Multiple Myeloma
Multiple Myeloma
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
2
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MULTIPLE MYELOMA
2.1 DEFINISI
Keganasan sel plasma dikenal sebagai neoplasma monoklonal yang
berkembang dari lini sel B, terdiri dari multiple myeloma (MM),
makroglobulinemia Waldemstrom amiloidosis primer dan penyakit rantai berat.
Neoplasma monoklonal dikenal dengan banyak nama antara lain adalah
gamopatia monoklonal, paraproteinemia, diskrasia sel plasma dan disproteinemia.
Penyakit ini biasanya disertai produksi imunoglobulin atau fragmen-fragmennya
dengan satu penanda idiopatik, yang ditentukan oleh regio variabel identik dalam
rantai ringan dan berat. Istilah paraprotein, protein monoklonal atau komponen M,
meunjukkan adanya komponen yang eletroforetik homogen ini dalam serum dan
urin. Paraprotein dapat merupakan imunoglobulin lengkap, biasanya tipe IgG atau
Costa, jarang juga tipe IgD atau IgE. Rantai ringan ini oleh ginjal dapat cepat
dieksresi dan karena itu terutama dapat ditunjukkan dalam urin (protein Bence
Jones).
Multiple myeloma adalah keganasan sel B dari sel plasma yang
memproduksi protein imunoglobulin monoklonal. Hal ini ditandai dengan adanya
proliferasi clone dari sel plasma yang ganas pada sumsum tulang, protein
monoklonal pada darah atau urin, dan berkaitan dengan disfungsi organ.
Proliferasi berlebihan dalam sumsum tulang menyebabkan matriks tulang
terdestruksi dan produksi imunoglobulin abnormal dalam jumlah besar, dan
melalui berbagai mekanisme menimbulkan gejala dan tanda klinis. Setelah
sumsum tulang digantikan oleh sel plasma ganas, sel normal sumsum tulang
3
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
4
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
geografis yang sama. Populasi Cina dan Jepang memiliki insiden lebih rendah dari
Kaukasians. Meskipun perbedaan dalam prevalensi, karakteristik, respon
terhadap terapi, dan prognosis myeloma di seluruh dunia yang sama.
2.3 ETIOLOGI
Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan
pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran.
Faktor genetik juga mungkin berperan pada orang-orang yang rentan untuk
terjadinya perubahan yang menghasilkan proliferasi sel plasma yang
memproduksi protein M seperti pada MGUS. Dalam sel mana terjadi transformasi
maligna tepatnya terjadinya belum jelas. Dapat ditunjukkan sel limfosit B yang
agak dewasa yang termasuk klon sel maligna di darah dan sumsum tulang, yang
dapat menjadi dewasa menjadi sel plasma. Terjadinya onkogen yang paling
penting diduga berlangsung dalam sel pendahulu yang mulai dewasa ini atau
bahkan mungkin dalam sel plasma sendiri. Beragam perubahan kromosom telah
ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan
predominan kelainan pada 11q. Yang paling umum adalah translokasi t (11; 14)
(Q13, Q32) dan t (4; 14) (p16, P32), dan kesalahan rekombinasi juga
berpartisipasi dalam jalur transformasi. Ekspresi dari gen myc atau ras telah
dicatat dalam beberapa kasus. Mutasi pada p53 dan Rb-1, patogenesis molekul
umum belum ada. Myeloma lebih sering terjadi pada kalangan petani, pekerja
kayu, pekerja kulit, dan mereka yang terkena produk minyak bumi.
Ada beberapa penelitian yang menunjukan bahwa faktor-faktor risiko
tertentu meningkatkan kesempatan seseorang akan mengembangkan penyakit
multiple myeloma, diantaranya :
1. Umur diatas 65 tahun : Tumbuh menjadi lebih tua meningkatkan
kesempatan mengembangkan multiple myeloma. Kebanyakan orang-orang
dengan myeloma terdiagnosa setelah umur 65 tahun. Penyakit ini jarang
pada orang-orang yang lebih muda dari umur 35 tahun.
