“STRUKTUR KEPEMILIKAN ”
Oleh :
Kelompok 4
1
1.1 ORGANISASI DAN LINGKUNGAN
1.1.1 Organisasi
Menurut (Ernie dan Kurniawan, 2005) organisasi merupakan sekumpulan orang atau
kelompok yang memiliki tujuan tertentu dan berupaya untuk mewujudkan tujuannya tersebut
melalui kerjasama. Organisasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
Organisasi Profit adalah Suatu organisasi yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan
profit/laba. Biasanya merupakan perusahaan besar seperti perusahaan manufaktur, bank
umum, perusahaan asuransi, perusahaan ritel dan lain-lain.
Organisasi Non-Profit adalah Organisasi yang mempunyai tujuan tidak untuk
mendapatkan profit/laba. Seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah kota,
lembaga pendidikan negeri dan yayasan sosial.
1.1.2 Lingkungan
Lingkungan secara luas mempunyai arti menurut Basu Swasta dan Sukotjo W. (1991)
mencakup semua faktor ekstern yang mempengaruhi individu, perusahaan, dan masyarakat.
Lingkungan Organisasi ada 2 jenis yaitu :
1. Lingkungan eksternal merupakan elemen-elemen di luar organisasi yang relevan tehadap
kegiatan organisasi.
2. Lingkungan internal berada dalam organisasi, misal: karyawan, direksi, pemegang
saham.
Lingkungan juga bisa dibedakan yaitu :
a. Lingkungan langsung akan mempengaruhi nasib organisasi secara langsung. Karena
itu lingkungan tersebut juga sebagai stakeholder (pihak yang menentukan nasib
organisasi). Ada dua jenis lingkungan langsung yaitu eksternal dan internal.
- Yang termasuk dalam lingkungan langsung eksternal : Konsumen , Pemasok ,
Pesaing , Pemerintah , Lembaga Keuangan , Kelompok – Kelompok Lain.
- Yang termasuk dalam lingkungan langsung internal : Pekerja , Dewan Komisaris ,
Pemegang Saham , Jaringan Stakeholder .
b. Elemen Lingkungan Umum (Lingkungan Tidak Langsung)
Lingkungan umum mempengaruhi organisasi melalui dua cara:
1. Mendorong pembentukan stakeholder
2. Menciptakan lingkungan dimana organisasi harus mengantisipasi perubahan
lingkungan tersebut.
2
1.1.3 Pengaruh Lingkungan Terhadap Organisasi
James D. Thomson mengajukan model bagaimana pengaruh lingkungan terhadap
organisai. Model tersebut meliputi dua dimensi yaitu: (1) tingkat perubahan, dan (2) tingkat
homogenitas. Tingkat perubahan melihat sejauh mana stabilitas suatu lingkungan.
Lingkungan yang cepat berubah berarti mempunyai tingkat perubahan yang tinggi. Tingkat
homogenitas melihat sejauh mana kompleksitas lingkungan.
3
mempertahankan direktur yang dapat dipercaya, sehingga apabila terdapat direktur yang
mendukung keputusan yang tidak sejalan dengan perusahaan mungkin masih tetap di dewan.
4
1.3 PEMISAHAAN KEPEMILIKAN DAN PENGENDALIAN
Keterbatasan Model Perusahaan Kewirausahaan
Model perusahaan kewirausahaan bercirikan para pemilik mengelola sendiri
perusahaannya. Mereka, para wirausahawan ini, secara umum memiliki tiga kepemilikan
sekaligus yang meliputi:
1. Kepemilikan perusahaan itu sendiri yang menyangkut aset-aset yang digunakan dalam
proses produksi,
2. Kepemilikan kompetensi yang meliputi kualitas sumber daya manusia, model
pengelolaan, dan struktur organisasi yang akan menentukan kualitas serta kuantitas
proses produksi, serta
3. Kepemilikan atas hak remunerasi ata pengelolaan perusahaan yang umumnya secara
sederhana dapat dipahami sebagai fungsi dari keberuntungan perusahaan.
Untuk mengatakan model ini lebih menguntungkan atau tidak dan apakah model ini
bisa dikatakan lebih baik dari model lain, ini sangat bergantung pada skala usaha yang
dikembangkan. Untuk perusahaan berskala kecil, atau perusahaan yang masuk dalam kategori
perusahaan kecil dan menengah (small and medium enterprises), tentu saja model
kewirausahaan ini akan menguntungkan. Begitu pula dengan unit usaha yang baru mulai
berkembang (start-up business).
