yang mengurusi atau
berhubungan secara langsung dengan kepegawaian atau personalia seperti Direktur HRD.
Direksi mempunyai kewenangan untuk menjalan pengurusan perusahaan dengan kebijakan
yang dipandang tepat dan dengan batas yang ditentukan oleh Undang-Undang dan/atau
anggaran dasar. Selain itu, direksi mempunyai kewajiban untuk;
1. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah rapat
direksi
2. Membuat laporan tahunan untuk disampaikan kepada RUPS.
3. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan Perseroan diatas dan
dokumen Perseroan lainnya.
1
KOMISARIS
Komisaris mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan atas kebijakan pengursan,
jalannya pengurusan pada umumnya kepada Perseroan ataupun usaha Perseroan kepada
Direksi. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 108 UU PT. Komisaris yang melakukan
pengawasan mempunyai beban tanggung jawab yang sama dengan Direksi. Kewajiban
mengenai tugas komisaris terdapat dalam Pasal 116 UU PT;
1. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya
2. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya
pada Perseroan dan Perseroan lain
3. Memberikan laporan tentang tugas pengawsan yang telah dilakukan selama tahun buku
yang baru lampau kepada RUPS.
Dampak apabila salah satu organ ini tidak ada maka PT tidak dapat di dirikan atau harus
terjadi perubahan anggaran dasar dikarenakan dalam UU PT telah disebutkan bahwa organ
perseroan adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris.
2. Pemegang Saham
2
Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate
governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability, dan
responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate
governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga
dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan
tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Pertama, hak-hak, sebagaimana diatur Pasal 52 ayat (1) UU PT, dalam kerangka RUPS
bahwa pemegang saham dapat menyatakan pendapatnya, menerima keuntungan RUPS dalam
bentuk dividen dan menerima sisa kekayaan dari terjadinya likiudasi perusahaan. Kedua,
terdapat hak-hak lain yang tersebar (diluar hak-hak yang pertama) diatur beberapa pasal dalam
UU PT. Kedua hak-hak itu menunjukkan bahwa UU PT tidak bermaksud mengatur hak-hak
pemegang saham dalam bab tersendiri dan tidak terintegrasi pengaturannya. Hal itu dapat
dijelaskan bahwa hak-hak lain tersebut antara lain:
3
dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa tindakan:
a. perubahan anggaran dasar;
b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari
50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan;
c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
Hak ini adalah hak dasar, sebagai pemilik saham, untuk membela
kepentingannya dalam hal pemegang saham menolak beberapa tindakan perseroan,
sebagaimana diatur Pasal 62 ayat (1) UU PT yang dapat merugikannya. Untuk itu, maka
ketidaksetujuannya itu harus ditebus dengan dibeli sahamnya dengan harga yang wajar
sebagai jalan keluar terjadinya ketidaksetujuannya itu. Sebuah perimbangan ketentuan
di antara kepemilikan saham dengan hak dalam kepemilikan saham dari pemegang
saham.
4
d. Hak Gugatan Derivatif (Derivative Right)
Hak ini diatur melalui Pasal 97 ayat (6) untuk gugatan terhadap Direksi dan
Pasal 114 ayat (6) gugatan terhadap Komisaris Perseroan. Melalui kedua ketentuan ini
diatur bahwa pemegang untuk dan atas nama perseroan (tidak untuk kepentingan diri
pribadi) yang mewakili paling sedikit 1/10 dari jumlah saham dengan hak suara yang
sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi atau
Komisaris dikarenakan kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian terhadap
perseroan. Hak pemegang saham ini adalah bukti dalam keterlibatan langsung
pemegang saham untuk mengkoreksi dan memperbaiki kesalahan dan adanya
kemungkinan terjadinya kerugian perseroan. Dengan gugatan ini apabila dimenangkan,
maka yang berhak menerima pembayaran ganti rugi dari tergugat adalah perseroan itu
sendiri dan bukan pemegang saham yang menggugat dengan jalan gugatan derivatif ini.
