Anda di halaman 1dari 43

REFERAT Palu, Mei 2018

SIROSIS HEPATIS DEKOMPENSATA

Oleh :

KHAIRUNNISA
N 111 17 020

Pembimbing:
dr. Arfan Sanusi , Sp.PD

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD UNDATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

2018

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Khairunnisa

1
NIM : N 111 17 020

Judul refarat : Sirosis Hepatis Dekompensata

telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako

Palu, Mei 2018

Pembimbing,

dr. Arfan Sanusi, Sp. PD

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... 1
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi & Fisiologi Hepar.................................................. 7

2
B.
Definisi Sirosis Hepatis........................................................ 10
C.
Epidemiologi........................................................................ 10
D.
Patofisiologi.......................................................................... 11
E.
Manifestasi Klinis................................................................. 13
F.
Diagnosis.............................................................................. 14
1. Anamnesis........................................................................ 14
2. Pemeriksaan Fisik............................................................. 15
3. Pemeriksaan Penunjang.................................................... 17
4. Pemeriksaan Pencitraan.................................................... 18
G. Komplikasi........................................................................... 18
H. Penatalaksanaan.................................................................... 20
1. Non Medikamentosa......................................................... 20
2. Medikamentosa................................................................ 21
I. Prognosis.............................................................................. 24
BAB III LAPORAN KASUS
A. Kasus.................................................................................... 26
B. Pembahasan.......................................................................... 34
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................... 38
B. Saran..................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 39

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sirosis adalah suatu penyakit yang didefinisikan secara histopatologis dan
memiliki beragam manifestasi klinis dan penyulit, yang sebagian diantaranya
mengancam nyawa. Sirosis Hati merupakan dampak tersering dari perjalanan
klinis yang panjang dari semua penyakit hati kronis yang ditandai dengan
kerusakan parenkim hati. Deskripsi suatu “Sirosis” hati berkonotasi baik dengan
status pato-fisiologis maupun klinis, dan untuk menetapkan prognosis pasien
dengan penyakit hati.2
Dahulu Sirosis Hepatis dianggap sebagai proses yang pasif dan tidak dapat
pulih kembali, namun sekarang dianggap sebagai suatu bentuk respon aktif
terhadap penyembuhan cedera hati kronik yang dapat pulih kembali. Ada bukti
nyata yang menunjukkan reversibilitas dari fibrosis pada keadaan pre-fibrosis.
Namun faktor yang menentukan regresi fibrosis belum jelas yang ditetapkan
secara morfologi maupun fungsional. Dengan kata lain masih belum diketahui
dengan pasti derajat fibrosis yang masih reversibel.2
4
Beberapa faktor pencetus timbulnya sirosis hepatis yaitu Virus hepatitis
(B,C,dan D), alkohol, kelainan metabolik berupa hemakhomatosis (kelebihan
beban besi), penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga), defisiensi Alphal-
antitripsin, glikonosis type-IV,galaktosemia, dan tirosinemia, malnutrisis, toksin
dan obat, sistosomiasis, obstruksi bilier (intrahepatik, ekstrahepatik), obstruksi
aliran vena, autoimun. Sekitar 20 % pasien hepatitis kronik berkembang menjadi
sirosis.3
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yaitu
sirosis hati yang belum menunjukkan gejala klinis dan sirosis hati dekompensata
yaitu sirosis hati yang menunjukkan gejala-gejala yang jelas. Stadium awal sirosis
sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan secara tidak sengaja saat pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain.4

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi & Fisiologi Hepar

Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2 – 1,8 kg atau
kurang lebih 2,5% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar

6
kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan
fungsi yang sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang
interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga
VIII kiri. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya
perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang
berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform
dengan kandung empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan lobus
kuadratus yang biasanya tertutupvena kava inferior dan ligamentum venosum
pada permukaan posterior.2
Hati memiliki peran metabolik terbesar dan terpenting di tubuh; organ ini
dapat dipandang sebagai pabrik biokimia utama tubuh. Perannya dalam sistem
pencernaan adalah sekresi garam empedu, yang membantu pencernaan dan
penyerapan lemak. Hati juga melakukan berbagai fungsi yang tidak berkaitan
dengan pencernaan, termasuk yang berikut:
1. Memproses secara metabolis ketiga kategori utama nutrient (karbohidrat,
protein, dan lemak) setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna.
2. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan
senyawa asing lain.
3. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk
pembekuan darah dan yang untuk mengangkut hormon steroid dan tiroid serta
kolesterol dalam darah.
4. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5. Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan ginjal.
6. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanya makrofag
residennya.
7. Mengekskresikan kolesterol dan bilirubin, bilirubin adalah produk penguraian
yang berasal dari destruksi sel darah merah tua.4

7
Untuk melaksanakan beragam tugas ini, susunan anatomi hati
memungkinkan setiap hepatosit berkontak langsung dengan darah dari dua
sumber: darah arteri yang datang dari aorta dan darah vena yang datang langsung
dari saluran cerna. Seperti sel lain, hepatosit menerima darah arteri segar melalui
arteri hepatika, yang menyalurkan oksigen dan metabolit-metabolit darah untuk
diproses oleh hati. Darah vena juga masuk ke hati melalui sistem porta hati,
suatu koneksi vaskular unik dan kompleks antara saluran cerna dan hati. Vena-
vena yang mengalir dari saluran cerna tidak langsung menuju ke vena kava
inferior, vena besar yang mengembalikan darah ke jantung. Namun vena-vena
dari lambung dan usus masuk ke vena porta hati, yang membawa produk yang
diserap dari saluran cerna langsung ke hati untuk diproses, disimpan, atau
didetoksiftkasi sebelum produk-produk ini memperoleh akscs ke sirkulasi umum.
Di dalam hati, vena porta kembali bercabang-cabang menjadi anyaman kapiler
(sinusoid hati) untuk memungkinkan terjadinya pertukaran antara darah dan
hepatosit sebelum darah mengalir ke dalam vena hepatika, yang kemudian
menyatu dengan vena kava inferior.5
Empedu mengandung beberapa konstituen organik, yaitu garam empedu,
kolesterol, lesitin, dan bilirubin (semua berasal dari aktivitas hepatosit) dalam
suatu. cairan encer alhalis (ditambahkan oleh sel duktus) serupa dengan sekresi

