Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) atau penyakit kencing manis adalah penyakit

yang disebabkan karena kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau

tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh

pankreas secara efektif. Diabetes melitus oleh masyarakat umum disebut

kencing manis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak

mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena

penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin. Hal ini ditandai

dengan tingginya kadar gula dalam darah. Penyakit ini membutuhkan

perhatian dan perawatan medis dalam waktu lama, baik untuk mencegah

komplikasi maupun dalam perawatan sakit (Muryunani, 2013).

Jumlah penderita diabetes mellitus semakin meningkat diseluruh

dunia, pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes melitus sekitar 135 juta

orang, dan setiap tahunnya bertambah sekitar 30% (King dkk dalam Sari,

2015). International Diabetes Federation (IDF) tahun 2014 mencatat di

dunia lebih dari 382 juta orang terkena diabetes mellitus, dan pada tahun

2035 jumlah tersebut di perkirakan akan meningkat menjadi 592 juta

orang. Menurut World Health Organitation (WHO), Indonesia adalah

negara urutan ke-7 dengan jumlah penderita diabetes yaitu 8,5 juta jiwa,

dibawah China 98,4 juta, India 65,1 juta, Amerika serikat 24,4 juta, Brasil

11,9 juta, Rusia 10,9 juta, Meksiko 8,7 juta (Koran Sindo, 2015).

1
Data Perkumpulan Endokrionologi Indonesia (PERKENI), Jumlah

Penderita diabetes mellitus di Indonesia juga mengalami peningkatan yang

cukup signifikan, yaitu sekitar 8,6 juta jiwa pada tahun 2013 dan naik

hingga mencapai 9,1 juta jiwa pada tahun 2014. Prevalensi diabetes

mellitus tertinggi di Indonesia terdapat di Kalimantan barat dan Maluku

utara masing-masing 11,1%, kemudian Riau 10,4%, sedangkan prevalensi

terkecil terdapat di Papua yaitu 1,7% (Koran Sindo, 2015).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDA) Indonesia tahun 2013,

menunjukkan bahwa Sulawesi Tengah merupakan provinsi dengan

prevalensi tertinggi diabetes yang terdiagnosis oleh Dokter (3,7%).

Diagnosis yang dilakukan berdasarkan gejala-gejala diabetes dan

pengukuran kadar glukosa darah (Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kemenkes RI, 2013). Secara umum, 80% sampai dengan 90%

prevalensi diabetes mellitus (DM) merupakan tipe 2 (Pusat data dan

informasi Kemenkes RI,2014). Sedangkan data dari Dinas Kesehatan Kota

Palu tahun (2016) melaporkan bahwa prevalensi jumlah kasus diabetes

mellitus di Kota Palu yaitu sebanyak 6,031 kasus (16,40%).

Berdasarkan data Rumah Perawatan Luka Rizky Wound Care Centre

(RWCC) Palu, angka kunjungan pasien dengan Diabetes Mellitus terus

mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, tahun

2015 tercatat 244 pasien, tahun 2016 tercatat 428 pasien, dan tahun 2017

dalam 6 bulan terakhir tercatat 278 pasien. Datang dengan 80 %

diantaranya mengalami luka, (Ulkus diabetik merupakan kunjungan

2
terbanyak, lainya trauma amputasi, luka Post op, Combutsio, Herpes dan

luka Kecelakaan lalulintas), serta 20% datang untuk melakukan Cek (Gula

darah, Kolestrol dan Asam urat), Senam kaki diabetes, dan Spa kaki

diabetik. Selain peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus di Kota

Palu, peningkatan kunjungan di Rumah Perawatan Luka Rizky Wound

Care Centre (RWCC) Palu di duga juga terjadi akibat meningkatnya

kepercayaan masyarakat terhadap praktek mandiri perawat tersebut

(RWCC Palu, 2017).

Prevalensi luka kaki DM populasi umum adalah sekitar 4-10%.

Resiko penderita diabetes melitus untuk terkena luka kaki diabetes melitus

sepanjang hidupnya adalah 15% (Forozandeh, 2005). Data dari penelitian

terdahulu menyatakan bahwa 85% amputasi kaki pada penderita diabetes

melitus diawali oleh adanya luka kakidiabetes (Boulton, 2005 dalam

Maryunani, 2013).

