Anda di halaman 1dari 18

CORPORATE GOVERNANCE

“STRUKTUR KEPEMILIKAN ”

Oleh :
Kelompok 4

I Made Hendra Atmaja (1415351194 / 01)


Ni Kadek Nadia Putri Padmayuni (1607532082 / 06)
Cokorda Istri Agung Evita Nindia Putri (1607532090 / 12)
Pradnya Paramita (1607532097 / 17)
Ni Made Harista Dwi Anggreni (1607532099 / 19)
Ni Putu Krisna Dewi (1607532100 / 20)

PROGRAM REGULER DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2019

1
1.1 ORGANISASI DAN LINGKUNGAN
1.1.1 Organisasi
Menurut (Ernie dan Kurniawan, 2005) organisasi merupakan sekumpulan orang atau
kelompok yang memiliki tujuan tertentu dan berupaya untuk mewujudkan tujuannya tersebut
melalui kerjasama. Organisasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
 Organisasi Profit adalah Suatu organisasi yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan
profit/laba. Biasanya merupakan perusahaan besar seperti perusahaan manufaktur, bank
umum, perusahaan asuransi, perusahaan ritel dan lain-lain.
 Organisasi Non-Profit adalah Organisasi yang mempunyai tujuan tidak untuk
mendapatkan profit/laba. Seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah kota,
lembaga pendidikan negeri dan yayasan sosial.

1.1.2 Lingkungan
Lingkungan secara luas mempunyai arti menurut Basu Swasta dan Sukotjo W. (1991)
mencakup semua faktor ekstern yang mempengaruhi individu, perusahaan, dan masyarakat.
Lingkungan Organisasi ada 2 jenis yaitu :
1. Lingkungan eksternal merupakan elemen-elemen di luar organisasi yang relevan tehadap
kegiatan organisasi.
2. Lingkungan internal berada dalam organisasi, misal: karyawan, direksi, pemegang
saham.
Lingkungan juga bisa dibedakan yaitu :
a. Lingkungan langsung akan mempengaruhi nasib organisasi secara langsung. Karena
itu lingkungan tersebut juga sebagai stakeholder (pihak yang menentukan nasib
organisasi). Ada dua jenis lingkungan langsung yaitu eksternal dan internal.
- Yang termasuk dalam lingkungan langsung eksternal : Konsumen , Pemasok ,
Pesaing , Pemerintah , Lembaga Keuangan , Kelompok – Kelompok Lain.
- Yang termasuk dalam lingkungan langsung internal : Pekerja , Dewan Komisaris ,
Pemegang Saham , Jaringan Stakeholder .
b. Elemen Lingkungan Umum (Lingkungan Tidak Langsung)
Lingkungan umum mempengaruhi organisasi melalui dua cara:
1. Mendorong pembentukan stakeholder
2. Menciptakan lingkungan dimana organisasi harus mengantisipasi perubahan
lingkungan tersebut.

2
1.1.3 Pengaruh Lingkungan Terhadap Organisasi
James D. Thomson mengajukan model bagaimana pengaruh lingkungan terhadap
organisai. Model tersebut meliputi dua dimensi yaitu: (1) tingkat perubahan, dan (2) tingkat
homogenitas. Tingkat perubahan melihat sejauh mana stabilitas suatu lingkungan.
Lingkungan yang cepat berubah berarti mempunyai tingkat perubahan yang tinggi. Tingkat
homogenitas melihat sejauh mana kompleksitas lingkungan.

