Anda di halaman 1dari 45

Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone
dari sel plasma yang abnormal berkembang biak membentuk tumor di sumsum
tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal yang terkumpul
di dalam darah atau air kemih. Multiple myeloma merupakan keganasan sel
plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang, dan
formasi paraprotein. Multiple myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan
tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat
sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan
masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus.
Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari
100.000 populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple
multiple myeloma di Amerika Serikat. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada
orang Afro Amerika dan pada pria. Meskipun penyakit ini biasanya ditemukan
pada lanjut usia, usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan
35% kasus terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan lebih dari
20.000 kasus baru dari multiple myeloma didiagnosis di Amerika Serikat setiap
tahun, dengan sebagian besar kasus terjadi pada pasien yang lebih tua.
Penyebab multiple myeloma belum jelas. Multiple multiple myeloma telah
dilaporkan pada anggota keluarga dari dua atau lebih keluarga inti dan pada
kembar identik. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien
multiple myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan
pada 11q. Gejala yang muncul dari tindakan meliputi sakit kepala, perdarahan,
penurunan tinggi badan, nyeri tulang yang hebat dan konstan, splenomegali, patah
tulang, hepatomegali, deformasi otot rangka, tulang rusuk, tulang dada, dan batu
ginjal. Beberapa infeksi juga sering muncul dari tumor ini.

1
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Pada 60% penderita, pengobatan dapat memperlambat perkembangan


penyakit. Penderita yang memberikan respon terhadap kemoterapi bisa bertahan
sampai 2-3 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Pengobatan multiple myeloma
telah meningkat secara dramatis selama dekade terakhir dengan pengenalan obat
baru dan terapi kombinasi obat, meskipun tantangan mencegah kekambuhan tetap
Kadang penderita yang bertahan setelah menjalani pengobatan, bisa menderita
leukemia atau jaringan fibrosa (jaringan parut) di sumsum tulang. Komplikasi
lanjut ini mungkin merupakan akibat dari kemoterapi dan seringkali menyebabkan
anemia berat dan meningkatkan kepekaan penderita terhadap infeksi. Oleh karena
itu, perlu dipelajari lebih lanjut mengenai multiple myeloma guna mengetahui
bagaimana penanganan terhadap penyakit ini.

2
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

MULTIPLE MYELOMA
2.1 DEFINISI
Keganasan sel plasma dikenal sebagai neoplasma monoklonal yang
berkembang dari lini sel B, terdiri dari multiple myeloma (MM),
makroglobulinemia Waldemstrom amiloidosis primer dan penyakit rantai berat.
Neoplasma monoklonal dikenal dengan banyak nama antara lain adalah
gamopatia monoklonal, paraproteinemia, diskrasia sel plasma dan disproteinemia.
Penyakit ini biasanya disertai produksi imunoglobulin atau fragmen-fragmennya
dengan satu penanda idiopatik, yang ditentukan oleh regio variabel identik dalam
rantai ringan dan berat. Istilah paraprotein, protein monoklonal atau komponen M,
meunjukkan adanya komponen yang eletroforetik homogen ini dalam serum dan
urin. Paraprotein dapat merupakan imunoglobulin lengkap, biasanya tipe IgG atau
Costa, jarang juga tipe IgD atau IgE. Rantai ringan ini oleh ginjal dapat cepat
dieksresi dan karena itu terutama dapat ditunjukkan dalam urin (protein Bence
Jones).
Multiple myeloma adalah keganasan sel B dari sel plasma yang
memproduksi protein imunoglobulin monoklonal. Hal ini ditandai dengan adanya
proliferasi clone dari sel plasma yang ganas pada sumsum tulang, protein
monoklonal pada darah atau urin, dan berkaitan dengan disfungsi organ.
Proliferasi berlebihan dalam sumsum tulang menyebabkan matriks tulang
terdestruksi dan produksi imunoglobulin abnormal dalam jumlah besar, dan
melalui berbagai mekanisme menimbulkan gejala dan tanda klinis. Setelah
sumsum tulang digantikan oleh sel plasma ganas, sel normal sumsum tulang

3
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

terdepresi, sel hemopoietik normal terdestruksi, akhirnya sumsum tulang


mengalami kegagalan total, destruksi matriks tulang menimbulkan osteosklerosis,
lesi osteolitik, fraktur patologis, dan nyeri tulang. Dalam serum muncul sejumlah
besar protein monoklonal atau subunit rantai polipeptida produk dari proliferasi
sel plasma monoklonal, sedangkan imunoglobulin normal berkurang. Walaupun
masih kontroversial dikatakan bahwa semua kasus multiple myeloma berkembang
dari gammopatia monoklonal esensial atau MGUS (Monoclonal Gammopathy of
Undetermined Significance).
Multiple myeloma adalah neoplasma ganas primer yang paling umum dari
sistem skeletal. Neoplasma ini merupakan proliferasi ganas sel plasma yang
berasal dari clone tunggal. Neoplasma, produk, dan respon host mengakibatkan
sejumlah disfungsi organ dan gejala nyeri tulang atau fraktur, gagal ginjal,
kerentanan terhadap infeksi, anemia, hiperkalsemia, dan kadang-kadang kelainan
pembekuan darah, gejala neurologis, dan manifestasi dari hiperviskositas.

