Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tulang merupakan jaringan ikat yang dinamis yang selalu
diperbaharui melalui proses remodeling yang terdiri dari proses resorpsi
dan formasi. Dengan proses resorpsi, bagian tulang yang tua dan rusak
akan dibersihkan dan diganti oleh tulang yang baru melalui proses
formasi. Proses resorpsi dan formasi selalu berpasangan. Dalam keadaan
normal, massa tulang yang diresorpsi akan sama dengan massa tulang
yang diformasi, sehingga terjadi keseimbangan. Pada keadaan abnormal,
proses resorpsi lebih aktif dibandingkan proses formasi, sehingga terjadi
defisit massa tulang dan tulang menjadi semakin tipis dan perforasi,
sehingga massa tulang dapat berkurang dan menimbulkan osteoporosis
(Setiyohadi, 2014).
Osteoporosis adalah kelainan skeletal sistemik yang ditandai dengan
compromised bone strength atau penggurangan massa tulang sehingga
tulang mudah fraktur. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25
juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post- menopause dan lebih dari 50%
penduduk diatas umur 75-80 tahun. Dari pasien-pasien tersebut diatas, 1,5
juta mengalami fraktur setiap tahunnya, yang antara lain mengenai tulang
femur bagian proksimal sebanyak 250.000 pasien dan fraktur vertebra
menyerang 500.000 pasien (Sherwood, 2013).
Menurut International Osteoporosis Foundation (IOF)
mengungkapkan bahwa 1 dari 4 perempuan di Indonesia dengan rentang
usia 50-80 tahun memiliki resiko terkena osteoporosis. Resiko
osteoporosis di Indonesia 4 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki dan
sebagian besar menjangkit wanita paska menopause (Depkes, 2015).
Terdapat beberapa faktor resiko yang mendukung terjadinya
osteoporosis diantaranya, usia, jenis kelamin, ras, faktor riwayat keluarga
(terutama adanya riwayat fraktur patologis), faktor reproduksi seperti
riwayat tidak pernah hamil, masa menopause, dan penggunaan terapi
esterogen. Kemudian faktor kebisaan hidup seperti merokok, konsumsi

1|Tugas Pengenalan Profesi Blok IX


alkohol, kopi dan kurangnya aktivitas fisik juga turut mendukung. Selain
itu kurangnya asupan kalsium, vitamin D dan konsumsi obat-obatan
tertentu dapat pula menyebabkan osteoporosis (Helmi, 2012).
Osteoporosis dapat memberikan gejala berupa nyeri tulang
terutama pada tulang belakang dan ektremitas dan biasanya meningkat
pada malam hari serta gejala kifosis akibat deformitas tulang yang dapat
disebabkan oleh fraktur traumatik (Rasjad, 2008).
Mengingat bahwa osteoporosis pada lansia merupakan masalah
yang sering terjadi di masyarakat dan dapat membahayakan bila tidak
ditatalaksana, maka penulis akan melakukan evaluasi penyakit
Osteoporosis pada lansia.

1.2 Rumusan Masalah


Berikut adalah rumusan masalah dalam tugas pengenalan profesi kali ini:
1. Apa saja faktor resiko penyebab osteoporosis pada lansia?
2. Apa saja tanda dan gejala osteoporosis pada lansia?
3. Bagaimana pemeriksaan penunjang osteoporosis pada lansia?
4. Bagaimana penatalaksanaan osteoporosis pada lansia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu untuk memahami penyakit osteoporosis yang terjadi
pada lansia.

1.3.2 Tujuan Khusus


Mahasiswa mampu :
1. Mengetahui faktor resiko osteoporosis pada lansia.
2. Mengetahui tanda dan gejala osteoporosis pada lansia.
3. Mengetahui pemeriksaan penunjang osteoporosis pada lansia.
4. Mengetahui penatalaksanaan osteoporosis pada lansia.

2|Tugas Pengenalan Profesi Blok IX


1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan Tugas Pengenalan
Profesi kali ini adalah agar mahasiswa mampu memahami faktor resiko,
memahami tanda dan gejala, mengetahui pemeriksaan penunjang dan
mengetahui penatalaksanaan osteoporosis pada lansia.