Ada dua kesulitan utama bagi perusahaan berskala besar atau perusahaan yang sedang
berkembang. Pertama, perusahaan jenis ini membutuhkan dana operasional yang besar yang
sulit dipenuhi dengan modal sendiri. Bagi perusahaan yang ingin mengembangkan usaha,
kendala finansial menjadi hal yang penting karena bagaimana mungkin bisa mengembangkan
usaha jika pasokan finansialnya terbatas. Kesulitan kedua, bila memiliki skala usaha besar,
perusahaan tidak mungkin lagi dikelola secara pribadi. Dalam kondisi tertentu, dibutuhkan
tenaga-tenaga professional yang memiliki tingkat kompetensi memadai untuk mengelola
perusahaan.
Dengan demikian, ada dua kondisi-kondisi tertentu, terutama berkaitan dengan skala
usaha dan rencana pengembangan usaha, dimana perusahaan model kewirausahaan tidak lagi
bisa dipertahankan sehingga harus beralih ke perusahaan model manajerial.
5
1.4 STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN MEKANISME PENGENDALIAN
1.4.1 Struktur Kepemilikan
Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih daripada investor individual
untuk mendapatkan informasi.
Investor institusional memiliki profesionalisme dalam menganalisa informasi,
sehingga dapat menguji tingkat keandalan informasi.
Investor institusional lebih aktif dalam melakukan jual beli saham sehingga dapat
meningkatkan jumlah informasi secara cepat yang tercermin di tingkat harga.
6
1.4.2 Mekanisme Pengendalian
7
Dalam kasus perusahaan di berbagai Negara di kawasan Asia, sebagaimana terjadi
pula di Negara berkembang lain, masalah tidak lagi terletak pada masalah keagenan tipe
pertama, melainkan tipe kedua. Selain itu, tipe kepemilikan di tangan keluarga dan Negara
akan menimbulkan berbagai penyimpangan kebijakan yang berlawanan dengan standar etis
serta moral (moral hazard).
Ada beberapa cara atau mekanisme untuk menekan masalah keagenan tipe I, seperti:
1. Sistem penggajian (remuneration system): diyakini, sistem penggajian yang baik akan
menekan sifat oportunis para pengelola perusahaan, sebagaimana dijelaskan dalam teori
biaya transaksi (transaction cost theory). Akhir-akhir ini, diterapkan pemberian
kepemilikan perusahaan dalam persentasi tertentu kepada para pengelola perusahaan
sebagai salah satu cara menekan masalah keagenan tipe pertama ini. Sistem tersebut
dikenal sebagai stock option.
2. Sistem pengawasan internal: untuk mengawasi jalannya perusahaan yang dilakukan oleh
pihak lain, para pemilik modal menugaskan dengan pengawas yang membawahi para
pengelola perusahaan di bawah CEO (chief executive officer). Dalam sistem Anglo-
Saxon yang menggunakan tata kelola sistem tunggal (single-tiered system), dewan
pengawas tersebut dinamakan dewan direktur (board of directors), sementara dalam
sistem ganda (dual-tiered system) seperti di Indonesia, dewan pengawas disebut dewan
komiasaris (commissioner). Dalam sistem dewan komisaris, wakil pemegang saham
minoritas biasanya disebut komisaris independen.
3. Sistem pengawasan eksternal (pasar): pengawasan melalui sistem pasar bisa terjadi
karena dua sebab. Pertama, control yang dilakukan oleh para investor itu sendiri dengan
cara jual beli kepemilikan (saham). Pada dasarnya, baik buruknya kinerja perusahaan
akan tercermin dari tinggi rendahnya harga perdagangan di bursa saham. Makin baik
kinerja perusahaan, makin meningkat pula harga sahamnya di bursa. Begitu pula
sebaliknya, apabila kinerja perusahaan dinilai buruk, para investor cenderung melepas
kepemilikan saham tersebut sehingga harga perdagangan sahamnya di bursa merosot.
Kedua, kontrol bisa terjadi lewat mekanisme akuisisi yang dilakukan atas alasan
keterpaksaaan karena kinerja perusahaan cenderung buruk dan sulit diselamatkan
sehingga mengundang perusahaan lain untuk mengakuisisi. Mekanisme ini dikenal
dengan sebutan hostile acquisition, karena pada dasarnya pemilik lama, sebenarnya,
tidak menginginkan perusahaannya dibeli orang lain.
