Herpes Simpleks
Herpes Simpleks
Kelompok 1 :
Yafi Dyah Cahyani Ihsanti 172303101018
Fara Oktavia 172303101026
Auliya Faylina Rahman 172303101036
Rosyidatur Rohmah 172303101060
Sanggeeta Azham Ramdhani 172303101075
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Infeksi Herpes Simpleks disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HVS).
Virus herpes simpleks termasuk dalam golongan herpesviridae, yang merupakan
virus DNA lipid-enveloped double stranded, sub famili α-herpesviridae. Virus ini
akan menginfeksi berbagai jenis sel, dapat tumbuh dengan cepat, dan bersifat
merusak sel host. Infeksi pada sel host memiliki karakteristik menimbulkan lesi
pada epidermis, sering melibatkan permukaan mukosa, kemudian menyebar ke
sistem saraf dan menimbulkan infeksi laten pada neuron, dimana virus akan
bereativasi secara periodik. (Murlistyarini, 2018)
Infeksi virus Herpes Simpleks pada kulit dan membran mukosa yang
disebabkan oleh dua jenis herpesvirus: HVS I dan HVS II. Sebagian besar infeksi
diatas pinggang disebabkan oleh HVS I, dengan lesi herpes simpleks paling sering
ditemukan pada bibir, wajah, dan mulut. Dan infeksi herpes genital, yang
disebabkan oleh HVS II. Virus dapat ditularkan melalui kontak fisik, seks oral,
atau berciuman. (Priscilla, 2015)
B. Etiologi
(Bilotta, 2011) menjelaskan etiologi penyakit herpes simpleks diantaranya:
a. Tipe 1 :Herpes Simpleks Virus (HSV -1) Herpesvirus hominis sebagian besar
ditularkan melalui kontak dengan sekresi oral, terutama mempengaruhi
jaringan oral, labia, ocular ataupun kulit.
b. Tipe 2 : ( HSV-2, “virus of love”) Herpesvirus hominis sebagian besar
ditularkan melalui kontak dengan sekresi genital, terutama mempengaruhi
struktur genital.
1
2
C. Klasifikasi
(Bilotta, 2011) menjelaskan bahwa herpes simpleks merupakan infeksi
virus umum yang dapat menjadi laten selama bertahun-tahun. Setelah infeksi
virus herpes simpleks pertama, pasien menjadi carrier yang rentan terhadap
serangan berulang. Infeksi berulang dapat distimulasi oleh demam, menstruasi,
stress, panas, dingin, kurang tidur, pajanaan matahari, dan kontak dengan penyakit
yang direaktivasi (ciuman , pemakaian kosmetik bersama, hubungan seksual).
(Raharja, 2015) menjelaskan bahwa klasifikasi herpes simpleks dibagi menjadi
dua, diantaranya:
1) Herpes labialis terjadi sebagai infeksi sekunder setelah reaktivasi virus dan
bercirikan gelembung-gelembung kecil di bibir atau dibawah hidung,
gelembung ini sangat gatal dan bersifat menular sekali, karena berisi virus.
Dengan salep asiklovir penyembuhan akan berlangsung lebih cepat.
2) Herpes genetalis disebabkan oleh HVS-2 dan ditulari melalui kontak seksual.
Gejalanya berupa gelembung-gelembung bercair atau borok yang
membengkak dan sangat nyeri pada daerah bokong, paha dan alat kelamin.