3|Tugas Pengenalan Profesi Blok IX


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Osteoporosis merupakan kelainan metabolik tulang dimana terdapat


penurunan massa tulang tanpa disertai kelainan matriks tulang (Rasjad, 2008).

Osteoporosis adalah suatu keadaan penyakit yang ditandai dengan


rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang,
menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan resiko terjadinya fraktur
(Helmi, 2012)

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra,
2009).

2.2 Epidemiologi

Osteoporosis dapat dijumpai tersebar diseluruh dunia dan sampai saat ini
masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama dinegara
berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1
diantara 2-3 wanita post- menopause dan lebih dari 50% penduduk diatas umur
75-80 tahun. Dari pasien-pasien tersebut, 1,5 juta mengalami fraktur setiap
tahunnya, yang antara lain mengenai tulang femur bagian proksimal sebanyak
250.000 pasien dan fraktur vertebra menyerang 500.000 pasien. Fraktur panggul,
merupakan keadaan yang paling berat pada pasien osteoporosis dan akan
mengakibatkan kematian pada sebanyak 10-15% setiap tahunnya. Lebih dari 50%
pasien fraktur panggul terancam mengalami ketergantungan (tidak dapat
melakukan sesuatu) sehingga 25% diantaranya memerlukan bantuan perawat
terlatih. Di Amerika Serikat biaya yang dikeluarkan untuk pasien-pasien fraktur

4|Tugas Pengenalan Profesi Blok IX


panggul adalah 7-8 milyar setiap tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis
yang rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia. Di Amerika Serikat hal
ini terdapat pada kelompok usia di atas 85 tahun, terutama terdapat pada
kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap osteoporosis.
Walaupun demikian proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak umur 40
tahun dan pada wanita proses ini akan semakin cepat pada masa post menopause
(Setiyohadi, 2014).

2.3 Etiologi

Menurut Helmi (2012), penyebab primer dari osteoporosis adalah


defisiensi estrogen dan perubahan yang berhubungan dengan penuaan, sedangkan
penyebab sekundernya terdapat beberapa predisposisi, yaitu sebagai berikut:

1. Sejarah keluarga. Sejarah keluarga juga mempengaruhi penyakit ini, pada


keluarga yang mempunyai sejarah osteoporosis, anak-anak yang
dilahirkannya cenderung akan mempunyai penyakit yang sama.
2. Gangguan endokrin, meliputi: hiperparatiroidism, hipogonadism,
hipertiroidsm, diabetes melitus, penyakit Cushing, prolaktinoma,
akromegali. Insufiensi adrenal.
3. Gangguan nutrisi dan gastrointestinal, meliputi: penyakit inflamasi usus
besar (inflammatory bowel disease), celiac disease, malnutrisi, riwayat
pembedahan gastric bypass, penyakit hari kronis, anoreksia nervosa,
vitamin D atau kalsium defisiensi.
4. Penyakit ginjal, meliputi: gagal ginjal kronis (GGK), idiopatik
hiperkalsiuria.
5. Penyakit rematik, meliputi: reumatoid artitis, ankylosing spondylitis, lupus
eritematus sistemik.
6. Gangguan hematologi, meliputi: multipel myeloma, thalasemia. Leukimia,
limfoma, hemofilia, sickle cell desease, dan mastositosis sistemik.

Faktor etiologi terpenting dalam osteoporosis adalah defisiensi steroid


seks. Defisiensi estrogen yang terjadi setelah menopouse mempercepat
pengurangan massa tulang wanita pascamenepouse selalu memiliki massa tulang