5
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
2. Ras (Bangsa) : Risiko dari multiple myeloma adalah paling tinggi diantara
orang-orang Amerika keturunan Afrika dan paling rendah diantara orang-
orang Amerika keturunan Asia. Sebab untuk perbedaan antara kelompok-
kelompok ras belum diketahui.
3. Jenis Kelamin : Setiap tahun di Amerika, kira-kira 11.200 pria dan 8.700
wanita terdiagnosa dengan multiple myeloma. Tidak diketahui mengapa
lebih banyak pria-pria terdiagnosa dengan penyakit ini.
4. Sejarah perorangan dari monoclonal gammopathy of undetermined
significance (MGUS) : MGUS adalah kondisi yang tidak membahayakan
dimana sel-sel plasma abnormal membuat protein-protein M. Biasanya,
tidak ada gejala-gejala, dan tingkat yang abnormal dari protein M
ditemukan dengan tes darah. Adakalanya, orang-orang dengan MGUS
mengembangkan kanker-kanker tertentu, seperti multiple myeloma. Tidak
ada perawatan, namun orang-orang dengan MGUS memperoleh tes-tes
laborat regular (setiap 1 atau 2 tahun) untuk memeriksa peningkatan lebih
lanjut pada tingkat protein M.
5. Sejarah multiple myeloma keluarga : Studi-studi telah menemukan bahwa
risiko multiple myeloma seseorang mungkin lebih tinggi jika saudara
dekatnya mempunyai penyakit ini.
2.4 ANATOMI
Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti
vertebra, tulang iga, tengkorak, pelvis, dan femur.
Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang.
Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu
atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder.
Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut:
1. Diafisis
Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat
penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang.
6
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
2. Metafisis
Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir
batang (diafisis).
3. Lempeng epifisis
Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak, yang akan menghilang pada tulang dewasa.
4. Epifisis
Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.
Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa
(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).
Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan
ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang
kompak. Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tersebut dikelompokkan menjadi :
7
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Perbedaan sel dalam keadaan normal dengan sel yang terkena multiple
myeloma:
1. Sel-sel Darah Normal
Kebanyakan sel-sel darah berkembang dari sel-sel dalam sumsum tulang
yang disebut sel-sel induk (stem cells). Sumsum tulang adalah materi yang lunak
di pusat dari kebanyakan tulang-tulang. Stem cells menjadi dewasa ke dalam tipe-
tipe yang berbeda dari sel-sel darah. Setiap tipe mempunyai pekerjaan khusus:
1. Sel-sel darah putih membantu melawan infeksi.
2. Sel-sel darah merah mengangkut oksigen ke jaringan-jaringan di seluruh
tubuh.
3. Platelet-platelet membantu membentuk gumpalan-gumpalan darah yang
mengontrol perdarahan.
4. Sel-sel plasma adalah sel-sel darah putih yang membuat antibodi. Antibodi
adalah bagian dari sistim imun. Mereka bekerja dengan bagian-bagian lain
dari sistim imun untuk membantu melindungi tubuh dari kuman dan
unsur-unsur berbahaya lainnya. Setiap tipe dari sel plasma membuat
antibodi yang berbeda.
8
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Multiple myeloma terbentuk ketika sel plasma menjadi abnormal. Sel yang
abnormal membelah untuk membuat salinan-salinan dari dirinya sendiri. Sel-sel
yang baru membelah berulang-ulang, membuat semakin banyak sel-sel abnormal.
Sel-sel plasma abnormal ini disebut sel-sel multiple myeloma. Pada waktunya,
sel-sel multiple myeloma berkumpul dalam sumsum tulang. Mereka mungkin
merusak bagian yang padat dari tulang. Ketika sel-sel multiple myeloma
berkumpul pada beberapa tulang-tulang, penyakitnya disebut “multiple
myeloma“. Penyakit ini mungkin juga membahayakan jaringan-jaringan dan
organ-organ lain, seperti ginjal.