2.2 INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Multiple myeloma merupakan 1% dari semua keganasan dan 10% dari
tumor hematologik. Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 3
sampai 4 kasus dari 100.000 populasi per tahun, dan diperkirakan terdapat 14.000
kasus baru tiap tahunnya. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro
Amerika dan pada pria. Umur median pasien rata-rata 65 tahun, dan sekitar 3%
pasien kurang dari 40 tahun.
Insiden myeloma tertinggi di Afrika-Amerika dan pulau Pasifik,
intermediate di Eropa dan di Amerika Utara Kaukasia, dan terendah di negara-
negara berkembang termasuk Asia. Insiden yang lebih tinggi di negara-negara
yang lebih maju mungkin hasil dari kombinasi harapan hidup lebih lama dan
pengawasan medis lebih sering. Insiden multiple myeloma dalam kelompok etnis
lain termasuk Hawaii asli, Hispanik, Indian Amerika dari New Mexico, dan
penduduk asli Alaska lebih tinggi relatif terhadap AS Kaukasian di wilayah

4
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

geografis yang sama. Populasi Cina dan Jepang memiliki insiden lebih rendah dari
Kaukasians. Meskipun perbedaan dalam prevalensi, karakteristik, respon
terhadap terapi, dan prognosis myeloma di seluruh dunia yang sama.

2.3 ETIOLOGI
Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan
pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran.
Faktor genetik juga mungkin berperan pada orang-orang yang rentan untuk
terjadinya perubahan yang menghasilkan proliferasi sel plasma yang
memproduksi protein M seperti pada MGUS. Dalam sel mana terjadi transformasi
maligna tepatnya terjadinya belum jelas. Dapat ditunjukkan sel limfosit B yang
agak dewasa yang termasuk klon sel maligna di darah dan sumsum tulang, yang
dapat menjadi dewasa menjadi sel plasma. Terjadinya onkogen yang paling
penting diduga berlangsung dalam sel pendahulu yang mulai dewasa ini atau
bahkan mungkin dalam sel plasma sendiri. Beragam perubahan kromosom telah
ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan
predominan kelainan pada 11q. Yang paling umum adalah translokasi t (11; 14)
(Q13, Q32) dan t (4; 14) (p16, P32), dan kesalahan rekombinasi juga
berpartisipasi dalam jalur transformasi. Ekspresi dari gen myc atau ras telah
dicatat dalam beberapa kasus. Mutasi pada p53 dan Rb-1, patogenesis molekul
umum belum ada. Myeloma lebih sering terjadi pada kalangan petani, pekerja
kayu, pekerja kulit, dan mereka yang terkena produk minyak bumi.
Ada beberapa penelitian yang menunjukan bahwa faktor-faktor risiko
tertentu meningkatkan kesempatan seseorang akan mengembangkan penyakit
multiple myeloma, diantaranya :
1. Umur diatas 65 tahun : Tumbuh menjadi lebih tua meningkatkan
kesempatan mengembangkan multiple myeloma. Kebanyakan orang-orang
dengan myeloma terdiagnosa setelah umur 65 tahun. Penyakit ini jarang
pada orang-orang yang lebih muda dari umur 35 tahun.

5
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

2. Ras (Bangsa) : Risiko dari multiple myeloma adalah paling tinggi diantara
orang-orang Amerika keturunan Afrika dan paling rendah diantara orang-
orang Amerika keturunan Asia. Sebab untuk perbedaan antara kelompok-
kelompok ras belum diketahui.
3. Jenis Kelamin : Setiap tahun di Amerika, kira-kira 11.200 pria dan 8.700
wanita terdiagnosa dengan multiple myeloma. Tidak diketahui mengapa
lebih banyak pria-pria terdiagnosa dengan penyakit ini.
4. Sejarah perorangan dari monoclonal gammopathy of undetermined
significance (MGUS) : MGUS adalah kondisi yang tidak membahayakan
dimana sel-sel plasma abnormal membuat protein-protein M. Biasanya,
tidak ada gejala-gejala, dan tingkat yang abnormal dari protein M
ditemukan dengan tes darah. Adakalanya, orang-orang dengan MGUS
mengembangkan kanker-kanker tertentu, seperti multiple myeloma. Tidak
ada perawatan, namun orang-orang dengan MGUS memperoleh tes-tes
laborat regular (setiap 1 atau 2 tahun) untuk memeriksa peningkatan lebih
lanjut pada tingkat protein M.
5. Sejarah multiple myeloma keluarga : Studi-studi telah menemukan bahwa
risiko multiple myeloma seseorang mungkin lebih tinggi jika saudara
dekatnya mempunyai penyakit ini.

2.4 ANATOMI
Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti
vertebra, tulang iga, tengkorak, pelvis, dan femur.
Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang.
Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu
atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder.
Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut:
1. Diafisis
Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat
penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang.

6
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

2. Metafisis
Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir
batang (diafisis).
3. Lempeng epifisis
Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak, yang akan menghilang pada tulang dewasa.
4. Epifisis
Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.

Gambar 1. Perkembangan tulang panjang

Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa
(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).
Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan
ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang
kompak. Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tersebut dikelompokkan menjadi :

7
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar,


contohnya os humerus dan os femur.
2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa
carpi.
3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os
scapula.
4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae.
5. Ossa sesamoid, contoh: os patella.

