Anda di halaman 1dari 27

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengendalian Mutu Terpadu1


Pengendalian terpadu terhadap mutu (total control of quality) seperti
dijelaskan oleh namanya ialah keterpaduan kegiatan dalam pengendalian mutu.
Pengendalian terpadu berkenaan dengan keterpaduan semua kegiatan yang
mempengaruhi tingkat mutu yang diinginkan, sedangkan mutu terpadu adalah
keterpaduan semua faktor yang masuk dalam dimensi mutu misalnya faktor
ukuran, warna, berat, daya tahan, kelenturan, dan lain-lain dalam proses
pengendalian (control of total quality).
Mutu terpadu ialah semua keinginan dan harapan pelanggan terhadap
kinerja produk yang diterimanya tercermin dalam keempat indikator di atas.
Berikut ini akan diuraikan secara garis besar hal-hal pokok tentang pengendalian
mutu terpadu disertai contoh dalam implementasi di sektor manufaktur. Pada
prinsipnya tidak ada perbedaan mendasar tentang implementasi pengendalian
mutu terpadau pada sektor manufaktur dan jasa karena walaupun tidak identik
tetapi langkah-langkahnya tidak berbeda (Kelada, J.N, 1997). Sistem
pengendalian mutu terpadu sebagai bagian dari proses manajemen pada dasarnya
memberikan jawaban yang akurat terhadap what, who, how, where, when, dan
how many.

2.2. Manajemen Mutu Terpadu


Berbeda dengan konsep pengendalian terpadu, konsep manajemen mutu
terpadu bertolak dari suatu keyakinan bahwa mutu tidak akan pernah diperoleh
secara kebetulan kecuali melalui pengelolaan secara terencana dan baik.
Pengelolaan mutu yang dimaksud meliputi serangkaian kegiatan-kegiatan dengan
tujuan-tujuan yang diperoleh melalui penggunaan sumber daya yang ada secara
optimum. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi perencanaan, pengorganisasian,

1
Sukaria Sinulingga, Pengantar Teknik Industri, (Yogyakarta: Graha Ilmu), 2008. hlm. 158–165.
pengarahan, pengendalian dan penjaminan bahwa para manajer harus melakukan
fungsi-fungsi tersebut untuk menghasilkan produk atau jasa, memenuhi
persyaratan mutu yang ditentukan, tepat waktu dan biaya yang wajar (reasonable /
the best possible cost).
1. Perencanaan meliputi penetapan komponen-komponen mutu dan alat-alat
yang dibutuhkan untuk melakukannya. Kegiatan perencanaan mencakup
identifikasi mitra internal sepanjang aliran proses produksi, pengguna akhir
produk, menemukenali kebutuhan dan harapan mereka serta merumuskan apa
yang harus dilakukan untuk memenuhi harapan tersebut.
2. Pengorganisasian meliputi penetapan struktur administrasi dan alokasi
sumber daya untuk setiap produk dan jasa yang akan dihasilkan serta
penyusunan sistem dan metode yang dibutuhkan untuk mendapatkan mutu
yang telah ditetapkan pada fase perencanaan.
3. Pengarahan berkaitan dengan semua aspek manusia dalam manajemen yaitu
memotivasi dan memobilisasi personil, memberikan dukungan, membangun
leadership, menggunakan gaya manajemen yang kondusif (management
style) untuk mencapai tujuan mutu, mengatasi konflik yang timbul di tempat
kerja dan lain-lain.
4. Pengendalian berkenaan dengan pendeteksian penyimpangan serta melakukan
tindakan perbaikan.
5. Penjaminan mutu meliputi semua langkah dan kegiatan pencegahan untuk
menjamin bahwa mutu yang diinginkan dapat dihasilkan.

2.3. Sasaran Manajemen Mutu Terpadu


Sasaran manajemen mutu terpadu ialah tumbuhnya budaya perbaikan
berkelanjutan. Model implementasi manajemen mutu terpadu ditujukan kepada
tumbuh dan terpeliharanya lingkungan yang bercirikan perbaikan secara
berkelanjutan pada semua aspek tidak hanya pada mutu produk dan jasa yang
dihasilkan tetapi semua proses manajemen pada setiap level organisasi. Hanya
dengan lingkungan yang demikian perbaikan mutu produk dan jasa dalam semua
aspek yang terkait dengan keinginan dan harapan pelanggan akan dapat dipenuhi
secara terus-menerus. Hal ini sangat penting mengingat keinginan dan harapan
pelanggan juga cenderung untuk berubah dari waktu ke waktu tergantung pada
situasi yang mereka hadapi.

2.4. Delapan Langkah Pemecahan Masalah2


Dalam pemecahan ataupun penyelesaian suatu masalah ada delapan
langkah yang dapat ditempuh yang merupakan penjabaran dari siklus Plan, Do,
Check dan Action (PDCA) yang disebut delapan langkah penyelesaian masalah,
seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Masalah yang
Tentukan Tema
Masih Ada

Tentukan
Standarisasi
Problema

Cari Penyebab
Teliti Hasil

Rencanakan
Penanggulangan

Laksanakan

Sumber: Rosnani Ginting, 2012, Sistem Produksi.