1.2 STRUKTUR KEPEMILIKAN TERSEBAR DAN TERKONSENTRASI

1.2.1 Kepemilikan Tersebar (Dispersed Ownership)


Pada model ini perusahaan memiliki pemegang saham yang banyak dengan jumlah
saham yang sedikit. Pemegang saham minoritas ini kurang mengawasi aktivitas perusahaan
dan cenderung tidak terlibat dalam pengambilan keputusan atau kebijakan perusahaan. Oleh
karena itu, pemegang saham tersebut disebut outsider, dan kepemilikan yang tersebar
tersebut disebut sebagai outsider system dan menurut Roche (2005), kepemilikan yang
tersebar ini merupakan model dari negara-negara common law seperti Amerika Serikat dan
Inggris.
Outsider system atau Anglo-American ini merupakan market-based model yang
dikarakteristikkan oleh perusahaan yang individualis dan kepemilikan privat, pasar modal
yang mapan dan likuid, dengan jumlah pemegang saham yang banyak dan konsentrasi
investor yang kecil. Pengendalian perusahaan diwujudkan melalui pasar dan investor luar.
Dalam outsider system ini terdapat anggota dewan yang independen untuk mengawasi
perilaku manajerial agar tetap terkontrol, sehingga menurut Roche (2005), sistem ini lebih
dapat dipertanggungjawabkan, tidak korupsi serta membantu perkembangan pasar modal
yang likuid.
Meskipun demikian, sistem ini memiliki kelemahan, yaitu kepemilikan yang
terkonsentrasi ini hanya tertarik pada maksimalisasi profit jangka pendek, dan mereka
cenderung untuk menyetujui kebijakan dan strategi yang menguntungkan keuntungan jangka
pendek, tetapi tidak mempertimbangkan kinerja perusahaan jangka panjang. Kadang-kadang,
hal ini dapat membuat konflik antara manajer dan pemilik, dan seringnya pergantian
kepemilikan karena pemegang saham melepaskan sahamnya untuk mendapatkan profit pada
saham lain yang lebih menguntungkan, sehingga hal tersebut dapat melemahkan stabilitas
perusahaan. Investor minoritas ini kurang mengawasi keputusan dewan dan tidak dapat

3
mempertahankan direktur yang dapat dipercaya, sehingga apabila terdapat direktur yang
mendukung keputusan yang tidak sejalan dengan perusahaan mungkin masih tetap di dewan.

1.2.2 Kepemilikan yang Terkonsentrasi (Concentrated Ownership)


Pada tipe perusahaan yang seperti ini, terdapat dua kelompok pemegang saham, yaitu
pemegang saham mayoritas yang bertindak sebagai pengendali dan pemegang saham
minoritas. Menurut Baeet al.(2003) kepemilikan yang terkonsentrasi ini merupakan salah satu
ciri dari control based model, selain menekankan pada insider board, pengungkapan yang
terbatas, dan ketergantungan pada keuangan atau sistem perbankan keluarga. Karakteristik
perusahaan ini banyak dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang (seperti
Indonesia, Korea) dan Continental European. Masalah keagenan yang timbul terutama adalah
antara pengendali dan pemegang saham minoritas.
Masalah keagenan menjadi semakin makin serius karena seringkali perusahaan yang
terdaftar di bursa merupakan salah satu unit usaha dari grup sehingga masalah self-dealing
yang dapat merugikan pemegang saham minoritas sering terjadi. Karena itu bukan hanya
diperlukan adanya peraturan yang mencegah hal ini tetapi juga harus ada mekanisme untuk
menegakkan peraturan tersebut.
Roche (2005) berpendapat bahwa perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi,
mempunyai beberapa keuntungan seperti pemegang saham mayoritas (insider) memiliki
kekuatan dan insentif untuk mengawasi manajemen dengan lebih dekat, sehingga dapat
meminimalkan timbulnya missmanajemen dan kecurangan. Selain itu, karena kepemilikan
mereka yang signifikan dan adanya hak pengendalian, insider cenderung untuk menjaga
investasinya dalam perusahaan untuk jangka waktu yang lama. Kelemahan dari sistem ini
antara lain, pemegang saham mayoritas dapat berkolusi dengan manajemen untuk mengambil
alih asset perusahaan dengan biaya dari pemegang saham minoritas. Ini merupakan risiko
yang signifikan bagi pemegang saham minoritas yang tidak dilindungi dengan hukum. Hal
yang sama, ketika manajer mengendalikan sejumlah besar saham atau hak suara yang
digunakan untuk mempengaruhi keputusan dewan yang menguntungkan mereka dengan
biaya perusahaan. Jadi terdapat masalah keagenan antara pemegang saham minoritas dengan
pengendali (pemegang saham mayoritas). Selain itu kemungkinan terjadi masalah keagenan
antara pemilik dan kreditur lebih besar daripada tipe perusahaan yang kepemilikannya
menyebar.

