Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH IMUNOLOGI

ANTIBODI DAN SISTEM KOMPLEMEN


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunologi

Disusun oleh :
Kelompok 3

- Almas Sabrina - Ratu Lailatul Azizah


- Hanna Audina - Muhammad Aldi R.
- Legi Rosdayanti - Annisa Savitri
- Namira Nur Aulia Putri - Rifa Fadriani N
- Shahnaz Mutia Dewi - Dinda Annisa
- Annisa Luthfiyyatul

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
CIMAHI
2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit
sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk membantu mahasiswa dalam


memahami tentang Antibodi dan Sistem Komplemen dan mengetahui mekanisme
komplemen serta penyakit dalam komplemen tersebut.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata
penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Cimahi, 20 April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................... 3

BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................. 4


A. Pengertian Sistem Komplemen ................................................ 4
B. Mekanisme Sistem Komplemen ............................................... 11
C. Penyakit Dalam Sistem Komplemen ........................................ 20

BAB 3 PENUTUP........................................................................................... 24
A. Kesimpulan ............................................................................... 24
B. Saran ........................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem pertahanan sebagai


perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan patogen,
termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem imun juga berperan dalam
perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada
autoimunitas, dan melawan sel yang bertransformasi menjadi tumor.
Antibodi adalah molekul yang disintesis oleh sel B/plasma imunoglobulin
berbentuk soluble (larut) dari reseptor antigen pada sel B. Selama ini antibodi yang
sering digunakan dalam deteksi adalah poliklonal antibodi. Pada larutan antibodi ini
terdapat bermacam-macam molekul antibodi. Satu molekul antibodi, biasanya
mengenali satu macam epitope, sehingga larutan poliklonal antibodi mengenali lebih
dari satu macam epitope (Hanly, et.al, 1995). Hal ini mneyebabkan larutan poliklonal
antibodi kurang spesifik jika digunakan sebagai alat deteksi. Masalah
ketidakspesifikan pada poliklonal antibodi diatasi menggunakan monoklonal
antibodi, jenis antibodi yang merupakan pengembangan poliklonal antibodi. Larutan
monoklonal antibodi, hanya mengandung satu macam molekul antibodi, sehingga
larutan ini hanya mengenali satu macam antigen (Grimaldi dan French, 1995).
Berdasarkan sifat ini, maka larutan monoklonal antibodi sangat spesifik ketika
digunakan sebagai alat deteksi.
Antibodi/imunoglobulin dapat ditemukan dalam berbagai cairan tubuh seperti
darah, air mata, saliva dan ASI. Imunoglobulin memiliki 5 kelas utama yaitu IgG,
IgA, IgM, IgD dan IgE. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan perbedaan struktur
kimia yang mengakibatkan perbedaan sifat biologis maupun fisik. Imunoglobulin
memiliki dua bentuk yaitu sIg dan Ig. Perbedaannya adalah pada domain terminal-C,

1
di mana sIg memiliki bagian transmembran dan bagian intrasitoplasmik yang lebih
pendek (Kresno, 1996)
Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat
kompleks protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal
komplemen beredar di sirkulasi darah dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat
dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung satu dengan yang lain,
disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi sistem komplemen menyebabkan
interaksi berantai yang menghasilkan berbagai substansi biologik aktif yang diakhiri
dengan lisisnya membran sel antigen. Aktivasi sistem komplemen tersebut selain
bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan
mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila
aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-antibodi pada jaringan
berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan
penyakit.
Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan
juga oleh sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen C l
juga dapat di sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar. Komplemen yang dihasilkan
oleh sel fagosit mononuklear terutama akan disintesis ditempat dan waktu terjadinya
aktivasi. Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama dengan huruf C:
Clq, Clr, CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan urutan
penemuan unit tersebut, bukan menurut cara kerjanya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari antibodi dan sistem komplemen ?
2. Bagaimana mekanisme antibodi dan sistem komplemen?
3. Bagaiman pengaktifan system komplemen?
4. Apa Penyakit Dalam Sistem Komplemen?