Perbedaan sel dalam keadaan normal dengan sel yang terkena multiple
myeloma:
1. Sel-sel Darah Normal
Kebanyakan sel-sel darah berkembang dari sel-sel dalam sumsum tulang
yang disebut sel-sel induk (stem cells). Sumsum tulang adalah materi yang lunak
di pusat dari kebanyakan tulang-tulang. Stem cells menjadi dewasa ke dalam tipe-
tipe yang berbeda dari sel-sel darah. Setiap tipe mempunyai pekerjaan khusus:
1. Sel-sel darah putih membantu melawan infeksi.
2. Sel-sel darah merah mengangkut oksigen ke jaringan-jaringan di seluruh
tubuh.
3. Platelet-platelet membantu membentuk gumpalan-gumpalan darah yang
mengontrol perdarahan.
4. Sel-sel plasma adalah sel-sel darah putih yang membuat antibodi. Antibodi
adalah bagian dari sistim imun. Mereka bekerja dengan bagian-bagian lain
dari sistim imun untuk membantu melindungi tubuh dari kuman dan
unsur-unsur berbahaya lainnya. Setiap tipe dari sel plasma membuat
antibodi yang berbeda.

2. Sel-sel Multiple Myeloma


Pada kanker, sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak memerlukan sel-sel
baru, dan sel-sel yang tua atau rusak tidak mati ketika mereka harus mati. Sel-sel
ekstra ini dapat membentuk massa dari jaringan yang disebut pertumbuhan atau
tumor.

8
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Multiple myeloma terbentuk ketika sel plasma menjadi abnormal. Sel yang
abnormal membelah untuk membuat salinan-salinan dari dirinya sendiri. Sel-sel
yang baru membelah berulang-ulang, membuat semakin banyak sel-sel abnormal.
Sel-sel plasma abnormal ini disebut sel-sel multiple myeloma. Pada waktunya,
sel-sel multiple myeloma berkumpul dalam sumsum tulang. Mereka mungkin
merusak bagian yang padat dari tulang. Ketika sel-sel multiple myeloma
berkumpul pada beberapa tulang-tulang, penyakitnya disebut “multiple
myeloma“. Penyakit ini mungkin juga membahayakan jaringan-jaringan dan
organ-organ lain, seperti ginjal.
Sel-sel myeloma membuat antibodi-antibodi yang disebut protein-protein
M dan protein-protein lain. Protein-protein ini dapat berkumpul dalam darah, urin,
dan organ-organ.

2.5 PATOGENESIS
Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah
munculnya sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS
(monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan
MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1%
resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.
Perkembangan sel plasma maligna ini mungkin merupakan suatu proses
multi langkah, diawali dengan adanya perubahan serial gen yang mengakibatkan
penumpukan sel plasma maligna, adanya perkembangan perubahan di lingkungan
mikro sumsum tulang, dan adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrol
penyakit. Dalam proses multistep ini melibatkan di dalamnya aktivasi onkogen
selular, hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor, dan gangguan regulasi gen
sitokin.
Keluhan dan gejala pada pasien MM berhubungan dengan ukuran massa
tumor, kinetik pertumbuhan sel plasma dan efek fisikokimia imunologik dan
humoral produk yang dibuat dan disekresi oleh sel plasma ini, seperti antara lain

9
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

paraprotein dan faktor pengaktivasi osteoklastik (osteoclastic activating


factor/OAF).
Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi, seperti
hipervolemia, hiperviskositas, diatesis hemoragik dan krioglobulinemia. Karena
pengendapan rantai ringan, dalam bentuk amiloid atau sejenis, dapat terjadi
terutama gangguan fungsi ginjal dan jantung. Faktor pengaktif osteoklas (OAF)
seperti IL1-β, limfotoksin dan tumor necrosis factor (TNF) bertanggung jawab
atas osteolisis dan osteoporosis yang demikian khas untuk penyakit ini. Karena
kelainan tersebut pada penyakit ini dapat terjadi fraktur (mikro) yang
menyebabkan nyeri tulang, hiperkalsemia dan hiperkalsiuria. Konsentrasi
imunoglobulin normal dalam serum yang sering sangat menurun dan fungsi
sumsum tulang yang menurun dan neutropenia yang kadang-kadang ada
menyebabkan kenaikan kerentanan terhadap infeksi.
Gagal ginjal pada MM disebabkan oleh karena hiperkalsemia, adanya
deposit mieloid pada glomerulus, hiperurisemia, infeksi yang rekuren, infiltrasi sel
plasma pada ginjal, dan kerusakan tubulus ginjal oleh karena infiltrasi rantai berat
yang berlebihan. Sedangkan anemia disebabkan oleh karena tumor menyebabkan
penggantian sumsum tulang dan inhibisi secara langsung terhadap proses
hematopoeisis, perubahan megaloblastik akan menurunkan produksi vitamin B12
dan asam folat.

2.6 PATOFISIOLOGI
Limfosit B mulai di sumsum tulang dan pindah ke kelenjar getah bening.
Saat limfosit B dewasa dan menampilkan protein yang berbeda pada permukaan
sel. Ketika limfosit B diaktifkan untuk mengeluarkan antibodi, dikenal sebagai sel
plasma.
Multiple myeloma berkembang di limfosit B setelah meninggalkan bagian
dari kelenjar getah bening yang dikenal sebagai pusat germinal. Garis sel normal
paling erat hubungannya dengan sel multiple myeloma umumnya dianggap baik