Sel-sel myeloma membuat antibodi-antibodi yang disebut protein-protein
M dan protein-protein lain. Protein-protein ini dapat berkumpul dalam darah, urin,
dan organ-organ.
2.5 PATOGENESIS
Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah
munculnya sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS
(monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan
MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1%
resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.
Perkembangan sel plasma maligna ini mungkin merupakan suatu proses
multi langkah, diawali dengan adanya perubahan serial gen yang mengakibatkan
penumpukan sel plasma maligna, adanya perkembangan perubahan di lingkungan
mikro sumsum tulang, dan adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrol
penyakit. Dalam proses multistep ini melibatkan di dalamnya aktivasi onkogen
selular, hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor, dan gangguan regulasi gen
sitokin.
Keluhan dan gejala pada pasien MM berhubungan dengan ukuran massa
tumor, kinetik pertumbuhan sel plasma dan efek fisikokimia imunologik dan
humoral produk yang dibuat dan disekresi oleh sel plasma ini, seperti antara lain
9
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
2.6 PATOFISIOLOGI
Limfosit B mulai di sumsum tulang dan pindah ke kelenjar getah bening.
Saat limfosit B dewasa dan menampilkan protein yang berbeda pada permukaan
sel. Ketika limfosit B diaktifkan untuk mengeluarkan antibodi, dikenal sebagai sel
plasma.
Multiple myeloma berkembang di limfosit B setelah meninggalkan bagian
dari kelenjar getah bening yang dikenal sebagai pusat germinal. Garis sel normal
paling erat hubungannya dengan sel multiple myeloma umumnya dianggap baik
10
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
sebagai sel memori diaktifkan sel B atau para pendahulu untuk sel plasma,
plasmablast tersebut.
Sistem kekebalan menjaga proliferasi sel B dan sekresi antibodi di bawah
kontrol ketat. Ketika kromosom dan gen yang rusak, seringkali melalui penataan
ulang, kontrol ini hilang. Seringkali, bergerak gen promotor (atau translocates)
untuk kromosom yang merangsang gen antibodi terhadap over produksi.
Sebuah translokasi kromosom antara gen imunoglobulin rantai berat (pada
kromosom keempat belas, 14q32 lokus) dan suatu onkogen (sering 11q13, 4p16.3,
6p21, 16q23 dan 20q11) sering diamati pada pasien dengan multiple myeloma.
Hal ini menyebabkan mutasi diregulasi dari onkogen yang dianggap peristiwa
awal yang penting dalam patogenesis myeloma. Hasilnya adalah proliferasi klon
sel plasma dan ketidakstabilan genomik yang mengarah ke mutasi lebih lanjut dan
translokasi. 14 kelainan kromosom yang diamati pada sekitar 50% dari semua
kasus myeloma. Penghapusan (bagian dari) ketiga belas kromosom juga diamati
pada sekitar 50% kasus. Produksi sitokin (terutama IL-6) oleh sel plasma
menyebabkan banyak kerusakan lokal mereka, seperti osteoporosis, dan
menciptakan lingkungan mikro di mana sel-sel ganas berkembang. Angiogenesis
(daya tarik pembuluh darah baru) meningkat. Antibodi yang dihasilkan disimpan
dalam berbagai organ, yang menyebabkan gagal ginjal, polineuropati dan berbagai
gejala myeloma terkait lainnya.
11
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Lesi tulang berkembang pada kebanyakan 80% pasien. Pada suatu penelitian,
dilaporkan 58% pasien dengan nyeri tulang. Nyeri tulang biasanya merupakan
gejala awal, tetapi kadang penyakit ini terdiagnosis setelah penderita mengalami:
- Anemia, biasanya anemia normositik normokrom karena sel plasma
menggeser sel-sel normal yang menghasilkan sel darah merah di sumsum tulang.
Anemia terjadi pada sekitar 73% pasien yang terdiagnosis.
