Anda di halaman 1dari 45

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayat, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK DAN REMAJA. Makalah ini
telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam mengerjakan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami memohon maaf jika pembuatan makalah kami kurang baik.
Akhir dari kami berharap semoga makalah tentang ketuhanan ini dapat
memberikan manfaat terhadap pembaca.

Surabaya, 25 Mei 2018

Kelompok 09

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................4
1.3 Tujuan...................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Remaja dengan gangguan jiwa pada anak dan remaja..............................5
2.2 Proses Pertumbuhan dengan gangguan jiwa pada anak dan remaja......................5
2.3 Karakteristik Perkembangan pada anak dan remaja...............................................7
2.4 Tugas Perkembangan pada anak dan remaja..........................................................8
2.5 Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan jiwa anak dan remaja ................9
2.6 Landasan Teoritis Keperawatan Jiwa pada anak dan ramaja ...............................12
BAB III TINJAUAN TEORITIS
3.1 Tinjauan Teoritis Perilaku Kekerasan ..................................................................14
3.2 Rentang Respon Marah ........................................................................................14
3.3 Gejala atau Tanda Marah (Perilaku).....................................................................15
3.4 Proses Terjadinya Marah ......................................................................................16
3.5 Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan .................................................................17
3.6 Tindakan Keperawatan (Teori)..............................................................................20
BAB IV TINJAUAN KASUS ASKEP 25
4.1 Kasus ASKEP ........................................................................................................25
4.2 Pengkajian ASKEP................................................................................................26
4.3 Intervensi Keperawatan .........................................................................................36
4.4 Implementasi Keperawatan ...................................................................................41
4.5 Evaluasi Keperawatan ...........................................................................................41
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................46

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik
yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut tidak
disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota badan, meskipun kadang-
kadang gejalanya terlihat pada fisik (Aqib, 2013).

Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan


keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya. Menurut WHO, Kondisi seseorang yang terus tumbuh berkembang dan
mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri, serta terbebas dari stress yang
serius (Direja, 2011: 1).

Gangguan jiwa merupakan keadaan terganggunya fungsi kejiwaan, fungsi kejiwaan


meliputi proses berfikir, emosi, kemauan dan perilaku psikosomatik. Bentuk
penyimpangan perilaku akibat adanya distori emosi sehingga ditemukan ketidak wajaran
dalam tingkah laku, hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan (Jaya, 2015:
87).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan


yang dapat memebahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap
suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010 dalam
Damaiyanti, 2014: 95).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2012 angka gangguan jiwa
mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di
dunia. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya tinggal di negara berkembang,
sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan
(Kementrian Kesehatan 2012).

3
Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1.728
orang, adapun proposi rumah tangga yang pernah memasung gangguan jiwa berat sebesar
1.655 rumah tangga dari 14,3% terbanyak tinggal di pedasaan, sedangkan yang tinggal
diperkotaan sebanyak 0,7%. Selain itu prevalensi gangguan mental emosional pada
penduduk umur lebih dari 15 tahun di Indonesia secara nasional adalah 6.0% , 37.728
orang dari subjek yang dianalisis. Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional
tertinggi adalah Sulawesi Tengah (11,6%), Sedangkan yang terendah di lampung
(Riset KesehatanDasar, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas dapat diperoleh rumusan masalah yaitu :
1. Definisi remaja dengan ganguan jiwa pada anak dan remaja ?
2. Proses pertumbuhan dengan gangguan jiwa pada anak dan remaja ?
3. Karakteristik Perkembangan pada anak dan remaja ?
4. Tugas perkembangan jiwa pada anak dan remaja ?
5. Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan jiwa pada anak dan remaja ?
6. Landasan teoritis keperawatan jiwa pada anak dan remaja ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi remaja dengan ganguan jiwa pada anak dan remaja
2. Untuk mengetahui proses pertumbuhan dengan gangguan jiwa pada anak dan remaja
3. Untuk mengetahui karakteristik Perkembangan pada anak dan remaja
4. Untuk mengetahui tugas perkembangan jiwa pada anak dan remaja
5. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap perkembangan jiwa pada anak dan
remaja
6. Untuk mengetahui landasan teoritis keperawatan jiwa pada anak dan remaja

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau
12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda (Soetjiningsih,
2007).

Masa remaja (adolescence) merupakan periode transisi perkembangan antara


masa kanak-kanak dengan dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis,
kognitif dan sosioemosional. Secara umum masa remaja dibagi dua tahap yaitu masa
remaja awal (early adolescence) yang kurang lebih berlangsung di masa sekolah
menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan pubertas terjadi di
masa ini, sedangkan masa remaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada
pertengahan dasawarsa kedua dari kehidupan. Minat karir, pacaran, dan eksplorasi
identitas seringkali lebih menonjol di masa remaja akhir (Santrock, 2007).

Berdasarkan definisi tersebut, dapat kami simpulkan bahwa remaja adalah tahap
tumbuh kembang setelah masa kanak-kanak sampai sebelum memasuki masa dewasa
antara umur 10-18 tahun, yang di dalamnya terjadi perubahan-perubahan secara
biologis dan psikososia.

2.2 Proses Pertumbuhan pada Remaja

Proses Perubahan pada Remaja Masa remaja merupakan periode transisi


perkembangan antara masa kanakkanak dengan masa dewasa, yang melibatkan
perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional (Santrock, 2007).

Lerner dan Hultsch (1983 dalam Agustiani 2006) mengatakan bahwa proses
perubahan dan interaksi antara beberapa aspek yang berubah selama masa remaja,
antara lain:

5
a. Perubahan fisik Rangkaian perubahan yang paling jelas yang nampak dialami oleh
remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa
pubertas atau pada awal masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita
dan 12-16 tahun pada pria. Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin
yang membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan memunculkan ciri-ciri
seks sekunder. Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi atau
kemampuan untuk mengasilkan keturunan sudah mulai bekerja. Berlangsung pula
pertumbuhan yang pesat pada tubuh dan anggota - anggota tubuh untuk mencapai
proporsi seperti orang dewasa.
b. Perubahan emosionalitas Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal
adalah perubahan dalam aspek emosionalitas pada remaja. Hormonal menyebabkan
perubahan seksual dan menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan perasaan
baru. Kesimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-hal
yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Keterbatasannya untuk secara kognitif
mengolah perubahan-perubahan baru hal tersebut bisa membawa perubahan besar
dalam fluktuasi emosionalnya. Pengaruh-pengaruh sosial yang juga berubah,
seperti tekanan dari teman sebaya, media masa dan minat pada lawan jenis, remaja
menjadi lebih terorientasi secara seksual. Hal tersebut menuntut kemampuan
pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya.
c. Perubahan kognitif Semua perubahan fisik yang membawa implikasi perubahan
emosional tersebut makin rumit oleh adanya fakta bahwa individu remaja juga
mengalami perubahan kognitif. Perubahan dalam kemampuan berpikir ini
diungkapkan oleh Piaget (1972) sebagai tahap terakhir yang disebut sebagai tahap
formal operation dalam perkembangan kognitifnya.
d. Perubahan psikososial Secara psikologis proses-proses dalam diri remaja semuanya
tengah mengalami perubahan, dan komponen-komponen fisik, fisiologis,
emosional, dan kognitif sedang mengalami perubahan besar. Pada saat remaja
mengalami semua keprihatinan tersebut, yaitu pada saat remaja sangat tidak siap
untuk berkutat dengan kerumitan dan ketidakpastian, berikutnya muncul faktor-
faktor lain yang menimpa dirinya. Menurut Erickson (Agustiani, 2006), seorang
remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tapi bagaimana dan dalam
konteks apa atau dalam kelompok apa remaja bisa menjadi bermakna dan

6
dimaknakan. Dengan kata lain identitas remaja tergantung pula pada bagaimana
orang lain mempertimbangkan kehadirannya karena bisa lebih dipahami mengapa
keinginan untuk diakui, keinginan untuk memperkuat kepercayaan diri, dan
keinginan untuk menegaskan kemandirian menjadi hal yang sangat penting bagi
remaja, terutama mereka yang akan mengahiri masa itu.

2.3 Karakteristik Perkembangan Masa Remaja

Perkembangan yang terjadi pada masa remaja mencapai tugas


perkembangannya dalam mencapai identitas diri seperti menilai diri secara objektif
dan mengaktualisasikan kemampuannya. Hurlock (dalam Sumiati, 2009)
mengemukakan beberapa karakteristik remaja, antara lain:

a. Masa remaja adalah masa peralihan Peralihan yang berkesinambungan dari satu
tahap ke tahap berikutnya, pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga
bukan orang dewasa. Pada usia remaja merupakan masa yang strategis untuk
membentuk gaya hidup, pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang diinginkan.
b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan Terdapat empat perubahan besar yang
terjadi pada masa remaja yaitu perubahan emosi, perubahan peran dan minat,
perubahan pola perilaku dan perubahan sikap menjadi ambivalen.
c. Masa remaja adalah masa banyak masalah. Masalah pada remaja sering menjadi
masalah yang sulit diselesaikan, hal ini karena remaja masih belum terbiasa
menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan orang lain sehingga penyelesainnya tidak
sesuai dengan yang diharapkan.
d. Masa remaja adalah masa mencari identitas Identitas diri yang dicari oleh remaja
adalah kejelasan mengenai siapa dirinya dan apa perannya di lingkungan sosialnya.
Remaja ingin memperlihatkan dirinya sebagi individu yang berbeda dengan orang
lain sementara di saat yang sama remaja ingin mempertahankan dirinya di dalam
kelompok.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan Ada beberapa pandangan
masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya,
berperilaku merusak sehingga perlu pengawasan dan bimbingan dari orang dewasa.

7
Akibat stigma tersebut masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit karena
orang tua akan mencurigai dan menentang apa yang diinginkan remaja.
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja dalam memandang dirinya
maupun orang lain cenderung berdasarkan pola pikirnya sendiri, remaja tidak
melihat fakta tetapi berpikir sesuai yang remaja inginkan.
g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa Masa remaja yang akan menuju usia
dewasa, remaja akan mulai berperilaku dan bertindak sesuai dengan status orang
dewasa.

2.4. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan merupakan kewajiban yang harus dilalui setiap individu


termasuk remaja sesuai dengan tahap perkembangan individu (Dariyo,2004). Menurut
teori psikososial Erik Erikson (dalam Sunaryo, 2004) menyatakan bahwa masa remaja
merupakan fase “identitas vs kekacauan identitas”, fase ini merupakan berakhirnya
masa kanak-kanak dan memasuki masa remaja. Pertumbuhan fisik pada remaja
menjadi cepat sampai mencapai taraf dewasa, pada fase ini sering terjadi konflik saat
mencari identitas diri sehingga remaja mulai ragu terhadap nilai-nilai yang selama ini
diyakini dan dianutnya. Remaja sering mencoba berbagai macam peran yang
dilingkungannya dalam mencari identitas diri, biasanya figur orang tua mulai luntur
dan mencari figur lain sebagai identifikasi. Sikap sering mencoba berbagai macam hal
terkadang dapat menjerumuskan remaja ke hal-hal yang negati, seperti kebingungan
peran dapat menimbulkan kelainan perilaku yaitu kenakalan remaja dan juga psikotik.
Tantangan besar pada masa remaja adalah ketika individu harus menentukan siapa
mereka, apa yang akan mereka lakukan dan apakah harapan mereka dalam hidup.
Erikson menggunakan istilah krisis identitas untuk menggambarkan konflik utama
dalam masa remaja, remaja yang berhasil menyelesaikan akan melalui tahapan ini
dengan identitas yang kuat dan siap untuk membangun masa depan, sedangkan remaja
yang gagal menyelesaikan krisis akan tenggelam dalam kebingungan dan kehilangan
kemampuan membuat keputusan (Wade & Tavris, 2007)

8
2.5. Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Jiwa Remaja

Lingkungan sangat mempengaruhi perilaku remaja terutama dalam interaksi


sosial agar mendapat pengakuan dari lingkungannya, tetapi remaja juga memikirkan
untuk hidup secara mandiri. Hubungan pola sosialisasi dewasa yang harus dicapai
oleh remaja untuk memenuhi tahap tumbuh kembangnya membutuhkan banyak
penyesuaian baru terhadap lingkungannya yang dapat mempengaruhi perkembangan
jiwa remaja.