10
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

sebagai sel memori diaktifkan sel B atau para pendahulu untuk sel plasma,
plasmablast tersebut.
Sistem kekebalan menjaga proliferasi sel B dan sekresi antibodi di bawah
kontrol ketat. Ketika kromosom dan gen yang rusak, seringkali melalui penataan
ulang, kontrol ini hilang. Seringkali, bergerak gen promotor (atau translocates)
untuk kromosom yang merangsang gen antibodi terhadap over produksi.
Sebuah translokasi kromosom antara gen imunoglobulin rantai berat (pada
kromosom keempat belas, 14q32 lokus) dan suatu onkogen (sering 11q13, 4p16.3,
6p21, 16q23 dan 20q11) sering diamati pada pasien dengan multiple myeloma.
Hal ini menyebabkan mutasi diregulasi dari onkogen yang dianggap peristiwa
awal yang penting dalam patogenesis myeloma. Hasilnya adalah proliferasi klon
sel plasma dan ketidakstabilan genomik yang mengarah ke mutasi lebih lanjut dan
translokasi. 14 kelainan kromosom yang diamati pada sekitar 50% dari semua
kasus myeloma. Penghapusan (bagian dari) ketiga belas kromosom juga diamati
pada sekitar 50% kasus. Produksi sitokin (terutama IL-6) oleh sel plasma
menyebabkan banyak kerusakan lokal mereka, seperti osteoporosis, dan
menciptakan lingkungan mikro di mana sel-sel ganas berkembang. Angiogenesis
(daya tarik pembuluh darah baru) meningkat. Antibodi yang dihasilkan disimpan
dalam berbagai organ, yang menyebabkan gagal ginjal, polineuropati dan berbagai
gejala myeloma terkait lainnya.

2.7 MANIFESTASI KLINIS


Myeloma dibagi menjadi asimptomatik myeloma dan simptomatik atau
myeloma aktif, bergantung pada ada atau tidaknya organ yang berhubungan
dengan myeloma atau disfungsi jaringan, termasuk hiperkalsemia, insufisiensi
renal, anemia, dan penyakit tulang.
Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada
tulang (terutama pada tulang belakang atau tulang rusuk) dengan atau tanpa
fraktur ataupun infeksi dan pengeroposan tulang sehingga tulang mudah patah.

11
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Lesi tulang berkembang pada kebanyakan 80% pasien. Pada suatu penelitian,
dilaporkan 58% pasien dengan nyeri tulang. Nyeri tulang biasanya merupakan
gejala awal, tetapi kadang penyakit ini terdiagnosis setelah penderita mengalami:
- Anemia, biasanya anemia normositik normokrom karena sel plasma
menggeser sel-sel normal yang menghasilkan sel darah merah di sumsum tulang.
Anemia terjadi pada sekitar 73% pasien yang terdiagnosis.
- Infeksi bakteri berulang, karena antibodi yang abnormal tidak efektif
melawan infeksi.
- Gagal ginjal, karena pecahan antibodi yang abnormal (protein Bence-
Jones) merusak ginjal. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah
hipercalcemia. Kerusakan ginjal terjadi pada 20 sampai 40% pasien.
Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma seperti fraktur
kompresi vertebra dan juga fraktur tulang panjang (contoh: femur proksimal).
Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan kompresi vertebra berupa nyeri
punggung, kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas. Imunitas
humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang
melibatkan infeksi seperti gram-positive organisme (eg, Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus) dan Haemophilus influenzae.
Lesi tulang pada myeloma disebabkan oleh proliferasi sel tumor, aktivasi
osteoklas yang merusak tulang, dan supresi osteoblast yang membentuk tulang
baru. Osteoklas respon Osteoclast Activating Factors (OAF) yang dibuat oleh sel-
sel myeloma [Aktivitas OAF dapat dimediasi oleh beberapa sitokin, termasuk, IL-
1 lymphotoxin, VEGF, reseptor NF-B (RANK) ligan, makrofag inhibitory factor
(MIP)-1, dan tumor necrosis factor (TNF)]. Namun, produksi dari faktor-faktor ini
menurunkan glukokortikoid atau interferon (IFN). Lesi tulang litik jarang
berhubungan dengan pembentukan tulang osteoblastik yang baru. Oleh karena itu,
radioisotopic bone scanning kurang berguna dalam diagnosis daripada radiografi
polos. Hasil lisis tulang dalam mobilisasi besar kalsium dari tulang, dan
komplikasi akut dan kronis dari hypercalcemia mungkin mendominasi gambaran

12
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

klinis. Lesi tulang lokal dapat meluas ke titik bahwa lesi massa dapat dipalpasi,
terutama pada tengkorak, klavikula, sternum dan, dan kolaps vertebra dapat
menyebabkan kompresi sumsum tulang belakang.
Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang
diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen,
nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus. Kadang multiple myeloma juga
mempengaruhi aliran darah ke kulit, jari tangan, jari kaki dan hidung karena
terjadi pengentalan darah (sindroma hiperviskositas). Berkurangnya aliran darah
ke otak bisa menyebabkan gejala neurologis berupa kebingungan, gangguan
penglihatan dan sakit kepala.

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :


 Pucat yang disebabkan oleh anemia
 Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni
 Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori, lemah, atau carpal
tunnel syndrome.
 Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma seperti
makroglossia dan carpal tunnel syndrome.
 Gangguan fungsi organ visceral seperti ginjal, hati, otak, limpa akibat
infiltrasi sel plasma (jarang).