4
1.3 PEMISAHAAN KEPEMILIKAN DAN PENGENDALIAN
Keterbatasan Model Perusahaan Kewirausahaan
Model perusahaan kewirausahaan bercirikan para pemilik mengelola sendiri
perusahaannya. Mereka, para wirausahawan ini, secara umum memiliki tiga kepemilikan
sekaligus yang meliputi:
1. Kepemilikan perusahaan itu sendiri yang menyangkut aset-aset yang digunakan dalam
proses produksi,
2. Kepemilikan kompetensi yang meliputi kualitas sumber daya manusia, model
pengelolaan, dan struktur organisasi yang akan menentukan kualitas serta kuantitas
proses produksi, serta
3. Kepemilikan atas hak remunerasi ata pengelolaan perusahaan yang umumnya secara
sederhana dapat dipahami sebagai fungsi dari keberuntungan perusahaan.

Untuk mengatakan model ini lebih menguntungkan atau tidak dan apakah model ini
bisa dikatakan lebih baik dari model lain, ini sangat bergantung pada skala usaha yang
dikembangkan. Untuk perusahaan berskala kecil, atau perusahaan yang masuk dalam kategori
perusahaan kecil dan menengah (small and medium enterprises), tentu saja model
kewirausahaan ini akan menguntungkan. Begitu pula dengan unit usaha yang baru mulai
berkembang (start-up business).
Ada dua kesulitan utama bagi perusahaan berskala besar atau perusahaan yang sedang
berkembang. Pertama, perusahaan jenis ini membutuhkan dana operasional yang besar yang
sulit dipenuhi dengan modal sendiri. Bagi perusahaan yang ingin mengembangkan usaha,
kendala finansial menjadi hal yang penting karena bagaimana mungkin bisa mengembangkan
usaha jika pasokan finansialnya terbatas. Kesulitan kedua, bila memiliki skala usaha besar,
perusahaan tidak mungkin lagi dikelola secara pribadi. Dalam kondisi tertentu, dibutuhkan
tenaga-tenaga professional yang memiliki tingkat kompetensi memadai untuk mengelola
perusahaan.
Dengan demikian, ada dua kondisi-kondisi tertentu, terutama berkaitan dengan skala
usaha dan rencana pengembangan usaha, dimana perusahaan model kewirausahaan tidak lagi
bisa dipertahankan sehingga harus beralih ke perusahaan model manajerial.

5
1.4 STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN MEKANISME PENGENDALIAN
1.4.1 Struktur Kepemilikan

Para peneliti berpendapat bahwa struktur kepemilikan perusahaan memiliki pengaruh


terhadap perusahaan. Tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan,
motivasi pemilik dan kreditur corporate governance dalam proses insentif yang membentuk
motivasi manajer. Pemilik akan berusaha membuat berbagai strategi untuk mencapai tujuan
perusahaan, setelah strategi ditentukan maka langkah selanjutnya akan mengimplementasi
strategi dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk mencapai tujuan
perusahaan. Dalam hal ini struktur kepemilikan dibedakan menjadi dua yaitu kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional.

1.4.1.1 Kepemilikan Manajerial

Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di manajemen perusahaan baik


sebagai kreditur maupun sebagai dewan komisaris disebut sebagai kepemilikan manajerial
(managerial ownership). Adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan
menimbulkan suatu pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh manajemen
perusahaan. Kepemilikan manajerial juga dapat diartikan sebagai persentase saham yang
dimiliki oleh manajer dan direktur perusahaan pada akhir tahun untuk masing-masing periode
pengamatan.

1.4.1.2 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan suatu perusahaan dapat terdiri atas kepemilikan institusional maupun


kepemilikan individual. Atau campuran keduanya dengan proporsi tertentu. Investor
institusional memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan investor individual, diantaranya
yaitu:

 Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih daripada investor individual
untuk mendapatkan informasi.
 Investor institusional memiliki profesionalisme dalam menganalisa informasi,
sehingga dapat menguji tingkat keandalan informasi.
 Investor institusional lebih aktif dalam melakukan jual beli saham sehingga dapat
meningkatkan jumlah informasi secara cepat yang tercermin di tingkat harga.