5|Tugas Pengenalan Profesi Blok IX


yang lebih besar ketimbang pada pria dan insidens yang lebih tinggi untuk fraktur
osteoporosis. Dalam kaitannya dengan tulang, testosteron memiliki fungsi yang
sama pada pria seperti esterogen pada wanita dan pria dengan hipogonadismme
juga mengalami percepatan pengurangan massa tulang. Oleh karena itu pria
dengan kanker prostat yang mendapat terapi yang mengirangi androgen dapat
mengalami percepatan pengurangan tulang mungkin berisiko mengalami fraktur.
Faktor penting lain adalah pemakaian kortikosteroid atau kelebihan kortisol
endogen pada sindrom cushing. Osteoporosis adalah salah satu penyulit terparah
pada terapi kortikosteroid jangka panjang. Obat tertentu lainya termasuk hormon
tiroid, antikonvulsan, dan pemberian heparin jangka panjang, imobilisasi,
penyalahgunaan alkohol, dan merokok juga merupakan faktor risiko untuk
osteoporosis. Diet juga penting. Asupan kalsium dan vitamin D yang adekuat
penting untuk mencapai massa tulang puncak dan untuk memperkecil laju
pengurangan tulang. Banyak penyakit lain yang mengenai saluran cerna, dan
jaringan ikat dapat berperan menyebabkan osteoporosis (Mc.Phee, 2010).

2.4 Patogenesis

Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling tulang dimana


resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya massa tulang.
Mineralisasi tulang tetap terjadi.Remodeling tulang digambarkan dengan
keseimbangan fungsi osteoblast dan osteoklas.Meskipun pertumbuhan terhenti,
remodeling tulang berlanjut. Proses dinamik ini meliputi resorpsi pada satu
permukaan tulang dan deposisi pembentukan tulang pada tempat yang
berlawanan. Hal ini dipengaruhi berat badan dan gravitasi, sama halnya dengan
masalah penyakit sistemik. Proses seluler dilaksanakan oleh sel tulang spesifik
dan dimodulasi oleh hormon lokal dan sistemik, serta peptida (Helmi, 2012).

Salah satu faktor penting dalam patogenesis pengurangan tulang terkait-


usia adalah defisiensi relatif kalsium dalam makanan. Kapasitas usus untuk
menyerap kalsium menurun seiring dengan pertambahan usia. Karena
pengeluaran kalsium oleh ginjal merupakan suatu keharusan, penurunan efisiensi
absorpsi kalsium berarti bahwa asupan kalsium makanan harus ditingkatkan untuk
mencegah keseimbangan kalsium yang negatif. Diperkirakan bahwa sekitar 1200

6|Tugas Pengenalan Profesi Blok IX


mg/hari kalsium elemental diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
kalsium pasda orang berusia lebih dari 65 tahun.Selain itu, sebagian individu yang
lebih tua mungkin mengalami devisiensi vitamin D yang semakin menghambat
kemampuan mereka menyerap kalsium. Kadar PTH meningkat seiring
pertambahan usia. Hal ini mungkin merupakan contoh hiperparatiroidisme
sekunder yang terjadi karena rangkaian kejadian berikut: Penurunan massa
jaringan ginjal fungsional seiring pertambahan usian dapat menyebapkan
penurunan sentesis 1,25-(OH) 2D oleh ginjal, yang akan secara langsung
membebaskan sekresi PTH dari inhibisi normalnya oleh 1,25-(OH)2D juga akan
mengurangi penyerapan kalsium, yang memperparah ketidakmampuan intrinsik
usus yang sudah tua untuk menyerap kalsium secara normal. Kemudian akan
terjadi hiperparatiroidisme sekunder akibat efek ganda defisiensi 1,25-(OH)2D
pada kelenjar paratiroid dan usus. Selain itu, responsivitas kelenjar paratiroid
terhadap inhibisi oleh kalsium berkurang seiring dengan penuan. Karena itu,
hiperparatiroidisme pada proses penuan terjadi akibat efek gabungan usia pada
ginjal, usus, dan kelenjar paratiroid. Pada osteoporosis sekunder yang berkaitan
dengan pemberian glukokortikoid atau alkoholisme, terjadi penurunan mencolok
laju pembentukan tulang dan kadar osteokalsin serum. Terdapat kemungkinan
bahwa glukokortikoid menimbulkan sindrom osteoporotik yang parah akibat
pengurangan tulang secara cepat yang disebapkan oleh penurunan nyata
pembentukan tulang sedangkan reabsorpsi tulang tetap normal atau bahkan
meningkat (Mc.Phee, 2014).