Table 1 Clinical Features of Multiple Myeloma


Clinical Finding Underlying Cause and Pathogenetic Mechanism
Hypercalcemia, Tumor expansion, production of osteoclast activating
osteoporosis, pathologic factor by tumor cells, osteoblast inhibitory factors
fractures, lytic bone
lesions, bone pain
Renal failure Hypercalcemia, light chain deposition, amyloidosis,
urate nephropathy, drug toxicity (nonsteroidal anti-
13
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Clinical Finding Underlying Cause and Pathogenetic Mechanism


inflammatory agents, bisphosphonates), contrast dye
Easy fatigue—anemia Bone marrow infiltration, production of inhibitory
factors, hemolysis, decreased red cell production,
decreased erythropoietin levels
Recurrent infections Hypogammaglobulinemia, low CD4 count,
decreased neutrophil migration
Neurologic symptoms Hyperviscosity, cryoglobulinemia, amyloid deposits,
hypercalcemia, nerve compression, anti-neuronal
antibody, POEMS syndrome, therapy-related
toxicity
Nausea and vomiting Renal failure, hypercalcemia
Bleeding/clotting disorder Interference with clotting factors, antibody to
clotting factors, amyloid damage of endothelium,
platelet dysfunction, antibody coating of platelet,
therapy-related hypercoagulable defects

Note: POEMS, polyneuropathy, organomegaly, endocrinopathy, multiple


myeloma, and skin changes.

2.8 DIAGNOSIS
Beberapa pemeriksaan darah bisa membantu dalam mendiagnosis penyakit
ini:
1. Hitung jenis darah komplit, bisa menemukan adanya anemia dan sel darah
merah yang abnormal
2. Laju endap sel darah merah (eritrosit) biasanya tinggi, pancytopenia,
koagulasi yang abnormal
3. Kadar kalsium tinggi, karena perubahan dalam tulang menyebabkan
kalsium masuk ke dalam aliran darah.

14
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Tetapi kunci dari pemeriksaan diagnostik untuk penyakit ini adalah


elektroforesis protein serum dan imunoelektroforesis, yang merupakan
pemeriksaan darah untuk menemukan dan menentukan antibodi abnormal yang
merupakan tanda khas dari multiple myeloma. Antibodi ini ditemukan pada
sekitar 85% penderita. Elektroforesis air kemih dan imunoelektroforesis juga bisa
menemukan adanya protein Bence-Jones, pada sekitar 30-40% penderita.

Jika dokter menemukan difusi yang mengarah ke bulatan punch-out lesi


tulang, pencarian akan dilanjutkan untuk mengetahui potensi osteoporosis dengan
rontgen. Biopsi sumsum tulang menunjukkan sejumlah besar sel plasma yang
secara abnormal tersusun dalam barisan dan gerombolan; sel-sel juga tampak
abnormal. Dokter juga akan mengecek luka osteolitik di tempurung kepala dan
penyebaran demineralisasi.

Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus.


Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15%
pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang
mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi
Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemia ditemukan pada 30%
pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis
akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan
proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan
imunoelektroforesis atau imunofiksasi.

Table 2 Diagnostic Criteria for Multiple Myeloma, Myeloma Variants, and


Monoclonal Gammopathy of Unknown Significance

Monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS)


M protein in serum < 30 g/L
15
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Bone marrow clonal plasma cells < 10%


No evidence of other B cell proliferative disorders
No myeloma-related organ or tissue impairment (no end organ damage,
including bone lesions)a
Asymptomatic myeloma (smouldering myeloma)
M protein in serum ≥30 g/L and/or
Bone marrow clonal plasma cells ≥10%
No myeloma-related organ or tissue impairment (no end organ damage,
including bone lesions)a or symptoms
Symptomatic multiple myeloma
M protein in serum and/or urine
Bone marrow (clonal) plasma cellsb or plasmacytoma
Myeloma-related organ or tissue impairment (end organ damage, including bone
lesions)
Nonsecretory myeloma
No M protein in serum and/or urine with immunofixation
Bone marrow clonal plasmacytosis ≥10% or plasmacytoma
Myeloma-related organ or tissue impairment (end organ damage, including bone
lesions)a
Solitary plasmacytoma of bone
No M protein in serum and/or urinec
Single area of bone destruction due to clonal plasma cells
Bone marrow not consistent with multiple myeloma
Normal skeletal survey (and MRI of spine and pelvis if done)
No related organ or tissue impairment (no end organ damage other than solitary
bone lesion)a
a
Myeloma-related organ or tissue impairment (end organ damage) (ROTI):
Calcium levels increased: serum calcium > 0.25 mmol/L above the upper limit of
normal or > 2.75 mmol/L; renal insufficiency: creatinine > 173 mmol/L; anemia:
hemoglobin 2 g/dL below the lower limit of normal or hemoglobin < 10 g/dL;
bone lesions: lytic lesions or osteoporosis with compression fractures (MRI or CT
may clarify); other: symptomatic hyperviscosity, amyloidosis, recurrent bacterial
16
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

infections (>2 episodes in 12 months).

b
If flow cytometry is performed, most plasma cells (>90%) will show a
"neoplastic" phenotype.

c
A small M component may sometimes be present.

Tabel 1 dan 2. Kriteria diagnostik multiple myeloma aktif dan kriteria staging
internasional.

17
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

2.9 STAGING,
Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon
Durie system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging
System yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan
diperkenalkan pada tahun 2005.