6
1.4.2 Mekanisme Pengendalian

Agrawal and Knoeber, (1996) menjelaskan bahwa pembagian mekanisme pengendali


corporate governance menjadi 2, Mekanisme Pengendalian Eksternal dan Mekanisme
Pengendalian Internal. Mekanisme eksternal dijelaskan melalui outsiders.Hal ini termasuk
pemegang saham institusional, outside block holdings, dan kegiatan takeover. Mekanisme
pengendalian eksternal tidak hanya pasar modal saja, tetapi juga perbankan sebagai penyuntik
dana, masyarakat sebagai konsumen, supplier, tenaga kerja, pemerintah sebagai regulator,
serta stakeholder lainnya. Mekanisme pengendalian internal yang berhubungan langsung
dengan proses pengambilan keputusan perusahaan tidak hanya dewan komisaris saja, tetapi
ada juga komite-komite dibawahnya seperti dewan direksi, sekretaris perusahaan, dan
manajemen. Hal ini juga dipengaruhi oleh pemegang saham internal, anggota dari dewan
komisaris dan karakteristiknya seperti ukuran dewan komisaris, jumlah dari dewan komisaris
yang independen (dari luar perusahaan), komite remunerasi, pembiayaan utang.
Menurut Jensen (2000), tujuan utama dari sistem pengendalian internal adalah untuk
memberikan peringatan awal, mengembalikan organisasi sebelum mencapai tingkat kritis.
Menurut Lukviarman (2002), dewan komisaris dalam hal ini merupakan pihak sebagai
penanggungjawab final dalam fungsi perusahaan .

1.5 MASALAH DALAM MODEL MANAJERIAL


Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen (dewan
direksi dan dewan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan.
Kepemilikan manajerial diukur dengan menggunakan rasio antara jumlah saham yang
dimiliki manajer atau direksi dan dewan komisaris terhadap total saham yang beredar.
Model manajerial ditandai dengan terpisahnya pengelolaan perusahaan dari
kepemilikan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, proses pemisahan tersebut merupakan ciri
pengembangan kapitalisme industrial pada awal abad ke-19, sebagaimana dijelaskan oleh
Berle dan Means (1932).
Dalam kasus perusahaan memiliki pemegang saham yang manjemuk, masalah
keagenan (agency problem) akan muncul bukan saja antara pemilik modal dan pengelola,
melainkan juga antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas.
Asumsikan ketegangan antara pemegang saham dan pengelola perusahaan sebagai masalah
keagenan tipe I, sedangkan ketegangan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang
saham minoritas sebagai masalah keagenan tipe II.

7
Dalam kasus perusahaan di berbagai Negara di kawasan Asia, sebagaimana terjadi
pula di Negara berkembang lain, masalah tidak lagi terletak pada masalah keagenan tipe
pertama, melainkan tipe kedua. Selain itu, tipe kepemilikan di tangan keluarga dan Negara
akan menimbulkan berbagai penyimpangan kebijakan yang berlawanan dengan standar etis
serta moral (moral hazard).
Ada beberapa cara atau mekanisme untuk menekan masalah keagenan tipe I, seperti:
1. Sistem penggajian (remuneration system): diyakini, sistem penggajian yang baik akan
menekan sifat oportunis para pengelola perusahaan, sebagaimana dijelaskan dalam teori
biaya transaksi (transaction cost theory). Akhir-akhir ini, diterapkan pemberian
kepemilikan perusahaan dalam persentasi tertentu kepada para pengelola perusahaan
sebagai salah satu cara menekan masalah keagenan tipe pertama ini. Sistem tersebut
dikenal sebagai stock option.
2. Sistem pengawasan internal: untuk mengawasi jalannya perusahaan yang dilakukan oleh
pihak lain, para pemilik modal menugaskan dengan pengawas yang membawahi para
pengelola perusahaan di bawah CEO (chief executive officer). Dalam sistem Anglo-
Saxon yang menggunakan tata kelola sistem tunggal (single-tiered system), dewan
pengawas tersebut dinamakan dewan direktur (board of directors), sementara dalam
sistem ganda (dual-tiered system) seperti di Indonesia, dewan pengawas disebut dewan
komiasaris (commissioner). Dalam sistem dewan komisaris, wakil pemegang saham
minoritas biasanya disebut komisaris independen.
3. Sistem pengawasan eksternal (pasar): pengawasan melalui sistem pasar bisa terjadi
karena dua sebab. Pertama, control yang dilakukan oleh para investor itu sendiri dengan
cara jual beli kepemilikan (saham). Pada dasarnya, baik buruknya kinerja perusahaan
akan tercermin dari tinggi rendahnya harga perdagangan di bursa saham. Makin baik
kinerja perusahaan, makin meningkat pula harga sahamnya di bursa. Begitu pula
sebaliknya, apabila kinerja perusahaan dinilai buruk, para investor cenderung melepas
kepemilikan saham tersebut sehingga harga perdagangan sahamnya di bursa merosot.
Kedua, kontrol bisa terjadi lewat mekanisme akuisisi yang dilakukan atas alasan
keterpaksaaan karena kinerja perusahaan cenderung buruk dan sulit diselamatkan
sehingga mengundang perusahaan lain untuk mengakuisisi. Mekanisme ini dikenal
dengan sebutan hostile acquisition, karena pada dasarnya pemilik lama, sebenarnya,
tidak menginginkan perusahaannya dibeli orang lain.
4. Pasar eksekutif: mekanisme pengawasan dan kontrol terhadap kinerja para eksekutif
dalam menjalankan perusahaan terjadi akibat ketatnya persaingan pasar para eksekutif.
8
Semakin tinggi penawaran tenaga kerja di tingkat eksekutif tersebut, akan semakin kuat
tekanan bagi para pengelola perusahaan untuk membuktikan kinerja. Jika mereka dinilai
tidak memenuhi, Kinerja yang baik, para pemilik modal bisa saja memecat dan
mengganti mereka dengan pengelola baru. Fenomena ini semakin lazim dengan
munculnya jasa pencarian eksekutif kelas tinggi atau perusahaan jasa head-hunter.
5. Konsentrasi kepemilikan: Pengawasan dan kontrol melalui konsentrasi kepemilikan
dinilai paling baik untuk mengendalikan sifat oportunisme para pengelola perusahaan.
Dengan kata lain, konsentrasi kepemilikan akan segera memecahkan masalah keagenan
tipe pertama. Namun, pada saat bersamaan konsentrasi kepemilikan akan segera pula
memunculkan konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang
saham minoritas. Atau dengan kata lain, akan memunculkan masalah keagenan tipe
kedua.

