Anda di halaman 1dari 8

JUDUL RINGKASAN : MORFOLOGI DAN PATOGENITAS Mycobacterium Tuberculosis

NAMA : AULIA NOPRIANTY

MAHASISWA : DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

NIM : AK816011

SEMESTER : IV

KELAS :A

MATA KULIAH : BAKTERIOLOGI

DOSEN : PUTRI KARTIKA SARI, M.Si

YAYASAN BORNEO LESTARI

AKADEMI ANALIS KESEHATAN BORNEO LESTARI

2018
TUBERCULOSIS Penyakit TBC merupakan salah satu penyakit tertua yang diketahui
menyerang manusia. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, tua, muda, laki-laki,
perempuan, miskin, ataupun kaya. Tingginya jumlah penderita penyakit TBC yang ada,
membuat penulis memutuskan untuk mengangkat judul ini sebagai judul makalahnya.
Indonesia menduduki peringkat ke-3 penderita TBC dunia. Setiap tahunnya ditemukan
seperempat juta kasus baru dan sekitar 140.000 kematian terjadi akibat TBC.

Survey prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993
menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 - 0,65 %. Sedangkan
menurut laporan penanggulangan TBC global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004,
angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000
penduduk), dan 46 % diantaranya merupakan kasus baru.
Berkembangnya penyakit TBC di Indonesia berkaitan erat dengan memburuknya
kondisi sosial ekonomi, fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat (sarana dan prasarana) yang
kurang memadai, serta meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat
tinggal. Selain itu factor yang memiliki pengaruh besar yaitu daya tahan tubuh yang lemah,
virulensi dan jumlah bakteri yang juga memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi
bakteri.

A. Definisi

Tuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang bernama


Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat menyerang seluruh tubuh manusia dan
teralirkan melalui pembuluh darah. Meskipun demikian Mycobacterium tuberculosis
biasanya menginfeksi dan menyerang paru-paru.
Mycobacterium tuberculosis
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Family : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. Tuberculosis

A. Morfologi

Dalam jaringan, basil tuberkel adalah bakteri batang lurus dengan ukuran sekitar 0,4-3
µm. Pada media buatan, bentuk kokoid dan filamentous tampak bervariasi dari satu spesies
ke spesies lain. Basil ini tidak bergerak dan tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul
dan apabila diwarnai sering nampak bermanik atau berbutir-butir. Satu karakteristik basil
tuberkel yang menonjol adalah penampilannya yang berlilin. Zat lilin ini berperan dalam
terbentuknya fase atau formasi granuloma/bintil/nodul yang terlihat pada hasil foto rontgen
paru-paru penderita TBC.
B. Epidemiologi

Infeksi pada usia muda lebih banyak terjadi di kota daripada di desa. Penyakit terjadi
hanya pada sebagian kecil individu yang terinfeksi. Di amerika serikat, penyakit aktif
mempunyai pola epidemiologi dimana individu yang memiliki resiko tinggi adalah: kaum
minoritas, kebanyakan orang Afrika-Amerika dan hispanik; pasien terinfeksi HIV; orang
homo; orang yang sangat muda dan sangat tua. Insidensi tuberculosis meningkat pada orang
minoritas dengan infeksi HIV. Infeksi utama dapat terjadi pada orang yang terpapar sumber
infeksi. Pasien yang mempunyai tuberculosis dapat terinfeksi secara eksogen pada
kesempatan kedua. Tuberculosis reaktivitas endogen terjadi paling umum pada orang dengan
AIDS dan malnutrisi yang lebih tua dan orang yang kecanduan alkohol.
C. Cara Penularan

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang terkontaminasi oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat si penderita TBC batuk. Pada anak-
anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri yang sering
masuk akan terkumpul dan berkembang biak di dalam paru-paru dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Itulah alasan mengapa infeksi TBC dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan,
tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain. Namun organ yang sering terkena adalah paru-
paru.

D. Gejala Penyakit

Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala
khusus.
1. Gejala umum (sistemik)
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai
keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan tidak enak, lemah.
2. Gejala khusus (khas)
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas yang melemah disertai sesak.
 Apabila ada cairan di rongga pleura,dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak dan disebut sebagai meningitis.
E. Penegakan Diagnosis
Apabila terdapat pasien yang dicurigai tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
4. Pemeriksaan patologi anatomi.
5. Rontgen dada (thorax photo).
6. Uji tuberculin.