Artinya, sifat utama gugatan derivatif adalah demi dan untuk memperbaiki perseroan.
Sebab, jika ada inisiatif yang memperbaikinya, maka kerugian perseroan akan menjadi
bertambah-tambah dan tidak ada yang dapat menghentikannya. Solusi hal ini dapat
dicari jalan keluarnya dengan gugatan deriviatif dari pemegang saham.
5
dan langsung ke permasalahan yang terjadi tentang perbuatan melawan hukum,
sehingga dapat berusaha mencegah dan menekan kerugian yang akan dapat terus terjadi
di dalam internal perseoan.
6
alasan mengapa membubarkan perseroan, namun dalih untuk membubarkan perseroan
dapat juga disebabkan karena setelah menjalankan kegiatan dalam waktu lama
perkembangan dan kemajuan usahanya tidak maju-maju dan bahkan mundur, sehingga
usahanya tidak dapat bertahan lama dan mengalami kerugian terus menerus, sehingga
dengan keadaan yang demikian memaksa pemegang saham tidak berkehendak lagi
melanjutkan aktivitas usahanya.
Dengan kata lain lebih baik perseroan dibubarkan saja. Telah diaturnya hak ini
juga menjadi dasar hukum bagi pemegang saham untuk membubarkan diri, dengan
harus persetujuan RUPS terlebih dahulu, sebagai persetujuan bersama dari seluruh
pemegang saham untuk menyetujui membubarkan diri usahanya.
7
Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham
8
a. Tindakan Derivatif
Ketentuan ini mengatur bahwa Pemegang saham dapat mengambil alih untuk
mewakili urusan perseroan demi kepentingan perseroan, karena ia menganggap Direksi
dan atau Komisaris telah lalai dalam kewajibannya terhadap perseroan.
Pemegang saham dapat melakukan tindakan-tindakan atau bertindak selaku wakil
perseoran dalam memperjuangkan kepentingan perseroan terhadap tindakan perseroan
yang merugikan, sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota
Direksi dan atau pun oleh komisaris. Melalui ijin dari Ketua Pengadilan Negeri yang
daerah hukumnya meliputi kedudukan perseroan, pemegang saham dapat melakukan
sendiri pemanggilan RUPS baik RUPS tahunan maupun RUPS lainnya)apabila direksi
ataupun komisaris tidak menyelenggarakan RUPS atau tidak melakukan pemanggilan
RUPS.
b. Hak Pemegang Minoritas
Pada dasarnya ketentuan-ketentuan di bawah ini terutama ditujukan untuk
melindungi kepentingan pemegang saham minoritas dari kekuasaan pemegang saham
mayoritas.
1. Hak Menggugat
Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan
melalui Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan perseroan,
bila tindakan perseroan merugikan kepentingannya.
2. Hak Atas Akses Informasi Perusahaan
Pemegang saham dapat melakukan pemeriksaan terhadap perseroan,
permintaan data atau keterangan dilakukan apabila ada dugaan bahwa perseroan
dan atau anggota direksi atau komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang
merugikan pemegang saham atau pihak ketiga.
3. Hak Atas Jalannya Perseroan
Pemegang saham dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri
untuk membubarkan perseroan.
9
(i) perubahan anggaran dasar perseroan;
(ii) penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan
perseroan; atau
(iii) penggabungan, peleburan atau pengambilalihan perseroan. (lihat ps.55
UUPT)
Upaya hukum yang dapat ditempuh pemegang saham, terdapat dalam undang-undang sebagai
berikut :
Pasal 61
(1) Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan
ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang
dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS,
Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan
negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pasal 79
(2) Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan atas permintaan:
a) 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili
1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil;
atau
b) Dewan Komisaris.
10
Pasal 138
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh:
a. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling
sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara;
b. pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan,
anggaran dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi
wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau
c. kejaksaan untuk kepentingan umum.