Gambar 2.1. Siklus PDCA

Plan mencakup:
1. Tentukan Objektif / Tema
Objektif / tema diambil sesuai dengan prioritas masalah problema yang ada di
perusahaan dan yang akan diselesaikan. Pengajuan usul ataupun saran tema

2
Rosnani Ginting, Sistem Produksi, (Yogyakarta :Graha Ilmu), 2012. hlm. 302-326.
dapat berasal dari atas, unit kerja lain, dari unit kerja atau kelompok itu
sendiri.
2. Tentukan Problemanya
Analisa yang dapat dilakukan adalah:
a. Ukuran apa yang dapat dipakai untuk menunjukkan adanya problema dan
kumpulkan data yang diperlukan
b. Stratifikasi data yang ada dari berbagai segi dan buat diagram, grafik
sehingga dapat memberi gambaran yang jelas
c. Tentukan problema pada data yang sudah distratifikasikan
d. Kelompokkan problema ke dalam 2 kelompok yaitu:
1) Problema yang sudah diketahui penyebabnya
2) Problema yang belum diketahui penyebabnya yang merupakan analisis
sebab akibat.
3. Cari Penyebabnya
a. Daftarkan semua sebab yang mungkin
b. Teliti dan pastikan sebab yang paling mungkin dan paling berpengaruh
4. Rencanakan Penanggulangannya
a. Bagaimana cara penanggulangan yang mungkin
b. Pelajari dan pilih cara penanggulangan yang paling efektif terhadap
penyebab utama
Untuk meneliti kelengkapan rencana penanggulangan yang akan
dilaksanakan, ajukan pertanyan-pertanyaan di bawah ini:
1) Mengapa penanggulangan itu perlu
2) Apa tujuan penanggulangan itu dilaksanakan
3) Dimana penanggulangan akan dilaksanakan
4) Kapan penaggulangan akan dilaksanakan
5) Siapa yang akan melaksanakannya
6) Bagaimana pelaksanaannnya
Siapkan rencana pelaksanaannya dan beritahu mereka yang ada kaitannya
rencana ini.
Do mencakup:
5. Laksanakan
Pelaksanaan penanggulangan harus sesuai dengan keadaan semula, sesuai
dengan data yang ada
Check mencakup:
6. Teliti Hasilnya
a. Teliti hasil yang diperoleh, bandingkan dengan data semula, sesuaikan
dengan data yang ada
b. Teliti apakah ada akibat lain
c. Kembali ke langkah 3 bila tidak terlihat pengaruhnya
Act mencakup:
7. Standarisasi
Digunakan untuk mencegah timbulnya persoalan yang sama. Setelah hasil
yang telah dicapai haruslah dibuat standar masing-masing.
8. Masalah yang Masih Ada
Bila masih terdapat masalah, kembalilah kepada langkah yang pertama lagi
untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan disamping itu pikirkan perbaikan
yang masih dapat dilakukan terhadap kegiatan yang sudah dilakukan.

2.5. Pengendalian Kualitas dengan Seven Tools


Fungsi tujuh alat pengendalian kualitas adalah untuk meningkatkan
kemampuan perbaikan proses, sehingga akan diperoleh:
1. Peningkatan kemampuan berkompetisi.
2. Penurunan cost of quality dan peningkatan fleksibilitas harga.
3. Meningkatkan produktivitas sumber daya.
Maksud dan tujuan penggunaan seven tools adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui masalah.
2. Mempersempit ruang lingkup masalah.
3. Mencari faktor yang diperkirakan merupakan penyebab.
4. Memastikan faktor yang diperkirakan menjadi penyebab.
5. Mencegah kesalahan akibat kurang hati-hati.
6. Melibat akibat perbaikan.
7. Mengetahui hasil yang menyimpang atau terpisah dari hasil lainnya.
Proses penyelesaian masalah dan perbaikan kualitas dengan menggunakan
seven tools dapat membuat proses penyelesaian masalah menjadi lebih cepat dan
sistematis. Seven tools dapat digunakan dengan profesional untuk memudahkan
proses perbaikan kualitas.
Konsep seven tools berasal dari Kaoru Ishikawa, ahli kualitas ternama dari
Jepang. Menurut Ishikawa, 95% permasalahan kualitas dapat diselesaikan dengan
seven tools. Kunci sukses untuk memecahkan masalah ini adalah kemampuan
untuk mengidentifikasi masalah, menggunakan pendekatan seven tools
berdasarkan masalah dasar, mengkomunikasikan solusi secara tepat kepada yang
lain. Untuk memecahkan masalah sebaiknya dimulai dengan menggunakan pareto
diagram dan cause-effect diagram sebelum mencoba menggunakan alat yang lain.
Dua alat ini digunakan secara luas oleh team perbaikan kualitas.
Tujuh alat pengendalian kualitas tersebut adalah:
1. Pareto Diagram3
Analisis Pareto adalah teknik statistik dalam pengambilan keputusan yang
digunakan untuk pemilihan sejumlah tugas yang menghasilkan efek
keseluruhan signifikan. Prinsip Pareto (juga dikenal sebagai aturan 80/20)
gagasan bahwa dengan melakukan 20% dari pekerjaan Anda dapat
menghasilkan 80% dari keuntungan melakukan seluruh pekerjaan atau dalam
hal peningkatan kualitas, sebagian besar masalah (80%) yang diproduksi oleh
penyebab kunci (20%). Diketahui 80% dari pendapatan di Italia tertuju pada
20% dari populasi. Pareto kemudian dilakukan survei pada sejumlah negara
lain dan menemukan mengejutkan bahwa distribusi yang sama diterapkan.
Aturan 80/20 dapat diterapkan untuk hampir semua hal:
a. 80% dari keluhan pelanggan timbul dari 20% dari produk atau jasa.
b. 80% dari keterlambatan jadwal timbul dari 20% dari kemungkinan
penyebab penundaan.
c. 20% dari produk atau jasa account untuk 80% dari keuntungan Anda.