Menurut Sumiati et al. (2009), mejelaskan bahwa beberapa lingkungan yang dapat
mempengaruhi jiwa remaja, sebagai berikut:

a. Lingkungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan sosial yang penting dalam


kelompok sosial di dalam masyarakat yang bertanggung jawab dalam menjamin
kesejahteraan sosial dan biologis ( Kartono dalam Sumiati et al., 2009).
Lingkungan keluarga yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja
adalah:
1. Pola asuh keluarga Setiap orang tua bertanggung jawab menciptakan dan
memelihara hubungan antara orang tua dengan anak yang harmonis. Proses
sosialisasi yang baik sangat dipengaruhi oleh gaya pengasuhan dalam keluarga
(Basri dalam Sumiati et al., 2009). Gaya pengasuhan orang tua yang otoriter
dapat mendukung gambaran diri remaja, ketika remaja menganggap orang tua
lebih mendominasi pengalaman mereka, maka kondisi emosional mereka lebih
menderita dari pada ketika orang tua hanya mengontrol perilaku mereka
(Papalia et al, 2008).
2. Kondisi keluarga Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan
perkembangan kepribadian emosional anak yang optimal. Hubungan orang tua
yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dengan anak, hubungan
perceraian, kematian dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, juga
mempengaruhi perkembangan jiwa remaja.
3. Pendidikan moral dalam keluarga Pendidikan moral dalam keluarga adalah
upaya untuk menanamkan nilai-nilai akhlak atau budi pekerti. Sebuah keluarga
yang harmonis ditandai kehidupan beragama, hal ini penting karena dalam
agama terdapat nilai moral dan etika kehidupan. Berdasarkan beberapa

9
penelitian ditemukan bahwa keluarga yang tidak religius cenderung terjadi
konflik dan pertengkaran dalam keluarga. Remaja yang taat norma agama akan
terhindar dan mampu bertahan terhadap pengaruh buruk lingkungannya, selain
keagamaan dalam keluarga faktor kesusilaan dan kepribadian memiliki peran
dalam pembentukan kepribadian remaja. Keluarga yang tidak peduli terhadap
nilai dan budi pekerti, misalnya membiarkan anak tanpa komunikasi dengan
keluarga, membaca buku dan menonton video porno, bergaul bebas, minuman
keras dan merokok akan berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa remaja.
b. Lingkungan sekolah Perkembangan jiwa remaja juga dipengaruhi oleh lingkungan
sekolah. Orang tua percaya terhadap pendidikan di sekolah. Terciptanya lingkungan
kondusif bagi kegiatan belajar mengajar dipengaruhi suasana sekolah. Suasana
sekolah sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja yaitu dalam hal
kedisiplinan, kebiasaan belajar dan pengendalian diri. Selain suasana sekolah,
bimbingan guru merupakan elemen penting yang ada di dalam sekolah. Guru tidak
sekedar menambah wawasan ilmu pengetahuan tetapi juga memberikan nilai yang
terkandung didalamnya, misalnya kerjasama, menghargai pendapat orang lain dan
sikap-sikap yang dapat menumbuhkan kecerdasan emosional siswa, sebaliknya jika
guru kurang peduli pada hal tersebut akan mengganngu perkembangan jiwa siswa
yang optimal.
c. Lingkungan teman sebaya Remaja dalam pergaulannya lebih banyak bersama
dengan teman sebayanya sehingga sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan
perilaku teman sebaya sangat besar pengaruhnya. Misalnya; jika remaja
mengenalkan model pakaian yang sama dengan pakaian kelompoknya, maka
kesempatan untuk dapat diterima di kelompok tersebut menjadi lebih besar, begitu
juga bila kelompok mencoba minum alkohol, rokok atau zat adiktif lainnya, maka
remaja cenderung mengikuti tanpa memikirkan akibatnya. Remaja berusaha
menemukan konsep dirinya dengan berusaha mendapatkan pengakuan dari teman
sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dari orang dewasa, pada tahap inilah
dampak buruk bagi perkembangan jiwa remaja jika nilai yang dikembangkan
dalam kelompok sebaya adalah nilai yang negatif. Remaja yang memiliki minat
dan aktif dalam kegiatan disekolah akan meningkatkan percaya diri.

10
d. Lingkungan masyarakat Tanggapan positif dari lingkungan terhadap keadaan
remaja akan menimbulkan perasaan puas dan menerima dirinya, sedangkan
tanggapan negatif dari lingkungannya akan menimbulkan perasaan tidak puas pada
dirinya dan individu tidak menyukai dirinya yang nantinya mengakibatkan
terjadinya pelanggaran terhadap peraturan dan norma yang ada di dalam
masyarakat. Remaja dibimbing oleh nilai-nilai yang mengarahkan pandangan
mengenai apa yang baik dan apa yang buruk, nilai yang baik harus dianut
sedangkan nilai yang buruk harus dihindari. Remaja dapat hidup damai di
masyarakat ketika nilai materi dan non materi dapat diseimbangkan, tetapi
kenyataan saat ini menunjukkan bahwa nilai materi lebih diutamakan sehingga
menjadi tekanan yang lebih besar daripada non materi atau spiritual. Pada masa
remaja kemampuan kognitif sudah mulai berkembang, sehingga remaja mulai
membentuk pola pikir mengetahui pikiran orang lain tentang dirinya, oleh karena
itu tanggapan dan penilaian orang tentang diri individu akan berpengaruh pada
bagaimana individu menilai dirinya sendiri. Lingkungan masyarakat secara umum
terdiri dari sosial budaya dan media massa. Budaya universal akan mempengaruhi
nilai kehidupan, seperti kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi sangat
berpengaruh terhadap pesatnya informasi dan bagi remaja yang sedang mencari
identitas dan penyesuain sosial dapat berdampak pada konflik kejiwaan pada
sebagian remaja. Kebudayaan memeberikan pedoman arah, persetujuan,
pengingkaran, dukungan, kasih sayang dan perasaan aman kepada remaja, tetapi
remaja mempunyai keinginan untuk mandiri. Remaja membuat kebudayaan sendiri
yang berbeda dari kebudayaan masyarakat pada umunya. Kemajuan tehnologi yang
pesat memberikan wawasan yang luas serta memberikan dampak negatif, karena
hubungan antar manusia menjadi berkurang akibat manusia lebih sering
berkomunikas dengan tehnologi mesin yang berdampak pada hubungan keluarga
menjadi kurang. Remaja terkadang salah dalam memanfaatkan tehnologi informasi,
misalnya mengakses tayangan kekerasan dan kehidupan seksual. Kemajuan media
elektronik memebuat remaja berlomba untuk mengakes VCD dan internet dengan
tayangan yang kurang mendidik. Keingintahuan remaja mengenai kehidupan

11
seksual merupakan pendorong bagi remaja untuk memanfaatkan media cetak dalam
pemenuhan kebutuhannya.

