Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

Diajukan untuk memenuhi syarat mata kuliah Keperawatan Jiwa

Disusun oleh :
1. Nurlaili Luthfia 11. Een Nuraeni
2. Syahnaz Nurul .A 12. Rizky Okki
3. Siti Nasiroh 13. Kurniawan
4. Dian Novitawati 14. Muhammad Hafiz
5. Noer Kholifah .S 15. Oktarianto
6. Siti Mahfudotul .A 16. Muhhidin
7. Siti Nur Shaffiyah 17. Agus Mulyawan
8. Nova Hendriyanti 18. Edwardo
9. Yulianti Sahada 19. Sahwati
10. Rohmayati 20. Gadis Sarasthias P

PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
I. KASUS ( masalah utama )

Kasus : klien seorang laki - laki datang kerumah sakit tiba – tiba membanting – banting
barang karena dihina oleh temannya semenjak di PHK. Kadang klien memukul anak dan
istrinya. Ekspresi tampak tegang, mata merah, tangan mengepal. Klien waktu di RS diberi
pengertian. Klien mengtakan kurang diperhatikan dari keluarga semenjak di PHK.

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah

tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat

perasaan- perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah.

(Dermawan dan Rusdi, 2013 ).

Suatu keadaan di mana klien mengalami perilaku yang dapat

membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-

barang (Fitria, 2010).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk

melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini

maka perilaku kekerasan dapat di lakukan secara verbal, di arahkan pada diri

sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam

dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat

perilaku kekerasan (Dermawan dan Rusdi, 2013 ).

II. PROSES TERADINYA MASALAH

1. Faktor predisposisi

a) Teori Biologik

1) Neurologic factor, beragam komponen dari sistem syaraf seperti

synap, neurotransmitter, dendrite, axon terminalis mempunyai

peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-

pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik


sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku

bermusuhan dan respons agresif.

2) Genetic factor, adanya factor gen yang di turunkan melalui

orang tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo

Murakhmi (2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi)

agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh

factor eksternal. Menurut penelitian genetic tipe karyo type

XYX, pada umumnya di miliki oleh gen penghuni pelaku tindak

kriminal serta orang-orang yang tersangkut hokum akibat

perilaku agresif.

3) Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan

pada individu. Menurut penelitian pada jam- jam tertentu

manusia mengalami peningkatan cortsiol terutama pada jam-

jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang

berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam

tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.


4) Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh) seperti

neurotransmitter di otak (epinephrine, norephinephrine,

asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian

informasi melalui system persyarafan dalam tubuh, adanya

stimulus dari luar tubuh yang di anggap mengancam atau

membahayakan akan di hantar melalui impuls neurotransmitter

ke otak dan meresponya melalui serabut efferent. Peningkatan

hormone androgen dan norephinephrin serta penurunan

serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebrata dapat

menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif.

5) Brain Area Disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus

temporal, sindrom otak organic, tumor otak, trauma otak,

penyakit ensepalitis, epilepsy di temukan sangat berpengaruh

terhadap perilaku agresif dan tindakan kekerasan.

b) Teori Psikologis

1) Teori Psikoanalisa;

Agresivitas dan kekerasan dapat di pengaruhi oleh riwayat

tumbuh kembang seseorang (life span hystori). Teori ini

menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia

0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih saying dan

pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung

mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa


sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada

lingkunganya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman

dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan memnbuat

konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan

kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap

rasa ketidakberdayaananya dan rendahnya harga diri pelaku

tindak kekerasan

2) Imitation, modeling, and information processing theory; Menurut

teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam

lingkungan yang menolerir kekerasan. Adanya contoh, model

dan perilaku yang di tiru dari media atau lingkungan sekitar

memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu

penelitian beberapa anak di kumpulkan untuk menonton

tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif

(makin keras pukulanya akan di beri coklat), anak lain menonton

tayangan cara mengasihi dan mencium boneka tersebur dengan

reward posiitif pula (makin baik belaiannya mendapat hadiah

coklat). Setelah anak- anak keluar dan diberi boneka ternyata

masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang

pernah di alaminya.