2
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud antibodi dan sistem komplemen
2. Mengetahui mekanisme antibodi dan sistem komplemen
3. Mengetahui pengaktifan system komplemen
4. Mengetahui Penyakit Dalam Sistem Komplemen

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Antibodi dan Sistem Komplemen


 Antibodi
Antibodi atau yang disebut juga imunoglobulin adalah molekul yang disintesis
oleh sel B/plasma imunoglobulin berbentuk soluble (larut) dari reseptor antigen
pada sel B. Antibodi pun merupakan molekul glikoprotein yang terdiri atas
komponen polipeptida sebanyak 82-96% dan selebihnya karbohidrat (Kresno,
1996). Antibodi dibentuk oleh sel B sebagai respon atas adanya antigen yang
bersifat imunologik masuk ke dalam tubuh dan berperan dalam respon imun
humoral. Antibodi yang terbentuk bersifat spesifik terhadap antigen. Interaksi
antara antigen dengan membran antibodi pada sel B naive, menyebabkan
terjadinya respon imun humoral. Setelah disekresikan ke dalam sirkulasi darah
dan cairan mukosal, antibodi akan menetralkan dan mengeliminasi mikroba dan
toksin mikroba yang berada di luar sel inang (Abbas et al., 2014).
Antibodi memiliki dua fungsi yaitu fungsi netralisasi (mengikat antigen) dan
fungsi efektor yang diperantarai antibodi (Kresno, 1996). Fungsi efektor terdiri
atas netralisasi mikroba atau produknya yang toksik, aktivasi sistem komplemen,
opsonisasi antigen, lisis sel target dan hipersensitivitas tipe segera. Molekul
antibodi dibentuk sel B dalam dua bentuk yaitu sebagai reseptor permukaan
antigen dan sebagai antibodi yang disekresikan ke dalam cairan ekstraseluler.
Pengikatan antigen harus disertai dengan fungsi efektor sekunder agar antigen
terikat kuat dengan imunoglobulin. Fungsi efektor sekunder yaitu memacu
aktivasi komplemen dan merangsang pelepasan hitamin oleh basofil atau 17 sel
mast. Opsonisasi antigen oleh imunoglobulin memudahkan APC memproses dan
menyajikan antigen kepada sel T.
Antibodi/imunoglobulin dapat ditemukan dalam berbagai cairan tubuh
seperti darah, air mata, saliva dan ASI. Imunoglobulin memiliki 5 kelas utama
yaitu IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan

4
perbedaan struktur kimia yang mengakibatkan perbedaan sifat biologis maupun
fisik. Imunoglobulin memiliki dua bentuk yaitu sIg dan Ig. Perbedaannya adalah
pada domain terminal-C, di mana sIg memiliki bagian transmembran dan bagian
intrasitoplasmik yang lebih pendek (Kresno, 1996).

Struktur Molekul Antibodi

Pada dasarnya banyak dikenal molekul antibodi, sebagai contoh pada


respon pertama masuknya antigen ke dalam tubuh dikeluarkan antibodi yang
disebut IgM. Peristiwa inflamasi atau alergi terjadi karena reaksi antara antibodi
IgE dan antigen. Sementara antibodi yang efektif dan digunakan tubuh dalam
jangka waktu lama dikenal sebagai IgG. Semua antibodi di atas mempunyai
struktur hampir sama yang berbentuk huruf Y dan disebut sebagai Ig. Ig terdiri
dari dua rantai polipeptida berukuran besar disebut sebagai rantai berat) dan dua
rantai polipeptida berukuran kecil (disebut sebagai rantai ringan ). Dua rantai
berat pada Ig saling dihubungkan oleh ikatan disulfida dan antara satu rantai berat
dan rantai ringan juga saling dihubungkan dengan ikatan disulfide.

Terdapat dua jenis rantai


ringan yang telah diketahui yang
disebut dengan gamma dan kappa,
sementara terdapat banyak macam
rantai berat yang telah diketahui.
Rantai berat ini yang menentukan
apakah antibodi tersebut termasuk
golongna IgG, IgM, IgA, IgD atau
IgE.

Struktur tersier antibodi menunjukan bahwa fragmen Fv (fragment


variable) yang terdiri dari bagian variabel rantai berat dan rantai ringan melakukan
folding sehingga membentuk struktur loop (Harlow dan Lane, 1988). Bagian ini
adalah bagian yang berfungsi mengikat antigen. Sementara itu, bagian konstan
rantai berat melakukan folding
untuk membantu menstabilkan
struktur loop di atas.

Jenis-jenis antibodi :

5
JENIS ANTIBODI FUNGSI
IgM Aglutinasi, mengaktifkan protein
komplemen, merangsang fagositosis
mikroba oleh makrofag.

IgG Mengaktifkan protein komplemen dan


makrofaga, memelihara janin (fetus) dari
serangan penyakit.

IgA Mengikat mikroba (pada daerah permukaan


saluran pernapasan dan saluran makanan),
mencegah mikroba masuk ke tubuh,
mengeluarkan mikroba dari dalam tubuh
bersama nukleus dan sekresi lainnya.
IgE Proteksi terhadap serangan parasit dan
bersama IgG mengikat serta mengusir
antigen alergi.

Pengenalan antigen oleh sel B.