3
Duncan Haughey, Pareto Analysis Step by Step.
d. 20% dari penjualan-kekuatan Anda menghasilkan 80% dari pendapatan
perusahaan Anda.
e. 20% dari cacat sistem menyebabkan 80% dari masalah.
Prinsip Pareto memiliki banyak aplikasi dalam kontrol kualitas. Ini adalah
dasar untuk diagram Pareto, salah satu alat utama yang digunakan dalam
kontrol kualitas total dan Six Sigma.

Sumber: www.google.com
Gambar 2.2. Diagram Pareto

2. Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab Akibat) 4


Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone diagram)
yang diperkenalkan pertama kalinya oleh Prof. Kaoru Ishikawa (Tokyo
University) pada tahun 1943. Diagram ini berguna untuk menganalisis dan
menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam
menentukan karakteristik kualitas output kerja. Di samping itu juga diagram
ini berguna untuk mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu
masalah. Dalam hal ini metode sumbang saran (brainstorming method) akan
cukup efektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya
penyimpangan kerja secara detail.

4
Rosnani Ginting, Op.Cit, hlm. 307-326.
Sumber: www.google.com
Gambar 2.3. Cause and Effect Diagram

Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas hasil


kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 faktor penyebab
utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Manusia (Man)
b. Metode Kerja (Work method)
c. Mesin atau peralatan kerja lainnya (Machine/Equipment)
d. Bahan-bahan baku (Raw material)
e. Lingkungan kerja (Work environment)
Diagram ini berguna di dalam:
a. Menganalisis kondisi aktual untuk tujuan suatu produk atau peningkatan
kualitas pelayanan, mengefisiensikan penggunaan sumber daya alam
(SDA) dan sumber daya manusia (SDM), dan pengurangan biaya-biaya
yang tidak perlu.
b. Mengeliminasi kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidakseragaman
produk atau pelayanan, dan keluhan pelanggan.
c. Standarisasi dari keberadaan dan usul-usul terhadap operasi.
d. Pendidikan dan pelatihan personel-personel yang ada di dalam
pengambilan keputusan.
3. Stratification (Stratifikasi/Pengelompokan Data)
Stratification merupakan usaha pengelompokkan data ke dalam kelompok-
kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama. Kegunaan stratification
adalah:
a. Mencari faktor-faktor penyebab utama kualitas secara mudah.
b. Membantu pembuatan Scatter Diagram.
c. Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi.
Memperbaiki kerusakan adalah pekerjaan yang sulit jika tidak ada
stratification data. Kriteria stratification yang efektif adalah:
a. Jenis kerusakan
b. Sebab kerusakan
c. Lokasi kerusakan
d. Material
e. Produk
f. Tanggal membuatnya
g. Kelompok kerja
h. Operator perorangan
i. Supplier bahan
j. Supplier suku cadang
4. Check Sheet (Lembar Pemeriksaan)
Check Sheet merupakan alat praktis yang digunakan untuk mengumpulkan,
mengelompokkan, dan menganalisis data secara sederhana dan mudah.
Tujuan utama dari check sheet adalah untuk memastikan bahwa data
dikumpulkan dengan hati-hati dan teliti dengan menggunakan
mengoperasikan pegawai untuk pengendalian proses dan pemecahan masalah.
Data seharusnya disajikan agar dapat digunakan dengan mudah dan cepat dan
dianalisis. Format dari check berbeda-beda untuk setiap situasi dan desain
oleh tim proyek. Pemeriksaan dibuat berdasarkan harian dan mingguan dan
beberapa pemeriksaan seperti temperatur juga diukur. Terdapat 2 jenis check
sheet yang dikenal dan umum dipergunakan untuk keperluan pengumpulan
data, yaitu:
a. Production process distribution check sheet
Check sheet ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari
proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan
klasifikasi yang telah ditetapkan dimasukkan dalam lembar kerja, sehingga
akhirnya secara langsung akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi.
b. Defective check sheet
Untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada dalam suatu
proses kerja maka terlebih dahulu kita harus mampu mengidentifikasikan
jenis kesalahan yang ada dan presentasenya. Setiap kesalahan biasanya
akan diperoleh dari faktor-faktor penyebab yang berbeda sehingga
tindakan korektif yang tepat harus diambil sesuai dengan jenis kesalahan
dan penyebabnya tersebut.
Tabel 2.1. Check Sheet untuk Defective Item
Jenis Cacat Frekuensi Sub Total
Goresan lllll lllll lllll lllll lllll lllll ll 32
Retak lllll lllll lllll lllll lll 23
Gelembung lllll lllll lllll lllll lllll lllll lllll lllll lllll lll 48
Kelengkapan lllll 4
Lain-lain lllll lll 8
Grand total 115
Sumber: Rosnani Ginting, Sistem Produksi