Salmon Durie staging :


a) Stadium I
Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL
Level kalsium kurang dari 12 mg/dL
Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter
Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, Costa < 3 g/dL, urine <
4g/24 jam)
b) Stadium II
Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III
c) Stadium III
Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL
Level kalsium lebih dari 12 g/dL
Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang
Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, Costa > 5 g/dL, urine >
12 g/24 jam)
d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL
e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl

International Staging System


a) Stadium I
β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL
CRP ≥ 4,0 mg/dL
Plasma cell labeling index < 1%

18
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Tidak ditemukan delesi kromosom 13


Serum Il-6 reseptor rendah
durasi yang panjang dari awal fase plateau
b) Stadium II
Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dL, atau
Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dL
c) Stadium III
Beta-2 microglobulin >5.5 g/dL

2.10 ASPEK RADIOLOGI

1) Foto polos x-ray


Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi litik multiple,
berbatas tegas, punch out, dan bulat pada calvaria, vertebra, dan pelvis. Lesi
terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di
rongga medula, mengikis tulang, dan secara progresif menghancurkan tulang
kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan
gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. 20% penderita
menunjukkan gambaran radiologi yang normal.
Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan
tulang. Film polos memperlihatkan :
 Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama
vertebra yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan
myeloma. Hilangnya densitas vertebra mungkin merupakan tanda
radiologis satu-satunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering
dijumpai.
 Fraktur kompresi pada corpus vertebra, tidak dapat dibedakan dengan
osteoprosis senilis.

19
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

 Lesi-lesi litik “punch out lesion” yang menyebar dengan batas yang jelas,
lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
 Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa
jaringan lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada
suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus: kolumna vertebra 66%, costa
44%, calvaria 41%, pelvis 28%, femur 24%, clavicula 10% dan scapula 10%.

Gambar 2. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik “punch out
lesion” yang khas pada calvaria, yang merupakan karakteristik dari gambaran
multiple myeloma.

20
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 3. Lateral radiografi tulang belakang lumbal. Gambar ini menunjukkan


deformitas dari vertebra L4 yang dihasilkan dari suatu plasmacytoma.

21
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 4. Foto pelvic yang menunjukkan fokus litik kecil yang sangat banyak
sepanjang tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple
myeloma.

Gambar 5. Foto femur kanan menunjukkan penampilan khas dari lesi myeloma
tunggal berupa lusen di wilayah intertrochanteric. Lesi yang lebih kecil terlihat di
trokanter mayor.

22
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 6. Foto femur menunjukkan adanya endosteal scalloping (erosi pada


cortex interna) pada pasien dengan multiple myeloma.

23
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 7. Foto humerus kanan menggambarkan destruktif lesi pada diafisis dan
terdapat faktur patologis

24
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 8. Anteroposterior radiografi bahu kiri menunjukkan proses expansile di


glenoid.

2) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma serta menilai
resiko fraktur pada tulang yang kerusakannya sudah berat. Diffuse osteopenia
dapat memberi kesan adanya keterlibatan myelomatous sebelum lesi litik sendiri
terlihat. Pada pemeriksaan ini juga dapat ditemukan gambaran sumsum tulang
yang tergantikan oleh sel tumor, osseous lisis, destruksi trabekular dan korteks.
Namun, pada umumnya tidak dilakukan pemeriksaan kecuali jika adanya lesi
fokal.

25
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 9. CT Scan sagital T1 – gambaran weighted pada vertebra lumbalis


menunjukkan adanya infiltrasi difus sumsum yang disebabkan oleh multiple
myeloma.

26
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 10. Lytic expansile mass dari C5. Pada CT Scan tranversal C5
menunjukkan adanya perluasan massa jaringan lunak (expansile soft-tissue mass)
pada sepanjang sisi kanan Vertebra Cervikal 5 dengan kerusakan tulang terkait.

27
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 11. Axial CT Scan dari glenoid yang menunjukkan lesi yang khas untuk
myeloma. Korteks intak

Gambar 12. Axial CT Scan dari glenoid yang sama dari gambar sebelumnnya
menunjukkan 1 tahun kemudian lesi myeloma telah tumbuh secara signifikan,
memperluas prosesus coracoid dan melalui korteks glenoid.

28
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 13 Axial CT scan bahu kiri dengan CT-guided biopsy (pasien yang sama
dari gambar sebelumnya). Gambar ini menunjukkan jarum biopsi melalui
prosesus coracoid.

3) MRI
MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini
baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit
myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1,
yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola
menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun
tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma seperti
pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk
menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna
untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.

29
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 14. Foto potongan sagital T1 weighted-MRI pada lumbar-sakral


memperlihatkan adanya diffusely mottled marrow yang menunjukkan adanya
diffuse involvement pada sumsum tulang dengan multiple myeloma. Juga
didapatkan gambaran fraktur kompresi pada seluruh vertebra yang tervisualisasi.
Pada V-T10 terdapat adanya focal mass-like lesion yang menunjukkan suatu
plasmacytoma.

30
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 15. Koronal T1-MRI, lesi myeloma humerus. Gambar ini menunjukkan
bahwa lesi berintensitas rendah. Margin korteks luar erosi tapi intak, namun, lesi
transgressed korteks bagian dalam.

31
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 16. T1-MRI menunjukkan lesi myelomatous predominantly hypointense


to isointense di ruang meduler dari diaphysis. Lesi meluas melalui aspek anterior
korteks.

32
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 17. T2-MRI myeloma humerus. Gambar ini menunjukkan lesi yang
hyperintense.

33
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 18. T1-MRI dari bahu menunjukkan keterlibatan myelomatous dalam


glenoid dan prosesus coracoid

34
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 19. T2-MRI dari bahu (pasien sama dengan gambar sebelumnya)
menunjukkan lesi myeloma hyperintense.
4) Radiologi Nuklir
Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overeaktifitas pada
osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik
(formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin, pemeriksaan ini
menggunakan radiofarmaka Tc-99m senyawa kompleks fosfat yang diinjeksikan
secara intravena. Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk mendiagnosis
multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan
pemeriksaan lain untuk konfirmasi.