IgD

 Sistem Komplemen

6
Sistem Komplemen adalah sekelompok protein plasma yang apabila
diaktifkan secara sekuensial dapat menghancurkan sel-sel asing dengan
menyerang membran plasma, dihasilkan di hati dan terdapat dalam sirkulasi darah
dan seluruh jaringan. Dapat diaktifkan secara nonspesifik (dengan adanya benda
asing) dan secara spesifik (bekerja sama dengan antibodi yang merupakan hasil
respon imun spesifik). Disebut komplemen karena dapat melengkapi kerja
antibodi untuk memusnahkan senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem
ini dapat berinteraksi satu dengan lainnya, bereaksi dengan antibodi maupun
dengan membran sel sehingga terjadi aktivitas biologis yang menyebabkan :
1. Lisis sel mikroorganisme dan reaksi inflamasi
2. Memicu reaksi imunologik yang melibatkan aktifasi sel-sel efektor (berikatan
dengan resepor komplemen pada permukaan sel bersangkutan/memicu respon
imun humoral lainnya)

Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat


kompleks protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal
komplemen beredar di sirkulasi darah dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat
dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung satu dengan yang lain,

7
disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi sistem komplemen menyebabkan
interaksi berantai yang menghasilkan berbagai substansi biologik aktif yang
diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen. Aktivasi sistem komplemen
tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga dapat
membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut seperti
pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-
antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan
dan dapat menimbulkan penyakit.
Protein sistem komplemen biasanya diberi kode C1-C9 sesuai urutan pada
saat protein tersebut ditemukan. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan
inaktif (dalam serum), untuk protein yang sudah aktif akan ditambahkan kode a
atau b. Misalnya C3 menjadi C3a dan C3b. Dalam sistem komplemen terdapat
sub-komponen, misalnya sub-komponen C1 yang terdiri dari C1q, C1r, dan C1s,
faktor B, faktor D, dan lainnya.

8
Efek Biologik Komplemen

Fungsi sistem komplemen pada pertahanan tubuh dapat dibagi dalam dua
golongan besar, 1) lisis sel sasaran oleh kompleks serangan membran, dan 2) sifat
biologik aktif fragmen yang terbentuk selama aktivasi.

a) Sitolisis
Pada aktivasi sitolisis ini (kompleks serangan membran) yang berfungsi adalah
C5-C9. Mekanisme ini sangat penting bagi pertahanan tubuh melawan
mikrooorganisme. Proses lisis ini dapat melalui jalur alternatif maupun jalur
klasik.
b) Sifat biologik aktif Fragmen
Opsonisasi dan peningkatan fungsi fagositosis
Fagositosis yang diperkuat oleh proses opsonisasi C3b dan iC3b mungkin
merupakan mekanisme pertahanan utama terhadap infeksi bakteri dan jamur
secara sistemik Fagositosis ini juga lebih meningkat bilamana bakteri
disamping berikatan dengan komplemen juga berikatan dengan antibodi IgG
atau IgM. Melekatnya antibodi dan fragmen komplemen pada reseptor spesifik
yang terdapat pada sel fagosit tidak hanya menyebabkan opsonisasi, tetapi juga
memacu untuk terjadinya fagositosis.

Kombinasi dari semua fungsi yang tersebut diatas mengakibatkan


terkumpulnya sel-sel dan serum protein yang diperlukan untuk terjadinya
proses dalam rangka memusnahkan mikroorganisme atau benda asing tersebut;
proses ini disebut peradangan.

Anafilaksis dan kemotaksis

C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh karena dapat memacu sel
mast dan sel basofil untuk melepaskan mediator kimia yang dapat meningkatkan
permeabilitas dan kontraksi otot polos vaskular. Reseptor C3a dan C4a terdapat
pada permukaan sel mast, sel basofil, otot polos dan limfosit. Reseptor C5a

9
terdapat pada permukaan sel mast, basofil, netrofil, monosit, makrofag, dan sel
endotelium.

Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada otot polos


menyebabkan kontraksi otot polos tersebut. Untuk mekanisme ini C5a adalah
yang paling poten dan C4a adalah yang paling lemah.

C5a juga mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh C3a dan C4a; oleh
karena C5a juga mempunyai reseptor yang spesifik pada permukaan sel-sel
fagosit maka C5a dapat menarik sel-sel fagosit tersebut bergerak ke tempat
mikroorganisme, benda asing atau jaringan yang rusak; proses ini disebut
kemotaksis. Juga setelah melekat C5a dapat merangsang metabolisme oksidatif
dari sel fagosit tersebut sehingga dapat meningkatkan daya untuk memusnahkan
mikroorganisme atau benda asing tersebut.