Pasal 62
(1) Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya
dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui
tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan,
berupa:
a. perubahan anggaran dasar;
b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai
nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan;
atau
c. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(2) Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan wajib
mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.
Pasal 97
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit
1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota
Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian
pada Perseroan.
Pasal 144
(1) Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang
mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan
kepada RUPS.
Pasal 114
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat
menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau
kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.
11
PEMBAHASAN KASUS PT. Matahari Department Store Tbk. MDS)
12
MPP dan 7,24% dari PT. Pasific Asia Holding Ltd, sehingga total kepemilikan saham MDS
sebesar 98,15%.
Kronologi Permasalahan
Pada Januari 2010 Matahari Putra Prima melakukan pendandatanganan sales purchase
agreement dengan PT CVC Capital Partner. CVC akan melakukan akuisisi terhadap anak
perusahaan MPP yakni Matahari Department Store dengan total kepemilikan sebesar 90,76%
melalui anak perusahaanya yakni Meadow Asia Company Limited. Kemudian pada 5 Maret
2010, Matahari Putra Prima berniat menggelar RUPS dengan agenda persetujuan penjualan
saham tersebut. MAC mengalokasikan Rp 7,16 triliun untuk membeli 90,76% saham Matahari
Putra Prima di Matahari Department Store. MPP akan menerima pembayaran tunai sebesar Rp.
5.28 triliun, piutang sebesar Rp. 1 triliun, 20% saham biasa MAC, 20,72% saham preferen
MAC, dan 8 juta warrant dengan total transaksi sebesar Rp. 7,16 triliun. Selain membeli saham
MPP yang ada pada MDS, MAC juga berencana membeli saham Pasific Asia Holding Ltd
sebesar 7,24% sehingga total kepemilikan saham MAC pada MDS adalah sebesar 80%.
Sementara seperti telah diketahui dari profil perusahaan tersebut, MAC merupakan
perusahaan patungan (joint venture) antara Matahari Putra Prima dan CVC Capital Partners.
Dimana MPP memiliki kepemilikan saham sebesar 20% pada MAC dan CVC memiliki
kepemilikan sebesar 80%. Hal ini tentu mengindikasikan adanya insider trading yang
dilakukan oleh MPP dan juga terindikasi adanya praktek korporasi guna menaikan harga saham
MDS.
Indikasi pertama, sebelumnya perlu diketahui insider trading adalah aktivitas
perdagangan saham ataupun sekuritas tertentu oleh individu yang mempunyai akses tentang
informasi non publik dari perusahaan tersebut. Dengan kata lain, perdagangan efek perusahaan
yang dilakukan oleh orang yang dikategorikan sebagai orang dalam. Individu tersebut
melakukan aktivitas trading dengan memanfaatkan informasi yang sebetulnya tidak bisa
diakses oleh publik. Seorang investor dengan akses informasi dari dalam yang sebetulnya tidak
dapat diakses publik, bisa mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan
investor lain dan investor lain yang tidak memperoleh informasi tersebut tentu akan merasa
dirugikan.
Selanjutnya, indikasi kedua adanya praktek korporasi yakni praktek “penggorengan
saham” atau pengumpulan saham, guna menaikan harga saham MDS, dapat dilihat dari adanya
lonjakan kenaikan harga saham MDS yang tidak wajar dari akhir 2009 sampai Februari 2010,
sejak adanya desas-desus mengenai penjualan saham MDS kepada MAC. Dampak dari
13
transaksi ini, harga saham MDS naik dari Rp. 50 per lembar ke tingkat harga Rp. 1350 per
lembar pada tanggal 22 Januari 2010, beberapa hari sebelum MPP mengumumkan penjualan
saham MDS kepada MAC. Lonjakan yang sangat signifikan tersebut membuat Bursa Efek
Indonesia curiga adanya kebocoran berita mengenai penjualan saham MDS kepada MAC.