2.6 Landasan Teoritis Keperawatan Jiwa Pada Remaja


1) Teori Perkembangan
Teori perkembangan memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi
penyimpanan yang terjadi pada proses tumbuh kembang remaja. Teori sigmund
Freud, Erik erison dan sullivan memberikan penghayatan kepada kita tentang
perjuangan remaja dalam mencapai kedewasaan.
Proses perkembangan identitas diri remaja melakukan self image (citra tubuh)
juga berhubungan antar peran yang akan datang dengan pengalaman masa lalu.
Untuk mendapatkan kesamaan dan kesinambungan, pada umumnya remaja harus
mengulangi penyelesaian krisis masa lalu dengan mengintegrasikan elemen masa
lalu dan membina identitas akhir. Periode krisis yang perlu ditinjau kembali ialah
rasa percaya, rasa otonom, rasa inisiatif, dan rasa industri.
Tahap pertama, remaja perlu mencari ide dan objek =untuk tempat melimpahlan
rasa percaya (sense of trust). Konflik yang tidak terselesaikan pada tahap pertama
ini membuat remaja merasa ditinggalkan, biasanya dimanifeskan melalui perilaku
makan yang berlebihan, serta ucapan yang kasar dan bermusuhan.
Tahap kedua, adalah rasa otonim, remaja belajar bertindak dan membuat
keputusan secara mandiri, konflik masa lalu yang tidak terselesaikan membuat
remaja takut mengikuti kegiatan yang akan membuat remaja ragu akan
kemampuan.
Tahap ketiga, adalah rasa inisiatif, dimana remaja tidak lagi ,ementingkan
bagaimana, tatapi apa yang dapat dilakukan dengan kemampuan tersebut. Pada
tahapahapan anak menguji cobakan apa yang mungkin dilakukan, dam bukan apa
yang dapat dia lakukan.
Konflik masa ini akan terbawa pada m,asa remaja yaitu ketidakmampuan untuk
mengambil inisiatif.
Tahap keempat, adalah rasa industri yang menuntut remaja untuk memilih karir
yang tidak bisa menjamin secara financial, tetapi juga memberikan kepuasan karena
penampilannya yang baik.
2) Teori integrasi humanistic
Perawat perlu mengintegrasikan prinsip – prinsip interaksi humanistik dalam
pengkajian untuk memberikan asuhan keperawatan dalam membangun hubungan

12
rasa percasya dengan remaja. Perawat perlu memperhatikan dampak terhadap
perkembangan, faktor sosial budaya, pengaruh keluarga dan konflik
psikodinamiAka yang dimanifetasikan melalui perilaku remaja.

BAB III
TINJAUAN TEORITIS

3.1 Tinjauan Teoritis Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri
sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk
penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan
untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat
berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada di
lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan
kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian untuk menggali
penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di rumah.
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons

13
terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman.
(Stuart dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan respons kemarahan yang paling
maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan
(Keliat, 1991).

3.2 Rentang Respon Marah

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Keterangan :
Adaptif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
Pasif : Respons lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan perasaan.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol.

3.3 Gejala atau Tanda Marah (Perilaku)

1. Emosi 4. Spiritual
a. Tidak adekuat a. Kemahakuasaan
b. Tidak aman b. Kebijakan/kebenaran diri
c. Rasa terganggu c. Keraguan
d. Marah (dendam) d. Tidak bermoral
e. Jengkel e. Kebejatan
2. Intelektual f. Kreativitas terlambat
a. Mendominasi 5. Sosial
b. Bawel a. Menarik diri
c. Sarkasme b. Pengasingan
d. Berdebat c. Penolakan
e. Meremehkan d. Kekerasan
3. Fisik e. Ejekan
a. Muka merah f. Humor
b. Pandangan tajam
c. Napas pendek
d. Keringat
e. Sakit fisik
f. Penyalahgunaan zat
g. Tekanan darah meningkat

14
3.4 Proses Terjadinya Marah

Ancaman atau kebutuhan

Stress

Marah

Terasa kuat Mengungkapkan secara vertikal Merasa tidak adekuat

Menantang Menjaga keutuhan Menantang orang lain

Masalah tidak selesai Lega Mengingkari marah

Marah berkepanjangan Ketegangan menurun Marah tidak terungkap

Rasa marah teratasi

Muncul rasa bermusuhan

Rasa bermusuhan menahun

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain atau lingkungan

15
Depresi psikosomatik Agresif mengamuk

3.5 Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan

Faktor predisposisi dan faktor presipitasi dari perilaku kekerasan (Yosep, 2014: 251)
yaitu:

1. Faktor Predisposisi

a. Teori Biologis

1) Neurologic factor yaitu beragam komonen dari system syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit,ekson terminalis mempunyai peran mempasilitasi atau
menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif.
System limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbunya perilaku
bermusuhan dan respon agresif

2) Genetic factor yaitu adanya factor gen yang di turunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif

3) Cycardian rytim (irama sikardian tubuh) memmegang peranan pada individu.


Menurut penelitian pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan
menjelang berakhir pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13 pada jam tertentu
orang mudah terstimulasi untuk bersikap agresif

4) Biochemistry factor (factor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter di otak


(epineprin, norepineprin, dopamine, assetilkolin dan serotonin)sangat berperaan
dalam penyampaian informasi melalui sistim persarapan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh yang di anggap mengancam atau membahayakan akan
dihantar melalui implus neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui
serabut efferent, peningkatan hormone androgen dan norepineprin serta
penurunan serotoin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat
menjadi factor predisposisi terjaadinya perilaku agresif.

16
5) Brain area disorder yaitu gangguan pada system limbic dan lobus temporal
sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepatis , epilepsy di
temukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan

b. Teori psikologis

1) Teori psikoanalisa yaitu agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh


riwayat tumbuh kembang seseorang (life span histori). Teori ini menjelaskan
bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0 - 2 tahun di mana anak
tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cenderung menggembangkan sikap agresif. dan bermusuhan setelah
dewasasebagai kompensasi adanya ketidakberdaayaan pada lingkungan. Tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.

2) Imitation, modeling, and information prosessing teori yaitu menurut teori ini
perilaku kekerasan bisa berkembaang dalam lingkungan yang mentollitir
kekerasan, adanya contoh model dan perilaku yang ditiru dari media atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam
suatu penelitian beberapa anak di kumpulkan untuk menonton tayangan
pemukulaan akan di beri coklat.

3) Learning theory yaitu perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu


terhadap lingkungan terdekat nya, ia mengamati bagaimana respon ayah
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah.

4) Teori sosiokultural, dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang
receh, sesaji atau kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung
mengarah kepada kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap
agresif dan ingin menang sendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan
kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelasaian
masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi, film-film
kekerasan, mistik, tahayul, dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan
televisi.

17
5) Aspek religiusitas, dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas
merupakan dorongan dan bisikan syetan yang sangat menyukai kerusakan agar
manusia menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan adalah bisikan
syetan melalui pembuluh darah ke jantung, otak dan organ vital manusia lain
yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya
terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal dan norma
agama.

2. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor presipitasi dari perilaku kekerasan sering kali berkaitan


dengan (Yosep,2014: 253) yaitu:

a. Ekspansi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog dalam menyelesaikan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalm merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku antisosial meliputi penyalah gunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau


penganiayaan (Fitria, 2014)antara lain sebagai berikut:

1) Kesulitan kondisi sosial ekonomi.


2) Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu.
3) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya
dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.

18
4) Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan
alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga

3.6 Tindakan Keperawatan (Intervensi)

a. Tindakan keperawatan pada pasien

1. Tujuan keperawatan

a) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

b) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

c) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya

d) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya

e) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengendalikan perilaku kekerasannya

f) Pasien dapat mencegah/mengendalikan perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,


sosial,dan dengan terapi psikofarmaka

2. Tindakan keperawatan

a) Bina hubungan saling percaya

Dalam membina hubungan saling percaya, pasien harus merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi dengan perawat. Tindakan yang harus perawat lakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya adalah :

1) Mengucapkan salam terapeutik

2) Berjabat tangan

3) Menjelaskan tujuan interaksi

4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien

19
b) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku perilaku kekerasan sekarang dan yang lalu

c) Diskusikan perasaan, tanda, dan gejala yang dirasakan pasien jika terjadi penyebab perilaku
kekerasan

1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik

2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis

3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial

4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual

5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual

d) Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah :

1) Verbal

2) Terhadap orang lain

3) Terhadap diri sendiri

4) Terhadap lingkungan

e) Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang dia lakukan

f) Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan, yaitu dengan cara berikut

1) Fisik : Pukul kasur / bantal, tarik nafas dalam

2) Obat

3) Sosial / Verbal : Menyatakan secara asertif rasa marahnya

4. Spiritual : Beribadah sesuai keyakinan pasien

g) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik :

1) Latihan nafas dalam dan pukul kasur / bantal

2) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur / bantal

h) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial / verbal :

1) Bantu mengungkapkan rasa marah secara verbal: Menolak dan meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaaan dengan baik

20
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

i) Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual:

1) Bantu pasien mengendalikan marah secara spiritual: Kegiatan ibadah yang biasa
dilakukan

j) Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :

1) Bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar nama pasien,
benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat)
disertai penjelasan mengenai kegunaan obat dan akibat berhenti minum obat

2) Susun jadwal minum obat secara teratur

k) Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan perilaku kekerasan

b. Tindakan keperawatan pada keluarga

1) Tujuan keperawatan

Keluarga dapat merawat pasien dirumah

2) Tindakan keperawatan

a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien

b) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan ( penyebab, tanda dan gejala,
perilaku yang muncul, dan akibat dari perilaku tersebut )

c) Diskusikan bersama keluarga tentang kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan
kepada perawat, sperti melempar atau memukul benda / orang lain

d) Bantu latihan keluarga dalam merawat pasien perilaku kekerasan

1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan
oleh perawat

2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien jika pasien dapat
melakukan kegiatan tersebut secara tepat

21
3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yag harus dilakukan jikan pasien menunjukan
gejala-gejala perilaku kekerasan

Strategi Pelaksanaan :

Untuk Pasien Untuk Keluarga


SP 1 Pasien : SP 1 Keluarga :
1. Membina hubungan saling percaya 1. Memberikan pendidikan kesehatan kepada
2. Mengidentifikasi penyebab marah keluarga tentang cara merawat pasien
3. Tanda dan gejala yang dirasakan perilaku kekerasan dirumah ( diskusikan
4. Perilaku kekerasan yang dilakukan masalah yang dihadapi keluarga dalam
5. Akibat merawat pasien, diskusikan bersama keluarga
6. Cara mengendalikan perilaku kekerasan tentang perilaku kekerasan{ penyebab, tada
dengan cara fisik pertama (Latihan nafas dalam) dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat
SP 2 Pasien : dari perilaku tersebut}, diskusikan bersama
1. Membantu pasien latihan mengendalikan keluaraga kondisi pasien yang perlu segera
perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua dilaporkon kepada perawat, seperti melempar
(evaluasi nafas dalam, latihan mengendalikan atau memukul benda atau orang lain)
perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua SP 2 Keluarga :
(Pukul kasur dan bantal) Melatih keluarga melakukan cara-cara
2. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua mengendalikan kemarahan (evaluasi
SP 3 Pasien : pengetahuan keluarga tentang marah,
1. Membantu pasien latihan mengendalikan anjurkan keluar untuk memotifasi pasien
perilaku kekerasan secara sosial/verbal melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh
( Evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik perawat, ajarkan keluarga untuk memberikan
mengendalikan perilaku kekerasan ) ujian kepada pasien jika pasien dapat
2. Latihan mengungkapkan rasa marah secara melakukan kegiatan tersebut secara tepat,
verbal (Menolak dengan baik, meminta dengan diskusikan bersama keluarga tindakan yang
baik, mengungkapkan perasaan dengan baik) harus dilakukan jika pasien menunjukan
3. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah gejala perilaku kekerasan)
secara verbal SP 3 Keluarga :
SP 4 Pasien : Membuat perecanaan ulang bersama keluarga

22
1. Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku
kekerasan secara spiritual ( Diskusikan hasil
latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
fisik dan sosil/verbal )
2. Latihan beribadah dan berdoa
3. Buat jadwal latihan ibadah/berdoa

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Terapi kelompok yang dapat diberikan untuk
pasien perilaku kekerasan adalah TAK stimulasi
persepsi yang meliputi hal-hal berikut:
a. Sesi 1 : Mengenal perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan
b. Sesi 2 : mencegah perilaku kekerasan fisik
c. Sesi 3: Mencegah perilaku kekerasan sosial
d. Sesi 4 : Mencegah perilaku kekrasan spiritual
e. Sesi 5 : Mencegah perilaku kekerasan dengan
patuh mengomsumsi obat

BAB IV

23
ANALISA KASUS

Kasus pada remaja:

Pada tanggal 28 Maret 2018 Sdr. RA umur 19 tahun jenis kelamin


perempuan di bawa ke rumah sakit menur surabaya dengan keluhan medah
tersinggung dan marah. Terlebih lagi setelah mengalami putus cinta dan di tinggal
begitu saja sama pacarnya tanpa alasan. Selain itu Srd. RA juga sering ketawa
sendiri, mengamuk sendiri serta sering merusak alat-alat perabotan rumah tangga.