Pelarutan dan eliminasi kompleks imun

Kompleks imun dalam jumlah kecil selalu terbentuk dalam sirkulasi, dan
dapat meningkat secara dramatis bilamana terdapat peningkatan antigen.
Kompleks imun ini bilamana berlebihan dapat membahayakan oleh karena dapat
mengendap pada dinding pembuluh darah, mengaktivasi komplemen dan
menimbulkan kerusakan jaringan. Pembentukan kompleks imun bilamana
berlebihan, tidak hanya membutuhkan Fab dari imunoglobulin tetapi juga
interaksi dengan Fc. Oleh karena itu pengikatan komplemen pada Fc
immunoglobulin suatu kompleks imun dapat membuat ikatan antigen-antibodi
yang sudah terbentuk menjadi lemah. Untuk menetralkan terbentuknya kompleks
imun yang berlebihan ini, sistem komplemen dapat meningkatkan fungsi fagosit.
Fungsi ini terutama oleh reseptor yang terdapat pada permukaan eritrosit.
Kompleks imun yang beredar mengaktifkan komplemen dan mengaktifkan
fragmen C3b yang menempel pada antigen. Kompleks tersebut akan berikatan
dengan reseptor pada permukaan eritrosit. Pada waktu sirkulasi eritrosit melewati
hati dan limpa, maka sel fagosit dalam limpa dan hati (sel Kupffer) dapat

10
membersihkan kompleks imun yang terdapat pada permukaan sel eritrosit
tersebut.

B. Mekanisme Antibodi dan Sistem Komplemen

 Mekanisme Pembentukan Antibodi


1. Sel limfosit B mengidentifikasi antigen
2. Sel limfosit B bereplikasi dengan cepat menghasilkan sejumlah besar sel
yang disebut sel B plasma
3. Sel B plasma akan menghasilkan antibodi yang bersifat spesifik terhadap
satu jenis antigen dan melepaskannya kedalam sistem sirkulasi tubuh
4. Selain menghasilkan sel B plasma, sel limfosit B menghasilkan sel B
memori dan sel B pembelah. Sel B memori dapat hidup untuk jangka
waktu lama. Apabila terjadi infeksi untuk kedua kalinya sel B memori
akan bereaksi lebih cepat dan lebih giat dibanding sel B lainnya.
sedangkan sel B pembelah berfungsi menghasilkan banyal lagi sel-sel
limfosit.

11
Dan apabila terjadi infeksi yang kedua oleh patogen yang sama, maka sel B
akan membelah dengan cepat dan melindungi tubuh dari serangan penyakit,
respon ini disebut respon imun sekunder.
Kadar antibodi dalam darah dapat meningkat karena adanya respon primer dan
respon sekunder terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh. Apabila infeksi
telah berakhir, sel limfosit B akan mati dan respon imun yang yang dihasilkan
disebut sebagai respon imun primer.

Pada infeksi kedua oleh agen infeksi yang sama, system


imun merespons lebih cepat karena ekspansi klon telah dilakukan pada infeksi
pertama. Ini disebut respons antibodi sekunder. Konsentrasi antibodi meningkat
lebih banyak dan lebih cepat daripada saat respons primer. Jumlah sel memori
menurun setelah infeksi pertama, tetapi sel & memori dapat dihasilkan dengan
lebih cepat pada saat infeksi kedua.

 Mekanisme Komplemen
Reaksi sistem komplemen adalah cascade (berurutan) misalnya, suatu
reaksi akan mengaktifkan reaksi selanjutnya dan seterusnya.
Contoh reaksi :

12
Lima komponen terakhir dalam reaksi sistem komplemen (C5-C9) akan
membentuk kompleks protein yang besar (membrane attack complex) yang dapat
merusak membran sel sehingga terjadi kebocoran pada membran sel yang dapat
menyebabkan sitolisis (merupakan mekanisme utama pembunuhan
mikroorganisme tanpa fagositosis).

Langkah-langkah :
1. C3 diaktifkan menjadi C3a dan C3b.
2. Kompleks C4bC2aC3b mengaktifkan C5 menjadi C5a-C5b.
3. C5b mengikat C6 dan C7 membentuk kompleks C5bC6C7 dan mengikat C8 →
dimulai proses perusakan membran sel mikroorganisme pathogen.
4. Kompleks C5bC6C7C8 mengikat C9 menjadi C5bC6C7C8C9, lalu melekat
pada permukaan sel → perubahan ultra struktur dan muatan listrik permukaan
sel dan inflamasi.
5. Kompleks C5bC6C7C8C9 (MAC) menembus membran sel, merusak lapisan
lipid, dan fosfolipid pada membrane → lubang-lubang pada membran →
cairan masuk ke dalam sel dan ion-ion keluar dari sel → lisis sel.