8
NaHCO.M eskipun empedu tidak mengandung enzim pencernaan apapun namun
bahan ini penting dalam pencernaan dan penyerapan lemak, terutama melalui
aktivitas garam empedu. Garam empedu adalah turunan kolesterol. Garam-
garam ini secara aktif disekresikan ke dalam empedu dan akhirnya masuk ke
duodenum bersama dengan konstituen empedu lainnya. Setelah ikut serta dalam
pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar garam empedu diserap
kembali ke dalam darah oleh mekanisme transpor aktif khusus yang terletak di
ileum terminal. Dari sini garam empedu dikembalikan ke sistem porta hati, yang
meresekresikannya ke dalam empedu. Daur ulang garam empedu ini (dan
sebagian dari konstituen empedu lainnya) antara usus halus dan hati disebut
sirkulasi enterohepatik.5

B. Definisi Sirosis Hepatis


Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran
morfologi dari Sirosis hepatis meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif,
perubahan arsitektur lobular, dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik
antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen
(vena hepatika).2
Gambaran patologik sirosis dapat mengakibatkan berkurangnya massa
hepatoseluler dan karena fungsinya, serta perubahan aliran darah. Terpicunya
fibrosis karena terjadi pengaktifan sel stelata hati, yang menyebabkan
peningkatan produksi kolagen dan komponen lain matriks ekstra sel.1
Sirosis hepatis secara klinis terbagi menjadi sirosis hepatis kompensata dan
sirosis hepatis dekompensata, perubahan dari kompensata menjadi dekompensata
disebabkan oleh insufisiensi sel hati dan hipertensi portal.5
Pasien yang mengidap sirosis memperlihatkan tingkat fungsi hati yang
beragam dan dokter perlu untuk membedakan antara mereka yang mengalami
9
sirosis hati terkompensasi dan sirosis dekompensata. Pasien yang mengalami
penyulit hati dan mengalami dekompensasi fungsi perlu dipertimbangkan untuk
transplantasi hati.1

C. Epidemiologi
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita
yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan kanker).
Diseluruh dunia Sirosis hati menempati urutan ketujuh penyebab kematian.
Penderita Sirosis hati lebih banyak pada laki-laki diabnding perempuan 1,6:1.
Umur rata-rata penderitanya terbanyak golongan umur 30 – 59 tahun dengan
puncaknya pada umur 40 – 49 tahun. Penyebab Sirosis hati adalah penyakit hati
alkoholik dan non alkoholik steatohepatitis serta hepatitis C. Di Indonesia angka
kejadian Sirosis hati akibat hepatitis B berkisar antara 21,2 – 46,9% dan hepatitis
C berkisar 38,7 – 73,9%.2

D. Patofisiologi
Sirosis heptis terjadi akibat adanya cedera kronik-reversibel pada parenkim
hati disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cidera fibrosis),
pembentukan nodul degeneratif ukuran mikronodul sampai makronodul, hal ini
sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang
retikulin, disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular berakibat
pembentukan vaskular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena
porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika), dan regenerasi nodular
parenkim hati.2
Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis
pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi
alkohol kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek
toksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan
menghasilkan asetaldehid yang akan merangsang fibrosis hepatis dan

10
terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi. Sirosis
pascanekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat
kimia, pada sirosis ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur, terdiri dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh jaringan
hati. Sirosis biliaris disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus
intrahepatikum, autoimun dan obstruksi duktus empedu di ulu hati. Dari ketiga
macam sirosis tersebut mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan kegagalan
fungsi hati.7
Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke
dalam hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga
meningkatkan aliran darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah portal
yang akan menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk pembuluh darah
kolateral portal (esofagus, lambung, rektum, umbilikus). Hipertensi portal
meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang akan mengakibatkan
cairan berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites). Penurunan
volume darah ke hati menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga
aldosteron dan ADH meningkat di dalam serum yang akan meningkatkan retensi
natrium dan air, dapat menyebabkan edema.7
Kerusakan fungsi hati terjadi penurunan metabolisme bilirubin
(hiperbilirubin) menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi
metabolik, penurunan metabolisme glukosa meingkatkan glukosa dalam darah
(hiperglikemia), penurunan metabolisme lemak pemecahan lemak menjadi
energi tidak ada sehingga terjadi keletihan, penurunan sintesis albumin
menurunkan tekanan osmotik (timbul edema/asites), penurunan sintesis plasma
protein terganggunya faktor pembekuan darah meningkatkan resiko perdarahan,
penurunan konversi ammonia sehingga ureum dalam darah menigkat yang akan
mengakibatkan ensefalopati hepatikum. Terganggunya metabolik steroid yang
akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis, ginekomastia. Penurunan
produksi empedu sehingga lemak tidak dapat diemulsikan dan tidak dapat
11
diserap usus halus yang akan meingkatkan peristaltik. Defisiensi vitamin
menurunkan sintesis vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan
produksi sel darah merah.8

E. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu :
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi
ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit.
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis.
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar.
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa
nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal.
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati.7

F. Diagnosis
12
1. Anamnesis
Pada saat Anamnesis tanyakan faktor risiko untuk penyakit hati seperti:
-
Hepatitis. Melancong atau makan pada tempat yang sanitasinya buruk,
minum air yang terkontaminasi atau makan makanan yang tercemar
(hepatitis A); pajanan parenteral atau membran mukosa dengan cairan
tubuh yang terinfeksi seperti darah, serum, air mani, dan air liur,
khususnya melalui hubungan seks dengan pasangan yang sudah
terinfeksi atau melalui penggunaan bersama jarum suntik untuk
menyuntikkan obat (hepatitis B); penggunaan obat-obat terlarang yang
disuntikkan intravena atau pun transfusi darah (hepatitis C).
-
Hepatitis alkoholik atau sirosis alkoholik (wawancarai dengan cermat
tentang kebiasaan minum minuman keras) Kerusakan hati karena
intoksikasi oleh obat-obatan, pelarut industri, atau racun/toksin dari
lingkungan. Penyakit atau pembedahan pada knndung empedu yang
dapat mengakibatkan obstruksi bilier ekstrahepatik.
-
Kelainan bawaan dalam Riwayat Keluarga.9
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala (sirosis kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Jika sudah
lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang timbul meliputi hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, demam tak begitu tinggi, adanya gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, sulit konsentrasi, agitasi
sampai koma.3
Pasien dengan sirosis akibat hepatitis b atau c kronik mungkin datang
dengan gejala lesu, malese, nyeri kanan kuadran kanan atas, dan kelainan
metabolik. Diagnosis memerlukan evaluasi laboratorium yang menyeluruh
seperti pemeriksaan RNA HCV, serologi hepatitis B.
13
2. Pemeriksaan Fisik
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental
yaitu kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan
tanda-tanda klinis ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat
kelainan fundamental tersebut.
Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta
Ikterus Varises Esofagus
Spider Nevi Splenomegaly
Ginekomastia Ascites
Hipoalbuminemia Hemorroid
Kerontokan bulu ketiak Caput Medusae
Acites Pelebaran vena kolateral
Eritema Palmaris