2.5 Faktor Resiko

Osteoporosis merupakan suatu penyakit yang bukan baru lagi, namun


masih banyak yang belum memahami penyebabnya. Menurut Lane (2003), faktor-
faktor yang menyebabkan osteoporosis adalah sebagai berikut:

1. Faktor Sejarah Keluarga dan Reproduktif


Sejarah patah tulang dalam keluarga sangat penting untuk menentukan
resiko seseorang mengalami patah tulang. Anak perempuan dari wanita
yang mengalami patah tulang, rata-rata memiliki massa tulang yang lebih
rendah dari normal usianya. Tingkat hormon estrogen turun setelah

7|Tugas Pengenalan Profesi Blok IX


menopause, sehingga menyebabkan tulang mengalami resorpsi lebih
cepat. Wanita yang mempunyai rentang reproduktif lebih pendek karena
menopause dini akan memiliki massa tulang yang rendah, dan efeknya
tetap bertahan sampai usia tua.
2. Faktor Gaya Hidup
 Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan menurunkan kadar estrogen.
Perokok mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar mengalami
patah tulang pinggul, pergelangan tangan serta tulang punggung.
 Penggunaan Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengubah metabolisme
vitamin D atau penyerapan kalsium terganggu yang dapat
mengakibatkan tulang lemah dan tidak normal.
 Aktivitas Fisik
Seseorang yang terlalu lama istirahat di tempat tidur dapat
mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktivitas fisik yang
teratur dapat menghasilkan massa tulang yang besar.
3. Faktor Pemakaian Obat
Obat-obatan yang menyebabkan osteoporosis meliputi: steroid, thyroid,
Gonadotropin Relesing Hormone (GNRH agonist), diuretik dan antasid.
Obat tersebut apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama, dapat
mengubah pergantian tulang dan meningkatkan resiko osteoporosis.

2.6 Jenis-jenis Osteoporosis

Jenis osteoporosis menurut Rasjad (2008), yaitu:

1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer terbagi atas 2 tipe, yaitu:
 Tipe 1 : adalah tipe yang timbul pada wanita pasca menopause.
 Tipe 2 : terjadi pada orang lanjut baik pada pria maupun
wanita.

8|Tugas Pengenalan Profesi Blok IX


2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit
tulang erosife (misalnya myeloma multiple, hipertiroidisme,
hiperparatiroidisme) dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang
(misalnya glukokortikosteroid).
3. Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya dan ditemukan pada:
 Usia kanak-kanak (juvenil)
 Usia remaja (adolesen)
 Wanita pra-menopause
 Pria usia pertengahan

2.7 Manifestasi Klinis

Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai


puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga
tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk
tulang. Seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau
gejala seperti tinggi badan berkurang, bungkuk atau bentuk tubuh berubah, patah
tulang dan nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009).

Secara khas osteoporosis bisa ditemukan secara tiba-tiba seperti:

1. Wanita pascamonopause yang membungkuk untuk mengangkat sesuatu


dan tiba-tiba mendengar bunyi menyentak (klek) yang kemudian diikuti
rasa nyeri mendadak pada punggung bawah.
2. Kolaps vertebrae yang menyebabkan nyeri punggung yang menjalar
disekitar batang tubuh (merupakan gejala yang paling sering ditemukan)
dan diperparah dengan gerakan atau sentakan.

9|Tugas Pengenalan Profesi Blok IX


Pada pola lain yang sering terdapat, opteoporosis dapat terjadi secara insidius
dengan memperlihatkan :

1. Peningkatan deformitas, kifosis, kehilangan tinggi badan, penurunan


toleransi terhadap latihan atau aktivitas fisik, dan enampilan yang
bertambah tua secara nyata
2. Fraktur baji yang spontan, fraktur patologis Kolum femoris, fraktur Colles
pada bagian distal os. Radius sesudah pasien menggalami kecelakaan
terjatuh yang ringan, dan fraktur sendi paha (sering terjadi karena
kehilangan masaa tulang dalam Kolum femoris (Kowalak, 2016).

