Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Bioautografi
Bioautografi adalah suatu metode pendeteksi untuk menemukan suatu senyawa
antimikroba yang belum teridentifikasi dengan cara melokalisisr aktivitas
antimikroba tersebut pada suatu kromatogram. Metode ini memanfaatkan pengerjaan
kromatografi lapis tipis (KLT) (Akhyar, 2010).
Sterilisasi
2.1.1 Sterilisasi secara fisik (Waluyo, 2005 ; Djide, 2005).
1. Pemanasan basah
1) Autoklaf
Alat ini serupa tangki minyak yang dapat diisi dengan uap air. autoklaf
memiliki suatu ruangan yang mampu men ahan tekanan di atas 1 atm.
Biasanya autoklaf sudah diatur sedemikian rupa, sehingga pada suhu
tersebut, tekanan yang ada 1 atmosfer per 1 cm 2. Perhitungan waktu
15atau 20 menit dimulai semenjak termometer pada otoklaf menunjuk 121
0C.
2. Pemanasan kering
1) Oven
Sterilisasi ini dengan menggunakan udara panas. Alat -alat yang
disterilkan ditempatkan dalam oven dimana suhunya dapat mencapai 160
1800C. Oleh karena daya penetrasi panas kering tidak sebaik panas
basah,maka waktu yang diperlukan pada sterilisasi cara ini lebih lama
yakni selama1-2 jam.
2) Pembakaran
Pembakaran juga merupakan salah satu metode sterilisasi, tetapicara
ini terbatas penggunaannya. Cara ini biasa dipergunakan untuk
mensterilkan alat penanam kuman (jarum ose/sengkelit). Yakni dengan
membakarnya sampai pijar. Dengan cara ini semua bentuk hidup akan
dimatikan.
2.1.2 KLT-Bioautografi
Menurut Betina (1972) KLT-Bioautografi adalah metode pendeteksian untuk
menemukan senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi dengan melokalisir
aktivitas antimikroba pada kromatogram. Metode ini didasarkan atas efek biologi
(antibakteri, antiprotozoa, antitumor, antiviral) dari subst ansi yang diteliti. Ciri khas
dari prosedur bioautografi adalah didasarkan atas tekhnik difusi agar, dimana
senyawa antibakteri dipindahkan dari lapisan kromatografi ke medium agar yang
telah diinokulasi dengan bakteri yang sesuai. Dua lapisan media agar dianjurkan
untuk bioautografi yaitu lapisan dasar ( based layer) dan lapisan atas (seed layer).
Zona inhibisi ditampakkan oleh aktivitas dehidrogenasi dari pereaksi pendeteksi.
Bioautografi dapat dipertimbangkan paling efisien untuk mendeteksi
komponen antimikroba sebab dapat melokalisir aktivitas meskipun dalam senyawa
kompleks dan dapat langsung diisolasi dari komponen aktif. Selain itu, metode
sederhana yang telah dikembangkan ini, dapat mencegah adanya perluasan bakteri
dari peralatan yang digunakan ser ta masalah-masalah yang berhubungan dengan
perbedaan difusi senyawa-senyawa dari kromatogram ke media agar (Djide, 2005).
Bioautografi dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Bioautografi langsung, mikroorganismenya tumbuh secara langsung di atas
lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Prinsip kerja dari metode ini
adalah suspensi mikroorganisme uji yang peka dalam medium cair
disemprotkan pada permukaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang telah
dihilangkan sisa-sisa eluen yang menempel pada lempeng kromatog ram.
Setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengeringann
kromatogram dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan “hair dryer”
untuk menghilangkan sisa eluen. Besarnya lempeng KLT yang sering
digunakan adalah 20x20 cm dan untuk meratakan suspensi bakteri yang telah
disemprotkan dapat menggunakan alat putar atau “roller” yang dilapisi dengan
kertas kromatogram (Whatman, Clipton). Lempeng KLT diinkubasi semalam
( 1 x 24 jam) dalam kotak plastik dan dilapisi dengan kertas,
kemudiandisemprot dengan 5 ml larutan cair TTC ( 20 mg/ml) atau INT
(5mg/ml),INTB (5 mg/ml) serta MTT (2,5 mg/ml) dan selanjutnya diinkubasi
kembali selama 4 jam pada suhu 370C.
2. Bioautografi kontak, dimana senyawa antimikroba dipindahkan dari lempeng
KLT ke medium agar yang telah diinokulasikan bakteri uji yang peka secara
merata dan melakukan kontak langsung. Prinsip kerja dari metode ini
didasarkan atas difusi dari senyawa yang telah dipisahkan dengan
kromatografi lapis tipis (KLT). Lempeng kromatografi ini ditempatka n di
atas permukaan medium nutrient agar yang telah diinokulasikan dengan
mikroorganisme yang sensitif terhadap senyawa antimikroba yang dianalisa.