Diabetes melitus yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan

berbagai komplikasi kronik, salah satunya adalah ulkus diabetikum. Ulkus

diabetikum merupakan kelainan tungkai bawah pada diabetes karena

gangguan pembuluh darah vena atau arteri, gangguan persarafan/neuropati

serta adanya kondisi infeksi. Ulkus diabetikum bisa menyebabkan dan

berpeluang untuk menjalani amputasi yang besar, maka pasien dengan

ulkus diabetikum dengan infeksi kaki harus segera memerlukan perawatan

luka yang intensif (Muryunani, 2013).

3
Perkembagan modern wound care yang berkembang sangat pesat di

dunia kesehatan. Metode wound care yang berkembang saat ini adalah

wound care dengan menggunakan prinsip moisture balance,

mempertahankan luka dalam kondisi lembab. Berdasarkan penelitian lebih

efektif untuk proses penyembuhan bila dibandingkan dengan cara yang

konfensional. Wound care dengan menggunakan moisture balance dikenal

sebagai metode modern dressing yang memakai alat ganti balutan yang

lebih modern dan topical therapy yang mempunyai karakteristik dan

keunggulan masing-masing sesuai dengan kondisi luka pasien ulkus diabe

tikum (Muryunani, 2013).

Upaya perawatan luka diabetes melitus perlu memperhatikan

manajemen luka yang optimal agar luka sembuh dan tidak terjadi

komplikasi luka yang lebih parah. Tingkat keberhasilan dalam upaya

penanganan tergantung dari manejemen luka, Ulkus diabetikum akan

sembuh melalui upaya mengatasi penyakit kormobid, mengurangi tekanan

beban, perawatan luka dengan menjaga luka agar selalu lembab,

penanganan infeksi, debridement, tindakan bedah elektif, kuratif atau

emergensi (Muryunani, 2013).

Manajemen pada perawatan luka akut dan kronik dengan teknik

modern dressing tidak ada perbedaannya, manajemen perawatan luka

dengan 3M (Mencuci luka, membuang jaringan nekrotik pada luka, dan

memilih balutan atau topikal therapy). Mencuci luka dapat meningkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta

4
menghindari kemungkinan terjadi infeksi, pencucian luka merupakan

aspek yang paling mendasar dalam manajemen luka, merupakan basis

untuk proses penyembuhan luka (Muryunani, 2013).

Awalnya para ahli berpendapat bahwa penyembuhan luka akan

sangat baik bila luka dibiarkan tetap kering. Mereka berpikir bahwa

infeksi dapat dicegah apabila seluruh cairan yang keluar dari luka terserap

oleh pembalutnya. Akibatnya sebagian besar luka dibalut oleh bahan

kapas pada kondisi kering. Namun ternyata pada tahun 1962 hasil

penelitian yang dilakukan oleh Profesor G.D Winter yang dipublikasikan

dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk

penyembuhan luka menjadi dasar diketahuinya konsep “Moist Wound

Healing” . “Moist Wound Healing” adalah metode untuk mempertahankan

kelembaban luka dengan menggunakan balutan penahan kelembaban,

sehingga penyembuahan luka dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi

secara alami. Munculnya konsep “Moist Wound Healing” disertai dengan

teknologi yang mendukung, hal tersebut menjadi dasar munculnya

pembalut luka modern (Mutiara, 2009).

Dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan dan pemilihan

produk-produk perawatan luka kurang sesuai sangat sering ditemukan.

Penggunaan dan pemilihan produk-produk perawatan luka kurang sesuai

akan menyebabkan proses inflamasi yang memanjang dan kurangnya

suplai oksigen di tempat luka. Hal-hal tersebut dapat memperpanjang

waktu penyembuhan luka. Luka yang lama sembuh disertai penurunan

5
daya tahan tubuh pasien membuat luka semakin rentan untuk terpajan

mikroorganisme yang menyebabkan infeksi (Marisson, 2004)

Balutan konvensional merupakan balutan luka yang menggunakan

kasa sebagai balutan utama. Balutan ini termasuk balutan pasif dengan

fungsi utamanya sebagai pelindung, menjaga kehangatan dan menutupi

penampilan yang tidak menyenagkan. Balutan modern memiliki prinsip

kerja dengan menjaga kelembaban dan kehangatan area luka. Gel yang

terbentuk pada luka mudah dibersihkan dan dapat memberikan lingkungan

yang lembab pada luka. Kondisi ini dapat meningkatkan proses

angeogenesis, proliferasi sel, granulasi dan epitelisasi (Maryuanani,

2013).