5. Histogram (Diagram Batang)


Histogram adalah salah satu metode statistik untuk mengatur data sehingga
dapat dianalisis dan diketahui distribusinya. Histogram merupakan tipe grafik
batang dimana sejumlah data dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan
interval tertentu. Setelah jumlah data dalam setiap kelas (frekuensi) diketahui,
maka dapat dibuat histogram dari data tersebut. Dari Histogram ini dapat
terlihat gambaran penyebaran data apakah sesuai dengan yang diharapkan
atau tidak.

Sumber: www.google.com
Gambar 2.4. Histogram

6. Scatter Diagram (Diagram Pencar)


Scatter Diagram digunakan untuk melihat korelasi (hubungan) dari suatu
faktor penyebab yang berkesinambungan terhadap suatu karakteristik kualitas
hasil. Pada umumnya apabila kita membicarakan tentang hubungan antara
dua jenis data, kita sesungguhnya berbicara tentang:
a. Hubungan sebab akibat.
b. Suatu hubungan antara satu dan lain sebab.
c. Hubungan antara satu sebab dengan dua sebab lainnya.
Sumber: www.google.com
Gambar 2.5. Scatter Diagram

7. Chart (Peta Kontrol / Bagan Kendali)


Control Chart merupakan suatu grafik yang digunakan untuk menentukan
suatu proses berada dalam keadaan stabil atau tidak. Apabila suatu proses
berada dalam batas kontrol, maka porses dikatakan dalam batas kendali
(stabil). Bagan ini menunjukkan perubahan data dari waktu ke waktu tapi
tidak menunjukkan penyebab penyimpangan, walaupun adanya
penyimpangan akan terlihat pada bagan pengendalian tersebut. Bagan ini
merupakan grafik garis dengan mencantumkan batas-batas daerah
pengendalian.
Control Chart yang paling lazim digunakan adalah:
1. Control Chart untuk variabel
Control Chart untuk variabel digunakan untuk pengukuran data variabel.
Data yang bersifat variabel diperoleh dari hasil pengukuran dimensi,
seperti berat, panjang, tebal, dan sebagainya. Control Chart untuk variabel
ini terdiri dari:
a. X Chart
Peta ini menggambarkan variasi harga rata-rata (mean) dari suatu
sampel lot data (data yang diklasifikasikan dalam kelompok-
kelompok) yang ditarik dari suatu proses kerja.
̅
UCL = x̅ + A2R
̅
LCL = x̅ − A2R
b. R Chart
Peta ini menggambarkan variasi dari range sample lot data yang ditarik
dari suatu proses kerja.
̅ 4R
UCL = D
̅
LCL = D3R
c. S Chart
Peta ini menggambarkan variasi standar deviasi dari suatu sampel lot
data yang ditarik dari suatu proses kerja.
2. Control Chart untuk atribut
Control Chart untuk atribut digunakan untuk karakteristik kualitas yang
tidak mudah dinyatakan dalam bentuk numerik. Biasanya tiap objek yang
diperiksa diklasifikasikan sebagai sesuai atfau tidak sesuai dengan
spesifikasi. Control chart untuk atribut ini terdiri dari:
a. p Chart
Peta ini menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan. Untuk membuat peta p ini dapat
digunakan rumus-rumus sebagai berikut:

 np
k

CL  p  i 1 i 1

 n
k
i 1 i

p (1  p ) p (1  p)
UCL  p  3 dan LCL  p  3
n n
b. np Chart
Peta ini menggambarkan banyaknya unit yang ditolak dalam sampel
yang berukuran konstan. Untuk membuat peta np ini dapat digunakan
rumus-rumus sebagai berikut:


k
p1
CL  n po  i 1

kn

UCL  n po  3 n po (1  po ) dan LCL  n po  3 n po (1  po )

c. c Chart
Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian atau kecacatan
dalam sampel berukuran konstan. Satu benda yang cacat memuat
paling sedikit satu ketidaksesuaian, tetapi sangat mungkin satu unit
sampel memiliki beberapa ketidaksesuaian, tergantung sifat dasar
keandalannya. Untuk membuat peta c ini dapat digunakan rumus
sebagai berikut:


k
p1
CL  c  i 1

UCL  c  3 c dan LCL  c  3 c


d. u Chart
Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian dalam satu unit
sampel dan dapat dipergunakan untuk ukuran sampel tidak konstan.
Untuk membuat peta u ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai
berikut:


k
p1
CL  u  i 1


k
i 1
ni

u u
UCL  u  3 dan LCL  u  3
n n
2.6. New Seven Tools
New seven tools digunakan apabila tidak semua data yang dibutuhkan
tersedia. New seven tools bermanfaat dalam quality improvement atau cost
reduction dan lain-lain. Relation diagram merupakan new seven tools yang
digunakan untuk mengklarifikasi hubungan pada situasi yang kompleks, yang
meliputi banyak faktor interelasi dan untuk memperjelas cause and effect diantara
faktor. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan desain, yaitu suatu
pendekatan komprehensif dalam memecahkan masalah yang menaruh perhatian
besar pada setiap aspek detail dan melibatkan setiap orang yang memiliki latar
belakang berbeda. Oleh karena itu pendekatan ini sangat efektif untuk
memecahkan masalah antar departemen atau fungsional silang. Keenam alat baru
tersebut akan dijelaskan di bawwah ini sebagai berikut.
1. Diagram Hubungan (Relation Diagram)
Diagram ini menerangkan hubungan (interrelation) dalam situasi kompleks,
melibatkan berbagai faktor interrelasi dan membantu menjelaskan hubungan
sebab akibat antara berbagai faktor.
2. Diagram Afinitas
Diagram afinitas merupakan suatu metode brainstorming yang digunakan
untuk mendorong pemikiran yang kreatif. Alat ini sangat bermanfaat dalam
membantu mengatasi segala rintangan yang timbul karena kegagalan di masa
lalu. Selain itu juga dapat membantu orang untuk meninggalkan paradigma
lama yang dapat menghambat penemuan setiap pendekatan baru yang
berbeda. Diagram tersebut merupakan hasil kerja sekelompok orang yang
bekerja sama secara kreatif untuk menganalisis data, terutama dalam situasi
data yang berjumlah besar yang masih campur aduk dan belum tertata. Situasi
ini dapat terjadi apabila sekelompok orang dengan pengalaman yang sangat
beragam membentuk suatu tim, atau apabila orang tersebut mempunyai
pengetahuan yang tidak lengkap mengenai bidang yang akan dianalisis. Hal
ini merupakan unsur penting dalam rangka perbaikan berkesinambungan.
Proses kreatif dalam diagram afinitas tersusun dalam struktur tertentu dimana
semua peserta mendiskusikan, memperbaiki, dan mempengaruhi ide-ide yang
diajukan.
Digaram afinitas paling sesuai digunakan dalam kondisi:
Bila isu yang dihadapi sangat kompleks dan fakta-fakta yang diketahui tidak
terorganisasi.
a. Bila diperlukan usaha untuk membangkitkan proses pemikiran, mengatasi
paradigma masa lalu yang telah mendarah daging, dan melupakan
kenangan mental yang tidak menyenangkan karena kegagalan solusi yang
lalu.
b. Bila dibutuhkan konsensus atas solusi yang diajukan.
3. Diagram Pohon (Tree Diagram)
Alat ini merupakan lanjutan konsep nilai rekayasa analisis fungsional. Alat
ini digunakan untuk menunjukkan interrelasi antara sasaran dan ukuran. Tree
diagram berbentuk seperti bagan organisasi yang digulingkan. Diagram
tersebut merupakan piranti yang berguna bagi manajer puncak dan manajer
menengah untuk membuat perbaikan proses berdasarkan input dari customer.
Tree diagram sangat berguna untuk menterjemahkan hasil diagram atau
cause effect diagram ke dalam tugas-tugas yang spesifik.
4. Diagram Matriks
Diagram matriks merupakan suatu alat perencanaan yang dapat membantu
mengunpulkan sejumlah tugas dan tanggung jawab. Diagram matriks ini
digunakan untuk:
a. Mencocokkan tugas dengan individu, departemen dan fungsi yang akan
menyelesaikannya.
b. Menunjukkan hubungan antarasuatu tuugas dengan orang, departemen
atau fungsi yang bertanggungjawab.
c. Mengatur kekuatan hubungan tersebut.
d. Mentapkan siapa yang bertanggungjawab dan merencanakan tindakan.
Langkah-langkah dalam membuat suatu diagram matriks adalah sebagai
berikut:
a. mempersiapkan sesi digaram matriks.
b. Menyepakati tugas.
c. Mencatat pihak yang bertanggungjawab
d. Menilai setia persilangan.
5. Process Decision Program Chart (PDPC)
PDPC merupakan implikasi dari operasi riset. Karena program implementasi
mencapai sasaran khusus tidak selalu berjalan dengan rencana dan karena
perkembangan tidak terduga akan mengakibatkan konsekuensi serius,
pengembangan PDPC bukan saja ditujukan untuk memperoleh kesimpulan
optimal tetapi juga untuk mencegah kejutan.
6. Diagram Panah (Arrow Diagram)
Alat ini sering digunakan dalam PERT (Program Evaluation and Review
Technique) dan CPM (Critical Path Method). Dalam alat ini digunakan suatu
jaringan gambar untuk menunjukkan langkah yang diperlukan dalam
melaksanakan suatu rencana.