Aktivasi Sistem Komplemen


Aktivasi komplemen dikontrol melalui tiga mekanisme utama, yaitu :
a) Komponen komplemen yang sudah diaktifkan biasanya ada dalam bentuk yang
tidak
stabil sehingga bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya akan rusak,

13
b) Adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase inhibitor, faktor
I dan
faktor H,
c) Pada permukaan membran sel terdapat protein yang dapat merusak fragmen
komplemen yang melekat.

 Jalur Klasik

Diaktifkan oleh adanya kompleks antigen-antibodi atau agregat


immunoglobulin.

Langkah-langkah :
 Pengikatan C1q dengan salah satu bagian dari fragmen Fc dari suatu molekul
IgG atau IgM
 Pengaktifan proenzim C1r menjadi enzim protease
 Protease mengaktifkan C1s, maka terbentuk enzim C1qrs aktif
 Enzim C1qrs menjadi C4 dan C2 konvertase → C4a-C4b dan C2a-C2b
 C4b dan C2a membentuk kompleks C4bC2a dan menjadi C3
konvertase → C3a-C3b
 6. C4bC2a bergabung dengan C3b menjadi C4bC2aC3b yang merupakan C5
konvertase →C5a-C5b.

14
 Jalur Alternatif

Aktivasi jalur alternatif atau disebut pula jalur properdin, terjadi tanpa
melalui tiga reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan
juga tidak memerlukan antibodi IgG dan IgM. Pada keadaan normal ikatan
tioester pada C3 diaktifkan terus menerus dalam jumlah yang sedikit baik melalui
reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa enzim proteolitik yang terdapat sedikit
di dalam plasma. Komplemen C3 dipecah menjadi frclgmen C3a dan C3b.
Fragmen C3b bersama dengan ion Mg++ dan faktor B membentuk C3bB. Fragmen
C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi C3bBb yang aktif (C3 konvertase). Pada
keadaan normal reaksi ini berjalan terus dalam jumlah kecil sehingga tidak terjadi
aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula C3b dapat diinaktivasi oleh faktor H
dan faktor I menjadi iC3b, dan selanjutnya dengan pengaruh tripsin zat yang
sudah tidak aktif ini dapat dilarutkan dalam plasma. Tetapi bila pada suatu saat
ada bahan atau zat yang dapat mengikat dan melindurlgi C3b dan menstabilkan
C3bBb sehingga jumlahnya menjadi banyak, maka C3b yang terbentuk dari
pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan terjadilah aktivasi komplemen
selanjutnya. Bahan atau zat tersebut dapat berupa mikroorganisme, polisakarida
(endotoksin, zimosan), dan bisa ular. Aktivasi komplemen melalui cara ini
dinamakan aktivasi jalur alternatif. Antibodi yang tidak dapat mengaktivasi jalur
klasik misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat mengaktifkan komplemen melalui

15
jalur alternatif. Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel
pada sel sasaran. Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran tersebut,
maka aktivasi jalur alternatif dimulai; enzim pada permukaan C3Bb akan lebih
diaktifkan, untuk selanjutnya akan mengaktifkan C3 dalam jumlah yang besar dan
akan menghasilkan C3a dan C3b dalam jumlah yang besar pula. Pada reaksi awal
ini suatu protein lain, properdin dapat ikut beraksi menstabilkan C3Bb; oleh
karena itu seringkali jalur ini juga disebut sebagai jalur properdin. Juga oleh
proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses penghancuran oleh faktor H
dan faktor I. Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah
lingkaran aktivasi C3. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan
pada permukaan membran sel. Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang
berada pada permukaan membran sel dan selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang
aktif akan dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi selanjutnya seperti yang terjadi
pada jalur altematif (kompleks serangan membran).

Diaktifkan dengan adanya protein komplemen tertentu yang terikat dengan


mikroorganisne patogen.

Langkah-langkah :
1. C3 dalam darah bereaksi dengan dengan faktor B, faktor D dan faktor P
(properdin) pada permukaan sel patogen → C3a-C3b.

16
2. C3a berpartisipasi dalam proses inflamasi dan C3b berfungsi untuk sitolisis
dan opsonisasi.

 Jalur Lektin
Aktifitasnya diperantarai oleh terjadinya reaksi antara mannose-binding lectin
(MBL) dengan senyawa karbohidrat (mannose-containing polysaccharides) di
dinding sel mikroorganisme.

Langkah-langkah :
1. Makrofag menelan bakteri, virus atau bahan asing lainnya (fagositosis) →
makrofag mengeluarkan senyawa kimia → menstimulasi hati
memproduksi lektin.
2. Terjadi reaksi antara MBL (mannose-binding lectin) dan mannans
(mannose-containing polysaccharides) yang ada di dinding sel
mikroorganisme.
3. Ikatan MBL-mikroorganisme menghasilkan protease MASP1 dan MASP2
(MBL-associated serine proteases).
4. Terbentuk kompleks MBL/MASP1/MASP2 mengaktifkan C4 dan C2 →
C4a-C4b dan C2a-C2b.
5. Kompleks C4bC2a menjadi C3 konvertase → C3a-C3b.
6. Terbentuk kompleks C4bC2aC3b yang menjadi C5 konvertase → C5a-
C5b.