4. Pasar eksekutif: mekanisme pengawasan dan kontrol terhadap kinerja para eksekutif
dalam menjalankan perusahaan terjadi akibat ketatnya persaingan pasar para eksekutif.
8
Semakin tinggi penawaran tenaga kerja di tingkat eksekutif tersebut, akan semakin kuat
tekanan bagi para pengelola perusahaan untuk membuktikan kinerja. Jika mereka dinilai
tidak memenuhi, Kinerja yang baik, para pemilik modal bisa saja memecat dan
mengganti mereka dengan pengelola baru. Fenomena ini semakin lazim dengan
munculnya jasa pencarian eksekutif kelas tinggi atau perusahaan jasa head-hunter.
5. Konsentrasi kepemilikan: Pengawasan dan kontrol melalui konsentrasi kepemilikan
dinilai paling baik untuk mengendalikan sifat oportunisme para pengelola perusahaan.
Dengan kata lain, konsentrasi kepemilikan akan segera memecahkan masalah keagenan
tipe pertama. Namun, pada saat bersamaan konsentrasi kepemilikan akan segera pula
memunculkan konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang
saham minoritas. Atau dengan kata lain, akan memunculkan masalah keagenan tipe
kedua.
9
hubungan darah atau hubungan perkawinan. Hal tersebut sangat terasa dalam sistem Keiretsu
di Jepang, Chebol di Korea, dan Konglomerasi di Indonesia.
Dalam sistem Anglo-Saxon, pemisahan antara pemilik dan pengelola perusahaan
umumnya cukup tegas. Pemilik modal menyerahkan sepenuhnya pengelolaan perusahaan
kepada para professional. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya dukungan sistem pasar
modal yang kuat sehingga kepemilikan perusahaan bisa dijualbelikan dengan baik.
Dalam hal ini, kepemilikan perusahaan bisa saja terjadi secara anonym lewat
pembelian kepemilikan perusahaan lewat mekanisme pasa modal. Umumnya, para pemilik
modal ini memiliki suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Para pemilik modal
dikelompokkan dalam pemilik modal besar (blockholder) atau pemilik modal kecil (ritel).
Pemilik modal besar memiliki hak suara cukup besar serta posisi lemah dalam menyuarakan
kepentingan. Namun, dalam perusahaan dikenal sistem “komisaris independen” yang
bertugas melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.
Di Korea, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, kontrol keluarga terhadap perusahaan
begitu tinggi. Kontrol para pemilik perusahaan dilakukan melalui struktur piramida dan
kepemilikan silang diantara beberapa perusahaan. Model ini nampaknya sangat umum terjadi
di semua negara di kawasan Asia Tenggara. Jadi pada dasarnya, pemisahan antara pemilik
dan pengelola sangat jarang terjadi di kawasan tersebut. Ditambah lagi, pemisahan antara
kontrol dan manajerial juga jarang terjadi karena para pemilik menguasai hak suara dengan
model kepemilikan silang yang dipertahankan untuk mempertahankan posisi suara.
10
Rapat Umum
Pemegang Saham
(RUPS)
Dewan Komisaris
Elect, Terminate,
Direksi Report and Respond
and Guide
to
11
RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan kecuali semua
pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan
mata acara rapat.
Keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.
RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau di tempat perseroan melakukan
kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
RUPS perseroan terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham
perseroan dicatatkan.
Tempat RUPS harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia
Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua
pemegang Saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS
dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagimana dimaksud
pada ayat (3)
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan jika
keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
15
oleh perusahaan. Anggota Komite Kebijakan Risiko terdiri dari anggota Dewan Komisaris,
namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.
16
2)Penyampaian laporan kepada otoritas jasa keuangan tepat waktu; 3) penyelenggaraan dan
dokumetasi RUPS; 4) Penyelenggaraan dan dokumentasi rapat direksi dan/atau dewan
komisaris dan: 5) pelaksanaan program orientasi terhadap perusahaan bagi direksi dan/atau
dewan komisaris.
17
DAFTAR PUSTAKA
Siswanto Sutojo, E. John Aldridge. 2008. Good Corporate Governance Tata Kelola
Perusahaan Yang Sehat. Jakarta: PT Damar Mulia Pustaka.
http://emahardhikaersa.blogspot.com/2012/11/organisasi-lingkungan.html
18