Gambar 20. FDG PET scan pada pasien multiple myeloma dengan difuse yang
berat disertai focal disease.

5) Angiografi

35
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer


dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk
mendiagnosis multiple myeloma.

2.11 PATOLOGI ANATOMI


Pada pasien multiple myeloma, sel plasma berproliferasi di dalam sumsum
tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 – 3 kali dari limfosit,
dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki halo
perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik.

Gambar 21. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma multiple


myeloma. Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat
perinuclear (halo).

36
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 22. Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma ganas
pada multiple myeloma.

Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada


pasien yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan
konektif, metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah
dieksklusi adalah sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma
dengan salah satu dari kriteria berikut :
- Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL)
- Protein monoclonal urine
- Lesi litik pada tulang

2.12 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis multiple myeloma seringkali jelas karena kebanyakan pasien
memberikan gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium, termasuk trias
berikut :
Protein M serum atau urin (99% kasus)
Peningkatan jumlah sel plasma sumsum tulang
Lesi osteolitik dan kelainan abnormal lain pada tulang.
Keadaan yang dapat menjadi diagnosis banding multiple myeloma berupa
metastasis tumor ke tulang.
Delapan puluh persen penyebaran tumor ganas ke tulang disebabkan oleh
keganasan primer payudara, paru, prostat, ginjal dan kelenjar gondok. Penyebaran
ini ternyata ditemukan lebih banyak di tulang skelet daripada ekstremitas. Bone
Survey atau pemeriksaan tulang-tulang secara radiografik konvensional adalah
pemeriksaan semua tulang-tulang yang paling sering dikenai lesi-lesi metastatik
yaitu skelet ekstremitas bagian proksimal. Sangat jarang lesi mengenai sebelah
distal siku atau lutut. Bila ada lesi pada bagian tersebut harus dipikirkan
kemungkinan multiple myeloma.

37
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambaran radiologik dari metastasis tulang terkadang bisa memberi


petunjuk dari mana asal tumor. Sebagian besar proses metastasis memberikan
gambaran “lytic” yaitu bayangan radiolusen pada tulang. Sedangkan gambaran
"blastic" adalah apabila kita temukan lesi dengan densitas yang lebih tinggi dari
tulang sendiri. Keadaan yang lebih jarang ini kita temukan pada metastasis dari
tumor primer seperti prostat, payudara, lebih jarang pada karsinoma kolon, paru,
pankreas. Sedangkan pada multiple myeloma ditemukan gambaran lesi litik
multiple berbatas tegas, punch out, dan bulat. Selain gambaran radiologik,
ditemukannya proteinuria Bence Jones pada pemeriksaan urin rutin dapat
menyingkirkan adanya metastasis tumor ke tulang.

Gambar 23. Foto pelvic pada metastasis tumor payudara ke tulang memberikan
gambaran osteolytic.

38
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 24. Foto pelvic pada multiple myeloma menunjukkan adanya multiple
lytic lesions pada sepanjang pelvis dan femur.

39
Kepaniteraan Klinik Radiologi

Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Royal Taruma
Periode 8 Oktober 2012 – 10 November 2012
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

2.13 TERAPI
Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada
tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal
yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan
dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan
lenalidomide sedang diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk
intravena merupakan inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna
pada myeloma. Lenalidomide , dengan pemberian oral merupakan turunan dari
thalidomide.
Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi yang
optimal untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah transplantasi stem sel
autolog. Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada
tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia
dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. Bifosfonat
mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang.

Penatalaksanaan yang bisa diberikan:


1. Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang
yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2. Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus
banyak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah
dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3. Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa
mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah
patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-
tulangnya rapuh.
4. Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil,
daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5. Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau
mendapatkan eritropoetin (obat untuk merangsang pembentukan sel darah
merah). Kadar kalsium darah yang tinggi bisa diobati dengan prednison
dan cairan intravena, dan kadang dengan bifosfonat (obat untuk
menurunkan kadar kalsium). Allopurinol diberikan kepada penderita yang
memiliki kadar asam urat tinggi.
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

6. Kemoterapi memperlambat perkembangan penyakit dengan membunuh sel


plasma yang abnormal. Yang paling sering digunakan adalah melfalan dan
siklofosfamid. Kemoterapi juga membunuh sel yang normal, karena itu sel
darah dipantau dan dosisnya disesuaikan jika jumlah sel darah putih dan
trombosit terlalu banyak berkurang. Kortikosteroid (misalnya prednison
atau deksametason) juga diberikan sebagai bagian dari kemoterapi.
7. Kemoterapi dosis tinggi dikombinasikan dengan terapi penyinaran masih
dalam penelitian. Pengobatan kombinasi ini sangat beracun, sehingga
sebelum pengobatan sel stem harus diangkat dari darah atau sumsum
tulang penderita dan dikembalikan lagi setelah pengobatan selesai.
Biasanya prosedur ini dilakukan pada penderita yang berusia dibawah 50
tahun. peneliti dari Klinik Mayo melaporkan 67 persen pasien yang
menggunakan Revlimid (plus steroid dexamethasone) sebagai terapi
utama, mencapai reaksi yang dikategorikan lengkap atau sangat baik,
dengan tingkat perkembangan penyakit rendah yang berlanjut bahkan
setelah dua tahun.
8. Perawatan pasca-radiasi dan pasca-kemoterapi diberikan pada kasus yang
berat. Selain itu, pasien juga dipantau kalau-kalau ada infeksi, perdarahan,
dan ketidakseimbangan elektrolit. Pasien dianjurkan untuk memantau
gejala yang muncul di rumah, termasuk gejala yang timbul dari patah
tulang, kejang, dan batu ginjal.
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Gambar 25. Pendekatan penatalaksanaan pada pasien baru terdiagnosis multiple


myeloma (MM).