3) Learning Theory;

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap

lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respons ibu


saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresivitas lingkungan

sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap

bahwa dirinya eksis dan patut untuk di perhitungkan.

c) Teori sosiokultural

Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang

receh, sesaji atau kotoran kerbau di keratin, serta ritual- ritual yang

cenderung mengarah pada kemusyrikan secara tidak lansgsung turut

memupuk sikap agresif dan ingin sendiri. Kontrol masyarakat yang

rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai

cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor

predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini di picu juga

dengan maraknya demonstrasi, film- film kekerasan, mistik, tahayul

dan perdukunan (santet,teluh) dalam tayangan televisi.

d) Aspek religiusitas

Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas

merupakan dorongan dari bisikan syetan yang sangat menyukai

kerusakan agar manusia menyesal (devil support). Semua bentuk

kekerasan adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung,

otak dan organ vital manusia lain yang di turuti manusia sebagai

bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus


segera di penuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma

agama (super ego).

2. Faktor Presipitasi

Faktor- faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali

berkaitan dengan:

- Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas

seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,

perkelahian massal dan sebagainya.

- Ekspresi dari tidak terpenuinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial

ekonomi.

- Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak

membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan

kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

- Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan

menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

- Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan

alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat

menghadapi rasa frustasi.

- Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan

keluarga.

(Yosep, 2011)
3. Rentang Respons

Perilaku kekerasan diangggap suatu akibat yang ekstrem dari marah. Perilaku

agresif dan perilaku kekerasan sering di pandang sebagai rentang di mana

agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan di sisi yang lain. Suatu

keadaan yang menimbulkan emosi, frisutasi, dan marah. Hal ini akan

mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara

mendalam tersebut kadang perilaku agresif atau melukai karena

menggunakan koping yang tidak baik.

respon

Respons adaptif maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif kekerasan

Gambar 1.1 . Rentang Respons Perilaku Kekerasan


Sumber: (Fitria,2010)

Keterangan:

1) Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa


menyalahkan orang lain dan memberikan
ketenangan.
2) Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah
dan tidak dapat menemukan alternative.
3) Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya.
4) Agresif : Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
5) Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol.
4. Mekanisme koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme kopimg

klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangakan mekanisme

koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme

koping yang umum di gunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti:

1. Displacement

Melepaskan perasaan tertekanya bermusuhan pada objek yang begitu

seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.

2. Proyeksi

Menyalahkan orang lain mengenai keinginanya yang tidak baik.

3. Depresi

Menekan perasaan orang lain yang menyakitkan atau konflik ingatan dari

kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainya.

4. Reaksi formasi

Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan

apa yang benar- benar di lakukan orang lain.

(Yosep, 2011)
III. A. Pohon Masalah

Resiko perilaku
kekerasan

Perubahan
persepsi sensori
Perilaku kekerasan halusinasi

Inefektif proses Gangguan harga Isolasi sosial


terapi diri rendah kronis

Koping keluarga Berduka


tidak efektif disdungsional

Gambar 1.3. Pohon masalah perilaku kekerasan

Keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah keperawatan:
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Perilaku kekerasan
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan


a. Resiko perilaku kekerasan
Data Subyektif :

 Klien mengatakan kurang diperhatikan oleh keluarga semenjak di PHK


 Klien mengatakan sering dihina oleh temannya
 Klien mengatakan selalu cekcok dengan istrinya
 Klien mengatakan kadang – kadang memukul anak dan istrinya

Data Objektif :
 Klien tampak membanting – banting barang
 Klien tampak tegang, mata merah dan tangan mengepal
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :

 Klien mengatakan kurang diperhatikan oleh keluarga semenjak di PHK


 Klien mengatakan sering dihina oleh temannya
 Klien mengatakan selalu cekcok dengan istrinya
 Klien mengatakan kadang – kadang memukul anak dan istrinya

Data Obyektif

 Klien tampak membanting – banting barang


 Klien tampak tegang, mata merah dan tangan mengepal

c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai
diri / ingin mengakhiri hidup.

E. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

F. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: perilaku kekerasan
TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan
interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
4.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
4.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
4.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga,
memukul bantal / kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
6.4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

Diagnosa II: gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.4. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan
interaksi.
1.5. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.6. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Anda mungkin juga menyukai