Pada pemeriksaan Fisik pasien dengan sirosis hepatis sebagai berikut :


a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan) pada seseorang merupakan tanda bahwa
ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi
ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit.
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis.
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema
umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar.
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan
rasa nyeri bila ditekan.9

14
Gambaran klinis pada pasien dengan sirosis hepatis biasanya sudah dalam
stadium dekompensata, disertai adanya komplikasi seperti perdarahan varises,
peritonitis bakterial spontan, atau ensefalopati hepatis.2
Tanda-tanda klinis Sirosis Hati dan penyebabnya2
Tanda Penyebab
Spider angioma atau spider nevi Estradiol meningkat
Palmar erytema Gangguan metabolisme hormon seks
Perubahan kuku :
Muehrche’s lines Hipoalbuminemia
Terry’s lines Hipoalbuminemia
Clubbing Hipertensi portopulmonal
Osteoartpati Hipertrofi Chronic proliferative periostitis
Kontraktur Dupuytren Proliferasi fibroplastik dan gangguan
deposit kolagen
Ginekomastia Perlukaan gonad primer atau supresi
fungi hipofise atau hipothalamus
Ukuran hati : besar, normal, mengecil Hipertensi portal
Splenomegali Hipertensi portal
Asites Hipertensi portal
Caput medusae Hipertensi portal
Murmur daerah epigastrium Hipertensi portal
Fetor hepaticus Diamethyl sulfide meningkat
Ikterus Bilirubin meningkat (sekurang-
kurangnya 2-3 mg/dl)
Flapping tremor Ensefalopati hepatikum

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk Sirosis hepatis.
Tes laboratorium pada Sirosis Hepatis2
Jenis pemeriksaan Hasil
Aminotransferase : ALT dan AST Normal atau sedikit meningkat
Alkali fosfatase / ALP Sedikit meningkat
Gamma-glutamil transferase Korelasi dengan ALP, spesifik khas
akibat alkohol sangat meningkat

15
Bilirubin Meningkat pada Sirosis Hati lanjut
prediksi penting mortalitas
Albumin Menurun pada Sirosis Hati lanjut
Globulin Meningkat terutama igG
Waktu prothrombin Meningkat atau penurunan produksi
faktor V/VII dari hati
Natrium darah Menurun akibat peningkatan ADH dan
aldosteron
Trombosit Menurun (hipersplenisme)
Leukosit dan netrofil Menurun (hipersplenisme)
Anemia Makrositik, normositik, mikrositik
Serologi virus hepatitis :
HbSAg. HbeAg, Anti HBc, HBV- HBV
DNA
Anti HCV, HCV-RNA HCV
Autoantibodi (ANA, ASM, Anti-LKM Autoimun hepatitis
Saturasi transferrin dan feritinin Hemokromatosis
Ceruloplasmin & Copper Wilson Disease

USG untuk mendeteksi Sirosis Hepatis kurang sensitif namun cukup


spesifik apabila penyebabnya jelas. Gambaran USG tampak ekodensitas hati
meningkat dengan ekstruktural kasar homogen atau heterogen pada
superficial, sedang pada sisi profunda menurun. Dapat dijumpai pembesaran
lobus caudatus, splenomegali, dan vena hepatika gambaran terputus-putus.
Hati mengecil dan dijumpai splenomegali, tampakan asites (ekolusen) antara
organ intra abdominal dengan dinding abdomen. MRI dan CT Scan
digunakan untuk menilai derajat beratnya Sirosis Hati dengan menilai
ukuran lien, asites, dan vaskularisasi, dapat juga untuk mendeteksi adanya
karsinoma hepatoseluler.2
Endoskopi dilakukan untuk memeriksa adanya varices di esofagus dan
gaster pada penderita Sirosis Hati, selain untuk diagnostik dapat digunakan
untuk pencegahan dan terapi pendarahan varises.2

16
G. Komplikasi
Komplikasi SH yang utama terjadi adalah hipertensi portal, asites, peritonitis
bakterial spontan, perdarahan varises esofagus, sindrom hepatorenal,
ensefalopati hepatikum, dan kanker hati.2
1. Hipertensi Portal
Definisi hipertensi portal adalah peningkatan hepatic venous pressure
gradient (HVPG) lebih dari 5 mmHg. Hipertensi portal merupakan suatu
sindroma klinis yang sering terjadi. Bila gradien antara tekanan vena porta
dan tekanan vena cava inferior diatas 10-12 mmHg, komplikasi dapat terjadi.
Hipertensi porta terjadi akibat : 1). Peningkatan resistensi intra hepatik
terhadap aliran darah porta akibat adanya nodul degeneratif dan 2).
Peningkatan aliran darah splanchnic sekunder akibat splanchnic vasculared.2

2. Varises Esofagus
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal
terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke
vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus).
Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan ini
sering menyebabkan kematian. Perdarahan yang terjadi dapat berupa
hematemesis (muntah yang berupa darah merah) dan melena (warna
feces/kotoran yang hitam).7
3. Peritonitis bacterial spontan
Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam rongga
abdomen yang disebut dengan asites yang merupakan tempat sempurna
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Secara normal, rongga
abdomen juga mengandung sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk
melawan bakteri dan infeksi dengan baik. Namun pada penyakit sirosis
hepatis, rongga abdomen tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara
normal. Maka timbullah infeksi dari cairan asites oleh satu jenis bakteri
17
tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien tanpa
gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.2
4. Sindrom hepatorenal
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
mengakibatkan penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal
terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum,
kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.2
5. Ensefalopati hepatikum
Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh kerja
bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena
terdapat penyakit pada sel hati. NH3 diubah menjadi urea oleh hati, yang
merupakan salah satu zat yang bersifat toksik dan dapat mengganggu
metabolisme otak.2
6. Karsinoma hepatoselular
Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis hati
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma hepatoselular.
Gejala yang ditemui adalah rasa lemah, tidak nafsu makan, berat badan
menurun drastis, demam, perut terasa penuh, ada massa dan nyeri di kuadran
kanan atas abdomen, asites, edema ekstremitas, jaundice, urin berwarna
seperti teh dan melena.7

H. Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa :
Sirosis kompensata memerlukan kontrol yang teratur. Untuk sirosis dengan
gejala, pengobatan memerlukan pendekatan holistik yang memerlukan
penanganan multi disipliner.
- Pembatasan aktifitas fisik tergantung pada penyakit dan toleransi fisik
penderita. Pada stadium kompensata dan penderita dengan keluhan/gejala
ringan dianjurkan cukup istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat.

