Bahaya Kesehatan Lingkungan Kegiatan Pengelolaan Makanan (Industri Pangan)
Limbah industri pangan dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya karena
mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak, garam-garam mineral dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Sebagai contohnya, limbah dari industri tahu, susu, pembekuan dan pengeringan makanan, industri pengolahan daging, unggas, dan hasil laut dapat menimbulkan bau yang tidak diinginkan dan polusi berat pada perairan bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat. Sektor industri/usaha kecil pangan yang mencemari lingkungan antara lain; tahu, tempe, tapioka dan pengolahan ikan (industri hasil laut). Limbah usaha kecil pangan dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak, garam-garam, mineral, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological Oxygen Demand (BOD) tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya. Kandungan bahan organik dalam limbah industri pangan memiliki bahan organik yang tinggi dan dapat bertindak sebagai sumber makanan untuk pertumbuhan mikroba. Dengan pasokan makanan yang berlimpah, mikroorganisme akan berkembang biak dengan cepat dan mereduksi oksigen terlarut yang terdapat dalam air. Secara normal, air mengandung kira-kira 8 ppm oksigen terlarut. Standar minimum oksigen terlarut untuk kehidupan ikan adalah 5 ppm dan dibawah standar ini akan menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya.
Bahaya Kesehatan Kerja pada Kegiatan Pengelolaan Makanan
Pekerjaan pengolahan makanan di dapur umumnya dianggap pekerjaan yang relatif aman, terutama bila dibandingkan dengan pekerjaan di bidang industri yang lain. Pekerjaan dapur mempunyai potensi untuk menimbulkan kecelakaan dan potensi bahaya lainnya. Kecelakaan kecil misalnya teriris, luka bakar kecil, bahkan kecelakaan yang lebih besar mungkin terjadi. Di lingkungan dapur banyak terdapat peralatan panas dan mesin-mesin elektris. Jika kondisi itu dikombinasikan dengan tingkat kesibukan yang tinggi, wajar jika para pekerja dituntut untuk selalu berhati-hati agar terhindar dari kecelakaan. Kebanyakan kecelakaan di dapur disebabkan kurangnya perhatian dan kehati-hatian pekerja atau pekerja melakukan pekerjaannya sambil bergurau. Kecelakaan dapat terjadi di dapur atau ruang pengolahan disebabkan oleh 1) kenyamanan yang berlebih, 2) konsentrasi yang kurang, kurang berhati-hati dan perencanaan prosedur yang kurang baik. Sumber kecelakaan kerja di dapur (tabel 33) dapat berasal dari lantai, peralatan persiapan masak, peralatan dengan listrik, tangga, rekan kerja, dan lain-lain. Kendala yang paling terjadi di dapur atau pabrik pengolahan makanan adalah suhu ruangan yang cukup panas. Suhu udara yang dirasakan nikmat (suhu nikmat) bagi orang Indoensia sekitar 24-260 C. Suhu dingin mengurangi effisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suatu percobaan mengikat tali dengan suhu 100 C, 150 C dan lebih dari 210 C menunjukkan perbaikan efisiensi sejalan dengan kurangnya keluhan kedinginan. Suhu panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja. Penurunan sangat hebat sesudah 320 C. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang. Kerja pada suhu yang tinggi dapat membahayakan karena disertai penyesuaian waktu kerja dan perlindungan yang tepat. Jenie, Betty Sri Laksmi dan Rahayu, Winalti Pudji. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Sastrawijaya, A. Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT Rineka Cipta Hidayanti,Nur. 2015. Kesehatan danKeselamatan Kerja. UniversitasSetia Budi.