F. Pencegahan dan Pengawasan

1. Pengobatan yang tepat dan efektif terhadap pasien tuberculosis aktif dan tindak lanjut
terhadap kontaknya dengan tes tuberculin, sinar-X, dan pengobatan yang tepat adalah dengan
cara pengawasan tuberculosis yang muncul kembali menyatakan bahwa pengawasan ini
belum dilakukan dengan cukup.
2. Pemberian obat pada seseorang yang positif tuberculin asimptomatik sebagian besar biasanya
mudah mendapatkan komplikasi (yaitu anak-anak) dan pada orang yang positif tuberculin
harus mendapatkan obat immunosuppressive untuk mengurangi reaktivasi infeksi.
3. Inang yang resisten: factor nonspesifik dapat mengurangi resistensi inang kemudian
menyokong perubahan infeksi asimptomatik menjadi penyakit. Factor-faktor tersebut antara
lain starvasi, gastrektomi, dan suppresi imunitas selular karena obat (yaitu kortikosteroid)
atau infeksi. Infeksi HIV adalah factor resiko terbesar untuk tuberculosis.
4. Imunisasi: basil tuberkel avirulen yang hidup beragam, khususnya BCG telah dimanfaatkan
untuk menimbulkan resistensi tertentu pada pemaparan yang berat terhadap infeksi.
G. patogenitas M.tuberculosis
Terjadinya infeksi kuman M.tuberculosis melalui inhalasi droplet nuclei yang dapat bertahan di
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung oleh ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang
buruk, dan kelembapan.

Partikel infeksi yang terhirup akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru, kemudian
pertama kali akan dihadapi oleh neutrofil dan makrofag. Sebagian besar partikel ini akan mati
atau dibersihkan makrofag keluar, atau kuman dapat menetap di jaringan paru.

Kuman yang menetap di jaringan paru akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Bakteri M.tuberculosis merupakan bakteri yang bersifat aerob sehingga menyenangi area
yang mengandung banyak oksigen, seperti di bagian apeks paru di mana tekanan oksigennya
lebih tinggi dari tempat lain. Bakteri yang difagosit makrofag tersebut membentuk fokus
Ghon atau sarang primer.

Dari sarang primer ini, akan muncul peradangan saluran getah bening menuju hilus dan diikuti
pembesaran kelenjar getah bening hilus. Sarang primer yang membentuk limfadenitis lokal
dan limfadenitis regional ini akan membentuk kompleks primer yang disebut kompleks
Ranke. Kemudian, kompleks ini dapat menjadi:

1. Sembuh tanpa meninggalkan cacat.


2. Sembuh yang meninggalkan sedikit bekas, yang berupa garis fibrotik, kalsifikasi di hilus.
3. Komplikasi dan menyebar ke sekitarnya, secara bronkogen pada paru lobus tersebut atau paru
di sebelahnya, secara limfogen, atau secara hematogen.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T. Y. (2005) Tuberkulosis dan kemiskinan. Majalah Kedokteran Indonesia.
Agustini, E. (2006) Upaya penanggulangan angka kematian ibu : agenda mendesak bagi
pemerintah pusat dan daerah. In: Noerdin, E., Agustini, E., Pakasi, D. T., Aripurnami, S. &
Hodijah, S. N. (eds.) Strategi mengentaskan kemiskinan. Jakarta: Women Research Institute.
Almatsier, S. (2003) Penuntun diet anak, Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama.
Alsagaff, H. & Mukti, A. (2010) Dasar-dasar ilmu penyakit paru, Surabaya:Airlangga University
Press.
Atmosukarto & Soewasti (2000) Pengaruh lingkungan pemukiman dalam penyebaran
Tuberkulosis. Media Litbangkes, 9(4).
Azwar, S. (2007) Sikap manusia : teori dan pengukurannya, Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset.
Bachtiar, I. & Ibrahim, E. (2008) Hubungan perilaku dan kondisi lingkungan fisik rumah
dengan kejadian TB Paru di Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Budiarto, E. (2002) Biostatistik untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat, Jakarta:EGC.
Crofton, J., Horne, N. & Miller, F. (2002) Tuberkulosis klinis (terjemahan), Jakarta:Widya
Medika.
Datiko, D. & Bernt, L. (2009) Tuberculosis recurrence in smear-positive patients cured under
DOTS in southern Ethiopia: retrospective cohort study. BMC public health.

Anda mungkin juga menyukai