18
- Dietetik Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat ensepalopati
protein harus dikurangi (1 gram/kgBB/hari) serta diberikan diet yang
mengandung asam amino rantai cabang karena dapat meningkatkan
penggunaan dan penyimpanan protein tubuh. Dari penelitian diketahui bahwa
pemberian asam amino rantai cabang akan meningkatkan kadar albumin
secara bermakna serta meningkatkan angka survival rate.
- Natrium dan cairan tidak perlu dikurangi kecuali ada asites. Makanan
sebaiknya diberikan dalam jumlah yang sedikit tapi sering.
- Menghindari obat-obat yang mempengaruhi hati seperti sulfonamide,
eritromisin, asetaminofen, obat anti kejang trimetadion, difenilhidantoin dan
lain-lain.10
Berhenti mengkonsumsi alkohol merupakan penanganan pasien dengan
penyakit hati alkoholik. Perlunya juga nutrisi yang baik dan pengawasan
medis jangka panjang utnuk penyulit yang dapat timbul seperti edema, acites,
perdarahan varises, dan ensefalopati portosistemik.1
2. Medikamentosa :
Terapi medikamentosa pada sirosis tak hanya simptomatik atau
memperbaiki fungsi hati tetapi juga bertujuan untuk menghambat proses
fibrosis, mencegah hipertensi porta dan meningkatkan harapan hidup tetapi
sampai saat ini belum ada obat yang yang dapat memenuhi seluruh tujuan
tersebut.
- Asam ursodeoksilat merupakan asam empedu tersier yang mempunyai sifat
hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu
primer dan sekunder. Bekerja sebagai kompentitif binding terhadap asam
empedu toksik. Sebagai hepato-proktektor dan bile flow inducer. Dosis 10-30
mg/kg/hari. Penelitian Pupon mendapatkan dengan pemberian asam
ursodeoksikolat 13-15 mg/kgBB /hari pada sirosis bilier ternyata dapat
memperbaiki gejala klinis, uji fungsi hati dan prognosisnya.
- Cyclosporine; pemberian cyclosporine A pada pasien sirosis bilier primer
sebanyak 3 mg/kgbb/hari akan menurunkan mortalitas serta memper-panjang

19
lama dibutuhkannya trans-platasi hati sampai 50% disampingkan kelompok
placebo.
- Obat yang menurunkan tekanan vena portal, vasopressin, somatostatin,
propanolol dan nitrogliserin.
- Anti virus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan replikasi virus
dalam sel hati.10
Pada pasien Sirosis dengan hepatitis B dan C terapi yang efektif diberikan
untuk menekan virus yaitu terapi anti virus. Terapi yang tersedia saat ini
adalah lamivudin, adefovir, entecavir, tenofovir. Interferon alpha juga
diberikan pada pasien hepatitis B tapi jarang untuk dengan sirosis.1
Pemberian glukokortikoid pada pasien Sirosis Alkoholik terjadi perbaikan
kesintasan 28 hari, terapi lain yang digunakan yaitu pentoksifilin oral, yang
menurunkan TNF-alpha dan sitokin proinflamasi lainnya. Obat-obatan yang
dapat mengurangi ketagihan terhadap alkohol misalnya seperti akamprosat
kalsium.1
Pada pasien Sirosis dengan penyulit yang lebih lanjut seperti varises
penanganan medis diberikan obat vasokontriktor seperti somatostatin dan
otreotide. Pada pasien varises penting dilakukan pencegahan perdarahan
berulang. Beta blocker dapat digunakan untuk terapi adjuvan dengan bekerja
membantu pencegahan perdarahan lebih lanjut dengan menghambat gastropati
hipertensif.1
Terapi pada pasien dengan asites yaitu pembatasan jumlah asupan garam.
Jumlah yang dianjurkan yaitu <2g natrium per hari. Jika terdapat asites biasa
diberikan pemberian obat diuretik dengan spironolakton 100-200 mg/hari
dosis tunggal dan dapat ditambahkan furosemid 40-80 mg/hari terutama pada
pasien dengan edema perifer. Jika cairan tidak berkurang maka dosis dapat
ditambahkan dengan spironolakton 400-600 mg/hari dan furosemid 120-160
mg/hari. Jika tidak ada perubahan menandakan pasien mengalami acites
refrakter.1
Tatalaksana Sirosis Hati dengan gangguan fungsi hati1
Manifestasi Klinis Penyebab Terapi

20
Ikterus & Jaundice Hiperbilirubinemia adalah Pengobatan jaundice
sangat tergantung
tingginya kadar bilirubin dalam
penyakit dasar
darah yang dapat terjadi karena
penyebabnya. Jika
adanya gangguan metabolisme
penyebabnya adalah
dan transportasi bilirubin,
penyakit hati(misalnya
transfer bilirubin dari darah hepatitis virus),
menuju kantung empedu biasanya jaundice
akan menghilang
dipengaruhi oleh ;
sejalan dengan
hepatocellular uptake,
perbaikan
intracellular binding,
penyakitnya. Beberapa
conjugation, dan ekskresi bilier
gejala yang cukup
mengganggu misalnya
gatal (pruritus) pada
keadaan kolestasis
intrahepatik,
pengobatan
penyebab dasarnya
sudah mencukupi.

Angioma spider nevi Peningkatan kadar estradiol dan Gejala biasanya


testosteron menyebabkan lesi berhungan dengan
vaskuler yang dikelilingi perjalanan penyakit.
beberapa vena kecil yang sering Angioma spider nevi
ditemukan pada bahu, wajah & dapat juga ditemukan
lengan atas. pada ibu hamil.

21
Hipoalbuminemia Serum albumin di sintesis oleh Sintesis albumin hanya
hepatosit, hipoalbuminemia terjadi di hepar dengan
merupakan turunnya kadar kecepatan pembentukan
albumin dalam darah yaitu 12-25 gram/hari. Pada