Kemudian berkaitan pula dengan kasus penjualan saham MDS kepada MAC tersebut,
para pengamat mengindikasikan adanya perlakuan yang tidak setara untuk setiap pemegang
saham MPP, pemegang saham mayoritas dirasa yang paling diuntungkan dalam penjualan
tersebut terutama PT. Multipolar Tbk yang memegang saham terbesar (50,01%) MPP. PT.
Multipolar Tbk merupakan anak usaha dari Lippo Group. Hasil penjualan MDS menghasilkan
dana tunai sebesar Rp 5,28 triliun yang selanjutnya akan digunakan untuk melunasi hutang
kepada PT. Multipolar Tbk sebesar Rp 3,4 triliun dan sisanya sebesar Rp. 1,88 triliun akan di
gunakan untuk membayar dividen para pemegang sahamnya dimana dividen untuk Multipolar
sebesar 50,01% ( Rp 940,1 jt) dan sisanya dibagikan untuk para pemegang saham minoritas
yakni PT. Star Pasific dan juga publik.
Permasalahan yang lain adalah adanya unsur leverage buyout (pembelian saham
dengan menggunakan dana pinjaman) mengenai sumber dana tunai untuk membeli MDS yang
sebesar Rp. 3.25 triliun. Setelah dilakukan penelusuran, dana sebesar Rp. 3.25 triliun itu
ternyata berasal dari dana pinjaman pada bank CIMB Niaga dan Standard Chartered yang
diajukan MDS, jaminan terhadap kedua bank tersebut adalah saham MDS sendiri sebesar 98%
yang akan dibeli oleh MAC. Selanjutnya, dana hasil pinjaman yang diperoleh Matahari
Department Store direncanakan untuk dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham MDS
pada saat yang bersamaan.
14
publik. Kemudian juga terdapat beberapa pelanggaran dalam Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas antara lain:
(1) Pasal 3 Ayat 2 mengenai pemisahan antar kepentingan pemegang saham dengan dengan
kegiatan perseroan, guna melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.
(2) Pasal 84 Ayat 1 mengenai setiap satu saham memiliki satu hak suara kecuali anggaran
dasar menentukan lain. Jadi setiap pemegang saham kecuali saham preferen berhak
atas hak suaranya dalam RUPS.
(3) Pasal 86 Ayat 1 yang berbunyi “RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih
dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau
diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum
yang lebih besar”
(4) Pasal 52 Ayat 1 mengenai hak-hak pemegang saham
2. Pelanggaran Standar
Ketika Indonesia mengadopsi standar corporate governance dari OECD maka
pelanggaran standar yang dilakukan adalah terhadap prinsip- prinsip OECD terutama pada
prinsip ketiga yang berisi bahwa :
“Tata kelola perusahaan harus mampu memberikan kesetaraan perlakuan terhadap seluruh
pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Seluruh
pemegang saham harus mendapatkan ganti rugi apabila terjadi kecurangan atau
penghilangan hak-haknya.”
Dari prinsip tersebut tentunya MPP telah melakukan pelanggaran yang jelas karena
telah dengan terbuka melakukan insider trading yang tentu telah menghilangkan hak-hak
pemegang saham minoritas. Insider Trading sendiri telah secara dijelas dilarang dalam prinsip
III B OECD, “Insider trading and abusive self-dealing should be prohibited.”
3. Pelanggaran Peraturan
Berikut transaksi yang mengandung benturan kepentingan berdasarkan Peraturan
Bapepam No.IX.E.1 yang berkaitan dengan kasus Matahari :
(1) Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham pemegang saham utama,
komisaris atau direksi menjadi pemegang saham atau anggota direksi atau komisaris
15
(2) Memberi pinjaman kepada perusahaan lain dimana direktur, komisaris. Atau pemegang
saham pengendali merupakan pemegang saham, direktur atau komisaris
(3) Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang saham utama, direktur,
komisaris menjadi pemegang saham, direktur, atau komisaris
Penyelesaian Kasus
Kabar rencana penjualan 90,7% saham yang PT. Matahari Department Store yang
dimiliki PT. Matahari Putra Prima kepada PT. Meadow Indonesia, banyak menuai protes
dikalangan masyarakat terkait dengan berbagai kecurangan dan manipulasi yang di duga
dilakukan oleh MPP seperti insider trading dan juga “penggorengan saham” guna menaikan
harga saham Matahari Department Store.