17
Clqrs Meningkatkan permeabilitas vaskular
C3a Meningkatkan proses fagositosis melalui opsonisasi dan
memacu proses lisis sel.
C3b Opsonin dan adherens imun
C4a Anafikolotoksin lemah
C4b Opsonin
C5-6-7 Kemotaksis
C8-9 Melepas sitosin yang dapat menghancurkan sel (lisis)
C3a Bersama C5 berikatan dengan sel mastosit melepaskan
histamin dan meningkatkan permebilitas pembuluh darah saat
inflasi
C5a Faktor kemotaksis menariksel fagosit ke situs infeksi
C4bC2a C3 konvertase
C4bC2aC3b C5 Konvertase
C5bC6C7C8C9 MAC ( Membrane Attack Complex) sitosis

18
Persamaan atara ketiga jalur tersebut adalah :
Ketiganya sama-sama akan mengaktivasi pusat katalitik sistem
komplemen yaitu C3; Ketiganya pada akhirnya akan menginduksi C9; dan
ketiganya sama-sama membentuk membran attack complex.

Perbedaan atara ketiga jalur tersebut adalah :


 Stimulus yang menginduksi masing-masing jalur berbeda-beda. Jalur Lecitin
distimulasi oleh kompleks antigen antibodi, Jalur MB-Lecitin distimulasi oleh
kompleks manosa-binding Lecitin, dan Jalur Alternatif distimulasi LPS
(lipopolisakarida) dari permukaan pathogen.

 Komponen yang distimulasi oleh stimulus masing-masing jalur berbeda. Jalur


Lecitin selanjutnya mengaktivasi C1q,C1r,C1s, C4 dan C2, jalur MB Lecitin
selanjutnya mengaktivasi MBL, MASP-1, MASP-2, C4 dan C2, dan jalur
alternatif mengaktivasi C3, B,dan D.

19
C. Penyakit Dalam Sistem Komplemen
Penyakit pada manusia yang berkaitan dengan sistem komplemen dapat
terjadi oleh karena dua keadaan. Pertama adalah adanya defisiensi dari salah satu
protein komplemen atau protein regulator. Kedua, suatu sistem komplemen yang
normal diaktifkan oleh stimulus yang tidak normal seperti mikroorganisme yang
persisten atau suatu reaksi autoimun.
Kebanyakan pasien datang dengan peningkatan kerentanan terhadap
infeksi, yang lain datang dengan beraneka penyakit rematik atau angio-edema,
dan pada kasus yang jarang terjadi, beberapa pasien mungkin bahkan datang tanpa
gejala. Penjelasan tentang dasar patofisiologi untuk variasi presentasi klinis pada
individu dengan defisiensi komplemen telah memberikan kontribusi untuk
pemahaman yang lebih baik tentang peran fisiologis komplemen pada individu
normal.
Jenis-jenis infeksi berhubungan dengan fungsi biologis dari tiap komponen
yang hilang. Sebagai contoh, produk pembelahan utama (C3b) dari komponen
ketiga komplemen (C3) merupakan ligan penting proses opsonisasi. Oleh karena
itu, pasien dengan defisiensi C3 atau komponen salah satu dari dua jalur yang
mengaktifkan C3 akan rentan terhadap infeksi yang disebabkan bakteri yang
dieliminasi melalui opsonisasi oleh pertahanan primer host (misalnya
Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes dan Haemophilus influenzae).
Demikian pula, C5-C9 membentuk kompleks serangan membran dan bertanggung
jawab atas fungsi bakterisida komplemen. Dengan demikian, pasien dengan
defisiensi C5, C6, C7, C8 C9 atau rentan terhadap spesies Neisseria karena
aktivitas bakterisidal serum merupakan pertahanan host yang penting dalam
melawan organisme ini.
Komplemen kaskade terdiri dari 3 jalur terpisah yang berkumpul di jalur
akhir yang umum. Jalur termasuk jalur klasik (C1qrs, C2, C4), jalur alternatif (C3,
faktor B, properdin), dan jalur lektin (mannan-mengikat lektin [MBL]). Jalur
klasik dipicu oleh interaksi dari bagian Fc dari antibodi (imunoglobulin [Ig] M,
IgG1, IgG2, IgG3) atau protein C-reaktif dengan C1q. Jalur alternatif diaktifkan
secara antibodi-independen. Lektin mengaktifkan jalur lektin dalam cara yang