<3gr/dl hipoalbuminemia keadaan normal hanya


20-30% hepatosit yang
terjadi penanda penyakit hati
memproduksi albumin.
kronik, hepatitis virus,
Akan tetapi laju
hepatotoksik imbas obat, dan
produksi ini bervariasi
jaundice akibat obstruktif. tergantung keadaan
Hipoalbumin dapat juga terjadi penyakit dan laju
karena sindrom nefrotik, nutrisi karena albumin

malnutrisi protein, dan infeksi hanya dibentuk pada

kronik. lingkungan osmotik,


hormonal dan
nutrisional yang cocok.
Tekanan osmotik
koloid cairan interstisial
yang membasahi
hepatosit merupakan
regulator sintesis
albumin yang penting
Gangguan Pada pasien sirosis hati, nilai PRC diberikan sampai
hematologi berupa APTT memanjang diakibatkan tanda oksigen need
anemia, leukopenia, karena terjadi defisiensi faktor hilang. Biasanya pada
pembekuan XII, prekalikrein,
dan trombositopenia. Hb 8-10 gr/dl.Untuk
XI, IX, dan VIII. Nilai APTT
menaikkan kadar Hb
pada pasien sirosis juga dapat
sebanyak 1 gr/dl
ditemukan dalam rentang
diperlukan PRC 4
normal.
ml/kgBB atau 1 unit
Diketahui bahwa baik pada
dapat menaikkan kadar
sirosis hati kompensata maupun

22
dekompensata, nilai APTT bisa hematokrit 3-5 %.
saja memanjang maupun
normal.
Nilai APTT pada pasien sirosis
hati tidak spesifik untuk menilai
gangguan hemostasis yang
terjadi, sehingga tidak dapat
dijadikan patokan untuk
menentukan terjadinya
gangguan hemostasis.

Tatalaksana Sirosis Hati dengan hipertensi porta1


Manifestasi Klinis Penyebab Terapi

23
Varises Saluran kolateral penting yang Lakukan aspirasi
gastrointestinal timbul akibat sirosis dan cairan lambung yang
hipertensi portal terdapat pada berisi darah untuk
esofagus bagian bawah,melalui mengetahui apakah
saluran ini ke vena kava perdarahan sudah
menyebabkan dilatasi vena- berhenti atau masih
vena tersebut (varises berlangsung.
Bila perdarahan
esofagus).varises ini terjadi
banyak, tekanan
pada sekitar 70% penderita
sistolik dibawah 100
sirosis lanjut. Perdarahan ini
mmHg, nadi diatas
sering menyebabkan kematian.
100 x/menit atau Hb
Perdarahan yang terjadi dapat
dibawah 99%
berupa hematemesis (muntah
dilakukan pemberian
yang berupa darah merah) dan
IVFD dengan
melena (warna feces/kotoran
pemberian dextrose/
yang hitam.
salin dan tranfusi
darah secukupnya.
Diberikan vasopresin 2
amp 0,1 gr dalam
500cc D5% atau
normal salin
pemberian selama 4
jam dapat diulang 3
kali.

24
Splenomegaly, Splenomegaly kongestif Pada spelnomegaly
hypersplenism umumnya didapatkan pada tidak ada terapi yang
pasien dengan hipertensi porta. spesifik,
Ditandai dengan pembesaran penatalaksanaanya
limpa, trombositopenia dan hanya berupa
leukopenia. Dapat juga nyeri splenectomy.
pada kuadran kiri atas. Pasien
dengan hipersplenisme dan
trombositopenia merupakan
indikasi utama pasien dengan
hipertensi porta.
Ascites Akumulasi cairan di cavum Diet rendah garam <2
peritoneal. Diakibatkan adanya gram per hari. Hindari
peningkatan resistensi makanan cepat saji,
intrahepatik sehingga tekanan dan makanan yang
porta meningkat, terjadinya dibekukan. Pada terapi
vasodilatasi dan perubahan dapat diberikan obat
hemodinamik. Perubahan diuretik berupa
hemodinamik mengakibatkan spironolactone 100-
retensi sodium akibat 200 mg / hari single
teraktivasinya renin- dose, atau pemberian
angiotensin-aldosteron hingga furosemide 40-80
terjadi hiperaldosteronisme. mg/hari untuk pasien
Retensi sodium mengakibatkan edema perifer. Jika
akumulasi cairan ekstra sel tidak ada perubahan
ditandai adanya edema dan dapat dinaikkan dosis
ascites. spironolactone 400-
600 mg/hari dan
furosemid 120-160

25
mg/ hari. Jika tidak
ada perubahan maka
pasien memiliki
ascites refakter.

Tatalaksana Sirosis Hati dengan Komplikasi2


Komplikasi Terapi Dosis
Asites Tirah baring
Diit rendah garam 5,2 gram atau 90
mmol/hari
Antidiuretik : diawali 100 – 200 mg sekali
Spironolakton sehari maks 400 mg
Bila respons tidak adekuat 20 – 40 mg / hari,
berikan furosemid maks. 160 mg / hari
Parasintesis bila asites sangat 8-10 g IV per liter
besar, hingga 4-6 liter dan cairan parasintesis
dilindung pemberian albumin (jika >5L)
Restriksi cairan Direkomendasikan
jika natrium serum
kurang 120-125
mmol/L
Ensefalopati Laktulosa 30 – 45 ml sirup oral
hepatikum 3-4 kali/hari
Neomisin 4 – 12 g oral/hari
setaip 6-8 jam jika
pasien refrakter
laktulosa
Varises Esophagus Propanolol 40 – 80 mg oral 2
kali/hari
Isosorbid mononitrat 20 mg oral 2 kali / hari

26
Pada saat pendarahan terjadi
berikan somatostatin diteruskan
skleroterapi atau ligasi
endoskopi
Peritonitis bakterial Pasien asites dengan jumlah sel
spontan PMN >250/mm3 mendapat
profilaksis untuk mencegah
PBS dengan sefotaksim dan
albumin
Albumin 2 g IV tiap 8 jam
Norfloksasin 400 mg oral 2 /hari
selama 7 hari untuk
pendarahan
gastrointestinal, 400
mg oral per hari untuk
profilaksis
Trimethoprim/sulfamethoxazole 1 tablet oral/hari untuk
profilaksis, 1 tablet
oral 2x/hari selama 7
hari untuk pendarahan
gastrointestinal
Sindrom hepatorenal Transjugular intrahepatic portosystemic shunt efektif
menurunkan hipertensi porta dan memperbaiki, serta
menurunkan pendarahan gastrointestinal.