2.7. FTA (Fault Tree Analysis)5


Fault Tree Analysis (FTA) adalah suatu analisis pohon kesalahan secara
sederhana dapat diuraikan sebagai suatu teknik analitis. Pohon kesalahan adalah
suatu model grafis yang menyangkut berbagai paralel dan kombinasi percontohan
kesalahan-kesalahan yang akan mengakibatkan kejadian dari peristiwa tidak
diinginkan yang sudah didefinisi sebelumnya, atau juga dapat diartikan
merupakan gambaran hubungan timbal balik yang logis dari peristiwa-peristiwa
dasar yang mendorong kearah peristiwa yang tidak diinginkan menjadi peristiwa
puncak dari pohon kesalahan tersebut.
Dalam membangun model pohon kesalahan (fault tree) dilakukan dengan
cara wawancara dengan manajemen dan melakukan pengamatan langsung
terhadap proses produksi di lapangan. Selanjutnya sumber-sumber kecelakaan
kerja tersebut digambarkan dalam bentuk model pohon kesalahan (fault tree).

5
Nikolaos Limnios, Fault Tree, (London Newport Beach), 2007, hlm. 47-51.
Analisis pohon kesalahan (Fault Tree Analysis) merupakan salah satu
metode yang dapat digunakan untuk menganalisa akar penyebab akar kecelakaan
kerja.
Simbol-simbol yang digunakan dalam pembuatan FTA:
: Peristiwa pengaruh keadaan
: Peristiwa belum berkembang
: Peristiwa eksternal
: Kotak kesalahan
: Dan
: Atau
: Eklusif atau

Sumber: www.slideshare.net
Gambar 2.6. Contoh FTA
2.8. FMEA (Fault Mode and Effect Analysis)6
FMEA adalah metode sistematis untuk mengidentifikasi dan menganalisa
potensi kegagalan dan akibatnya yang bertujuan untuk merencanakan proses
produksi secara baik dan dapat menghindari kegagalan proses produksi dan
kerugian yang tidak diinginkan.
Awalnya, FMEA dibuat pada Aerospace Industry pada pertengahan tahun
1960 yang memfokuskan pada masalah keamanan (safety). Jauh sebelumnya,
FMEA menjadi tool untuk perbaikan keamanan, khususnya pada proses industri
kimia. Tujuan yang yang ingin dicapai dengan menerapkan safety FMEA adalah
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. FMEA mulai digunakan oleh Ford
pada tahun 1980-an. AIAG (Automotive Industry Action Group) dan American
Society for Quality Control (ASQC) menetapkannya sebagai standar pada tahun
1993. Saat ini FMEA merupakan salah satu core tools dalam ISO/TS 16949:2002.
Tujuan dari penerapan FMEA adalah mencegah masalah terjadi pada
proses dan produk. Jika digunakan dalam desain dan proses manufaktur, FMEA
dapat mengurangi atau menekan biaya dengan mengidentifikasi dan memperbaiki
produk dan proses secara cepat pada saat proses pengembangan. Pembuatannya
relatif mudah serta tidak membutuhkan biaya yang banyak. Hasilnya adalah
proses menjadi lebih baik karena telah dilakukan tindakan koreksi dan
mengurangi serta mengeliminasi kegagalan.
Berikut adalah beberapa tujuan dari penerapan FMEA:
1. Mengidentifikasi penyebab kegagalan proses dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan.
2. Memperkirakan risiko penyebab tertentu yang menyebabkan kegagalan.
3. Mengevaluasi rencana pengendalian untuk mencegah kegagalan.
4. Melaksanakan prosedur yang diperlukan untuk memperoleh suatu proses bebas
dari kesalahan.
Penggunaan efektif FMEA dapat menghasilkan pengurangan dalam hal berikut:
1. Meningkatkan reliabilitas dan kualitas produk/proses.
2. Meningkatkan kepuasan pelanggan.

6
Robin E. McDermot, The Basic of FMEA, (Edisi 2, USA : CRC Press), hlm. 1.
3. Cepat dalam mengidentifikasi dan mengurangi kecacatan yang terjadi pada
produk/proses.
4. Memprioritaskan pada kekurangan produk/proses.
5. Mendapatkan perekayasaan atau pembelajaran keorganisasian.
6. Menekankan pada pencegahan terjadinya masalah.
7. Mempunyai sistem pengulangan jenis kecacatan komponen yang sistematik
untuk meyakinkan bahwa beberapa kegagalan minimal menghasilkan kerugian
bagi produk dan proses.
8. Mengetahui efek-efek dari kegagalan pada produk atau proses yang diteliti dan
fungsi-fungsinya.
9. Menetapkan komponen-komponen dari produk atau proses yang gagal akan
memiliki efek kritis pada produk atau proses dan kecacatan-kecacatan tersebut
akan menghasilkan efek merugikan.

2.8.1. Jenis-jenis FMEA7


Beberapa tipe dalam FMEA yaitu design FMEA, process FMEA,
equipment FMEA, maintenance FMEA, concept FMEA, service FMEA, system
FMEA, enviromental FMEA, dan lain-lain. Industri otomotif, kebanyakan
perusahaan membagi FMEA ke dalam dua jenis yaitu sebagai berikut:
1. Design FMEA
Berfokus pada pemeriksaan fungsi subsistem, komponen atau sistem utama.
Fokus dari desain FMEA adalah pada desain produk yang akan dikirimkan ke
konsumen akhir. Design FMEA membantu di dalam desain proses dengan
mengidentifikasi tipe-tipe kegagalan yang diketahui dan dapat diduga.
Kemudian mengurutkan kegagalan tersebut berdasarkan dampak yang
diakibatkan produk.
2. Process FMEA
Berfokus pada penelitian proses yang digunakan untuk membuat komponen,
subsistem, atau sistem utama. Process FMEA mengungkap masalah yang
berkaitan dengan proses pembuatan produk. Process FMEA digunakan untuk