20
mirip dengan interaksi antibodi dengan pelengkap di jalur klasik. Ini 3 jalur
berkumpul di C3 komponen. Meskipun masing-masing cabang dipicu berbeda,
tujuan umum adalah untuk deposit kelompok C3b pada target. Deposisi ini
mengakibatkan perakitan kompleks serangan membran (MAC), komponen C5b-9.
MAC mengeluarkan aktivitas pembunuhan kuat dengan menciptakan perforasi di
membran sel.
Kekurangan dalam melengkapi mempengaruhi pasien infeksi melalui 2
mekanisme: (1) opsonisasi tidak efektif dan (2) cacat dalam kegiatan litik (cacat
pada MAC). kekurangan pelengkap tertentu juga berhubungan dengan
peningkatan risiko mengembangkan penyakit autoimun, seperti lupus. Sistem
yang rumit mengatur aktivitas pelengkap. Komponen penting dari sistem ini
adalah berbagai protein membran terkait sel seperti reseptor komplemen 1 (CR1),
melengkapi reseptor 2 (CR2), dan pembusukan mempercepat faktor (DAF).
Selain sel permukaan terkait protein ini, protein plasma lainnya mengatur
langkah-langkah spesifik dari jalur klasik atau alternatif; misalnya, protein faktor
H dan faktor saya menghambat pembentukan konvertase enzim C3 dari jalur
alternatif. Demikian pula, enzim C1q esterase bertindak sebagai inhibitor dari
protease jalur serin klasik C1r dan C1S. Kekurangan salah satu protein regulator
hasil ini dalam keadaan overactivation dari sistem komplemen, dengan efek
inflamasi yang merusak.

Defisiensi protein regulator


Pada beberapa keadaan dapat terjadi defisiensi protein regulator, baik yang
larut maupun yang berikatan pada membran sel. Edema angioneurotik herediter
(HANE) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisiensi C l INH.
Manifestasi klinis kelainan ini adalah edema pada muka, ekstremitas, mukosa
laring, dan saluran cerna yang akan menghilang setelah 24 sampai 72 jam. Pada
serangan berat disamping gangguan saluran cerna juga dapat terjadi obstruksi
saluran nafas. Mediator yang berperan dalam kelainan ini adalah C3a, C4a, dan
C5a yang bersifat sebagai anafiltoksin. Di samping itu oleh karena fungsi C l INH
juga merupakan regulator kalikrein dan faktor XII, maka kemungkinan aktivasi

21
faktor ini juga memegang peran. Akibat defisiensi ini C3 akan diaktifkan terus
menerus. Pasien dengan antibodi ini sering menderita glomerulonefritis yang
mungkin disebabkan oleh kurang adekuatnya pembersihan kompleks imun dari
sirkulasi dan mengendap pada membran glomerulus ginjal.

Defisiensi Genetik
Defisiensi genetik fragmen jalur klasik dan alternatif meliputi C1q, C1r,
C1s, C4, C2, C3, properdin, dan faktor D. Defisiensi fragmen awal dari jalur
klasik biasanya berhubungan dengan penyakit autoimun seperti glomerulonefritis
dan lupus eritematosus sistemik (LES). Yang terbanyak dijumpai pada manusia
adalah defisiensi C2. Pasien dengan defisiensi C2 dan C4 tidak menunjukkan
kenaikan frekuensi terkena infeksi. Hal ini mungkin menunjukkan pentingnya
peran C3 pada opsonisasi, peningkatan fagositosis, dan penghancuran
mikroorganisme. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kemungkinan fungsi utama
dari jalur klasik adalah untuk eliminasi kompleks imun dan jalur altematif untuk
eliminasi bakteri.

Defisiensi fragmen kompleks serangan membran


Defisiensi fragmen kompleks serangan membran yang mencakup C5, C6,
C7, C8 dan C9 menyebabkan tidak terdapatnya kemampuan untuk melisis
organisme asing. Tetapi kenyataan yang menarik pada pasien dengan defisiensi
kompleks serangan membran, hanya mendapat infeksi sistemik yang berat dengan
bakteri neiseria intraselular termasuk N. meningitidis dali N. gonorrhoeae.

Defisiensi komplemen
Defisiensi dalam sistem komplemen dapat terjadi pada jalur klasik,
altematif, kompleks serangan membran, atau pada protein regulator. Defisiensi ini
dapat terjadi sejak lahir, atau didapat setelah lahir oleh karena terdapatnya mutasi
gen.
Defisiensi Komplemen merupakan rangkaian protein serum enzimatik
yang bersirkulasi dengan sembilan komponen fungsional menyusun komplemen.