D. Patofisiologi
3
Virus golongan herpes mencakup antara lain herpes simpleks 1 dan 2. Virus
herpes menyebabkan timbulnya lesi kulit dan selaput lendir yang khas, dan
ditularkan melalui pengeluaran virus (viral shedding) dari lesi. (Bilotta, 2011)
Masa inkubasi untuk kedua jenis virus adalah sekitar 2 sampai 24 hari
setelah infeksi. Pada periode prodromal dan saat lesi terbuka, virus bersifat
menular, dan mungkin berkisar 2 sampai 6 minggu. Virus biasanya masuk
kedalam tubuh manusia melalui bibir, mulut, kulit, kantong konjungtiva, atau
genetalia. Sekali masuk, virus akan menetap seumur hidup disusunan saraf tepi
kulit. Multiplikasi awal virus terjadi pada tempat masuk virus. Kemudian virus
menuju ke kelenjar limfe regional dan mengadakan invasi ke dalam darah, untuk
selanjutnya menempatkan diri dan mengadakan reproduksi di dalam kulit, selaput
lendir, atau visera. pada kulit manifestasinya berupa lesi kulit primer berupa
lepuh-lepuh kecil berisi cairan jernih dan berkelompok.Infeksi primer
menyebabkan edema kulit yang berat, vesikuli yang luas, dan rasa nyeri yang
hebat. Selama infeksi primer, virus berjalan naik melalui saraf perifer mencapai
radiks ganglia dorsalis, di mana virus akan berada dalam stadium dorman. Setelah
lesi primer pada kulit menyembuh, virus kemudian menetap dalam periode laten
dan keberadaanya tidak dapat dideteksi di ganglion radiks dorsalis, sampai timbul
periode reaktivasi. Pada saat reaktivasi virus turun melalui serabut saraf perifer
menuju ke kulit dan menimbulkan lesi kulit kambuhan(rekuren). Timbul rasa
panas dan gatal. (Harahap, 2000)
4
Terjadinya proses
infeksi
Multiplikasiawal virus
virusakanberadadalam stadium dorman
terjadipadatempatmasuk virus
(tenang) dan latendi jaras saraf sensorik
yang mempersarafi lesi primer
menempatkandiridanme
Sampai timbul periodeteraktivasi ngadakanreproduksi di
dalamkulit,
selaputlendir, atauvisera
virusakanturunmelaluiserabutSarafpe
riferkulitdanmenimbulkanlesi
virusmenujukekelenjarli
mfe regional
danmengadakaninvasike
Timbul rasa panas,gatal dalamdarah
E. Manisfestasi Klinis
Virus herpes menyebabkan timbulnya lesi kulit dan selaput lendir yang khas,
dan ditularkan melalui pengeluaran virus (viral shedding) dari lesi. Pada periode
prodromal sering timbul lesi. Selama periode prodromal pasien akan mengalami
demam ringan, malese, dan rasa terbakar atau gatal pada area yang terkena virus
(bibir, wajah, kulit, hidung, mukosa mulut, genetalia atau anus) dan saat lesi
terbuka, virus bersifat menular, dan mungkin berkisar 2 sampai 6 minggu. Setelah
infeksi awal, virus mungkin berada pada periode tenang (dorman) di jaras saraf
sensorik yang mempersarafi lesi primer. Virus dorman dapat menjadi aktif
kembali setiap saat, menyebabkan timbulnya lesi. Reaktivisi suatu infeksi herpes
laten dapat terjadi sewaktu pasien sakit, mengalami stress, terpajan sinar matahari
berlebihan, atau pada saat menstruasi. (Elizabeth, 2009)
F. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Kultur jaringan menunjukkan isolasi virus (standar utama). Pewarnaan
serpihan yang diambil dari dasar lesi menunjukkan karakterisktik sel yang besar
atau inkklusi intranukleus dari infekis virus herpes. Analisis jaringan
menunjukkan antigen HSV atau asam deoksiribonukleat dalam serpihan yang
berasal dari lesi. Dikatakan positif terkena herpes simpleks apabila hasil
pemeriksaan darah pada laboratorium terdapat antigen HSV yang berasal dari lesi.
(Bilotta, 2011)
Diagnosis laboratorium didasarkan pada deteksi virus atau hasil serologik
positif. Selama masa podromal virus dapat ditemukan pada sekresi nasofaring,
darah dan urin. Kultur virus untuk menemukan virus sensitivitasnya rendah,
namun tes imunofluoresensi virus dapat dengan cepat mendeteksi adanya morbili
pada spesimen tenggorakn atau nasofaring. (Murlistyarini, 2018)
G. Penatalaksanaan
(Harahap, 2000) menjelaskan tentang penatalaksanaan dari herpes simpleks dibagi
menjadi farmakologis dan non farmakologis, yaitu:
6
1. Farmakologi
a. Non spesifik
1) Analgetik dalam dosis yang adekuat pada masa serangan primer
2) Kotrimoksazol oral dengan dosis 2x2 tab/hari atau eritromisin berguna
untuk mencegah infeksi sekunder.
3) Zat pengering antiseptik, seperti povidoniodine, larutan garam faali,
sebagai obat kompres.
4) Psikoterapi
b. Spesifik
1) Zovirax (asiklovir) dalam bentuk krem, tablet, injeksi (IV) diberikan
perhari 5x400 mg/hari selama 5-10 hari.
2) Isoprenosin, bentuk tablet atau sirop diberikan perhari 3x50 mg.
3) IDU (iodo-2 deoksiuridin) dengan merk dagang stoxil, Viruguent,
Viruguent H dalam bentuk krem atau Herplex dalam bentuk solusio.
4) Lupidon H (untuk tipe II) dalam bentuk injeksi untuk imunisasi
diberikan perhari 5x200mg.