Menurut Rasjad (2008), gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah:

1. Nyeri tulang
Nyeri terutama terasa pada tulang belakang yang intensistas serangannya
meningkat pada malam hari.
2. Deformitas tulang
Dapat terjadi fraktur traumatik pada vertebrae dan menyebabkan kifosis
aguler yang dapat menyebabkan medula spinalis tertekan sehingga dapat
terjadi paraperesis.

2.8 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk osteoporosis menurut Kowalak (2016) meliputi:

1. Dual atau single-photon absorptiometry


digunakan untuk mengukur massa tulang dalam ekstremitas, pangkal paha,
dan tulang belakang.
2. Foto Rontgen
Memperlihatkan degenarasi yang khas pada vertebra thorakal bawah dan
vertebrae lumbal (korpus vertebrae dapat terlihat rata dan tampak lebih
padat daripada keadaan normal; kehilangan mineral tulang akan terlihat
hanya pada stadium lanjut)
3. CT-Scan.
Mengkaji kehilangan massa tulang belakang.

10 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
4. Pemeriksaan kadar kalsium, fosfor, serta alkali fosfatase serum.
Mengukur kenaikan kadar kalsium, fosfor, serta alkali fosfatase serum.
Kemudian dapat pula mengukur kenaikan kadar hormon paratiroid.
5. Biopsi tulang
Memperlihatkan tulang yang tipis dan porous, tetapi bisa juga jaringan
tulang tersebut masih terlihat normal.

2.9 Komplikasi

Osteoporosis yang mungkin melliputi :


1. Fraktur spontan
ketika tulang kehilangan densitas-nya dan menjadi rapuh serta lemah
2. Syok, pendarahan, atau emboli lemak
(Kowalak, 2016)

2.10 Penatalaksanaan

Beberapa obat yang dapat digunakan untuk tatalaksana osteoporosis,


yaitu kalsium yang berfungsi membantu dalam proses mineralisasi tulang
sehingga dapat meningkatkan pemadatan tulang, serta memperlambat terjadinya
osteoporosis. Kemudian dapat diberikan vitamin D yang berfungsi untuk
meningkatkan absorpsi kalsium di usus, dan obat anti-inflamasi nonsteroid yang
berfungsi untuk meredakan rasa nyeri (Setiyohadi, 2014).

Menurut Helmi (2012), tata laksana yang dapat diberikan pada pasien
osteoporosis adalah:

A. Konservatif
Pengobatan osteoporosis difokuskan pada usaha memperlambat
atau menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan
tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya.
Kebanyakan 40% dari perempuan akan mengalami patah tulang
akibat dari osteoporosis selama hidupnya. Dengan demikian tujuan
dari pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur (patah
tulang).Intervensi tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut.

11 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
1. Diet: dewasa muda harus mencapai kepadatan tulang yang
normal dengan mendapatkan cukup kalsium (1.000 mg/hari)
dalam dietnya (minum susu atau makan makanan tinggi
kalsium seperti salmon), berolahraga jalan kaki atau aerobik
dan menjaga berat badan normal.
2. Spesialis: orang dengan fraktur tulang belakang, pinggang,
atau pergelangan tangan harus dirujuk ke spesialis orthopedi
untuk manajemen selanjutnya.
3. Olahraga: modifikasi gaya hidup harus menjadi salah satu
pengobatan. Olahraga yang teratur akan mengurangi patah
tulang akibat osteoporosis. Olahraga yang direkomendasikan
di antaranya adalah jalan kaki, bersepeda, dan joging.
B. Medikamentosa
Selain dari tata laksana diatas, obat-obatan juga dapat diberikan
seperti di bawah ini.
1. Estrogen: untuk perempuan yang baru menopause,
penggantian estrogen merupakan salah satu cara untuk
mencegah osteoporosis. Estrogen dapat mengurangi atau
menghentikan kehilangan jaringa tulang. Apabila
pengobatan estrogen dimulai pada saat menopause, maka
akan mengurangi kejadian fraktur pinggang sampai 55%.
Estrogen dapat diberikan melalui oral (diminum) atau
ditempel pada kulit.
2. Kalsium: kalsium dan vitamin D diperlukan untuk
meningkatkan kepadatan tulang.
3. Konsumsi perhari sebanyak 1.200-1.500 mg (melalui
makanan dan suplemen).
4. Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk
meningkatkan kepadatan tulang.
5. Bifosfonat: pengobatan lain selain estrogen yang ada:
alendronate, risedonate, dan etidronate. Obat-obatan ini
memperlambat kehilangan jaringan tulang dan beberapa