7
Ibid, hlm. 19-20.
mengidentifikasi jenis-jenis kegagalan proses dengan pengurutan tingkat
kegagalan dan membantu untuk menetapkan prioritas berdasarkan dampak
yang diakibatkan baik pada pelanggan eksternal maupun internal. Penerapan
process FMEA membantu untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab yang
potensial pada manufaktur maupun perakitan dalam rangka menetapkan
kendali untuk mengurangi dan mendeteksi kejadian.

2.4.2. Tahapan Pembuatan FMEA8


Prosedur dalam pembuatan FMEA mengikuti sepuluh tahapan berikut ini:
1. Melakukan peninjauan terhadap proses.
2. Mengidentifikasi potential failure mode (mode kegagalan potensial) pada
proses.
3. Membuat daftar potential effect (akibat potensial) dari masing-masing mode
kegagalan.
4. Menentukan peringkat severity untuk masing-masing cacat yang terjadi.
5. Menentukan peringkat occurance untuk masing-masing mode kegagalan.
6. Menentukan peringkat detection untuk masing-masing mode kegagalan
dan/atau akibat yang terjadi.
7. Menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) untuk masing-masing cacat.
8. Membuat prioritas mode kegagalan berdasarkan nilai RPN untuk dilakukan
tindakan perbaikan.
9. Melakukan tindakan untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang
paling banyak terjadi.
10.Mengkalkulasi hasil RPN sebagai mode kegagalan yang dikurangi atau
dieliminasi.
Kesepuluh tahapan tersebut dituangkan ke dalam lembar kerja FMEA
yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

8
Ibid, hlm. 23-38.
Tabel 2.2. Efek, Kriteria, dan Ranking Severity
Severity (S)
Efek Kriteria Ranking
Berbahaya Dapat membahayakan konsumen
tanpa ada Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah
peringatan Tidak ada peringatan 10

Berbahaya dan Dapat membahayakan konsumen


ada peringatan Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah
9
Ada peringatan

Sangat tinggi Mengganggu kelancaran lini produksi


100% scrap 8
Pelanggan sangat tidak puas
Tinggi Sedikit mengganggu kelancaran lini
produksi
Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat 7
disortir (apakah sudah baik/bisa di-rework)
Pelanggan tidak puas
Sedang Sebagian kecil menjadi scrap, sisanya tidak
perlu disortir (sudah baik 6

Rendah 100% produk dapat di-rework


Produk pasti dikembalikan oleh konsumen 5

Sangat rendah Sebagian besar dapat di-rework dan sisanya


sudah baik
4
Kemungkinan produk dikembalikan oleh
konsumen
Kecil Hanya sebagian kecil yang di-rework dan
sisanya sudah baik 3
Rata-rata pelanggan komplain
Sangat kecil Komplain hanya diberikan oleh pelanggan
tertentu 2