Menganggapi isu tersebut, Bapepam-LK selaku badan pengawas pasar modal di
Indonesia melakukan penyelidikan terhadap transaksi tersebut. Kemudian Bapepam-LK
menyelenggarakan pertemuan dengan pihak menejemen MPP. Pada pertemuan tersebut
Bapepam LK meminta kepada pihak menejemen MPP untuk memberikan penjelasan secara
lebih rinci kepada publik mengenai transaksi yang bernilai triliunan rupiah tersebut.
Setelah pertemuan yang pertama dengan menejemen MPP tersebut, Bapepam LK
kembali meminta kepada pihak menejemen MPP uuntuk memberikan penjelasan kepada
publik mengenai segala bentuk utang yang dimiliki MPP dan juga rencana penggunaan dana
hasil penjualan saham MDS sebesar Rp 7,16 triliun. Dan kemudian memperoleh hasil bahwa
hasil penjualan tersebut akan digunakan untuk melunasi hutang MPP kepada PT. Multipolar
dan juga untuk membagikan dividen yang sebagian juga mengalir ke PT. Multipolar.
Selanjutnya karena hasil keterangan tersebut oleh Bapepam-LK dirasa kurang jelas,
Bapepam-LK pun meminta MPP untuk menunda pelaksanaan RUPS dan membuat bussines
plan mengenai penggunaan dana hasil penjualan tersebut dan ditampilkan dalam bentuk public
expose guna menjamin transparansi agar pihak pemegang saham minoritas pun dapat
mengetahui tujuan dari penjualan saham tersebut.
Pada akhirnya Bapepam-LK tetap mengalami kesulitan untuk mengumpulkan bukti-
bukti penyimpangan transaksi penjualan yang dilakukan MDS. Hal tersebut dikarenakan
transaksi yang terjadi dan pihak-pihak yang melakukan hanya sedikit jumlahnya. Walaupun
analisa Bapepam-LK menemukan indikasi transaksi mencurigakan, tetapi untuk melakukan
proses hukum memerlukan bukti yang materiil.
Dan kemudian tanggal 26 Maret 2010 dilaksanakanlah RUPS guna membahas rencana
penjualan saham MDS kepada MAC dan semua shareholder menyetujui rencana penjualan
16
tersebut. PT. Matahari Putra Prima pun secara resmi menjual 90,7% saham PT. Matahari
Department Store kepada PT. Meadow Asia Company.
Simpulan
Dari pembahasan kasus diatas terlihat bahwa tidak terdapat bukti yang materiil terhadap
kasus transaksi penjualan MDS oleh MPPA yang banyak menuai protes. Namun transaksi
insider trading dan praktek korporasi untuk menaikan saham memanglah sangat jelas terlihat
dalam transaksi tersebut terutama dalam dua transaksi berikut:
1) MPPA menjual saham MDS kepada MAC pada tahun 2010 dimana MAC juga baru
dibentuk pada tahun tersebut dan MPP memiliki 20% kepemilikan terhadap MAC. Pada
saat isu penjualan saham tersebut muncul harga saham MDS melonjak naik.
2) Dana yang digunakan untuk pembelian saham tersebut adalah dana yang dipinjam oleh
MPP kepada dua bank CIMB Niaga dan Standard Chartered dengan jaminan 90,7%
saham MDS, yang kemudian dana tersebut dipinjamkan kepada MAC untuk membeli
saham MDS.
17
DAFTAR PUSTAKA
18