12 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
kasus menigkatkan kepadatan tulang. Pengobatan ini
dipantau dengan memeriksa DXAs setiap 1 sampai 2 tahun.
Sebelum mengonsumsi obat ini, dokter akan memeriksa
kadar kalsium dan fungsi ginjal.
6. Hormon lain: hormon-hormon ini akan membantu
meregulasi kalsium dan fosfat dalam tubuh dan mencegah
kehilangan jaringan tulang.
7. Kalsitonin.
8. Teriparatide.
C. Intervensi Bedah
Intervensi bedah dilakukan untuk penatalaksanaan osteoporosis
dengan fraktur melalui imobilisasi ketat dan pengembalian fungsi
aktivitas tulang (Helmi, 2012).

2.11 Pencegahan

Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis, yaitu:

1. Asupan kalsium cukup


Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan
dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan
vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita
setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium.
Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia
produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200
mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari
yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-
kacangan.
2. Paparan sinar matahari.
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D
yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang.
Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu.
Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari

13 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D
yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang.
3. Melakukan olahraga dengan beban.
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat
berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan
tulang.Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki
tangga.
4. Hindari rokok dan minuman beralkohol.
Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam
mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis (Santoso, 2009).

14 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Pelaksanaan

Tugas Pengenalan Profesi dilaksanakan di Jl. Sukatani II No.2240 A


Sukamaju, Palembang.

3.2 Waktu Pelaksanaan

Tugas Pengenalan Profesi dilaksanakan Senin, 14 November 2016.

3.3 Subjek Tugas Mandiri

Subjek tugas mandiri pada pelaksanaan TPP ini adalah lansia yang
menderita osteoporosis pada masyarakat.

3.4 Alat dan Bahan

1. Alat tulis.
2. Daftar pertanyaan wawancara.
3. Kamera..

3.5 Langkah Kerja

1. Konsultasi kepada pembimbing.


2. Membuat dan mengajukan proposal kepada pembimbing.
3. Meminta surat persetujuan izin pelaksanaan tugas pengenalan
profesi yang ditandatangani pembimbing.
4. Meminta surat pengantar tugas pengenalan profesi ketempat/ lokasi
pada bagian akademik, berdasarkan bukti surat persetujuan
pembimbing.
5. Melaksanakan pengamatan dengan melakukan wawancara secara
langsung pada lansia yang menderita osteoporosis di masyarakat.
6. Mencatat hasil pengamatan.
7. Membuat laporan dari hasil pengamatan.

15 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tugas Pengenalan Profesi yang berjudul evaluasi kasus osteoporosis di


masyarakat dilaksanakan pada tanggal 14 November 2015. Didapatkan satu
orang pasien osteoporosis dengan hasil anamnesis sebagai berikut.

Nama : Ny. S
Usia : 70 tahun
Pekerjaan : Perawat
Alamat : Jl Sukatani 2 No. 2240 A kota Palembang.