1.6 STRUKTUR KEPEMILIKAN PERUSAHAAN DI NEGARA MAJU


Menurut Sycip di kebanyakan negara industri maju seperti Inggris, Amerika,
Australia, Jerman, dan Perancis mayoritas perusahaan besar dan menengah berstatus
perusahaan publik. Sebagian besar pemegang saham perusahaan-publik adalah masyarakat.
Separuh dari penduduk usia dewasa di Australia misalnya, memiliki saham-saham
perusahaan publik.
Di Negara industri maju pasar modal menjadi sumber utama pendanaan operasi
jangka menengah perusahaan. Sebagai contoh sekitar 70-80% saham perusahaan-perusahaan
besar di Amerika dimiliki pemegang saham institusional. Investor orang perorangan
menanamkan dananya melalui investor institusional seperti dana pensiun, mutual funds atau
perusahaam reksa dana. Oleh karena itu di negara-negara tersebut para pemegang saham
mengumandangkan suara yang lantang agar perusahaan-perusahaan publik menerapkan
prinsip-prinsip good corporate governance secara konsekuen dengan tujuan untuk
melindungi hak dan kepentingan para pemegang saham, dan melakukan evaluasi kinerja
Board of Directors secara periodik.

1.7 STRUKTUR KEPEMILIKAN DI ASIA


Di kawasan Asia, pada umumnya pemisahan antara kepemilikan dan kepengelolaan
perusahaan tidak terlalu berkembang. Bisnis lebih bersifat kekeluargaan sehingga kelompok-
kelompok usaha besar yang berkembang selalu dikendalikan oleh anggota keluarga dari

9
hubungan darah atau hubungan perkawinan. Hal tersebut sangat terasa dalam sistem Keiretsu
di Jepang, Chebol di Korea, dan Konglomerasi di Indonesia.
Dalam sistem Anglo-Saxon, pemisahan antara pemilik dan pengelola perusahaan
umumnya cukup tegas. Pemilik modal menyerahkan sepenuhnya pengelolaan perusahaan
kepada para professional. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya dukungan sistem pasar
modal yang kuat sehingga kepemilikan perusahaan bisa dijualbelikan dengan baik.
Dalam hal ini, kepemilikan perusahaan bisa saja terjadi secara anonym lewat
pembelian kepemilikan perusahaan lewat mekanisme pasa modal. Umumnya, para pemilik
modal ini memiliki suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Para pemilik modal
dikelompokkan dalam pemilik modal besar (blockholder) atau pemilik modal kecil (ritel).
Pemilik modal besar memiliki hak suara cukup besar serta posisi lemah dalam menyuarakan
kepentingan. Namun, dalam perusahaan dikenal sistem “komisaris independen” yang
bertugas melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.
Di Korea, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, kontrol keluarga terhadap perusahaan
begitu tinggi. Kontrol para pemilik perusahaan dilakukan melalui struktur piramida dan
kepemilikan silang diantara beberapa perusahaan. Model ini nampaknya sangat umum terjadi
di semua negara di kawasan Asia Tenggara. Jadi pada dasarnya, pemisahan antara pemilik
dan pengelola sangat jarang terjadi di kawasan tersebut. Ditambah lagi, pemisahan antara
kontrol dan manajerial juga jarang terjadi karena para pemilik menguasai hak suara dengan
model kepemilikan silang yang dipertahankan untuk mempertahankan posisi suara.