I. Prognosis
Prognosis sirosis hati dapat diukur dengan kriteria Child-Turcotte-Pugh. Kriteria
ini digunakan untuk mengukur derajat kerusakan hati dalam menegakkan prognosis
kasus-kasus kegagalan hati kronik.1
Tabel Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh
Parameter Skor

27
1 2 3
Asites Tidak ada Terkontrol Kurang
dengan terapi terkontrol
Ensefalopati Tidak ada Terkontrol Kurang
dengan terapi terkontrol
Bilirubin serum <2 2-3 >3
(mg/dL)

Albumin serum >3,5 1,8-3,5 <2.8


(mg/L)

INR <1.7 1,7-2,2 >2,2

Keterangan :
Child-Turcotte-Pugh A : 5-6 (prognosis baik)
Child-Turcotte-Pugh B : 7-9 (prognosis sedang)
Child-Turcotte-Pugh C : 10-15 (prognosis buruk)
Angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan kriteria
Child-Pugh A selama 1 dan 2 tahun adalah 100% dan 85%. Sedangkan Child-
Pugh B selama 1 dan 2 tahun adalah 81% dan 60%. dan Child-Pugh C selama 1
dan 2 tahun adalah 45% dan 35%.2

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. A
Umur : 53 tahun
Alamat : Desa Leboni Pamona
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Kristen

28
Pekerjaan : Petani
Tanggal pemeriksaan : 06 Maret 2018
Ruangan : Flamboyan

B. ANAMNESIS
Keluhan utama: Perut membesar
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien Perempuan umur 53 tahun Masuk Rumah
Sakit dengan keluhan perut membesar, keluhan ini dialami sejak 1 bulan yang lalu
dan memberat 3 hari SMRS. Pasien juga merasakan nyeri dibagian perut kanan
atas hingga tembus ke belakang, nyeri ini dirasakan sudah sejak lama dan
dirasakan terus menerus,. disertai mual dan muntah sejak 1 hari yang lalu. Muntah
sebanyak kurang lebih 3x yang berisi sisa makanan dan cairan, pasien menyangkal
adanya muntah bercampur darah atau muntah berwarna kehitaman. Karena mual
dan muntah pasien mengatakan bahwa ia mengalami penurunan nafsu makan.
Pasien juga mengeluh lemas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
lemas ini dirasakan menerus dan tidak menghilang walaupun pasien telah
beristirahat. Keluhan ini dirasakan di seluruh bagian tubuh dan semakin memberat
dari hari ke hari hingga akhirnya 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien
tidak bisa lagi melakukan aktivitas sehari-harinya.. Pasien juga mengeluhkan
adanya demam yang dirasakan sejak 2 hari yang lalu, demam yang dirasakan naik
turun dan turun dengan pemberian obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan
bengkak pada kedua kakinya yang dialami sejak 1 minggu SMRS yang membuat
pasien susah berjalan. Keluhan bengkak ini tidak disertai rasa nyeri dan
kemerahan, riwayat trauma pada kaki disangkal oleh pasien. Riwayat BAK pasien
tidak lancar dengan urin berwarna kuning pekat kecoklatan seperti teh dengan
frekuensi buang air kecil 4-5 kali dalam sehari dengan volume yang sedikit. Rasa
nyeri ketika buang air kecil disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan BAB
tidak lancar sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga
yang mengalami keluhan yang sama dengan dirinya. Riwayat penyakit kuning
dalam keluarga penderita disangkal oleh pasien. Pasien juga menyangkal dirinya
meminum minuman beralkohol.
29
Riwayat Penyakit Terdahulu:
• Pasien memiliki riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-), riwayat stroke (-),
riwayat penyakit kuning (-),riwayat obat-obatan (-), dan riwayat alkohol (-) .
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum:
SP:CM/SS/Gizi Cukup BB: 70 Kg TB: 160 cm IMT: 27,34
Vital Sign
TD: 130/80 mmHg
N : 77 x/menit
R : 24 x/menit
S : 36,6 °C

Kepala
Wajah : Simetris, posisi central, edema (-), ruam (-) tampak lemas
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normochepali
Mata
Konjungtiva : Anemis +/+
Sklera : Ikterus +/+
Pupil : Bulat, isokor +/+, ukuran 3mm/3mm, refleks pupil +/+
Mulut : Sianosis (-), Lidah kotor (-).
Leher
KGB : Pembesaran (-), Nyeri tekan (-)
Tiroid : Pembesaran (-)
JVP : Peningkatan (-) R5+2 cm H20
Massa Lain : Tidak ada
Dada
Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), jejas (-)
Palpasi : Massa (-), Vocal fremitus simetris bilateral Ka=ki
Perkusi : Sonor lapang paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesiculer +/+, Rh -/-, Wh -/-

30
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas Kanan : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas Kiri : SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, Murmur (-),
Perut
Inspeksi : Tampak cembung, dan berwarna kuning, umbilikus
menonjol.
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Dull di kuadran kanan atas abdomen ± 5 jari di bawah arcus
costae. Timpani di kuadran kanan bawah dan kuadran kiri
atas – bawah dan didapatkan asites (+) (pada pemeriksaan
Shifting dullness)

D D T

D T T

T T T

Palpasi : Distensi abdomen (+), nyeri tekan epigastrium (+), nyeri


ketok ginjal -/-

31
Pemeriksaan anggota gerak
1. Atas

32
- Kulit: Kulit kering, warna kuning, edema (-), akral hangat, fungsi
sensorik normal
- Otot: bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
- Sendi: luas pergerakan normal, nyeri tekan (-)
- Kuku murchrche (+)
2. Bawah
- Kulit: Kulit kering, warna kuning, akral hangat, edema (+), fungsi
sensorik normal
- Otot: bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
- Sendi: luas pergerakan normal, nyeri tekan (-)
- Kuku murchrche (+)

D. RESUME
Pasien Perempuan umur 53 tahun Masuk Rumah Sakit dengan keluhan perut
membesar, keluhan ini dialami sejak 1 bulan yang lalu dan memberat 3 hari
SMRS. Pasien juga merasakan nyeri pada daerah epigastrium (+) hingga tembus
ke belakang, nyeri ini dirasakan sudah sejak lama dan dirasakan terus menerus,
disertai nausea (+) dan vomitus (+) , pasien juga mengalami anoreksia (+) malaise
(+) dan disertai febris (+) sejak 2 hari yang lalu.. Edema (+) pada ekstremitas
inferior sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat BAK pasien tidak lancar dengan urin
berwarna kuning pekat kecoklatan seperti teh dengan frekuensi 4-5 kali dalam
sehari dengan volume yang sedikit. BAB tidak lancar sejak 3 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 130/60 mmHg, nadi 77
x/menit, respirasi 24 x/menit dan suhu 36,6 °C
Pada pemeriksaan fisik pada mata didapatkan konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (+/+). Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi didapatkan perut
cembung berwarna kuning, umbilicus menonjol, auskultasi didapatkan peristaltik
normal, perkusi didapatkan asites (+), palpasi didapatkan distensi abdomen (+),
splenomegali (-), nyeri tekan pada kuadran kanan atas (+). Pada ekstremitas
inferior didapatkan adanya edema (+/+)

E. DIAGNOSIS KERJA
Sirosis Hepatis Dekompensata

F. DIAGNOSIS BANDING
33
1. CKD
2. Cholelithiasis

G. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Kadar bilrubin serum
- Kadar globulin
- Protrombin Time
- Biopsi hati

H. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Lengkap
- RBC : 4,52 x 1012/L (3,5 – 6,0)
- HGB : 12, 6 g/dl (11,5 - 16,5)
- WBC : 11,9 x 109/L (3,5 – 10)
- PLT : 135 x 109/L (150 – 400)
- HCT : 39,8 % (35-55)
Faal Ginjal
Creatinin : 1,38 mg/dl (0,70 – 1,30)
Ureum : 126 mg/dl (18,0 – 55,0)
Kimia Darah
GDS : 75 mg/dl (74-100)
SGOT : 128 U/L (0 – 35)
SGPT : 95 U/L (0 – 45)
Albumin : 1,1 g/dl
Bilirubin total: 3,2 mg/dl
Anti HCV : Non reaktif
HbsAg : Positif
Elektrolit
Natrium : 131 mmol/L (135 – 145)
Kalium : 3,9 mmol/L ( 3,5 – 5,5)
Chlorida : 96 mmol/L (96 – 106)

USG Abdomen :

34
Hasil pemeriksaan USG abdomen
- Hepar : Tampak echostruktur meningkat , sudut tumpul, ascites (+)
Kesan : Sirosis hepatis

I. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
- Tirah Baring (Bed Rest)
- Menghindari minum yang berlebih
- Pembatasan jumlah natrium (4,6 – 6.9 gr/ hari).

35
- Perlu diperhatikan jumlah energi (35 – 40 kcal/kg/hari) dan jumlah protein
(1.0-1.5 g/kg/ hari)
Medikamentosa
1. Terapi cairan IVFD Asering 20 tpm
2. Inj.Omeprazole 2ml / 12 jam
3. Inj Ketorolac 1 amp / 12 jam/IV
4. Curcuma 3x2 Tab/ hari
5. Spironolacton Tab 100 mg 1-0-0
6. Inj. Furosemid 40 mg 1 amp/ 24 jam
7. Domperidone Tab 10 mg 3x1

J. DIAGNOSIS AKHIR : Sirosis Hepatis ec HBV

K. PROGNOSIS :
Ad Vitam : Malam.
Ad Fungsionam : Malam.
Ad Sanationam : Malam.

BAB IV
PEMBAHASAN

36
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, telah tampak riwayat dan hasil
pemeriksaan yang mengarah ke diagnosis sirosis hepatis. Pada anamnesis yang
berkaitan dengan sirosis hepatik pada pasien didapatkan berupa perasaan lemah,
nyeri abdomen, perut membesar, dyspepsia, anoreksia, jaundice, edema tungkai
dan ascites, , warna urin lebih gelap dan feses dapat lebih pucat hal ini berkaitan
dengan faal hati yang terganggung oleh karena proses fibrotik pada kasus sirosis
hati.
Pada pemeriksaan fisik di temukan konjungtiva anemis (+/+) sklera tampak
ikterus (+/+), pada pemeriksaan regio thoraks inspeksi tampak berwarna kuning,
pernapasan simetris, perkusi didapatkan sonor dikedua lapang paru, bunyi nafas
vesikuler dikedua lapang paru, pada pemeriksaan jantung iktus kordis tidak
terlihat, dan saat di palpasi iktus cordis teraba Pada pemeriksaan abdomen,
inspeksi didapatkan perut cembung berwarna kuning, umbilicus menonjol,
auskultasi didapatkan peristaltik normal, perkusi dull di kuadran kanan atas
abdomen ± 5 jari di bawah arcus costae. Timpani di kuadran kanan bawah dan
kuadran kiri atas – bawah dan didapatkan asites (+), dan palpasi didapatkan
distensi abdomen (+), hepatomegali (+),nyeri tekan pada kuadran kanan atas (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kelainan berupa kadar leukosit :
11,9 x 103/L, trombosit 135 x 103/L Ureum: 126 mg/dl, kreatinin: 1,38 mg/dl,
SGOT: 128 U/L, SGPT: 95,0 U/L, dan Albumin 1,1 mg/dl, bilirubin total 3,2
mg/dl. Pemeriksaan HbsAg didapatkan reaktif (+).
Pada pemeriksaan laboratorium diadapatkan trombositopenia dan
hipoalbumin. Trombositopenia terjadi akibat terganggunya kerja trombopoetin
yang diakibatkan dari kerusakan hati sehingga mengakibatkan gangguan
keseimbangan antara destruksi dan produksi trombosit sehingga menurun
jumlahnya. Pada penderita sirosis hepatis terjadi penurunan kadar serum albumin
(hipoalbuminemia) karena penurunan sintesis akibat nekrosis sel parenkim hepar.
Dengan terjadinya jaringan parut maka fungsi hati untuk mensekresi albumin
makin berkurang.

37
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai
aspartate aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih
meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal
tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Konsentrasi ALT yang
tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier
primer. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi
bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang
sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai
dengan derajat perburukan sirosis. Pemeriksaan waktu protrombin akan
memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang
berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Pada pasien tidak dilakukan
pemeriksaan Globulin dengan Protrombin. Selain dari pemeriksaan fungsi hati,
pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti
anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang
bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun
hipokrom makrositer. Pada kasus sirosis hepatis dapat terjadi anemia,
trombositopeni, leukopenia terjadi akibat splenomegaly kongestif berkaitan
dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme. Tetapi pada pasien sulit
dilakukan pemeriksaan splenomegaly akibat adanya ascites.3
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis
hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari
penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan
kasus sirosis. Penatalaksanaan pada kasus ini terbagi 2 yaitu non medikamentosa
dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa berupa tirah baring,
diet rendah garam, diet rendah lemak. Sementara itu penatalaksanaan