Dari hasil anamnesis yang dilakukan terhadap Ny. S keluhan utama


yang dirasakan adalah nyeri pada kaki dan tangan serta tulang belakang. Nyeri
pertama kali dirasakan sejak 3 tahun yang lalu. Nyeri terasa seperti ditusuk-
tusuk. Nyeri yang dirasakan hilang timbul. Nyeri akan bertambah berat ketika
bergerak dan duduk dalam waktu yang lama. Untuk meringankan keluhannya,
biasanya Ny. S beristirahat. Sebelumnya Ny. S tidak pernah mengalami
keluhan yang sama.
Dalam keluarga Ny. S, tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.
Ny. S juga tidak pernah mengonsumsi obat – obatan seperti Deksametason
dan Antasid dalam waktu yang lama. Ny. S mengalami menopause sejak usia
48 tahun. Selain itu, Ny. S mengakui bahwa dirinya jarang berolahraga. Ny. S
juga tidak suka mengonsumsi susu, tetapi suka makan sayur.
Ny. S pernah melakukan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil
pemeriksaan tersebut didapati hasil bahwa Ny. S menderita osteoporosis.
Kemudian dari hasil foto Rontgen, didapati pula densitas tulang yang
berkurang. Untuk tatalaksana yang diterima Ny. S berupa obat – obatan
seperti osfit 2x1, theorol 1x1, dan arcoxia 1x1.

16 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
4.2 Pembahasan
Dari hasil yang kami dapatkan, pada Ny. S yang berusia 70 tahun
penderita osteoporosis. Dari hasil wawancara yang dilakukan didapatkan
keluhan utama Ny. S sering merasakan nyeri seperti ditusuk-tusuk pada kaki,
tangan serta tulang belakang dan sangat terasa saat bergerak ataupun duduk
dalam waktu yang lama. Menurut Rasjad (2008), gambaran klinis yang dapat
ditemukan pada penderita osteoporosis adalah nyeri terutama terasa pada
tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat pada malam hari,
kemudian ditemukan deformitas tulang yang dapat mengakibatkan terjadi
fraktur traumatik pada vertebrae dan menyebabkan kifosis anguler yang dapat
menyebabkan medula spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraperesis.
Keadaan yang dialami Ny. S sesuai dengan teori, tetapi pada Ny. S tidak
ditemukan fraktur traumatik pada vertebrae.

Ny. S sudah mengalami menopause sejak berusia 48 tahun.


Berdasarkan teori, faktor etiologi terpenting dalam osteoporosis adalah
defisiensi steroid seks. Menurut Ganong (2010), defisiensi steroid seks berupa
defisiensi estrogen yang terjadi setelah menopause mempercepat pengurangan
massa tulang wanita dan insidens yang lebih tinggi untuk fraktur osteoporosis.
Selain itu, sesuai dengan teori Sherwood (2013) penurunan kadar esterogen
dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas osteoblast sehingga osteoklas
meningkat dan menyebabkan osteoporosis.

Ny. S juga mengaku jarang melakukan aktifitas fisik seperti berolahraga


dimana hal ini dapat berpengaruh pada massa tulangnya. Sesuai dengan teori
Lane (2003), seseorang yang terlalu lama istirahat di tempat tidur dapat
mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktivitas fisik yang teratur dapat
menghasilkan massa tulang yang besar.

Dari hasil anamnesis juga didapatkan bahwa Ny. S tidak suka


mengonsumsi susu. Didalam susu, terkandung sumber kalsium yang berguna
bagi kepadatan tulang. Sesuai dengan teori Lane (2003), kekurangan kalsium
dapat meningkatkan risiko osteoporosis pada orang dewasa yaitu gangguan
yang menyebabkan penurunan secara bertahap jumlah dan kekuatan jaringan

17 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
tulang. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya demineralisasi yaitu tubuh
yang kekurangan kalsium akan mengambil simpanan kalsium yang ada pada
tulang dan gigi. Pada masa pertumbuhan, kekurangan kalsium dapat
menyebabkan pengurangan pada masa dan kekerasan tulang yang sedang
dibentuk.

Ny. S pernah melakukan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil


pemeriksaan tersebut didapati hasil bahwa Ny. S menderita osteoporosis.
Kemudian dari hasil foto Rontgen, didapati pula densitas tulang yang
berkurang. Sesuai dengan teori yang ada yaitu menurut Kowalak (2016)
pemeriksaan foto rontgen menunjukkan kehilangan mineral tulang.