Tidak Tidak ada efek apa-apa untuk konsumen


1

Sumber: Robin E. McDermot, The Basic of FMEA


Berikut ini adalah hal-hal yang diidentifikasi dalam process FMEA yaitu:
1. Process function requirement
Mendeskripsikan proses yang dianalisa. Tujuan proses harus diberikan
selengkap dan sejelas mungkin. Jika proses yang dianalisa melibatkan lebih
dari satu operasi, masing-masing operasi harus disebutkan secara terpisah
disertai deskripsinya.
2. Potential failure mode
Proses FMEA, salah satu dari tiga tipe kesalahan harus disebutkan disini.
Yang pertama dan paling penting adalah cara dimana kemungkinan proses
dapat gagal. Dua bentuk lainnya termasuk bentuk kesalahan potensial dalam
operasi berikutnya dan pengaruh yang terkait dengan kesalahan potensial
dalam operasi sebelumnya.
3. Potential effect of failure
Sama dengan design FMEA, pengaruh potensial dari kesalahan adalah
pengaruh yang diterima oleh konsumen. Pengaruh kesalahan harus
digambarkan dalam kaitannya dengan apa yang dialami konsumen. Pada
potential effect of failure juga harus dinyatakan apakah keselamatan akan
mempengaruhi keselamatan seseorang atau melanggar beberapa peraturan
produk.
4. Severity
Nilai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan terhadap konsumen
maupun terhadap kelangsungan proses selanjutnya yang secara tidak langsung
juga merugikan. Nilai severity terdiri dari rating 1-10. Tabel 2.2
memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating severity. Semakin parah efek
yang ditimbulkan, semakin tinggi nilai rating yang diberikan.
5. Klasifikasi (class)
Kolom ini digunakan untuk mengklasifikasikan beberapa karakteristik produk
khusus untuk komponen, sub sistem atau sistem-sistem yang mungkin
memerlukan kontrol proses tambahan.
6. Potential cause
Penyebab potensial kesalahan diartikan bagaimana kesalahan dapat terjadi,
digambarkan dari segala sesuatu yang dapat diperbaiki atau dikendalikan.
Setiap penyebab kesalahan yang memungkinkan untuk masing-masing
kesalahan yang dibuat harus selengkapnya dan sejelas mungkin.
7. Occurance
Seberapa sering kemungkinan penyebab kegagalan terjadi. Nilai occurance ini
diberikan untuk setiap penyebab kegagalan yang terdiri dari rating 1-10. Tabel
2.3. memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating occurance. Semakin sering
penyebab kegagalan terjadi, semakin tinggi nilai rating yang diberikan.
Tabel 2.3. Peluang Terjadinya Kegagalan, Tingkat Kemungkinan Kegagalan
dan Ranking Occurance
Occurance (O)
Peluang Terjadinya Penyebab Tingkat Kemungkinan
Ranking
Kegagalan Kegagalan
Sangat tinggi : kegagalan hampir 1 dalam 2 10
tak terhindarkan. 1 dalam 3 9
Tinggi : berhubungan dengan 1 dalam 8 8
proses serupa ke proses
sebelumnya yang sudah sering 1 dalam 20 7
gagal
Sedang : berhubungan dengan 1 dalam 80 6
proses serupa ke proses 1 dalam 400 5
sebelumnya yang sudah
mengalami kegagalan sekali- 1 dalam 2000 4
sekali
Rendah : kegagalan yang 1 dalam 15000 3
terisolasi berhubungan dengan
1 dalam 150000 2
proses serupa
Sumber: Robin E. McDermot, The Basic of FMEA
Tabel 2.3. Peluang Terjadinya Kegagalan, Tingkat Kemungkinan Kegagalan
dan Ranking Occurance
Occurance
Peluang Terjadinya Penyebab Tingkat Kemungkinan
Ranking
Kegagalan Kegagalan
Sangat kecil : kegagalan tidak
mungkin, tidak terjadi kegagalan
1 dalam 1500000 1
yang berhubungan dengan proses
serupa
Sumber: Robin E. McDermot, The Basic of FMEA

8. Current process control


Current process control merupakan deskripsi control yang dapat mencegah
sejauh memungkinkan bentuk kesalahan dari kejadian atau mendeteksi bentuk
kesalahan yang terjadi.
9. Detection
Merupakan seberapa jauh penyebab kegagalan dapat terjadi yang terdiri dari
rating 1-10. Tabel 2.4. memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating
detection. Semakin sering penyebab kegagalan terjadi, semakin tinggi nilai
rating yang diberikan.
Tabel 2.4. Kemungkinan Kesalahan Terdeteksi, Kriteria dan Ranking
Detection
Deteksi Kriteria Ranking
Absolutely impossible Tidak ada kendali untuk
10
mendeteksi kegagalan
Very remote Sangat sedikit kendali untuk
9
mendeteksi kegagalan
Remote Sedikit terdapat kendali untuk
8
mendeteksi kegagalan
Sumber: Robin E. McDermot, The Basic of FMEA
Tabel 2.4. Kemungkinan Kesalahan Terdeteksi, Kriteria dan Ranking
Detection
Deteksi Kriteria Ranking
Very low Sangat rendah terdapat kendali
7
untuk mendeteksi kegagalan
Low Rendah terdapat kendali untuk
6
mendeteksi kegagalan
Moderate Sedang terdapat kendali untuk
5
mendeteksi kegagalan
Moderately high Sedang tinggi terdapat kendali
4
untuk mendeteksi kegagalan
High Tinggi terdapat kendali untuk
3
mendeteksi kegagaln
Very high Sangat tinggi terdapat kendali
2
untuk mendeteksi kegagalan
Almost certain Kendali hampir pasti dapat
1
mendeteksi kegagalan
Sumber: Robin E. McDermot, The Basic of FMEA

10. RPN
Risk priority number (RPN) adalah suatu sistem matematis yang
menerjemahkan sekumpulan dari efek dengan tingkat keparahan (severity)
yang serius, sehingga dapat menciptakan suatu kegagalan yang berkaitan
dengan efek-efek tersebut (occurance), dan mempunyai kemampuan untuk
mendeteksi kegagalan-kegagalan (detection) tersebut sebelum sampai ke
konsumen. RPN merupakan perkalian dari rating occurance (O), severity (S)
dan detection (D).
RPN = O x S x D
Nilai RPN berkisar dari 1-1000, dengan 1 sebagai kemungkinan risiko desain
terkecil. Nilai RPN dapat digunakan sebagai panduan untuk mengetahui
masalah yang paling serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi
memerlukan prioritas penanganan yang serius.
11. Recommended Action
Recommended Action mempunyai tujuan untuk mengurangi satu atau lebih
kriteria yang menyusun RPN. Peringkat dalam tingkat design validation akan
menghasilkan pengurangan di tingkat detection. Hanya memindahkan atau
mengontrol satu atau lebih dari penyebab/modus cacat melalui revisi desain
yang bisa berefek pada penurunan peringkat occurance. Dan hanya revisi
desain yang bisa membawa pengurangan peringkat severity.

Sumber: www.google.com
Gambar 2.7. Contoh FMEA

Anda mungkin juga menyukai