5) Askaridil (levamizole) dengan kemasan tablet, oral: 50 mg. Untuk
meningkatkan daya tahan tubuh. Demikian juga Isoprenosin.
6) Interferon tersedia dalam larutan untuk injeksi dengan dosis 0,5 ml
pemakaian sekali.
7) Adenin arabinosida/Vidarabine diberikan intravena dengan dosis
sebesar 15 mg/kgBB/24 jam selama 10 hari memberikan hasil efektif
pada ensefalitis herpes. Menekan sintesis DNA hospes dan polimerasi
DNA virus.
8) Asikloguanosin obat ini spesifik untuk kelompok virus hospes. Tinggi
efektivitasnya untuk ulkus kornea. Toksisitasnya rendah dan dapat
diharapkan baik untuk pemberian secra sistemikterhadap virus yang
berada pada ganglion saraf sehingga bisa untuk mencegah timbulnya
lesi kambuhan.
2. Non Farmakologi
a. Menjaga kebersihan lokal
7
H. Prognosis
Advitam (prognosis yang menyatakan perjalanan penyakit pasien akan
mengakibatkan ancaman kelangsungan hidup atau tidak) baik. Meskipun tidak ada
pengobatan yang memuaskan untuk mencegah kekambuhan. (Harahap, 2000)
(Ayoade, 2018) mengatakan bahwa prognosis dari herpes simpleks adalah angka
kesakitan dan kematian yang terkait dengan infeksi HSV dibahas dalam
komplikasi. Secara keseluruhan, tingkat kematian yang terkait dengan infeksi
herpes simpleks terkait dengan 3 situasi: infeksi perinatal, ensefalitis, dan infeksi
pada host yang immunocompromised.
I. Komplikasi
(Bilotta, 2011) menjelaskan komplikasi Herpes Simpleks sebagai berikut:
1. Infeksi HSV primer atau awal selama kehamilan dapat menyebabkan aborsi
spontan, persalinan prematur, mikrosefali, dan hambatan pertumbuhan
intrauterine (intra-uterine growth retardation).
2. Herpes kongenital ditularkan selama pelahiran per vagina, mengakibatkan
infeksi neonatus subklinis atau infeksi berat dengan kejang, korioretinitis,
vesikel kulit, dan hepatosplenomegali.
3. HSV-1 menyebabkan ensefalitis non-epidemik yang mengancam jiwa bayi.
4. Kebutaan akibat infeksi okular.
5. Peningkatan resiko kanker serviks.
6. Struktur uretra akibat herpes genital berulang.
7. Gangguan neurologis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
(Rahariyani, 2007) menjabarkan pengkajian keperawatan pada penderita
herpes simpleks:
1. Biodata
Dapat terjadi pada semua umur,jenis kelamin (tidak ada perbedaan Angka
kejadian antara laki-laki dan perempuan), pekerjaan; biasanya herpes simplek
beresiko tinggi pada penjaja seks komersial.
2. Keluhan Utama
Alasan yang sering membawa klien penderita herpes datang berobat ke rumah
sakit atau atau tempat pelayanan kesehatan lain adalah nyeri pada daerah
terdapatnya vesikel berkelompok.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya, klien mengeluh Sudah beberapa hari demam dan timbul rasa gatal
atau nyeri pada dermatom yang terserang klien juga mengeluh nyeri kepala
dan badan terasa lelah. Pada daerah yang terserang mula-mula timbul pula
atau plakat berbentuk urtica setelah 1 sampai 2 hari timbul gerombolan
vesikula.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya, keluarga atau teman dekat ada yang menderita penyakit herpes
zoster, atau klien pernah kontak dengan penderita Varicella atau herpes zoster.
5. Riwayat Psikososial
Penderita herpes mengalami gambaran atau citra diri dan harga diri seringkali
kita jumpai gangguan konsep diri pada klien.Hal ini karena herpes simpleks
merupakan penyakit yang merusak kulit dan mukosa.
6. Kebutuhan Sehari-hari
Dengan adanya rasa nyeri, klien akan mengalami gangguan tidur atau istirahat
dan juga aktivitas. kebersihan diri klien dan cara perawatan diri perlu
ditingkatkan agar mengimilaisir terjadinya infeksi berulang.
8
9
7. Pemeriksaan fisik
Menurut (Siregar, 2014) :
Pemeriksaan Kulit Herpes Simpleks
1. Lokalisasi : Paling sering pada/ dekat sambungan mukokutan.
2. Efloresensi/sifat-sifatnya : Vesikel-vesikel miliar berkelompok, jika pecah
membentuk ulkus yang dangkal dengan kemerahan pada daerah di
sekitarnya.