- Infeksi bakteri berulang, karena antibodi yang abnormal tidak efektif
melawan infeksi.
- Gagal ginjal, karena pecahan antibodi yang abnormal (protein Bence-
Jones) merusak ginjal. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah
hipercalcemia. Kerusakan ginjal terjadi pada 20 sampai 40% pasien.
Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma seperti fraktur
kompresi vertebra dan juga fraktur tulang panjang (contoh: femur proksimal).
Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan kompresi vertebra berupa nyeri
punggung, kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas. Imunitas
humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang
melibatkan infeksi seperti gram-positive organisme (eg, Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus) dan Haemophilus influenzae.
Lesi tulang pada myeloma disebabkan oleh proliferasi sel tumor, aktivasi
osteoklas yang merusak tulang, dan supresi osteoblast yang membentuk tulang
baru. Osteoklas respon Osteoclast Activating Factors (OAF) yang dibuat oleh sel-
sel myeloma [Aktivitas OAF dapat dimediasi oleh beberapa sitokin, termasuk, IL-
1 lymphotoxin, VEGF, reseptor NF-B (RANK) ligan, makrofag inhibitory factor
(MIP)-1, dan tumor necrosis factor (TNF)]. Namun, produksi dari faktor-faktor ini
menurunkan glukokortikoid atau interferon (IFN). Lesi tulang litik jarang
berhubungan dengan pembentukan tulang osteoblastik yang baru. Oleh karena itu,
radioisotopic bone scanning kurang berguna dalam diagnosis daripada radiografi
polos. Hasil lisis tulang dalam mobilisasi besar kalsium dari tulang, dan
komplikasi akut dan kronis dari hypercalcemia mungkin mendominasi gambaran
12
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
klinis. Lesi tulang lokal dapat meluas ke titik bahwa lesi massa dapat dipalpasi,
terutama pada tengkorak, klavikula, sternum dan, dan kolaps vertebra dapat
menyebabkan kompresi sumsum tulang belakang.
Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang
diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen,
nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus. Kadang multiple myeloma juga
mempengaruhi aliran darah ke kulit, jari tangan, jari kaki dan hidung karena
terjadi pengentalan darah (sindroma hiperviskositas). Berkurangnya aliran darah
ke otak bisa menyebabkan gejala neurologis berupa kebingungan, gangguan
penglihatan dan sakit kepala.
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
2.8 DIAGNOSIS
Beberapa pemeriksaan darah bisa membantu dalam mendiagnosis penyakit
ini:
1. Hitung jenis darah komplit, bisa menemukan adanya anemia dan sel darah
merah yang abnormal
2. Laju endap sel darah merah (eritrosit) biasanya tinggi, pancytopenia,
koagulasi yang abnormal
3. Kadar kalsium tinggi, karena perubahan dalam tulang menyebabkan
kalsium masuk ke dalam aliran darah.
14
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
b
If flow cytometry is performed, most plasma cells (>90%) will show a
"neoplastic" phenotype.
c
A small M component may sometimes be present.
Tabel 1 dan 2. Kriteria diagnostik multiple myeloma aktif dan kriteria staging
internasional.
17
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
2.9 STAGING,
Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon
Durie system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging
System yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan
diperkenalkan pada tahun 2005.
18
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
19
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Lesi-lesi litik “punch out lesion” yang menyebar dengan batas yang jelas,
lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa
jaringan lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada
suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus: kolumna vertebra 66%, costa
44%, calvaria 41%, pelvis 28%, femur 24%, clavicula 10% dan scapula 10%.
Gambar 2. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik “punch out
lesion” yang khas pada calvaria, yang merupakan karakteristik dari gambaran
multiple myeloma.
20
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
21
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Gambar 4. Foto pelvic yang menunjukkan fokus litik kecil yang sangat banyak
sepanjang tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple
myeloma.
Gambar 5. Foto femur kanan menunjukkan penampilan khas dari lesi myeloma
tunggal berupa lusen di wilayah intertrochanteric. Lesi yang lebih kecil terlihat di
trokanter mayor.