38
medikamentosa berupa Terapi cairan IVFD Asering 20 tpm, Inj.Omeprazole
2ml / 12 jam, Inj Ketorolac 1 amp / 12 jam/IV, Curcuma 3x2 Tab/ hari,
Spironolacton Tab 100 mg 1-0-0, Inj. Furosemid 40 mg 1 amp/ 24 jam dan
Domperidone Tab 10 mg 3x1
Ketorolac adalah NSAID dengan fungsi utama sebagai analgesik sistemik
dibandingkan sebagai anti inflamasi. Ketorolac di indikasikan untuk nyeri ringan
hingga sedang, Biasanya obat ini digunakan sebagai pengganti morfin sesudah
prosedur medis, atau setelah operasi. Pada kasus pasien ini mengeluhkan nyeri
pada daerah abdomen daerah umbilical kanan & kiri hingga tembus kebelakang
yang mengindikasikan nyeri akibat spondilosis lumbalis.11
Pasien juga diberikan injeksi Omeprazole, Omeprazole adalah obat
golongan PPI/Proton Pump Inhibior yang mampu menurunkan kadar asam yang
diproduksi di dalam lambung. Obat golongan pompa proton ini digunakan untuk
mengobati beberapa kondisi, yaitu nyeri ulu hati, gastroesophageal reflux
disease (GERD), dan tukak lambung akibat infeksi bakteri H. pylori, penggunaan
obat NSAID & preventif perdarahan akut yang berulang akibat ulser lambung.
Selain itu, omeprazole juga dapat digunakan untuk mengobati sindrom Zollinger-
Ellison.11
Curcuma Tablet adalah suplemen makanan dari ekstrak temulawak
(Curcuma xanthorrhiza) untuk menambah atau meningkatkan nafsu makan serta
memperbaiki fungsi hati. Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai
tanaman obat, diantaranya memiliki efek farmakologis sebagai pelindung
terhadap hati (hepatoprotektor), meningkatkan nafsu makan, antiradang,
memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), dan mengatasi gangguan
pencernaan seperti diare, konstipasi, dan disentri. Efek kurkumin sebagai
antioksidan yang mampu menangkap ion superoksida dan memutus rantai antar
ion superoksida (O2) sehingga mencegah kerusakan sel hepar. Curcumin juga
mampu meningkatkan gluthation S-transferase (GST) dan mampu menghambat
beberapa faktor proinflamasi ekspresi gen dan replikasi virus hepatitis B melalui

39
down-regulation dari PGC sehingga dapat disimpulkan bahwa curcumin dapat
dijadikan alternatif hepatoprotektor pada pasien hepatitis kronis.12
Spironolakton sering diberikan bersama dengan tiazida atau diuretik loop
pada pengobatan edema dan hipertensi. Kombinasi ini menghasilkan mobilisasi
cairan edema yang lebih baik dan lebih sedikit mengganggu homeostatis.
Spironolakton khususnya untuk pengobatan hiperaldosteronisme primer (baik
karena adenomd adrenal ataupun karena hiperplasia adrenal bilateral) dan edema
yang sulit disembuhkan yang disebabkan oleh aldosteronisme sekunder (gagal
jantung, sirosis hati, sindrom nefrotik, dan asites parah). Spironolakton dianggap
sebagai diuretik pilihan untuk pasien sirosis hati. Spironolakton, dimasukkan
dalam terapi standar, pada dasarnya menurunkan morbiditas dan mortalitas serta
aritmia ventrikel pada pasien gagal jantung.
Furosemide merupakan obat yang digunakan untuk membuang cairan
berlebih di dalam tubuh. Cairan berlebih yang menumpuk di dalam tubuh dapat
menyebabkan sesak nafas, lelah, kaki dan pergelagan kaki membengkak. Kondisi
ini juga dikenal dengan sebutan edema dan bisa disebabkan oleh penyakit gagal
jantung, penyakit hati, dan penyakit ginjal. Furosemide juga digunakan untuk
tekanan darah tinggi saat obat diuretic lainnya tidak bisa mengatasinya lagi. Obat
ini bisa digunakan sendiri atau di kombinasikan dengan obat diuretic lainnya
seperti triamtene atau spironolactone. Kadang-kadang obat ini juga diberi
bersama dengan mineral kalium.
Domperidone merupakan obat anti-emetik kuat yang bekerja dengan cara
meningkatkan pergerakan atau kontraksi dari lambung dan usus. Dengan
demikian maka proses pencernaan makanan menjadi lebih cepat. Makanan yang
singgah di lambung tidak perlu berlama-lama karena lebih cepat didorong ke
dalam usus. Domperidone Di samping itu efek anti muntah juga diperantai cara
kerja domperidone yang bertindak sebagai antagonis terhadap reseptor dopamin
di kemoreseptor “triggerzone” yang mempengaruhi reflek muntah. Dengan
mekanisme kerja seperti ini, maka domperidone bisa mengurangi rasa penuh

40
(begah) pada perut akibat gangguan maag (Dispepsia dismotil) sehingga bisa
mencegah muntah. Namun demikian, harus digunakan secara hati-hati terutama
pada orang-orang yang berusia lanjut, karena obat ini berisiko mengganggu detak
jantung. Pada pasien sering mengeluhkan mual dan muntah dan dispepsia.11

Prognosis pasien sirosis tergantung ada tidaknya komplikasi sirosis. Pasien


sirosis kompensata mempunyai harapan hidup lebih lama bila tidak berkembang
menjadi sirosis dekompensata. Di perkirakan harapan hidup sepuluh tahun pasien
sirosis kompensata sekitar 47%. Sementara ini pasien sirosis dekompensata
mempunyai harapan hidup hanya sekitar 16% dalam waktu 5 tahun.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif. Penyebab tersering di Indonesia
kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C, dan alkohol.
2. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yaitu sirosis
hati yang belum menunjukkan gejala klinis dan sirosis hati dekompensata
yaitu sirosis hati yang menunjukkan gejala-gejala yang jelas.
3. Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis
hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari
penyakit.

41
4. Prognosis sirosis sangat bervariasi dan diantaranya etiologi, beratnya
kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai.

B. Saran
1. Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang memilki komplikasi yang banyak,
sebaiknya kita harus memiliki update pengetahuan mengenai penyakit
gastroenterologi, khususnya tentang hepatobilier.
2. Perbaikan dalam hal penulisan maupun isi dari referat sangat diharapkan oleh
penulis mengingat penulisan referat ini masih jauh dari kata sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

1. Longo D, Fauci S, Harrison Gastroenterologi & Hepatologi, Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta. 2010.
2. Setiati, S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II,Edisi VI. Interna
Publishing. 2014.
3. Wahyudo R. A 78 years Old Woman With Hepatic Cirrhosis. Faculty of
Medicine Lampung University. 2014.
4. Budhiarta F. Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati dengan Varises
Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. E-Jurnal Medika. 2016.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi VI. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 2012.
6. Lovena A, dkk. Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Jurnal FK UNAND 2017.
7. Price And Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2012.

42
8. Kumar, Robbins. Buku Ajar Patologi. Volume 2 Ed/7. Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2007.
9. Lynn S, & Peter G, Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan
Buku Kedokteran EGC, Jakarta 2009.
10. Jurnalis DY, dkk, Sirosis hepatis dengan hipertensi portal dan pecahnya
varises esofagus. Majalah Kedokteran Andalas, 2007.
11. Ferina DM, Hepatoprotective Curcumin in Hepatic Cirrhosis. Article Review
Faculty of Medicine Lampung University. 2014.

43

Anda mungkin juga menyukai