Untuk tatalaksana farmakologis pada Ny. S yaitu dengan


mengonsumsi kalsium karbonat yaitu osfit 2x1, vitamin D yaitu theorol 1x1,
obat anti-inflamasi nonsteroid yaitu arcoxia 1x1. Berdasarkan teori Setiyohadi
(2014) beberapa obat yang dapat digunakan untuk tatalaksana osteoporosis,
yaitu kalsium yang berfungsi membantu dalam proses mineralisasi tulang
sehingga dapat meningkatkan pemadatan tulang, serta memperlambat
terjadinya osteoporosis. Kemudian diberikan vitamin D yang berfungsi untuk
meningkatkan absorpsi kalsium di usus, dan obat anti-inflamasi nonsteroid
yang berfungsi untuk meredakan rasa nyeri. Hal ini menunjukkan bahwa
tatalaksana penderita osteoporosis sesuai teori yang ada.

18 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan
Dari tugas pengenalan profesi (TPP) yang kami lakukan, kami
mendapatkan kesimpulan:
1. Terdapat beberapa faktor risiko osteoporosis pada Ny. S berupa usia,
olahraga yang kurang, gaya hidup yang tidak suka minum susu serta jenis
kelamin.
2. Manifestasi klinis osteoporosis pada Ny. S berupa nyeri pada tulang
terutama tulang belakang.
3. Pentalaksanaan osteoporosis dengan cara konservatif berupa diet, dan
serta olahraga dan juga medikamentosa berupa kalsium yang berfungsi
membantu dalam proses mineralisasi tulang sehingga dapat meningkatkan
pemadatan tulang, vitamin D yang berfungsi untuk meningkatkan
absorpsi kalsium di usus, dan obat anti-inflamasi nonsteroid yang
berfungsi untuk meredakan rasa nyeri.

5.2 Saran
Adapun saran yang kami berikan pada pelaksanaan Tugas Pengenalan
Profesi kali ini adalah:

1. Mahasiswa diharapkan mempersiapkan dengan baik segala keperluan yang


dibutuhkan beberapa hari sebelum melakukan kegiatan TPP.
2. Mahasiswa diharapkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi
agar kegiatan TPP dapat berjalan dengan baik untuk mecapai tujuan yang
diinginkan.
3. Mahasiswa diharapkan agar dapat mengkoordinasi kegiatannya dengan
baik sehingga waktu dapat digunakan secara efisien.
4. Mahasiswa mencari tahu apakah ditempat untuk melakukan penelitian
terdapat objeknya atau tidak dalam hal ini pasien osteoporosis, sehingga
apabila tidak ada maka, kita bisa mencari ke tempat lain.

19 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2015. Data dan Kondisi Penyakit Osteorporosis di Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Helmi, Zairin. Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:


Salemba Medika.

Kowalak Jennifer P. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Lane NE. 2003. Lebih Lengkap Tentang : Osteoporosis Petunjuk untuk Penderita
dan Langkah – Langkah Penggunaan Bagi Keluarga dalam Eri D. Nasution.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

McPhee SJ, Ganong WF. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju


Kedokteran Klinis. Jakarta: Penerbit EGC.

Rasjad, Chairuddin. 2008. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta : Yarsif


Watampone.

Santoso, H, Ismail, A. 2009. Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta: Gunung


Mulia.

Setiyohadi, Bambang. 2014. Struktur dan Metabolisme Tulang dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit
EGC

Tandra, Hans. 2009. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang
Osteoporosis Mengenal, Mengatasi, dan Mencegah Tulang Keropos.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

20 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
Lampiran

Gambar 1. Hasil pemeriksaan rontgen Ny. S di lihat dari sisi anterior

21 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
Gambar 2. Hasil pemeriksaan rontgen Ny. S di lihat dari sisi lateral

Gambar 3. Obat yang diterima Ny. S untuk Osteoporosis

22 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
Gambar 4. Hasil pemeriksaan laboratorium Ny. S

23 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X
Gambar 5. Mahasiswa dengan Ny. S

Gambar 6. Mahasiswa dengan Ny. S

24 | T u g a s P e n g e n a l a n P r o f e s i B l o k I X

Anda mungkin juga menyukai