Setelah 15-30 menit, lempeng kromatografi kemudian dipindahkan dari
permukaan medium. Senyawa antibakteri ya ng telah berdifusi dari
kromatogram ke dalam medium agar akan menghambat pertumbuhan bakteri
setelah diinkubasi pada waktu dan tempat temperatur yang tepat, hingga noda
yang menghambat tampak pada permukaan.
3. Bioautografi pencelupan, di mana medium agar tel ah diinokulasikan dengan
suspense bakteri dituang di atas lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Prinsip kerja dari metode ini adalah lempeng kromatografi yang telah dielusi
diletakkan dalam cawan petri sehingga permukaan tertutupi oleh medium agar
yang berfungsi sebagai based layer. Setelah medium agar memadat.
Selanjutnya dituang medium agar yang telah diinokulasi dengan
mikroorganisme yang berfungsi sebagai seed layer dan diinkubasi pada suhu
dan waktu yang sesuai. Beberapa modifikasi metode KLT-bioautografi telah
dilakukan oleh Nicolas dkk, dengan menuangkan medium agar beisi 2,3,5
trifenil tetrazolium klorida (TTC) dan ditanami dengan organisme yang diuji
di atas kromatogram (Djide, 2006).
2.2 Uraian Bahan
1. Agar (Dirjen POM Edisi III, 1979)
Nama Resmi : AGAR
Nama Lain : Agar-agar
Pemerian : Tidak berbau, atau bau, lemah, berasa musliago pada lidah
Kelarutan : Tidak larut dalam air dingin, dan larut dalam air menididih
Kegunaan : Sebagai bahan pemadat medium
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2. Aquadest (Dirjen POM Edisi III, 1979)
Nama Resmi: AQUA DESTILATA
Nama Lain: Air Suling
RM/BM: H2O/18,02
Rumus Struktur: H-O-H
Pemerian: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Kegunaan: Sebagai sumber nutrien mikroba dan pelarut medium
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik
2.3 Uraian Tanaman
1. Klasifikasi Tanaman Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.Var.Rubrum)
(Hutapea dalam Rahayu, 2010).
Divisi: Spermathopyta
Sub Divisi: Angiospermae
Kelas: Monocotyledoneae
Famili: Zingiberales
Genus: Zingiber
Species: Zingeber officinale Rosc Gambar tanaman jahe merah
(Zingiber officinale Rosc.Var.Rubrum)
Sumber Gambar Fredi Kurniawan
2. Morfologi Tanaman
Jahe merah merupakan terna berbatang semu tegak yang tidak
bercabang dan termasuk famili Zingiberaceae. Batang jahe merah berbentuk
bulat kecil berwarna hijau dan agak keras. Daunnya tersusun berselang-
selang teratur. Tinggi tanaman ini 30-60 cm. Jahe merah tumbuh baik di
daerah tropis yang beriklim cukup panas dan curah hujannya sedikit. Jika
cahaya matahari mencukupi, tanaman ini dapat menghasilkan rimpang jahe
lebih besar daripada biasanya (Sudewo dalam Rahayu, 2010).
Habitus tumbuhan jahe merah yaitu herba dan semusim. Tumbuh
tegak dengan tinggi 40-50 cm. Batang semu, beralur, membentuk rimpang,
dan berwarna hijau. Daun tumbuhan jahe berbentuk tunggal, lancet, dengan
tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, dan berwarna hijau tua. Bunga
tumbuhan jahe merah biasanya majemuk, bentuk bulir, sempit, ujung
runcing, panjang 3,5-5 cm, lebar 1,5-2 cm, tangkai panjang kurang lebih 2
cm, berwarna hijau kemerahan, kelopak bentuk tabung, bergigi 3 dan
mahkota bentuk corong panjang 2-2,5 cm. Buah tumbuhan jahe merah
kotak, bulat panjang, coklat. Biji berbentuk bulat dan berwarna hitam. Akar
berbentuk serabut berwarna putih kotor (Hutapea dalam Rahayu, 2010).
3. Nama daerah tumbuhan
Tanaman obat tradisional yang terdapat di Indonesia sangat beragam
dan setiap tumbuhan memiliki nama daerah yang berbeda. Di Sumatra
tumbuhan jahe merah disebut Halia untuk daerah Aceh, Bening untuk daerah
Gayo, Bahing untuk daerah Batam, Lahia untuk daerah Nias, Sipadeh untuk
daerah Minangkabau, dan Jahi untuk daerah Lampung (Hutapea dalam
Rahayu, 2010).
Masyarakat Jawa biasa menyebut jahe merah dengan Jahe untuk
daerah Sunda, Jae untuk daerah Jawa Tengah, dan Jhai untuk daerah
Madura. Di daerah Bali masyarakat mengenal jahe merah dengan sebutan
Cipakan. Di Kalimantan terkenal dengan sebutan Sipadas untuk daerah
Kutai, dan sebutan Hai untuk daerah Dayak. Masyarakat Sulawesi lebih
mengenal jahe merah dengan sebutan Bawo untuk daerah Sangir, Melito
untuk daerah Gorontalo, Yuyo untuk daerah Buol, Kuni untuk daerah Barce,
Laia untuk daerah Makassar, dan Pese untuk daerah Bugis (Hutapea dalam
Rahayu, 2010).