2.14 PROGNOSIS
Meskipun rara-rata pasien multiple myeloma bertahan kira-kira 3 tahun,
beberapa pasien yang mengidap multiple myeloma dapat bertahan hingga 10
tahun tergantung pada tingkatan penyakit.
Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System , angka rata-
rata pasien bertahan hidup sebagai berikut :
Stadium I > 60 bulan
Stadium II , 41 bulan
Stadium III , 23 bulan
Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk.
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging


system maka rata-rata angka bertahan hidup pasien dengan multiple myeloma
sebagai berikut :
Stadium I , 62 bulan
Stadium II, 44 bulan
Stadium III, 29 bulan.

Berdasarkan jumlah C-reactive protein (CRP) dan beta-2 microglobulin:


- Jika kedua protein < 6 mg/L, 54 bulan.
- Jika salah 1 komponen protein ≤ 6 mg/L, 27 bulan.
- Jika kedua protein > 6 mg/L, 6 bulan.

Prognosis buruk jika terdapat:


- Massa tumor
- Hypercalcemia
- Bence Jones proteinemia
- Gangguan ginjal (stage B disease ada kreatinin level >2mg/dL saat
didiagnosis)

DAFTAR PUSTAKA
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

1. Syahrir, Mediarty. Mieloma Multipel dan Penyakit Gamopati Lain. Buku Ajar
– Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI. Jakarta: 2006.
2. Palumbo,Antonio M.D. and Anderson,Kenneth M.D. Medical Progress
Multiple Myeloma. The New England Journal of Medicine, [online].
2011;364:1046-60 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra1011442
3. Wenqi, Jiang. Mieloma Multipel. Buku Ajar – Onkologi Klinis Edisi 2. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta: 2008.
4. Angtuaco, Edgardo J.C, M.D, et al. Multiple Myeloma: Clinical Review and
Diagnostic Imaging. Departement of Radiology and the Myeloma Institute,
University of Arkansas, [online]. 2004 [cited 2012 Oktober 15]. Available
from: http://radiology.rsna.org/content/231/1/11.full.pdf+html
5. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Plasma Cell Disorder in Harrison’s –
Principles of Internal Medicine 17th Edition. The McGraw-Hill Companies,
Inc. US: 2008.
6. Besa, Emmanuel C, M.D. Multiple Myeloma. Medscape Reference, [online]
2011 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview
7. Baron, Rolland, DDS,PhD. Anatomy and Ultrastructure of Bone Histogenesis,
Growth and Remodelling. Endotext – The most accesed source endocrinology
for Medical Professionals, [online]. 2008 [cited 2012 Oktober 15]. Available
from: http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid1/parathyroid1.html
8. Belch, Andrew R,MD, et al. Multiple Myeloma Patient Handbook. Multiple
Myeloma Canada, [online]. 2007 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://myeloma.org/pdfs/PHCanada.pdf
9. Ki Yap, Dr. Multiple Myeloma. Radiopaedia.org, [online]. 2010 [cited 2012
Oktober 15]. Available from: http://radiopaedia.org/articles/multiple-
myeloma-1
10. Schmaier, Alvin H.,MD, et al. Multiple Myeloma and Plasmacytoma -
Hematology for the Medical Student. Lippincott Williams & Wilkins. United
States of America: 2003.
11. Vickery, Eric, PA-C. Multiple myeloma: Vague symptoms can challenge
diagnostic skill. Journal of the American Academy of Physician Assistans,
[online]. 2008 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
Multiple Myeloma dan Aspek Radiologinya

http://www.jaapa.com/multiple-myeloma-vague-symptoms-can-challenge-
diagnostic-skills/article/121750/
12. Reyna, Rolando. Lytic Lesion in Multiple Myeloma – Radiology Teaching
Files. MyPACS.net, [online]. 2005 [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.mypacs.net/cases/LYTIC-LESIONS-IN-MULTIPLE-
MYELOMA-1664181.html
13. ______. Guidelines on the Diagnosis and Management of Multiple Myeloma.
UK Myeloma Forum, [online]. [cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.ukmf.org.uk/guidelines/gdmm/context.htm
14. Kumar, Cotran, Robbins. Mieloma Multipel dan Gangguan Sel Plasma Terkait
– Buku Ajar Patologi Edisi 7, Robbins volume 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta: 2004.
15. Brant, William E.,et al. Fundamentals of Diagnostic Radiology – 2nd Ed.
Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
16. Berquist, Thomas H. Musculoskeletal Imaging Companion. Lippincott
Williams & Wilkins. 2007.
17. ______. Cardiothoracic Pulmonary Imaging Correlation Conference – Case of
the Week. Virginia Commonwealth University Health System, [online]. 2009
[cited 2012 Oktober 15]. Available from:
http://www.vcuthoracicimaging.com/Historyanswer.aspx?qid=9&fid=1
18. ______. MRI of Multiple Myeloma. Science Photo Library, [online]. [cited
2012 Oktober 16]. Available from:
http://www.sciencephoto.com/images/download_lo_res.html?id=771340876
19. Michael Mulligan, MD. Multiple Myeloma Imaging. Medscape Reference,
[online] 2011 [cited 2012 Oktober 17]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/391742-overview

Anda mungkin juga menyukai