1.8 STRUKTUR KEPEMILIKAN DI INDONESIA

ORGAN PENTING DALAM PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE DI


INDONESIA

Organ penting dalam keberhasilan Corporate Governance Di Indonesia dalam organisasi


utama perusahaan yang telah terdaftar di pasar modal terdri dari: 1) rapat umum pemegang
saham (RUOS); 2) dewan komisaris; 3) dewan direksi; 4) internal dan Eksternal auditor 5)
komite audit dan komite lainnya; 6) Corporate Secretary (OJK dan IFC, 2014). Sedangkan
bagi perusahaan yang belum terdaftar dipandang cukup memiliki organ berupa RUPS, Dewan
Komisaris dan DIreksi.

10
Rapat Umum
Pemegang Saham
(RUPS)

Dewan Komisaris

Elect, Terminate, Represent and


and Guide Report to

Elect, Terminate,
Direksi Report and Respond
and Guide
to

Manajer dan Pegawai

Gambar Sistem Corporate Governance di Indonesia


Sumber IPF,2014 dan lukviarman, 2016

1.8.1 RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS)


RUPS merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dari perusahaan sehingga dikelompokkan
dałam organ ułama corporate governance (Tim CC, 2003). RUPS adalah lembaga yang
sengaja dibentuk untuk menfasilitasi kepentingan para pemilik/ pemegang saham.
Pada Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pasal 75 dan 76 yang
menyatakan RUPS adalah sebagai berikut:
 RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan
komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran
dasar.
 Dalam forum RUPS pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan
dengan perseroan dari direksi dan/atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan
dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan.

11
 RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan kecuali semua
pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan
mata acara rapat.
 Keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.
 RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau di tempat perseroan melakukan
kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
 RUPS perseroan terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham
perseroan dicatatkan.
 Tempat RUPS harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia
 Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua
pemegang Saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS
dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagimana dimaksud
pada ayat (3)
 RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan jika
keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

1.8.2 DEWAN KOMISARIS DAN DEWAN DIREKSI


Dewan Komisaris (Board of Commisioners) di Indonesia diangkat dan
bertanggungjawab kepada pemegang saham. Pengangkatannya dilakukan dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) mewakili kepentingan para pemegang saham tersebut.
Dewan Komisaris akan bertindak sebagai governing bodies yang melakukan pengawasan atas
tindak tanduk manajemen sehingga menentukan keberhasilan corporate governance. Istilah
Board of commissioner untuk Dewan Komisaris dan Board of Directors untuk Dewan Direksi
sesuai dengan The Indonesia Corporate Governance Manual OJK, 2015. secara teori ada dua
sistem dalam penyusunan organisasi Board of Commisioners yaitu:
 Two tier boards - System continental
 One tier boards - System anglo saxon
Sistem Two Tier Boards — system Continental ini diterapkan di beberapa negara seperti di
Indonesia, Belanda, Belgia, Luxemburg, Perancis dan Jerman. Sistem two tier boards atau
sistem dewan dua tingkat (Lukviarman,2016), dimana tingkat pertama adalah Board of
Commisioner atau Dewan Pembina atau Dewan Komisaris sebagai supervisory. Tingkat
kedua adalah Boards of Directors atau Manajemen Perusahaan atau Direksi.
Di Indonesia supervisory boards merupakan dewan komisaris. Dewan komisaris
terdiri dari non-executive members atau independen directors. Atas nama para Pemegang
12
saham supersiory boards melaksanakan fungsi pengarahan dan pengawasan jalannya usaha
perusahaan. Supervisory boards diketuai oleh Chairman atau Presiden Komisaris atau
Komisaris Utama Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 40/2007 tentang
perseroan terbatas pasal 97, Komisaris bertugas mengawasi kebijakan Direksi dalam
menjalankan perseroan serta memberikan nasehat yang diperlukan.
Management boards atau Dewan Direksi diketuai oleh Managing Director atau Chief
Executive Officer (CEO) atau disebut juga Presiden Direktur atau Direktur Utama. Menurut
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40/2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 82
bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perusahaan untuk kepentingan dan
tujuan perusahaan. Direksi bisa terdiri dari dua orang atau lebih. Mereka melaksanakan
fungsi pengelolaan harta, utang, dan jalannya usaha perusahaan sehari-hari, dan bertanggung
jawab kepada Dewan Komisaris.
Direksi bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris yang pada akhirnya
bertanggung jawab kepada pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).