22
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
23
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Gambar 7. Foto humerus kanan menggambarkan destruktif lesi pada diafisis dan
terdapat faktur patologis
24
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
2) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma serta menilai
resiko fraktur pada tulang yang kerusakannya sudah berat. Diffuse osteopenia
dapat memberi kesan adanya keterlibatan myelomatous sebelum lesi litik sendiri
terlihat. Pada pemeriksaan ini juga dapat ditemukan gambaran sumsum tulang
yang tergantikan oleh sel tumor, osseous lisis, destruksi trabekular dan korteks.
Namun, pada umumnya tidak dilakukan pemeriksaan kecuali jika adanya lesi
fokal.
25
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
26
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Gambar 10. Lytic expansile mass dari C5. Pada CT Scan tranversal C5
menunjukkan adanya perluasan massa jaringan lunak (expansile soft-tissue mass)
pada sepanjang sisi kanan Vertebra Cervikal 5 dengan kerusakan tulang terkait.
27
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Gambar 11. Axial CT Scan dari glenoid yang menunjukkan lesi yang khas untuk
myeloma. Korteks intak
Gambar 12. Axial CT Scan dari glenoid yang sama dari gambar sebelumnnya
menunjukkan 1 tahun kemudian lesi myeloma telah tumbuh secara signifikan,
memperluas prosesus coracoid dan melalui korteks glenoid.
28
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Gambar 13 Axial CT scan bahu kiri dengan CT-guided biopsy (pasien yang sama
dari gambar sebelumnya). Gambar ini menunjukkan jarum biopsi melalui
prosesus coracoid.
3) MRI
MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini
baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit
myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1,
yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola
menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun
tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma seperti
pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk
menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna
untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.
29
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
30
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Gambar 15. Koronal T1-MRI, lesi myeloma humerus. Gambar ini menunjukkan
bahwa lesi berintensitas rendah. Margin korteks luar erosi tapi intak, namun, lesi
transgressed korteks bagian dalam.
31
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
32
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Gambar 17. T2-MRI myeloma humerus. Gambar ini menunjukkan lesi yang
hyperintense.
33
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
34
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Gambar 19. T2-MRI dari bahu (pasien sama dengan gambar sebelumnya)
menunjukkan lesi myeloma hyperintense.
4) Radiologi Nuklir
Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overeaktifitas pada
osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik
(formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin, pemeriksaan ini
menggunakan radiofarmaka Tc-99m senyawa kompleks fosfat yang diinjeksikan
secara intravena. Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk mendiagnosis
multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan
pemeriksaan lain untuk konfirmasi.
Gambar 20. FDG PET scan pada pasien multiple myeloma dengan difuse yang
berat disertai focal disease.
5) Angiografi
35
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
36
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Gambar 22. Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma ganas
pada multiple myeloma.
37
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Gambar 23. Foto pelvic pada metastasis tumor payudara ke tulang memberikan
gambaran osteolytic.
38
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
Gambar 24. Foto pelvic pada multiple myeloma menunjukkan adanya multiple
lytic lesions pada sepanjang pelvis dan femur.
39
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
2.13 TERAPI
Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada
tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal
yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan
dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan
lenalidomide sedang diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk
intravena merupakan inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna
pada myeloma. Lenalidomide , dengan pemberian oral merupakan turunan dari
thalidomide.
Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi yang
optimal untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah transplantasi stem sel
autolog. Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada
tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia
dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. Bifosfonat
mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang.
2.14 PROGNOSIS
Meskipun rara-rata pasien multiple myeloma bertahan kira-kira 3 tahun,
beberapa pasien yang mengidap multiple myeloma dapat bertahan hingga 10
tahun tergantung pada tingkatan penyakit.
Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System , angka rata-
rata pasien bertahan hidup sebagai berikut :
Stadium I > 60 bulan
Stadium II , 41 bulan
Stadium III , 23 bulan
Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk.