Balutan Modern yaitu balutan yang menjaga kelembaban,

kehangatan dan mencegah dari trauma. Namun balutan konfensional

kurang dapat menjaga kelembaban karena NaCl akan menguap sehingga

kasa menjadi kering. Kondisi kering menyebabkan kasa lengket pada luka

sehingga mudah terjadi trauma ulang. Kekurangan kasa dalam menjaga

kelembaban lingkungan luka menyebabkan masa perawatan luka yang

memanjang. Balutan modern adalah pilihan yang baik untuk

meningkatkan proses perkembangan luka. Hasil riset mengatakan tingkat

kejadian infeksi pada perawatan luka dengan cara konvensional lebih

tinggi dibandingkan dengan menggunakan balutan modern (MeGukin,

2009 dalam Maryuanani, 2013).

6
Hasil penelitian dari (Witantodkk, 2013) menyatakan bahwa dengan

menggunakan teknik modern dressing lebih efektif dalam penyembuhan

luka diabetik dan lebih cepat dari perawatan konvensional yang

memerlukan waktu yang relatif cukup lama.

Hasil observasi pada tanggal 10 Oktober 2017 yang peneliti

dapatkan di klinik “Rizky Wound Care Centre“ Palu, hasil wawancara

seorang perawat luka yang bekerja di klinik tersebut mengatakan dalam

perawatan modern dressing pasien dengan luka diabetikum lebih cepat

sembuh dan proses penyembuhan luka lebih cepat dari perawatan luka

konvensional karena dengan modern dressing yang terbukti dalam

penelitian dan banyak pasien yang mengatakan lebih suka dengan

perawatan modern dressing dibandingkan dengan perawatan konvensional

yang didapatkan sebelumnya di rumah sakit. Teknik perawatan Modern

Dressing pada penderita diabetes melitus dilakukan dengan manajemen

perawatan luka dengan penggantian balutan 3 - 5 hari sekali, melakukan

pemeriksaan kultur exudate (bukan kultur pus), Cleansing luka dengan

menggunakan cairan porontosoan cair/microcyn cair, mencuci luka dengan

menggunakan air ekstrat daun jambuh biji, pemakaian topikal theraphy

dan pembalut sesuai kondisi luka, pembersi, Normal saline (Na Cl 0,9%)

500 ml/Ringer Lactate dan pemakaian sarung tangan yang disterilkan

dengan cara dicuci.

7
Berdasarkan data dan uraian di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Analisis Tingkat Penyembuhan Luka

Diabetik Dengan Teknik Modern Dressing di Klinik Rizky Wound Care

Centre (RWCC) Palu”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang di atas maka Rumusan masalahnya

adalah Bagaimana Analisis Tingkat Penyembuhan Luka Diabetik Dengan

Teknik Modern Dressing di Klinik Rizky Wound Care Centre (RWCC)

Palu.

C. Tujuan Penelitian

1. Tunjuan Umum

Untuk Mengetahui Analisis Tingkat Penyembuhan Luka Diabetik

Dengan Teknik Modern Dressing di Klinik Rizky Wound Care Centre

(RWCC) Palu.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui Analisis Luka Diabetik di Klinik Rizky Wound

Care Centre (RWCC) Palu.

b. Untuk Mengetahui Analisis Teknik Modern Dressing di Klinik

Rizky Wound Care Centre (RWCC) Palu.

8
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai masukan dan penambahan Pengetahuan kepada peneliti

tentang Analisis Luka Diabetik Dengan Teknik Modern Dressing.

2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan dan bahan bacaan kepada pihak Klinik Rizky

Wound Care Centre (RWCC) Palu.

Anda mungkin juga menyukai