Zingiber officinale Rosc.Var.Rubrum di Nusa Tenggara lebih dikenal
dengan nama Jae untuk daerah Sasak, Aloi untuk daerah Sumba, Lea untuk
daerah Flores, dan Laiae untuk daerah Kupang. Masyarakat Indonesia
Timur memiliki nama yang berbeda pula untuk jahe merah. Maluku
memiliki sebutan Ilii untuk daerah Tanimbar, Laia untuk daerah Aru, Siwei
untuk daerah Buu, Galaka untuk daerah Ternate, Gara untuk daerah Tidore,
dan Siwe untuk daerah Ambo (Hutapea dalam Rahayu, 2010).
4. Kandungan kimia
Rimpang jahe merah mengandung komponen senyawa kimia yang
terdiri dari minyak menguap (volatile oil), minyak tidak menguap
(nonvolatile oil) dan pati. Minyak atsiri (minyak menguap) merupakan suatu
komponen yang memberi khas, kandungan minyak atsiri jahe merah sekitar
2,58-2,72% dihitung berdasarkan berat kering. Minyak atsiri umumnya
berwarna kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa yang memberikan
aroma yang khas pada jahe. Kandungan minyak tidak menguap disebut
oleoresin, yakni suatu komponen yang memberi rasa pahit dan pedas. Rasa
pedas pada jahe merah sangat tinggi disebabkan oleh kandungan oleoresin
yang tinggi. Zat oleoresin inilah yang bermanfaat sebagai antiemetik
(Sudewa dalam Rahayu, 2010).
5. Khasiat dan manfaat
Jahe segar dan jahe kering banyak digunakan sebagai bumbu masak atau
pemberi aroma pada makanan kecil dan sebagainya. Jahe muda bahkan
dapat dimakan mentah sebagai lalab atau diolah menjadi jahe awet yang
berupa jahe asin, jahe dalam sirup atau jahe kristal (Paimin, 1999).
Berdasarkan penelitian, aksi farmakologi jahe antara lain mencegah mual
dan postoperative nausea dengan mekanisme aksi meningkatkan motilitas
pada gastrointestinal (Phillips et al dalam Rahayu, 2010).
Aksi farmakologi yang lain adalah hiperemesis gravidarum (Fischer and
Rasmussen et al dalam Rahayu, 2010), muntah yang diinduksi oleh
kemoterapi (Meyer et al dalam Rahayu, 2010) dan osteoarthritis (Altman and
Marcussen dalam Rahayu, 2010).
Pada Clinical Studies on Ginger ada dua study yang menerangkan
bahwa jahe memiliki efektifitas seperti metoclopramide untuk mengurangi
postoperative nausea (Bone et al dalam Rahayu, 2010). Jahe merah yang
memiliki rasa yang panas dan pedas, terbukti berkhasiat dalam
menyembuhkan berbagai penyakit, yaitu untuk pencahar (laxative), peluruh
masuk angin, antimabuk (antiemetik), sakit encok (rheumatism), sakit
pinggang (lumbago), pencernaan kurang baik (dyspepsia), radang
tenggorokan (bronchitis), asma, sakit demam (fevers), pelega tenggorokan
(Anonim, 2002).
2.4 Uji Mikroba
1. Klasifikasi Escherichia coli (Garrity, 2004).
Domain : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Familia : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli Gambar bakteri Escherichia coli
Sumber gambar fredi kurniawan
2. Sifat dan morfologi.
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang lurus, 1,1
–1,5 µm x 2,0 – 6,0 µm, motil dengan flagellum peritrikum atau non motil.
Tumbuh dengan mudah pada medium nutrien sederhana. Laktosa difermentasi
oleh sebagaian besar galur dengan produksi asam dan gas (Pelczar, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar. 2010. Uji Daya hambat dan analisa KLT Bioautografi Ekstrak Akar dan
Buah bakau (Rhizospora Stylosa Griff) terhadap vibrio harveyi skripsi. Fakultas
Farmasi Universitas Hasanudin Makasar.
Djide, Nasir dan Sartini .2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Laboratorium Mikrobiologi
Farmasi. Universitas Hassanudin Makasar.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia
Edisi III. Jakarta
Garrity, M.G. 2004. Taxonomic Outline of the Prolcargotes Bergeys Marvel of
Systemic Bacteriology Second Edition. New York
Pleczar. 2008. Dasar-dasar Mikobiologi Universitas Indonesia . Jakarta

Waluyo, Lud. 2005 Mikrobiologi Umum. Malang : Universitas Muhammadiyah


Malang

Anda mungkin juga menyukai