1.8.3 KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA


Komite Audit
Pada struktur corporate governance di Indonesia terdapat beberapa komite di bawah Dewan
Komisaris yang memiliki tugas dan fungsi sebagai pembantu utama dewan komsaris dalam
melakanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya. Secara umum terdapat tiga komite dewan
komisaris yaitu:
1. Komite Audit (Audit Committee)
2. Komite remunerasi (The Remuneration Committee)
3. Komite Nominasi (The Nominating Committee)
Di perbankan biasanya ada tambahan berupa komite Corporate Governance (Corporate
Governance committee) dan Komite Pemantau Risiko (Risk Oversight committee). Peran
komite-komite ini sangat penting terutama membantu Dewan Komisaris mengawasi kinerja
keuangan perusahaan, sistem akuntansi, pengungkapan laporan keuagan dan manajemen
risiko.

Akuntan Publik Komite Audit Dewan Komisaris

Gambar hubungan akuntan publik dengan dewan komisaris


13
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/Pojk.04/2015 Tentang Pembentukan dan
Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit menyatakan Komite Audit adalah komite yang
dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu
melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris. Dalam menjalankan fungsinya, Komite
Audit memiliki tugas dan tanggung jawab paling sedikit meliputi:
(a) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan Emiten atau
Perusahaan Publik kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain laporan
keuangan, proyeksi, dan laporan lainnya terkait dengan informasi keuangan Emiten
atau Perusahaan Publik;
(b) Melakukan penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik;
(c) Memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara
manajemen dan Akuntan atas jasa yang diberikannya;
(d) Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai penunjukan Akuntan
yang didasarkan pada independensi, ruang lingkup penugasan, dan imbalan jasa;
(e) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal dan
mengawasi pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas temuan auditor internal;
(f) Melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang
dilakukan oleh Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi
pemantau risiko di bawah Dewan Komisaris;
(g) Menelaah pengaduan yang berkaitan dengan Proses akuntansi dan pelaporan
keuangan Emiten atau Perusahaan Publik;
(h) Menelaah dan memberikan saran kepada Dewan Komisaris terkait dengan adanya
potensi benturan kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik; dan
(i) Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik.
Dalam melaksanakan tugasnya, Komite Audit mempunyai wewenang sebagai berikut:
(a) Mengakses dokumen, data, dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik tentang
karyawan, dana, aset, dan sumber daya perusahaan yang diperlukan;
(b) Berkomunikasi langsung dengan karyawan, termasuk Direksi dan pihak yang
menjalankan fungsi audit internal, manajemen risiko, dan Akuntan terkait tugas dan
tanggung jawab Komite Audit;
(c) Melibatkan pihak independen di luar anggota Komite Audit yang diperlukan untuk
membantu pelaksanaan tugasnya (jika diperlukan); dan
14
(d) Melakukan kewenangan lain yang diberikan oleh Dewan Komisaris.

1.8.4 KOMITE REMUNERASI DAN NOMINASI


Di Indonesia Komite Nominasi dan Remunerasi adalah Komite Dewan Komisaris Perusahaan
yang dibentuk untuk memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan no. 34/POJK.04/2014
tentang Komite Nominasi dan Remunerasi Emiten atau Perusahaan Publik yang diterbitkan
pada 8 Desember 2014 (POJK no. 34/2014). Tugas utama komite remunerasi adalah
membantu Board of Directors dalam merancang paket kebijakaan balas jasa Directors dan
eksekutif senior yang memandai dan kompetitif, namun masih dalam batas kewajaran.
Sedangkan komite nominasi bertanggung jawab mencari dan menominasi kandidat yang
memenuhi syarat untuk menduduki jabatan Presiden Direktur, Direktur dan manajer senior.
Secara periodik melakukan evaluasi kinerja Direktur dan merencanakan penggantian jika
diperlukan.