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

Hari/tanggal pengkajian : Rabu, 28 Maret 2018


Ruang : Puri Anggrek
Hari / tanggal dirawat : Jumat, 30 Maret 2018

I. IDENTITAS KLIEN

24
Nama : Nn. RA
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 19 tahun
Alamat : Jl. Lontar RT.07 RW.14 No. 101
Agama : Islam
Informan : Ayah px
No. RM : 67890

II. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT

Saat di kaji keluarga klien mengatakan sejak 4 hari masuk rs jiwa klien sering marah-marah,
mudah tersinggung, sulit tidur, mengamuk, merusak alat rumah tangga, tawa sendiri, malas
sekolah
Keluhan utama (saat dikaji) :
Saat dikaji mulut klien terlihat ngomel sendiri. Kontak mata kurang dan mudah tersinggung
MASALAH KEPERAWATAN : Resiko Perilaku Kekerasan

III. FAKTOR PRESDISPOSISI :

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu? YA

Ayah px mengatakan bahwa px pernah masuk rumah sakit jiwa sebanyak 3 kali.
Pertama kali masuk pada tahun 2013 di usia 14 tahun, dan terakhir kali masuk RS pada
bulan Febuari 2016.
MASALAH KEPERAWATAN : Regimen Terapi Inefektif

2. Pengobatan sebelumnya (Tidak Berhasil)

Ayah px mengatakan sejak 2 tahun terakhir, px tidak mau meminum obat dengan teratur

3. Aniaya fisik

Ayah px mengatakan tidak pernah melakukan, mengalami, menyaksikan penganiyaan


fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal
MASALAH KEPERAWATAN : Tidak Ada

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? (Tidak Ada)

25
Ayah px mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti
yang dialami px.
MASALAH KEPERAWATAN : Tidak Ada

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Px mengatakan hal yang paling tidak menyenangkan adalah pernah putus cinta dan
ditinggal tanpa alasan oleh kekasihnya begitu saja saat cinta-cintanya.

IV. FISIK

1. Tanda-tanda Vital

TD : 110/80 mmHg
N : 72x/ menit
S : 37º C
RR : 20x/ menit

2. Keluhan Fisik (Tidak Ada)

MASALAH KEPERAWATAN : Tidak Ada

V. PSIKOSOSIAL

1. Genogram

26
Keterangan :

: Laki – Laki : Garis Perkawinan

: Perempuan : Tinggal Serumah

: Meninggal
: Pasien

: Cerai

2. Konsep diri :

a. Citra Tubuh

Px menganggap tubuhnya sebuah dari anugrah dari Tuhan.Px bersyukur dan


menerima tubuhnya apa adanya.

b. Identitas Diri

Px mengatakan bahwa dirinya seorang perempuan dan menjadi anak tunggal


dikeluarga.

c. Peran

Px mengatakan berperan sebagai anak tunggal dalam keluarga. Px belum menikah.


Px bersekolah hanya sampai SD lalu tidak berkerja dan hanya diam dirumah.

27
Sesekali sering membantu mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci
piring, mencuci baju, memasak.

d. Ideal Diri

Px mengatakan ingin segera menikah dan dapat membuka lembaran baru dengan
orang lain.

e. Harga Diri

Px mengatakan merasa malu dengan orang lain karena px belum mempunyai


pasangan sedangkan teman-teman sebayanya telah memliki pasangan.
MASALAH KEPERAWATAN : Harga Diri Rendah Kronis

3. Hubungan Sosial

a. Orang yang terdekat

Px mengatakan jarang berkomunikasi dengan anggota keluarga karena pasien


merasa malas dan lebih suka menyendiri. Px selama ini diasuh oleh orang tuannya
sendiri.

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat :

Px mengatakan memiliki hambatan dalam berhubungan dengan orang lain karena


malas dan lebih suka menyendiri.
MASALAH KEPERAWATAN : Isolasi Sosial

4. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan

Nilai dan keyakinan yang dipegang oleh px adalah nilai-nilai islam dan px
mengatakan sholat itu wajib

b. Kegiatan beribadah

28
Kegiatan ibadah px adalah sholat, dan tidak pernah lalai untuk sholat saat kondisi
kejiwaan px sedang baik.
MASALAH KEPERAWATAN : Tidak Ada

VI. STATUS MENTAL

1. Penampilan

Penampilan px tampak bersih, rambut panjang lurus, kemudian menggunakan baju yang
seharusnya, dan mandi 2x dalam sehari.

2. Pembicaraan

Px berbicara dengan cepat dan keras, kacau serta mudah tersinggung


MASALAH KEPERAWATAN : Gangguan Komunikasi Verbal

3. Aktivitas Motorik

Px tampak tegang saat diajak bicara

4. Alam perasaan

Px mengatakan merasa senang karena lebih tenang di rumah sakit

5. Afek

Afek px labil, cepat marah dan tersinggung


MASALAH KEPERAWATAN : Resiko Perilaku Kekerasan

6. Interaksi selama wawancara

Interaksi selama wawancara klien baik, namun kontak mata tajam


MASALAH KEPERAWATAN : Resiko Perilaku Kekerasan

7. Persepsi

Px mengatakan tidak pernah mendengar bisikan – bisikan aneh atapun bayangan aneh.

8. Proses pikir

29
Proses pikir px pada saat berbicara px dapat berbicara sesuai dengan topik sehingga
dapat mencapai tujuan pembicaraan.
MASALAH KEPERAWATAN : Tidak Ada

9. Tingkat kesadaran

Komposmetis (px sadar akan dirinya)


Tingkat kesadaran px cukup baik dan tidak mengalami disorientasi terhadap waktu,
tempat dan orang

10. Px tidak mengalami gangguan daya ingat karena px mampu menjelaskan kegiatan
sehari hari dan juga menceritakan pengalaman – pengalaman sebelum masuk rumah
sakit

11. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Kosentrasi px menurun karna px dalam kondisi gelisah.

12. Kemampuan penilaian

Kemampuan penilaina px mengalami gangguan penilaian ringan. Px tidak bisa memilih


antara dua pilihan.

13. Daya tilik diri

Px mengatakan dirinya sehat dan tidak semestinya dibaawa kerumah sakit.

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG

1. Makan

Px makan 3x sehari tanpa bantuan

2. BAK BAB

Px dapat defekasi atau berkemih tanpa bantuan dengan frekuensi kurang lebih 4x sehari

3. Mandi

Px bisa mandi 2x sehari mandi pagi dan sore hari tanpa bantuan.