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
DAFTAR PUSTAKA
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
1. Syahrir, Mediarty. Mieloma Multipel dan Penyakit Gamopati Lain. Buku Ajar
– Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI. Jakarta: 2006.
2. Palumbo,Antonio M.D. and Anderson,Kenneth M.D. Medical Progress
Multiple Myeloma. The New England Journal of Medicine, [online].
2011;364:1046-60 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra1011442
3. Wenqi, Jiang. Mieloma Multipel. Buku Ajar – Onkologi Klinis Edisi 2. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta: 2008.
4. Angtuaco, Edgardo J.C, M.D, et al. Multiple Myeloma: Clinical Review and
Diagnostic Imaging. Departement of Radiology and the Myeloma Institute,
University of Arkansas, [online]. 2004 [cited 2012 Oktober 15]. Available
from: http://radiology.rsna.org/content/231/1/11.full.pdf+html
5. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Plasma Cell Disorder in Harrison’s –
Principles of Internal Medicine 17th Edition. The McGraw-Hill Companies,
Inc. US: 2008.
6. Besa, Emmanuel C, M.D. Multiple Myeloma. Medscape Reference, [online]
2011 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview
7. Baron, Rolland, DDS,PhD. Anatomy and Ultrastructure of Bone Histogenesis,
Growth and Remodelling. Endotext – The most accesed source endocrinology
for Medical Professionals, [online]. 2008 [cited 2012 Oktober 15]. Available
from: http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid1/parathyroid1.html
8. Belch, Andrew R,MD, et al. Multiple Myeloma Patient Handbook. Multiple
Myeloma Canada, [online]. 2007 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://myeloma.org/pdfs/PHCanada.pdf
9. Ki Yap, Dr. Multiple Myeloma. Radiopaedia.org, [online]. 2010 [cited 2012
Oktober 15]. Available from: http://radiopaedia.org/articles/multiple-
myeloma-1
10. Schmaier, Alvin H.,MD, et al. Multiple Myeloma and Plasmacytoma -
Hematology for the Medical Student. Lippincott Williams & Wilkins. United
States of America: 2003.
11. Vickery, Eric, PA-C. Multiple myeloma: Vague symptoms can challenge
diagnostic skill. Journal of the American Academy of Physician Assistans,
[online]. 2008 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya
http://www.jaapa.com/multiple-myeloma-vague-symptoms-can-challenge-
diagnostic-skills/article/121750/
12. Reyna, Rolando. Lytic Lesion in Multiple Myeloma – Radiology Teaching
Files. MyPACS.net, [online]. 2005 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.mypacs.net/cases/LYTIC-LESIONS-IN-MULTIPLE-
MYELOMA-1664181.html
13. ______. Guidelines on the Diagnosis and Management of Multiple Myeloma.
UK Myeloma Forum, [online]. [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.ukmf.org.uk/guidelines/gdmm/context.htm
14. Kumar, Cotran, Robbins. Mieloma Multipel dan Gangguan Sel Plasma Terkait
– Buku Ajar Patologi Edisi 7, Robbins volume 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta: 2004.
15. Brant, William E.,et al. Fundamentals of Diagnostic Radiology – 2nd Ed.
Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
16. Berquist, Thomas H. Musculoskeletal Imaging Companion. Lippincott
Williams & Wilkins. 2007.
17. ______. Cardiothoracic Pulmonary Imaging Correlation Conference – Case of
the Week. Virginia Commonwealth University Health System, [online]. 2009
[cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.vcuthoracicimaging.com/Historyanswer.aspx?qid=9&fid=1
18. ______. MRI of Multiple Myeloma. Science Photo Library, [online]. [cited
2012 Oktober 16]. Available from:
http://www.sciencephoto.com/images/download_lo_res.html?id=771340876
19. Michael Mulligan, MD. Multiple Myeloma Imaging. Medscape Reference,
[online] 2011 [cited 2012 Oktober 17]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/391742-overview