22
Ketika imunoglobulin (Ig) G atau IgM bereaksi terhadap antigen sebagai bagian
dari respons imun, protein tersebut mengawali saluran komplemen klasik, atau
kaskade. Kemudian, komplemen bergabung dengan kompleks antigen-antibodi
dan menjalani rangkaian reaksi yang memperkuat respons imun terhadap antigen
(proses kompleks yang fiksasi komplemen). Bentuk yang paling umum adalah
defisiensi C1, C2, dan C4 dan disfungsi familial C5.
Keabnormalan komplemen yang lebih sekunder telah dipastikan pada
pasien terpilih yang mengalami lupus eritematosus, dermatomiositis, skleroderma,
infeksi gonokokal dan meningokokal. Prognosisnya bervariasi menurut
keabnormalan dan keparahan penyakit yang berkaitan.

Tanda Dan Gejala


 Defisiensi C1 dan C3 dan disfungsi familial C5 : meningkatnya suseptibilitas
terhadap infeksi bakteri (yang bisa melibatkan beberapa sistem tubuh secara
simultan)
 Defisiensi C2 dan C4 : penyakit vaskular kolagen, misalnya lupus
eritematosus dan disertai gagal ginjal kronis
 Disfungsi C5 (kelainan familial pada bayi) : gagal tumbuh, diare, dan
dermatitis seboroik
 Kelainan dalam komponen terakhir dari kaskade komplemen (C5 sampai C9)
: meningkatnya suseptibilitas terhadap infeksi neisseria.
 Defisiensi inhibitor esterase C1 (angioderma herediter) : pembengkakkan
secara periodik di wajah, tangan, abdomen, atau tenggorokan, disertai edema
laringeal yang bisa berakibat fatal.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Antibodi atau yang disebut juga imunoglobulin adalah molekul yang
disintesis oleh sel B/plasma imunoglobulin berbentuk soluble (larut) dari reseptor
antigen pada sel B. Antibodi pun merupakan molekul glikoprotein yang terdiri
atas komponen polipeptida sebanyak 82-96% dan selebihnya karbohidrat (Kresno,
1996). Antibodi dibentuk oleh sel B sebagai respon atas adanya antigen yang
bersifat imunologik masuk ke dalam tubuh dan berperan dalam respon imun
humoral. Antibodi yang terbentuk bersifat spesifik terhadap antigen. Interaksi
antara antigen dengan membran antibodi pada sel B naive, menyebabkan
terjadinya respon imun humoral. Setelah disekresikan ke dalam sirkulasi darah
dan cairan mukosal, antibodi akan menetralkan dan mengeliminasi mikroba dan
toksin mikroba yang berada di luar sel inang.
Terdapat dua jenis rantai ringan yang telah diketahui yang disebut dengan
gamma dan kappa, sementara terdapat banyak macam rantai berat yang telah
diketahui. Rantai berat ini yang menentukan apakah antibodi tersebut termasuk
golongna IgG, IgM, IgA, IgD atau IgE.
Sistem Komplemen adalah sekelompok protein plasma yang apabila
diaktifkan secara sekuensial dapat menghancurkan sel-sel asing dengan
menyerang membran plasma, dihasilkan di hati dan terdapat dalam sirkulasi darah
dan seluruh jaringan. Pada kedaan normal komplemen beredar di sirkulasi darah
dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur
yang tidak tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur
alternatif.
Penyakit pada manusia yang berkaitan dengan sistem komplemen dapat
terjadi oleh karena dua keadaan. Pertama adalah adanya defisiensi dari salah satu
protein komplemen atau protein regulator. Kedua, suatu sistem komplemen yang
normal diaktifkan oleh stimulus yang tidak normal seperti mikroorganisme yang
persisten atau suatu reaksi autoimun.

24
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan yang diharapkan, karena masih terbatasnya pengetahuan
penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun. Makalah ini perlu dikaji ulang agar dapat sempurna dan
makalah ini harus digunakan sebagaimana mestinya.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. http://sistem kekebalan tubuh. Diakses pada hari Minggu, 11 Februari


2009.
2. http://farmasiforyou.wordpress.com/2008/11/23/sistem komplemen
3. Bratawidjaja, K.G., 2004. Imunologi Dasar edisi ke-6. Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta.
4. https://hisham.id/2016/02/penjelasan-proses-pembentukan-antibodi.html
5. http://staff.unila.ac.id/gnugroho/files/2014/06/Sistem-Imun.pdf
6. Emantoko, Sulistyo. 2001. ANTIBODI REKOMBINAN :
PERKEMBANGAN TERBARU DALAM TEKNOLOGI ANTIBODI.
Surabaya.
7. https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/63784/5/BAB%20II
%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf.

26

Anda mungkin juga menyukai