30
4. Berpakaian / berhias

Px dapat berpakaian dengan rapi dengan bantuan orang lain

5. Istirahat dan tidur

Px sedikit mengalami gangguan tidur. Tidur siang 2 jam dan untuk tidur malam 4 jam.
Aktivitas sebelum tidur Biasanya px tanpa berdiam diri.

6. Penggunaan obat

Untuk penggunaan obat px mampu untuk meminum obat sendiri tanpa bantuan orang
lain.

VIII. MEKANISME KOPING

Mekanisme koping Maladaptif karena px jika mempunyai masalah lebih senang berdiam diri
dan marah- marah jika tidak tahan lagi px menjadi mengamuk dan merusak barang yang
ada.
MASALAH KEPERAWATAN : Koping Maladaptif

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

1. Masalah dukungan kelompok

Px kurang dukungan keluarga karna px lebih suka menarik diri.

2. Masalah hubungan dengan lingkungan

Px mengatakan mengalami masalah dengan lingkungan karena px lebih suka berdiam


diri dan malas bersosial diri.

3. Masalah dengan pendidikan

Px mengatakan putus sekolah sejak kelas 4 SD

31
4. Masalah dalam pekerjaan

Px tidak mengalami kesulitan dalam bekerja karna px pengangguran.

5. Masalah ekonomi

Px mengatakan hidupnya dan keluarganya masih mampu dan berkecukupan

X. KURANG PENGETAHUAN TENTANG

Px kurang mampu menahan diri untuk melampiaskan kemarahannya.


MASALAH KEPERAWATAN : Resiko Perilaku Kekerasan

XI. ASPEK MEDIK

Diagnosa Medik : Skizofrenia tak terinci


Terapi medik :
1. Chlorpromazine 1x100mg
2. Haloperidole 2x5mg
3. Triheksifenidile 2x2mg

XII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

1. Resiko perilaku kekerasan


2. Regimen terapi inefektif
3. Harga diri rendah kronis
4. Isolasi sosial
5. Gangguan komunikasi verbal
6. Koping maladaptif

32
XIII. POHON MASALAH

Isolasi Sosial

Isolasi Sosial Resiko Perilaku Kekerasan Gangg Komunikasi Verbal

HDRK Regimen Terapi Inefektif

Koping Inefektif

XIV. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

XV. ANALISA DATA

D DATA MASALAH KEPERAWATAN


X

33
1 DS :
Px mengatakan mudah tersinggung, ingin
mengamuk, pernah memukul orang lain
serta mengungkapkan keinginan memukul
orang – orang yang mengejeknya Resiko Tinggi Perilaku
Kekerasan
DO :
Px berbicara keras, kacau, mudah
tersinggung, emosi labil, kontak mata
tajam
Perawat

(....................................)

34
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

DENGAN GANGGUAN ANIAYA FISIK : RESIKO TINGGI PERILAKU KEKERASAN

Nama Pasien : Nn. RA DX Medis : Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

RM : 67890

No. Diagnosa Perencanaan


Tgl Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
DX Keperawatan
1. Resiko Tinggi TAK : Setelah dilakukan 1. Membina hubungan saling
Perilaku Pasien mampu tindakan keperawatan percaya dengan bekomunikasi
Kekerasan membina selama 24 jam pasien secara terapeutik
hubungan saling mampu membina  Ucapkan salam kepada
percaya hubungan saling pasien dan saling
percaya kepada menyapa dengan pasien
 Kenalkan diri sambil
perawat dengan
berjabat tangan dengan
Kriteria Hasil :
sopan
 Pasien mampu
 Jelaskan tujuan
membina
interaksi yang
hubungan
dilakukan seperti
saling percaya
komunikasi terapeutik
kepada
dan berjabatan tangan
perawat  Buat kontrak
pertemuan dengan
pasien ( waktu, tempat,
dan tempat setaip kali

35
pertemuan dengan
pasien)
Pasien dapat Setelah dilakukan 2. Mendiskusikan penyebab
mengungkapkan tindakan keperawatan perilaku kekerasan :
perasaan, tanda, selama 24 jam  Bantu pasien
dan gejala yang diharapkan pasien mengungkapkan
dirasakan dari mampu penyebab perilaku
penyebab mengungkapkan kekerasan
perilaku perasaan, tanda, dan
kekerasan gejala yang dirasakan
dari perilaku
kekerasan dengan
Kriteria Hasil :
 Pasien mampu
mengungkapka
n perasaannya,
dan gejala
yang dirasakan
 Pasien mampu
mengontrol
perasaanya,
dan gejala
yang sedang
dirasakan
 Pasien mampu
memngetahui
penyebab
perilaku
kekerasan
Membantu Setelah dilakukan 3. Bantu pasien ketika
pasien untuk tindakan keperawatan mengungkapkan rasa marah
bisa mengontrol sealma 24 jam pasien Rasional : Dengan adanya

36
perilaku mampu mengontrol pengungkapan rasa marah
kekerasan saat perilaku kekerasan pasien bisa dikondusif kan
marah secara saat marah secara
verbal verbal dengan Kriteria
Hasil ;
 Pasien mampu
mengontrol
perilaku
kekerasan saat
marah secara
sosial / verbal
Membantu Setelah dialkukan 4. Bantu pasien dalam
pasien tindakan keperawatan melaksanakan ibadah sholat
mengendalikan selama 24 jam dan berdzikir
perilaku diharapkan pasien Rasional : Menebalkan iman
kekerasan secara dapat mengendalikan dan taqwa
spiritual perilaku kekerasan
secara spiritual
dengan Kriteria
Hasil :
 Pasien dapat
melaksanakan
kegiatn ibadah
sesuai dengan
jadwal dan
sesuai waktu
yang sudah
ditentukan
 Pasien dapat
mengendalikan
perilaku
kekerasan

37
secara spiritual
Membantu Setelah dilakukan 5. Mengajarkan dan
pasien latihan tindakan keperawatan mencontohkan mengontrol
mengendalikan selama 24 jam perilaku kekerasan secara fisik
perilaku diharapkan pasien contoh :
kekerasan secara dapat mengendalikan a. Pasien berlatih untuk nafas
fisik perilaku kekerasan dalam
a. latihan nafas secara fisik dengan Rasional :
dalam Kriteria Hasil : Agar pasien menirukan dalam
b. latihan pukul  Pasien dapat pengontrolan perilaku
kasur / bantal mengendalikan kekerasan
perilaku b. Pasien berlatih untuk
kekerasan melakukan pukul kasur / bantal
secara fisik Rasional :
 Pasien dapat
Agar merilekskan tubuh
menirukan dan
memperagakan
yang telah di
instrusikan
oleh perawat
Membantu Setelah dilakukan 6. Bantu pasien minum obat
pasien tindakan keperawatan secara teratur dengan prinsip 5
mengendalikan selama 24 jam benar : (benar nama pasien,
perilaku diharapkan pasien benar nama obat, benar cara
kekerasan dapat mengendalikan minum obat, benar waktu
dengan patuh perilaku kekerasan minum obat, dan benar dosis
minum obat dengan patuh minum obat)
obat dengan Kriteria Rasional : Agar pasien mampu
Hasil : mengetahui informasi yang
 Pasien mampu benar dan tidak salah dalam
mengenali pengkomsumsian obat dalam
obat dengan jangka panjang