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan, menurut (Wilkinson, Judith M. 2016)
1. Gangguan Istirahat Tidur: Insomnia
Definisi : gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang menghambat fungsi.
Batasan Karakteristik :
a. Gangguan status kesehatan
b. Kesulitan memulai tidur
c. Kekurangan energy
d. Gangguan tidur yang berdampak pada keesokan harinya
e. Perubahan mood
Faktor yang berhubungan :
a. Ansietas
b. Ketidaknyamanan fisik
c. Stressor
10
11
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Keperawatan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
No.
(Edisi 10) (Noc, Edisi kelima) (Nic, Edisi Keenam)
1. Gangguan Istirahat Tidur: a. Pasien mampu memperlihatkan tidur a. Berikan penilaian (kemampuan) penyesuaian
Insomnia dengan jumlah jam tidur yang normal pasien terhadap perubahan-perubahan dalam
(sedikitnya 5 jam per 24 jam untuk citra tubuh, sesuai dengan indikasi
orang dewasa) b. Dukung pasien untuk mengidentifikasikan
b. Pasien mampu memperlihatkan deskripsi yang realistik terhadap adanya
perasaan segar setelah tidur perubahan dalam peran
c. Pasien mampu terbangun di waktu c. Berikan penilaian mengenai pemahaman pasien
yang sesuai terhadap proses penyakit
d. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif
meliputi lokasi, karakter, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas, dan intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus.
e. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien
mengenai nyeri
f. Ajarkan klien teknik relaksasi/distraksi seperti
menarik nafas dalam, guided imagery, yoga,
12
D. Implementasi Keperawatan
Menurut (Harlina, 2014) menjabarkan bahwa pengobatan Acyclovir pada
herpes simpleks diberikan karena merupakan terapi efektif terhadap herpes
simpleks. Acyclovir adalah analog nukleosid purin asiklik yang efektif terhadap
VHS dan Cytomegalovirus. Di dalam sel, acyclovir akan mengalami proses
fosforilasi menjadi bentuk aktif, yaitu acyclovir trifosfat yang menghambat DNA
polymerase VHS dan replikasi DNA virus dengan cara memutuskan rantai DNA,
sehingga mencegah sintesis DNA virus tanpa mempengaruhi proses sel yang
normal.Indikasi penggunaan acyclovir adalah mengobati herpes simplek genital,
herpes labialis, herpes zoster, VHS ensefalitis,VHS neonatal, VHS mukokutan
pada pasien yang memiliki respon imun yang diperlemah atau
immunocompromised, dan varicella-zoster. Sedangkan kontraindikasi acyclovir
adalah hipersensitivitas pada acyclovir, valacyclovir, atau komponen lain dari
formula. Acyclovir juga memiliki efek samping pada sistem saraf pusat. Dosis
obat antivirus untuk terapi herpes simplek labialis pada orang dewasa berupa
acyclovir oral 400 mg 2 kali sehari, acyclovir topical 5% krim 5 kali sehari.
Sedangkan dosis untuk anak-anak acyclovir oral 20 mg/hari dan acyclovir topikal
5% krim 5 kali sehari.
Menurut (Nugraha, 2015) aloe vera juga mengandung emodin yang efektif
terhadap infektivitas herpes simplex virus tipe I dan tipe II dan juga mampu
menonaktifkan semua virus, termasuk varisela virus zoster, virus influenza, dan
virus pseudorabies. Selain itu juga, mengandung saponin yang berfungsi sebagai
anti-mikroba terhadap bakteri, virus, dan jamur.
Insomnia
(Nishinoue, 2012) menjelaskan bahwa implementasi yang digunakan
untuk menangani gangguan aktivitas dan tidur (insomnia) adalah dengan
melakukan Sleep hygiene. Sleep hygiene merupakan salah satu faktor penting
dalam munculnya kasus Insomnia. Sleep hygiene terdiri dari lingkungan tidur dan
kebiasaan atau perilaku yang dilakukan sebelum tidur. Perubahan sleep hygiene
ke arah yang lebih baik dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur.
15
E. Evaluasi Keperawatan
1. Pasien mampu memperlihatkan tidur dengan jumlah jam tidur yang normal
(sedikitnya 5 jam per 24 jam untuk orang dewasa)
2. Pasien mampu memperlihatkan perasaan segar setelah tidur
3. Pasien mampu terbangun di waktu yang sesuai
4. Pasien mampu melaporkan nyeri
5. Pasien mampu istirahat.
6. Pasien mampu menjelaskan factor penyebab nyeri.
7. Pasien mampu menerapkan teknik distraksi dan relaksasi untuk menurunkan
nyeri.
16
DAFTAR PUSTAKA
16