Komite Nominasi dan Remunerasi


(a) Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris dalam
menetapkan kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta
sistem remunerasinya;
(b) Komite Nominasi dan Remunerasi bertugaS membantu Dewan Komisaris
mempersiapkan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan mengusulkan
besaran remunerasinya. Dewan Komisaris dapat mengajukan calon tersebut
dan remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan
Anggaran
(c) Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan
yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang
mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Nominasi dan
Remunerasi diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari
Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan;
(d) Keberadaan Komite Nominasi dan Remunerasi serta tata kerjanya dilaporkan dalam
RUPS.

Komite Kebijakan Risiko


Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji sistem
manajemen risiko yang disusun oleh Direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil

15
oleh perusahaan. Anggota Komite Kebijakan Risiko terdiri dari anggota Dewan Komisaris,
namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.

Komite Kebijakan Corporate Governance


(a) Komite Kebijakan Corporate Governance bertugas membantu Dewan Komisaris
dalam mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh Direksi serta
menilai konsistensi penerapannya, termasuk yang bertalian dengan etika bisnis dan
tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility);
(b) Anggota Komite Kebijakan Corporate Governance terdiri dari anggota Dewan
Komisaris, namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar
perusahaan; Bila dipandang perlu, Komite Kebijakan Corporate Governance dapat
digabung dengan Komite Nominasi dan Remunerasi.

1.8.5 CORPORATE SECRETARY (SEKRETARIS PERUSAHAAN)


Menurut aturan BAPEPAM-LK No. KEP-63/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 sekretaris
perusahaan wajib dimiliki oleh perusahaan yang telah terdaftar di bursa saham. Sekretaris
perusahaan dibutuhkan untuk memenuhi informasi yang dibutuhkan oleh para investor yaitu
pemegang saham dan kreditur. Salah satu peran dari sekretaris perusahaan adalah sebagai
peghubung antara perusahaan dengan pemegang saham stakeholders lainnya. Peran lainnya
adalah sebagai pejabat yang harus menjamin kepatuhan perusahaan terhadap Undang-undang
Pasar Modal. Sekretaris perusahaan harus dilaksanakan oleh seorang direktur atau pejabat
perusahaan tercatat yang khusus ditunjuk untuk menjalankan fungsi tersebut.
Peraturan OJK No. 35/POJK.04/2014 tanggal 8 Desember 2014 tentang Sekretaris
Perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik, peraturan tersebut terdiri atas beberapa pasal,
antara lain menjelaskan bahwa emiten atau perusahaan publik wajib memiliki fungsi
sekretaris perusahaan yang mengikuti perkembangan pasar modal khususnya peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang pasar modal, serta dapat memberikan masukan
kepada direksi dan dewan komisaris emiten atau perusahaan publik untuk mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dapat menjadi penghubung
antara emiten atau perusahaan publik dengan pemegang saham emiten atau perusahaan
publik, otoritas jasa keuangan dan pemangku kepentingan lainnya.
Sekretaris perusahaan juga membantu direksi dan dewan komisaris dalam
pelaksanaan tata kelola Perusahaan yang meliputi: l) keterbukaan informasi kepada
masyarakat, termasuk ketersediaan informasi Pada situs web emiten atau perusahaan publik;

16
2)Penyampaian laporan kepada otoritas jasa keuangan tepat waktu; 3) penyelenggaraan dan
dokumetasi RUPS; 4) Penyelenggaraan dan dokumentasi rapat direksi dan/atau dewan
komisaris dan: 5) pelaksanaan program orientasi terhadap perusahaan bagi direksi dan/atau
dewan komisaris.

17
DAFTAR PUSTAKA

Prasetyantoko, A. 2008. Corporate Governance: Pendekatan Institusional. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Siswanto Sutojo, E. John Aldridge. 2008. Good Corporate Governance Tata Kelola
Perusahaan Yang Sehat. Jakarta: PT Damar Mulia Pustaka.
http://emahardhikaersa.blogspot.com/2012/11/organisasi-lingkungan.html

18

Anda mungkin juga menyukai