38
benar
 Pasien mampu
7. Susun jadwal minum obat
menggunakan
secara teratur
dan meminum
Rasional : Dengan
obat dengan
pengkomsumsian obat secara
tepat
benar dan secara teratur akan
 Pasien mampu
mempercepat pemulihan pasien
meminum obat
secara perlahan
sesuai jadwal
dan waktu
yang sudah
dijelaskan oleh
perawat

39
CATATAN PERKEMBANGAN KESEHATAN KEPERAWATAN JIWA DI
RSJ / RSU

No. Diagnosa SP 1 – SP 5 Evaluasi


Keperawata
n
1. Resiko Tinggi SP 1 : S:
Perilaku 1. Membina hubungan saling percaya 1. Pasien mampu menjawab
Kekerasan  Mengucapkan salam terapeutik salam dari perawat
 Memperkenalkan diri dengan 2. Pasien mengatakan bahwa
berjabatan tangan dirinya bernama Nn. RA
 Menjelaskan tujuan interaksi
berumur 19 Tahun dan
2. Mengidentifikasi penyebab marah,
beragama islam
perasaan saat marah, tanda gejala ketika
O:
marah
1. Pasien mampu menjawab
 Mengungkapkan apa yang sedang
salam
dialami dan dirasakan oleh pasien
2. Pasien mengatakan ingin
3. Mengendalikan perilaku kekerasan
mengamuk, dan ingin
dengan cara fisik pertama (latihan nafas
memukul seseorang ketika
dalam)
ada orang yang mengejeknya
4. Membuat jadwal harian untuk pasien
3. Pasien berbicara keras
4. Pasien kacau
5. Pasien mudah tersinggung
6. Pasien kontak matanya
tajam
A : SP 1 tercapai

40
P :Melanjutkan SP 2 (Latihan
mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara fisik)

2. Resiko Tinggi SP 2 : S:
Perilaku 1. Membantu pasien latihan mengendalikan 1. Pasien mengatakan mampu
Kekerasan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua melakukan latihan fisik
(evaluasi latihan nafas dalam, latihan O:
mengendalikan perilaku kekerasan dengan 1. Pasien mampu melakukan
cara fisik kedua (pukul kasur dan bantal) dan mencontohkan peragaan
2. Memberi pujian ketika pasien berhasil memukul kasur dan bantal
melakukan (ketika marah pasien mampu
3. Membuat jadwal harian untuk pasien mengontrol marah degan cara
tarik nafas dalam dan pukul
kasur, bantal)
A : SP 2 tercapai
P : Lanjut SP 3 (Latihan
marah dengan cara verbal)
3. Resiko Tinggi SP 3 : S:
Perilaku 1. Membantu pasien latihan mengendalikan 1. Pasien mampu melakukan
Kekerasan perilaku kekerasan secara sosial / verbal rasa marah dengan cara sosial
2. Membantu pasien latihan mengungkapkan / verbal
rasa marah secara verbal (menolak dengan O:
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan 1. Pasien mampu meminta
perasaan dengan baik) makan atau minuman dengan
3. Susun jadwal latihan mengungkapkan temannya dengan baik dan
marah secara verbal dengan cara yang halus dan
sopan
 Pasien minuman
dengan teman
sekamar dengan baik

41
dan tidak menunjukan
sikap marah
 Ketika ditawari
temannya buah pasien
bisa menolak dengan
baik dan sopan
A : SP 3 teratasi
P : Lanjut SP 4 (Latihan
dengan cara spiritual)
4. Resiko Tinggi SP 4 : S:
Perilaku 1. Membantu pasien latihan mengendalikan 1. Pasien mengatakan
Kekerasan perilaku kekerasan dengan cara spiritual melakukan dan mengontrol
 Membantu pasien latihan beribadah marahnya dengan cara
dan berdoa beribadah dan dengan cara
2. Buat jadwal latihan ibadah dan berdoa berdoa
O:
1. Pasien mampu melakukan
beribadah dan berdoa dengan
cara yang baik
2. Pasien tampak tenang
A : SP 4 teratasi
P : Lanjut SP 5 (Pengontrolan
pasien dengan patuh minum
obat)
5. Resiko Tinggi SP 5 : S:
Perilaku 1. Membantu pasien latihan mengendalikan 1. Pasien mengatakan mampu
Kekerasan perilaku kekerasan dengan cara minum obat menjelaskan minum obat
 Membantu pasien minum obat secara dengan benar dan meminum
teratur dengan prinsip 5 Benar (benar obat dengan baik, teratur
nama pasien, benar nama obat , dengan penjelasan guna obat
benar cara minum obat, benar waktu dan akibat berhenti minum
minum obat, benar dosis obat) obat

42
dengan disertai penjelasan guna obat
dan akibat berhenti minum obat O:
2. Beri pujian pasien ketika berhasil 1. Pasien meminum obat
3. Susun jadwal minum obat secara teratur dengan baik dengan
menggunakan prinsip 5 Benar
A : SP 5 tercapai

43
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau
12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda (Soetjiningsih,
2007).

Masa remaja (adolescence) merupakan periode transisi perkembangan antara


masa kanak-kanak dengan dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis,
kognitif dan sosioemosional. Secara umum masa remaja dibagi dua tahap yaitu masa
remaja awal (early adolescence) yang kurang lebih berlangsung di masa sekolah
menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan pubertas terjadi di
masa ini, sedangkan masa remaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada
pertengahan dasawarsa kedua dari kehidupan. Minat karir, pacaran, dan eksplorasi
identitas seringkali lebih menonjol di masa remaja akhir (Santrock, 2007).

44
DAFTAR PUSTAKA

Ermawati, Dalami S.Kp, DKK. 2009. Asuhan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: Trans Info
Media.

Marquis, BL dan Huston, CJ, (1998). Leadership Roles and Manegement funtions in
Nursing:Theory and Application. (3r ed ). Philadelphia: JB Lippincot Company.

Yusuf,Ah, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati.2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta Selatan: Salemba Medika

45

Anda mungkin juga menyukai